Anda di halaman 1dari 13

Telaah Kritis Terhadap Eksistensi dan Efektivitas

Kewenangan Komisi Kepolisian Nasional Sebagai Lembaga


Pengawas Eksternal

Disusun Oleh :
Nama : Riris Panggabean
Npm : 211021081
Kelas : Hukum Pidana (A) (Eksekutif)
Mata Kuliah : Pembaharuan Hukum Pidana
Dosen Pengampu : Dr. Zul Akrial,S.H.,M.Hum

PROGRAM MAGISTER(S2)
ILMU HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum diperlukan oleh masyarakat untuk mewujudkan ketertiban dan ketentraman
dalam kehidupan masyarakat. Dikatakan bahwa tujuan hukum adalah terpelihara dan
terjaminnya keteraturan (kepastian hukum) dan ketertiban.1 Selain itu, tujuan hukum tidak
bisa dilepaskan dari tujuan akhir hidup bermasyarakat yang tidak dapat dilepaskan dari
nilai-nilai dan falsafah hidup yang menjadi dasar hidup dari masyarakat itu, yang akhirnya
bermuara pada keadilan. Guna mewujudkan kepastian hukum, ketertiban dan keadilan
tersebut, dibutuhkan sanksi hukum yang bersifat mengikat bagi masyarakatnya.
Dengan demikian dalam negara hukum untuk mencita-citakan hal tersebut ada suatu
aparatur negara yang memiliki peranan penting dalam mewujudkan ketertiban dan
kententraman dalam kehidupan masyarakat yaitu Polri. Kepolisian merupakan lembaga
hukum dan hidup dalam komunitas manusia yang lebih besar yang dapat membentuk
segala sesuatu yang dilakukan organisasi, maka peletakan lembaga kepolisian dalam suatu
organisasi negara menjadi lebih penting, karena akan berpengaruh terhadap pelaksanaan
tugas dan tanggungjawab yang dibebankan serta kinerja performance) lembaga kepolisian.
Karena itu ketidaktepatan dalam inemposisikan lembaga kepolisian dalam hukum
ketatanegaraan akan menciptaâan probleinatika bagi lembaga kepolisian dalam
menjalankan tugas dan wewenangnya sebagai kepolisian negara.
Dalam perkembangan sejarah kepolisian sejak revolusi kemerdekaan hingga
sekarang mengalami beberapa kali perubahan eksistensi dan kedudukan, sebab perubahan
tersebut membawa dampak dan pengaruh yang signifikan terhadap tugas dan
tanggungjawabnya sebagai suatu lembaga dalam organisasi negara. Secara historis
perubahan eksistensi, kedudukan dan fungsi kepolisian tersebut dapat ditelusuri sejak masa
Revolusi Kemerdekaan 1945 hingga masa Reformasi. Akibat dari ketidakmandirian secara
kelembagaan, aparat kepolisian menjadi kehilangan profesionalisme, sebab tugas-tugas
penegakan hukum menjadi bias kepentingan melindungi ”institusi payungnya” dalam
banyak kasus pada masa Orde Baru.
Aspek substansi lain yang berubah pada institusi Polri yaitu adanya Lembaga
Kepolisian Nasional dengan tugas membantu presiden untuk menentukan arah kebijakan

1
Mochtar Kusumaatmadja dan Arief Sidharta, Pengantar Ilmu Hukum Suatu Pengenalan Pertama
Ruang Lingkup Berlakunya Ilmu Hukum, Bandung, Alumni, 1999, hlm. 50.

2
Polri serta mengangkat dan memberhentikan Kapolri, dibentuk Lembaga Kepolisian
Nasional yang berada di bawah presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Polri sebagai salah satu lembaga penyelenggara negara dan sekaligus melaksanakan
tugas dan fungsi pemerintahan nya harus berdasarkan legitimasi hukum yang berlaku,
dimana fungsi utama dari polisi adalah menegakkan hukum dan melayani kepentingan
masyarakat umum. Sehingga dapat dikatakan bahwa tugas polisi adalah melakukan
pencegahan terhadap kejahatan dan memberikan perlindungan kepada masyarakat.
Membangun mekanisme kontrol dan pengawasan yang ketat, kuat, dan efektif
terhadap negara merupakan prinsip penting dan mendasar di negara demokrasi. Dengan
kontrol dan pengawasan ini diharapkan dapat mencegah potensi penyalahgunaan
kekuasaan dan sekaligus untuk mendorong dan memastikan lembaga-lembaga negara
menjalankan fungsi dan tugasnya secara profesional, transparan, dan akuntabel. Oleh
karena itu agenda-agenda penguatan kontrol dan pengawasan terhadap lembaga negara
merupakan bagian yang sangat penting. Salah satu institusi negara yang tidak luput dari
agenda ini adalah Kepolisian Rapt b!ik Indonesia. Oleh karena itu dibentuklah Lembaga
(Komisi) K.epolisian Nasional sebagaimana diamanatkan dalam Undang-undang Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kendati demikian, Kompolnas tidak langsung dibentuk oleh Presiden sejak Undang-
Undang Kepolisian diterbitkan. Meskipun pembentukan Lembaga Kepolisian Nasional
atau yang sekarang disebut Komisi Kepolisian Nasional telah diamanatkan oleh Ketetapan
MPR No VII Tahun 2000 dan juga tercantum dalam Pasal 37-40 UU No 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kompolnas justru baru dibentuk oleh
Presiden tahun 2006 yaitu melalui Keputusan Presiden No 17 Tahun 2005 tentang Komisi
Kepolisian Nasional, yang kemudian sekarang telah diperbaharui dengan Perpres No 17
Tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian Nasional.
Adanya pengaturan tersebut memberikan langkah positif dalam pengawasan
kepolisian dari segi eksternal. Tugas Kompolnas seharusnya cukup strategis namun dalam
kenyataannya masih jauh dari harapan. Kompolnas belum memainkan peran secara
signifikan. Kompolnas dalam tugas dan kewenangannya membantu presiden untuk
menentukan arah kebijakan Polri, namun Kompolnas tidak dapat melaksanakan intervensi
operasional secara langsung.
Berdasarkan Perpres No 17 Tahun 2011 khususnya dalam Pasal 7 yang mengatur
mengenai wewenang Kompolnas terlihat masih sederhana dan lemah, karena Kompolnas
tidak mempunyai kewenangan untuk inenjatuhkan sanksi lfunishment), terhadap anggota
Polri yang melakukan tiiidakan-tindakan diluar kewenangannya. Kewenangan-

3
kewenangan tersebut masih terlalu sederhana bagi sebuah komisi kepolisian yang tugas
dan fungsinya membantu presiden, karena jika hanya menerima saran dan keluhan
masyarakat dapat dilakukan oleh kepolisian itu sendiri misalnya Propam, Irvvasum. 2
Namun yang menjadi permasalahan di sini adalah Kompolnas tidak memiliki
kewenangan untuk memberikan penilaian atau sanksi atas tindakan kepolisian.bentuk atau
efektivitas dari saran yang diberikan Kompolnas hanya sebatas saran dan rekomendasi.
Kompolnas lebih banyak menjadi penampung masalah dan memberi rekomendasi kepada
presiden. Kompolnas tidak memiliki kewenangan investigasi, yang justru seharusnya
penting untuk dimiliki.
Dasar hukum tentang Kompolnas ditentukan secara jelas, tetapi hanya menyangkut
kedudukannya terhadap presiden, dan sedikit diisyaratkan yang menyangkut ketentuan
sifat hubungannya dengan Polri. Oleh karena kekaburan ini maka Perpres menentukan
kepemimpinan dan keanggotaan Kompolnas ini terkesan lekat dengan presiden. Selain itu
Polri adalah salah satu instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan negara dibidang
pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Keberadaan Kompolnas menjadi penting bagi masyarakat karena diharapkan dapat
mendorong terwujudnya Polri yang profesional, mandiri, transparan, memiliki integritas
yang tinggi dan akuntabel. Jika dilihat dari sejarah pembentukan, semangat dibalik
dibentuknya Kompolnas tentunya bagaimana menciptakan control dan pengawasan
terhadap Polri.
Banyaknya persoalan yang menimpa kepolisian beberapa tahun belakangan ini
sering mendapat sorotan dari masyarakat terkait dengan kinerja Polri yang sering
melakukan penyiinpangan fungsi, tugas, dan wewenangnva sebagaimana diamanatkan
dalam undang-undang penyimpangan—penyimpangan tersebut bermacam-macam mulai
dari adanya penyalahgunaan wewenang, diskriminasi, penggunaan diskresi yang ke!iru,
pelayanan yang buruk terhadap masyarakat, serta adanya KKN di institusi Polri. Oleh
karena itu seberapa efektifitasnya peran Kompolnas dalam pengawasan terhadap Polri
perlu dipertanyakan.
B. Perumusan Masalah Pokok
Bagaimana Eksistensi dan Efektivitas Kewenangan Komisi Kepolisian Nasional
sebagai Lembaga Pengawas Eksternal ?
C. Tinjauan Pustaka

2
Edi Saputra Hasibuan, Tesis : Efektifitas Kinerja Kompolnas Dalam Pengawasan Terhadap Polri (studi
bidang Penegakan Hukum), Universitas Bhayangkara,2014
4
Komisi Kepolisian Nasional atau disingkat Kompolnas adalah sebuah lembaga
kepolisian nasional di Indonesia yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab
pada Presiden Republik Indonesia. Lembaga ini dibentuk berdasarkan Perpres No.17
tahun 2005 yang dikeluarkan Presiden ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono.
Sebagai lembaga negara, Kompolnas mendapatkan pembiayaan dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Keberadaan Komisi Kepolisian Nasional
(Kompolnas) sebagai lembaga baru pada institusi Kepolisian Republik Indonesia
(Polri) telah di atur dalam UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Hanya saja pembentukan Kompolnas baru dilakukan pada tahun
2006 dengan mengangkat para anggotanya dari berbagai unsur, yakni unsur
pemerintahan, pakar kepolisian dan tokoh masyarakat. Meski sebenarnya terlambat,
masyarakat berharap pembentukan Kompolnas dapat memberikan angin segar bagi
perbaikan institusi kepolisian di Indonesia. Mengingat hingga saat ini keberadaan
polisi masih belum mendapatkan tempat yang layak di hati masyarakat. Terbukti dari
adanya sebagian masyarakat yang memandang sebelah mata kepada polisinya, meski
sebenarnya mereka juga membutuhkan.
Komisi Kepolisian Nasional bertugas (1) membantu Presiden dalam
menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia;dan (2)
memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian
Kapolri. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud di atas, Komisi
Kepolisian Nasional berwenang untuk (1) mengumpulkan dan menganalisis data
sebagai bahan pemberian saran kepada Presiden yang berkaitan dengan anggaran
Kepolisian Negara Republik Indonesia, pengembangan sumber daya manusia
Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pengembangan sarana dan prasarana
Kepolisian Negara Republik Indonesia; (2) memberikan saran dan pertimbangan lain
kepada Presiden dalam upaya mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang profesional dan mandiri; dan (3) menerima saran dan keluhan dari masyarakat
mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden. 3
Pembentukan lembaga baru ini dimaksudkan agar dalam pembuatan kebijakan
dibidang kepolisian memperoleh masukan dari unsur masyarakat. Kehadiran
Kompolnas diharapkan dapat mengubah wajah kepolisian kita, yakni Kompolnas

3
Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Konstitusi Pers,
Jakarta, 2006, hlm 264.
5
dapat menaikan citra polisi yang semakin jelek (bad police) menjadi polisi yang baik
(good police).4

D. Konsep Operasional
1. Eksistensi
Eksistensialisme merupakan aliran yang melihat manusia pada eksistensinya,
yakni sejauh mana keberadaannya diakui oleh masyarakat sekitarnya. Semakin
diakui, maka semakin eksis ia. Aliran ini tidak memperhitungkan materi beserta
atribut yang dimiliki seseorang sebagai nilai kemanusiaan. Abraham Maslow
mengatakan bahwa, pengakuan tentang eksistensi sebagai kebutuhan tertinggi
manusia, jauh melampaui kebutuhan rasa aman, kebutuhan sandang, pangan, dan
papan.5
Eksistensi juga dikemukakan oleh Abidin Zaenal sebagai sutau proses yang
dinamis, suatu, menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan asal kata eksistensi itu
sendiri, yakni existetre, yang artimya keluar dari, melampaui atau mengatasi. Jadi
eksistensi tidak bersifat kaku dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan
mengalami perkembangan atau sebaliknya kemundura, tergantung pada kemampuan
dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya. Eksistensi selalu bersifat historis dan
menuju masa depan.6
2. Efektivitas
Efektivitas adalah unsur pokok mencapai tujuan atau sasaran yang telah
ditentukan di dalam setiap organisasi, kegiatan ataupun program. Disebut efektif
apabila tercapai tujuan ataupun sasaran seperti yang telah ditentukan sebelumnya.
Demikian juga dalam pelaksanaan kebijakan itu dikatakan efektif jika kebijakan itu
bisa berjalan sesuai dengan harapan pembuat kebijakan.7
Menurut Barda Nawawi Arief, efektivitas mengandung arti “keefektifa-an”
pengaruh atau efek keberhasilan, atau kemanjuran/kemujaraban.8Dengan kata lain
efektivitas berarti tujuan yang telah direncanakan sebelumnya dapat tercapai, atau
dengan kata lain sasaran tercapai karena adanya proses kegiatan.9

4
Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian (Kemandirian, Profesionalisme dan Reformasi POLRI), Laksbang
Grafika, Surabaya, 2014, hlm 281.
5
Muhamad Mufid, Etika dan Filsafat Komunikasi, (Jakarta: Kencana, 2015), Cet, Ke-4,hlm. 101.
6
Anton Bakker, Filsafat Sejarah, (Yogyakarta: Thafa Media, 2018), hlm. 149.
7
BAPPEDA Kota Yogyakarta, 2016, “Efektivitas Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 64 Tahun 2013
dalam Mewujudkan Ruang Terbuka Hijau Publik Kota Yogyakarta”, hal 134
8
Barda Nawawi Arief, 2003, Kapita Selekta Hukum Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 85
9
Muhammad Ali, 1997, Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi, Bandung, Angkasa, hlm 89
6
3. Komisi Kepolisian Nasional
Berdasarkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011
Tentang Komisi Kepolisian Nasional Komisi Kepolisian Nasional Yang Selanjutnya
Disebut Kompolnas Adalah Lembaga Kepolisian Nasional Sebagaimana Dimaksud
Dalam Pasal 37 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia yang mana menyebutkan bahwa
1) Lembaga kepolisian nasional yang disebut dengan Komisi Kepolisian
Nasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
2) Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk
dengan Keputusan Presiden

7
BAB II
PEMBAHASAN
Komisi Kepolisian Nasional adalah suatu lembaga negara pembantu (auxiliary state
organ) yang memiliki fungsi tertentu yakni membantu tugas Presiden dalam
merumuskan arah kebijakan kepolisian nasional. Keberadaan Komisi Kepolisian Nasional
diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002. Pasal 37 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2002
menyebutkan sebagai berikut “Lembaga Kepolisian Nasional yang disebut Komisi
Kepolisian Nasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.”
Sesuai dengan Pasal 37 UU Nomor 2 Tahun 2002, lembaga negara kepolisian nasional
yang disebut dengan nama Komisi Kepolisian Nasional ditetapkan atau dibentuk dengan
Peraturan Presiden.
Berdasarkan pasal 2 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2011
menyatakan bahwa Kedudukan Komisi Kepolisian Nasional (1) Kompolnas merupakan
lembaga non struktural, yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya berpedoman
pada prinsip tata pemerintahan yang baik. (2) Kompolnas berkedudukan di bawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
Pasal 37 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2002 menyebutkan sebagai berikut
“Komisi Kepolisian Nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk dengan
Keputusan Presiden.”Komisi Kepolisian Nasional secara prinsip bertugas untuk membantu
Presiden dalam urusan penetapan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan tugas-tugas lain yang berhubungan dengan kelembagaan Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Tugas-tugas Komisi Kepolisian Nasional diatur dalam Pasal 38 ayat
(1)UU Nomor 2 Tahun 2002 yang menentukan sebagai berikut “Komisi Kepolisian
Nasional bertugas (a) membantu Presiden dalam nenetapkan arah kebijakan Kepolisian
Negara Republik Indonesia dan (2) memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam
pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.” Garis besar tugas Komisi Kepolisian
Nasional adalah seperti dikemukakan di atas.
Akan tetapi, rincian wewenang dan tugas-tugas Komisi Kepolisian Nasional diatur
lebih lanjut dalam Pasal 38 ayat (2) UU Nomor 2 Tahun 2002 yang mengatur sebagai
berikut:“Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Komisi
Kepolisian Nasional berwenang untuk :
a. Mengumpulkan dan menganalisis data sebagai bahan pemberian saran kepada
Presiden yang berkaitan dengan anggaran Kepolisian Negara Republik
Indonesia, dan pengembangan sarana dan prasarana Kepolisian Negara
Republik Indonesia,
8
b. Memberikan saran dan pertimbangan lain kepada Presiden dalam upaya
mewujudkan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang profesional dan
mandiri,
c. Menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisan dan
menyampaikannya kepada Presiden.
Fungsi, Wewenang dan Tugas Kompolnas diatur dalam Peraturan Presiden
Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komisi Kepolisian Nasional. Setelah berjalan selama 6
(enam) tahun, Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2005 dicabut karena fungsi,
wewenang dan tugas Kompolnas dipandang perlu untuk disesuaikan dengan
kebutuhan untuk mewujudkan profesionalisme, akuntabilitas dan kemandirian
Kompolnas. Pencabutan Pertaruran Presiden Nomor 17 Tahun 2005 ditetapkan
berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 tentang Komisi Kepolisian
Nasional. Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2011 disebutkan
“Kompolnas melaksanakan fungsi pengawasan fungsional terhadap kinerja Polri untuk
menjamin profesionalisme dan kemandirian Polri.”Jika berpedoman pada ketentuan Pasal
37 UU Nomor 2 Tahun 2002, Lembaga Kepolisian Nasional yang disebut Komisi
Kepolisian Nasional adalah suatu organ negara yang berkedudukan dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Artinya, Kompolnas adalah lembaga negara pembantu
(auxiliary state organ) yang berfungsi membantu pelaksanaan tugas-tugas tertentu
Presiden sesuai dengan ketentuan undang-undang. Ruang lingkup tugas
Kompolnasmembantu Presiden untuk menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara
Republik Indonesia dan memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam
pengangkatan dan pemberhentian Kapolri. Dengan demikian,
Wewenang dan tugas Kompolnas sebagai lembaga negara pembantu Presiden
(auxiliary state organ) difokuskan kepada kedua macam tugas yang disebutkan di
atas.Keluhan yang disampaikan anggota masyarakat adalah tentang kelemahan yang
menjadi kendala dalam pelaksanaan tugas dan wewenang Kompolnas sebagai organ
negara pembantu Presiden dalam bidang tugas tertentu yang bersifat khusus dan
terbataspada hal tertentu. Kelemahan Kompolnas yang disampaikan masyarakat seperti
dikemukakan di atas berkaitan dengan ketidakjelasan informasi mengenai tata cara
mengajukan keluhan/saran terhadap (kepada) Kompolnas.Masyarakat yang hendak
mengajukan atau mengemukakan keluhan terhadap Kompolnas tidak tahu atau tidak
paham prosedur pengaduan atau keluhan yang harus ditempuh.
Ada berbagai macam keluhan dan kritik yang dialamatkan kepada Kompolnas yang
menunjukkan bahwa lembaga (organ) negara pembantu tersebut dianggap masyarakat

9
belum dapat melaksanakan tugasnya membantu untuk Presiden dalam rangka (1)
menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan (2) memberikan
pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri.” Dengan
perkataan lain, ada masalah yang masih harus diperbincangkan dan terutama untuk diteliti
berkenaan dengan wewenang dan tugas Kompolnas sebagai lembaga (organ) negara
pembantu Presiden pada bidang tugas tertentu yang bersifat khusus dan terbatas.10
Sampai dengan saat ini, Masyarakat masih kurang mengenai Komisi Kepolisian
Nasional atau KOMPOLNAS. Yang mana artinya bahwa Eksistensi Kompolnas sebagai
Lembaga pengawas eksternal masih kurang. Masih banyak masyarakat yang tidak
mengenal bahwa ada Lembaga di bawah Kepresidenan yang berfungsi sebagai Pengawas
Polri. Masyarakat masih tidak tau bahwa kita dapat memberikan keluhan kepada
Kompolnas mengenai kinerja kepolisian yang bertugas disekitar kita. Hal ini
mempengaruhi efektivitas keberadaan Kompolnas sebagai pengawas eksternal Kepolisian
nasional. Terbatasnya kewenangan Kompolnas terhadap lembaga Polri dinilai masih jauh
dari harapan. Bahkan, tidak sedikit masyarakat kecewa dengan peran Kompolnas yang
tidak berjalan efektif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja kepolisian.
Eksistensi Kompolnas saat ini dirasakan mempengaruhi efektivitas kewenangan
Kompolnas dalam upaya pengawasan terhadap kinerja Polri. Hal ini disebabkan karena
dari segi pengaturan kelembagaannya masih mengandung sejumlah kelemahan. Adapun
yang menjadi persoalan kelembagaan Kompolnas, yaitu, pertama dasar hukum
pembentukannya. Kompolnas dibentuk berdasarkan UU Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tidak diatur berdasarkan UU khusus melainkan
hanya menjadi bagian pengaturan dari UU lain. Implikasinya, kekuatan hukum Kompolnas
sebagai badan pengawas Polri menjadi lemah. Manakala UU Nomor 2 Tahun 2002 tersebut
berubah, sangat mungkin Kompolnas juga berubah, berganti, atau bahkan tidak ada lagi.11
Kedua, pembentukan Kompolnas diatur dalam UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Republik Indonesia, yakni dalam pasal 37-40. Empat pasal dalam UU tesebut
hanya mengatur secara umum tugas dan wewenang dan keanggotaan Kompolnas. Dalam
UU tersebut disebutkan pula bahwa Kompolnas berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Pengaturan lebih jauh mengenai komposisi dan seleksi anggota,
tugas dan wewenang Kompolnas dan sebagainya diatur oleh Presiden dalam bentuk

10
Mohammad Nasser, Peran Komisi Kepolisian Nasional Dalam Pengawasan Fungsional Polri, Jurnal
Hukum Sasana, Vol.7,No.1,June 2021, hlm. 100
11
Nabella Anisa, Kajian Terhadap Eksistensi Komisi Kepolisian Nasional Dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia, Gloria Jurnal Hukum, Vol 3, No 1 (2014), hlm.57

10
Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2005 yang di dalamnya ditegaskan anggota
Kompolnas diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Pimpinannya merupakan ex-officio
menteri (wakil pemerintah). Secara normatif terlihat bahwa kedudukan dan jaminan
kemandirian Kompolnas masih jauh jika dibandingkan Komisi-komisi independen
lainnya.
UU nomor 2 Tahun 2002 juga menyebutkan bahwa wewenang Kompolnas dalam
konteks pengawasan hanya sebatas “menerima saran dan keluhan dari masyarakat
mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada presiden”. Penjelasan UU
tersebut menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan keluhan antara lain penyalahgunaan
wewenang, dugaan korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskrimintif serta
penggunaan diskresi yang keliru.
Perpres nomor 17 Tahun 2011 tidak mengatur lebih jauh tugas atau wewenang
turunan dari Kompolnas dalam menjalankan wewenang UU diatas. Dari hal tersebut
terlihat bahwa wewenang Kompolnas lebih mengarah pada “penerima serta penerus
komplain,” ketimbang lembaga pengawas yang bersifat aktif. UU bahkan Perpres tidak
menyinggung sama sekali mengenai ada tidaknya wewenang komisi ini untuk
mengklarifikasi pengaduan yang masuk, misalnya untuk memanggil atau meminta
keterangan dari polisi yang diadukan. Karenannya sangat mungkin jika polisi nantinya
akan menolak jika diminta keterangannya oleh Kompolnas.
Kelemahan Kompolnas bertambah terkait dengan dasar pembentukannya yang
bersumber dari Peraturan Presiden. Kelemahan tersebut terkait dengan sumber anggaran
operasional Kompolnas yang disebutkan pada Pasal 40, UU No. 2 Tahun 2002, yakni
bahwa segala pembiayaan yang diperlukan untuk mendukung pelaksanaan tugas
Kompolnas dibebankan pada APBN. Masalahnya adalah karena Kompolnas ada di dalam
undang-undang tersebut maka anggaran Kompolnas ikut di dalam anggaran Mabes Polri.
Semakin lemah lah kedudukan Kompolnas karena hanya untuk memperoleh anggarannya
saja Kompolnas harus meminta pada Mabes Polri .
Dilihat dari tugas kewenangannya, sebagaimana tertuang pada UU No 2 tahun 2002
dan Pasal 3 dan Pasal 4 Peraturan Presiden Nomor 17 tahun 20055, Komisi Kepolisian
terkesan kurang gregat dan cenderung hanya memenuhi tuntutan politis pemerintah.
Dengan kewenangannya yang hanya bersifat saran Komisi Kepolisian Nasional sulit
diharapkan dapat mengawasi kinerja dan perilaku Polri.
Padahal Komisi Kepolisian Nasional diharapkan dapat mengawasi, mengontrol
merekomendasikan saksi, dan mengubah citra buruk kepolisian yang telah mendarah

11
daging. pada intinya alasan yang melatar belakangi kesangsian terhadap polri tersebut
adalah:
1. Pertama, Polri selama ini sulit diawasi dan dikontrol oleh masyarakat. Polri secara
institusional bukan saja sulit dikontrol pemerintah dan masyarakat akan tetapi
seakan menjauh dari masyarakat sekitarnya.
2. Kedua, faktor budaya dan perilaku polri yang cenderung masih militeristik
ketirnbang sipil.
3. Ketiga, reformasi polri belum mendasar karena masih belum mampu mengarahkan
jati diri polri sebagai polisi sipil.
4. Keempat, yang cukup penting adalah Komisi Kepolisian Nasional, dengan
wewenang yang sangat terbatas, diharapkan berperan secara optimal dalam
melakukan penataan institusi Polri sebagai polisi sipil. Independensi keanggotaan
Komisi Kepolisian Nasional merupakan faktor penting agar dalam memberikan
masukan, komisi ini tidak dipengaruhi , oleh kepentingan-kepentingan tertentu (
Pelaksanaan tugas Komisi Kepolisian Nasional dilakukan dengan mengutamakan
musyawarah untuk mufakat. Ketentuan pasal tersebut mengindikasikan kepada kita semua
bahwa Komisi Kepolisian Nasional dalam mengarnbil suatu tindakan tidak didasarkan
pada kemauan semata dari pribadi anggotanya, tapi didasarkan pada musyawarah dan
mufakat. Melihat sepak terjang aparat kepolisian saat ini, kita perlu melakukan terobosan
baru dalam upaya hukum untuk meminta pertanggungjawaban atas kegagalan penegakan
hukum yang mereka lakukan. Polisi memiliki kewenangan untuk melakukan penegakan
hukum berdasarkan undang-undang, tetapi mereka juga dibebani tanggungjawab untuk
menjalankan kewenangannya secara benar dan bertanggung jawab.
Fakta adanya kecerobohan dan tidak profesionalnya aparat hukum kepolisian bisa
dilihat dari kasus-kasus yang dipaksakan, bahkan tersangka dipaksa ditahan mesti kurang
bukti. Tidak jarang para tersangka yang telah disandera kemerdekaannya secara paksa itu
akhirnya dilepas begitu saja setelah tidak ditemukan bukti cukup, tanpa kompensasi apa-
apa. Dalil yang berkembang di pihak kepolisian yang menyatakan bahwa mereka hanya
melaksanakan undang-undang, kiranya perlu mendapat perhatian serius, karena justru
hanya menciptakan kepastian hukum saja, sementara di lain pihak justru menimbulkan
ketidak adilan.
Pada dasarnya hukum yang berlaku di negara Indonesia terdiri dari hukum normatif
(positif) seperti yang tertera dalam undang-undang dan hukum sosiologis, yaitu hukum
yang berlaku di masyarakat yang tidak tertulis. Seharusnya pihak kepolisian mengetahui
dan mengerti kedua hukum tersebut dan tidak selalu berpatokan kepada hukum yang

12
tertulis dalam menangani tindak kejahatan. Pihak kepolisian yang tidak mengerti dan
memahami biasanya bersikap agak kaku dibandingkan dengan Yang memahaminya.
Hukum yang hidup dan berlaku dalam masyarakat seharusnya dijadikan
pertimbangan dalam menerapkan suatu undang-undang, karena menurut penilaian orang
justru hukum yang hidup dan berlaku dalam masyarakatlah yang lebih aspiratif. Dengan
mendasarkan hukum Yang hidup dan berlaku dalam masyarakat, hal ini bukan berarti
bahwa Pihak kepolisian lepas dari undang-undang.
Fokus integritas aparat penegak hukum terutama Pihak Kepolisian sudah menjadi
masalah legenda di tanah air, tidak mudah mendapatkan apparat kepolisian yang baik dan
jujur. Masyarakat kita seharusnya disadarkan, mereka mempunyai hak untuk menuntut,
baik secara perdata maupun Pidana, terhadap perbuatan apparat kepolisian yang merugikan
hak-hak asasi mereka. Mereka tidak perlu takut menghadapi sepak terjang apparat
kepolisian yang melanggar hukum, sesuai adagium yang berlaku bahwa hukum harus
ditegakan terhadap siapapun.
Dengan adanya Penegakan hukum yang sifatnya sesat sebagaimana diuraikan di
atas, sewajarnya Komisi Pengawasan Kepolisian ikut memonitor Proses kasus-kasus yang
berkembang Pada masyarakat yang notabene melibatkan pihak kepolisian. Bahkan bila
perlu Komisi Pengawasan Kepolisian mengambil alih kasus itu, karena wewenang Komisi
Pengawasan Kepolisian tidak hanya memberikan pertimbangan kepada Presiden, tetapi
juga menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kepolisia

13

Anda mungkin juga menyukai