Anda di halaman 1dari 4

Kinerja Polri di Era Reformasi

A. Pendahuluan
Lembaga eksekutif adalah lembaga yang melaksanakan undang-undang. Secara
sempit lembaga legislatif terdiri dari presiden yang dibantu oleh menteri yang
tersusun dalam sebuah kabinet. Legislatif dalam arti luas terdiri atas birokrasi dan
militer termasuk Polisi Republik Indonesia (Polri) dalam menjalankan tugasnya
termasuk ke dalam lembaga eksekutif karena menjalankan undang-undang.
Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (UU 2/2002) fungsi dari Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan
negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Kedudukan
dan tanggung jawab Polri berada langsung di bawah Presiden.
Sebagai lembaga eksekutif Polri menjalankan berbagai undang-undang yang berkaitan
dengan tugas kepolisian. Sebagai contoh adalah Lalu lintas dan angkutan jalan yang
merupakan sarana bagi berbagai lapisan masyarakat, seperti pengusaha, pedagang,
pekerja kantor, buruh bahkan petani untuk melakukan aktivitas sehari-hari. Sehingga
diperlukan pengaturan lalu lintas dan angkutan yang termaktub dalam Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU
22/2009).
Masyarakat sering tidak menyadari bahawa keselamatan berkendara adalah tanggung
jawab semua pihak pengguna jalan raya. Dalam pasal 105 huruf a UU 22/2009 bahwa
setiap orang yang menggunakan jalan wajib berperilaku tertib. Tertib dalam hal ini
adalah mematuhi segala peraturan lalu lintas dan kelengkapan kendaraan seperti Surat
Izin Mengemudi (SIM) dan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Pelaksanaan UU 22/2009 sangat berpengaruh terhadap institusi Polri karena berkaitan
dengan fungsi pemeliharaan ketertiban dan keamanan. Sehingga integritas petugas di
lapangan sangatlah menentukan citra Polri yang mereperesentasikan baik atau
buruknya kinerja Polri. Selain bidang lalu lintas dan angkutan Polri juga
melaksanakan tugas penyidikan, penangkapan kriminal, dan pelayanan berupa
pembuatan syarat-syarat administrasi yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tidak
luput dari perhatian masyarakat.
Untuk menanggulangi oknum anggota yang tidak berintegritas Polri memiliki satu
organisasi pengawas internal, yaitu Divisi Profesi dan Pengamanan Polisi Republik
Indonesia (Divropam Polri). Menurut Peraturan Kepala Polisi Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2017 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Saturan Organisasi
pada Tingkat Markas Besar Kepolisan Negara Republik Indoensia (Perkapolri 6/2017)
pada pasal 1 ayat (9) yang dimaksud dengan Divisi Profesi dan Pengamanan yang
selanjutnya disebut Divpropam Polri adalah unsur pengawas dan pembantu pimpinan
dalam bidang pertanggungjawaban profesi dan pengamanan internal pada tingkat
Mabes Polri yang berada di Bawah Kapolri.
Berdasarkan uraian di atas tulisan ini akan membedah kinerja Polisi Republik
Indonesia (Polri) di Era Reformasi yang difokuskan pada kekuatan dan kelemahan
kinerja pada lembaga tersebut.
B. Pembahasan
Semenjak amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 (UUD 1945) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) bukanlah lembaga
tertinggi negara yang merepresentasikan warga negara. Kekuasaan yang sebelumnya
dipegang penuh oleh MPR dibagi dalam tiga cabang, yaitu Legislatif, Eksekutif, dan
Yudikatif. Membahas lembaga eksekutif akan berhubungan dengan lembaga birokrasi.
Lembaga birokrasi adalah seluruh aparat pemerintah, yang membantu tugas
pemerintah dan menerima gaji dari negara karena statusnya itu (Mirian Budiarjo,
2022: 7.6). Secara ideal lembaga birokrasi merupakan lembaga pelaksana kebijakan
yang bertanggungjawab kepada eksekutif.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) merupakan unsur pembantu presiden atau
eksekutif. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya Polri memiliki fungsi keamanan
dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat (UU 22/2009).
Pada era reformasi yang juga dibayangi oleh era digital ini seluruh lembaga birokrasi
perlu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Sebagai contoh adalah
pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk membantu percepatan dan
ketetpatan dalam melayani masyarakat sehingga peran eksekutif dapat dirasakan
langsung oleh masyarakat.
Membahas mengenai kinerja Polri sebagai salah satu unsur eksekutif, berdasarkan
penelitian yang dilakukan melalui berita online survei kepercaayaan publik dari
Lembaga Survei Indonesia (LSI) terhadap institusi Polri adalah 61% (beritasatu.com,
diakses 18/05/2023). Tingkat kepercayaan publik terhadap Polri masih tergolong
rendah karena dipengaruhi oleh oknum-oknum kepolisian yang melakukan perbuatan
pelanggaran kode etik kepolisian, seperti pembunuhan anggota Polri oleh
pimpinannya sendiri, oknum anggota Polri yang mengedarkan narkoba dan lain
sebagainya hal ini yang membuat masyarakat berpikir bahwa kinerja Polri patut
dipertanyakan.
Selain permasalahan tersebut pada unit vertikal Polri sering ditemukan oknum-oknum
yang memasang tarif untuk menindaklanjuti laporan dari masyarakat, sebagai contoh
adalah laporan perusakan rumah yang tidak ditindaklanjuti oleh anggota polri
(tvonenews.com, diakses 18/05/2023). Laporan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh
anggota polri dan korban memviral di media sosial (tik tok). Adanya permasalahan
tersebut menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap Polri sehingga muncul
narasi bahwa penegakkan hukum di Indonesia haruslah viral terlebih dahulu di media
sosial, karena institusi terkait tidak dapat menanganinya.
Polri perlu merubah pola kerja mereka (mind working) dalam melayani masyarakat.
Kelemahan dari segi Sumber Daya Manusia (SDM) anggota Polri yang seharusnya
menjadi pelindung dan pengayom masyarakat justru terkesan arogan dan semena-
mena. Perlu adanya reformasi dalam perekrutan anggota Polri baik dari level
Akademi, Sekolah Polisi Negara dan lain sebagainya untuk menunjang SDM Polri
lebih baik.
Namun di sisi lain Polri telah melakukan reformasi pada pelaksanaan ketertiban,
seperti pemasangan kamera di setiap lampu merah, sehingga mereformasi prosedur
tilang dari manual ke online, meskipun pada awal bulan Mei 2023 akan diberlakukan
kembali tilang offline. Kemudian pembuatan Surat Izin Mengemudi (SIM) online
juga sangat membantu masyarakat untuk pembuatan maupun perpanjangan SIM.
C. Penutup
Pembagian kekuasaan dalam sistem politik di Indonesia bertujuan untuk memastikan
check and balances setiap lembaga tinggi negara berjalan dengan baik. Polri sebagai
salah satu unsur pembantu presiden dalam bidang keamanan dan ketertiban sampai
dengan pelayanan masyarakat masih perlu berbenah dan terus belajar dari kesalahan-
kesalahan. Selain itu Polri juga perlu mereformasi sistem perekrutan, kurikulum
pendidikan calon anggota Polri untuk dititikberatkan pada pangayoman dan pelayanan
dari pada kemiliteran.
Polri juga perlu mengembangkan teknologi dalam menciptakan keamanan dan
ketertiban di dalam masyarakat, seperti pemanfaatan tilang online yang lebih ketat
dan pelayanan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai