Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah salah satu institusi

pemerintah yang bertugas sebagai ujung tombak penegakkan hukum

di Indonesia. Tugas yang diemban ini tidaklah ringan karena akan

berhadapan langsung dengan masyarakat. Penengakkan hukum disini

bukan hanya masyarakat harus sadar hukum dan taat hukum tetapi

lebih bermakna pada pelaksanaan hukum sebagaimana mestinya dan

bagi yang melanggar harus pula ditindak menurut prosedur dan

ketentuan hukum yang belaku. Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun

2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, menjelaskan

bahwa tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah

sebagai berikut :

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

2. Menegakkan hukum; dan;

3. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada

masyarakat.

Pelayanan publik adalah pintu gerbang emas yang akan

menghantarkan Polisi dengan citra humanis. Untuk menghantar

masyarakat pada kesejahteraan umum maka pintu gerbang emas

1
2

harus berlandaskan instrumen standar pelayanan yang menjamin hak

warga negara dan inovasi pelayanan secara terus menerus.

Pelayanan publik adalah program paling krusial. Komitmen Kapolri

dalam pembenahan pelayanan publik pada dasarnya difokuskan pada

sentra-sentra pelayanan kepolisian, seperti tempat penerima Laporan

/ Pengaduan oleh masyarakat, pengurusan SIM / STNK dan BPKB

serta Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK).

Pelaksanaan konsep ini tentunya menuntut dilaksanakannya

kaidah good governance termasuk prinsip transparansi dan

akuntabilitas. Pergeseran sistem kenegaraan sesuai kaidah good

governance secara langsung berimplikasi terhadap hubungan

struktural di tubuh kepolisian. Peralihan dari sistem otoritarian ke

demokrasi tentu akan mempengaruhi perilaku organisasi dan individu

polisinya.

Undang-Undang Kepolisian Negara RI Nomor 2 Tahun 2002

merupakan produk hukum yang mencerminkan pilar kemajuan

demokrasi di Indonesia paska pemisahan Polri dan TNI yang

menegaskan bahwa Polri memiliki peran sebagai penegak hukum,

pelindung, pelayan dan pengayom masyarakat. Pelayanan publik

pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas.

Dalam kehidupan bernegara, pemerintah memiliki fungsi memberikan

berbagai pelayanan publik yang diperlukan masyarakat, mulai dari

pelayanan dalam bentuk pemenuhan hak dasar, menerbitkan regulasi

payung hukum sampai pada ranah memastikan alokasi anggaran dan


3

personil untuk melayani masyarakat. Dalam konteks good

governance, pelayanan publik merupakan gerbang utama reformasi

birokrasi karena pelayanan publik adalah ruang dimana masyarakat

dan aparatur negara berinteraksi secara langsung dengan

masyarakat. Disinilah pelayanan publik seharusnya menjadi lebih

responsif terhadap kepentingan publik karena akan terpantau secara

transparan terhadap kebijakan, prosedur dan perilaku yang

menyimpang.

Disinilah konsep melayani merupakan tindakan proaktif dan

preventif terhadap sumber, potensi dan kerawanan gejolak dalam

masyarakat. Komitmen Polisi masyarakat haruslah menempatkan

masyarakat sebagai stake holder dalam memecahkan permasalahan,

tidak hanya dengan memperluas struktur organisasi dan penambahan

beban anggaran. Selanjutnya bagaimana menerapkan kaedah

proporsional, tidak deskriminatif, responsif dan terukur dalam setiap

jenis pelayanan yang disampaikan. Seiring dengan peningkatan

professionalisme Kepolisian, tuntutan ke arah perbaikan kinerja dan

citra kepolisian sebagai pelayan masyarakat telah menjadi agenda

reformasi Kepolisian.

Daya kritis masyarakat sipil terhadap kinerja dan citra kepolisian

adalah cerminan bagaimana kuatnya aspirasi dan tuntutan atas hak-

hak masyarakat yang menjadi wewenang Kepolisian. Polisi

mempunyai fungsi pelayanan keamanan kepada individu, komunitas

dan negara. Pelayanan keamanan tersebut bertujuan untuk menjaga,


4

mengurangi rasa ketakutan dari ancaman dan gangguan serta

menjamin keamanan dilingkungannya secara berkesinambungan

untuk meningkatkan kualitas hidup dan produktivitas masyarakat yang

dilayaninya. Dalam memberikan pelayanan keamanan, Polisi

mempunyai kewenangan untuk menegakkan hukum dan keadilan

serta memerangi kejahatan yang mengganggu dan merugikan

masyarakat, warga dan negara..

Hal tersebut dilakukan untuk mengayomi warga masyarakat dan

negara dari ancaman dan tindak kejahatan yang mengganggu dan

merugikan seperti penerbitan administrasi lalu lintas berupa pelayanan

surat ijin mengemudi (SIM), pelayanan surat tanda nomor kendaraan

(STNK), pelayanan buku pemilik kendaraan bermotor (BPKB), surat

keterangan catatan kepolisian (SKCK), informasi (Rambu, Marka,

telepon, dll), pengaduan kehilangan, kecelakaan, kematian, keramaian

dan lainnya.

Dalam pelayanan kepada masyarakat tersebut pemerintah akan

mempercepat dan menyederhanakan sejumlah pelayanan publik

termasuk didalamnya proses pembuatan surat keterangan catatan

kepolisian (SKCK), untuk merealisasikan program pemerintah

tersebut, Kepolisian dalam hal ini instansi yang diberikan kewenangan

dalam penerbitan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) juga

mereformasi pelayanan penerbitan surat keterangan catatan

kepolisian (SKCK) tersebut. Dalam arti, surat tersebut merujuk pada

ada tidaknya catatan kepolisian yang dimiliki oleh orang tersebut. Di


5

tingkat Polda/Polres/Polsek waktu pengurusannya kelak hanya perlu 1

hari kerja dan di tingkat Mabes Polri, pengurusannya hanya memakan

waktu 2 (dua) jam. Masyarakat diminta melengkapi persyaratannya

agar bisa selesai dengan mudah. Kepolisian pun akan meningkatkan

transparansi dengan menyediakan layanan online.

Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) merupakan produk

surat yang dikeluarkan oleh Polri yang berisikan catatan kejahatan,

dimana setiap blangko Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

yang diterbitkan oleh Kepolisian tersebut harus dikenakan biaya. Hal

tersebut dikarenakan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

merupakan salah satu jenis penerimaan Negara bukan pajak

sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun

2016 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan

Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia yang

mana untuk penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

per Lembar dikenakan tarif sebesar Rp. 30.000,- (tiga puluh ribu

rupiah).

Adanya penarikan tarif tersebut mengakibatkan kemungkinan

terjadinya pungutan liar yang dilakukan baik itu Calo maupun Oknum

petugas Kepolisian yang memanfaatkan situasi untuk mencari

keuntungan dengan cara-cara yang tidak semestinya. Menurut

Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Adrianus Meliala

menjelaskan bahwa Ombudsman RI pada Oktober 2017 telah

melakukan Investigasi di 6 Wilayah yaitu Polda Metro Jaya, Polda


6

Bengkulu, Polda Sumatra Selatan, Polda Papua, Polda Jawa Barat,

dan Polda Sulawesi Selatan menemukan dugaan adanya pelanggaran

administrasi (maladministrasi) dalam penerbitan Surat Keterangan

Catatan Kepolisian (SKCK), ada beberapa bentuk maladministrasi

yang terjadi dalam penerbitan SKCK yaitu ada indikasi meminta uang,

ada indikasi menunda (pelayanan), lalu ada pelayanan yang tidak

standar, dan indikasi kepada integritas petugasnya.1

Dari hasil investigasi tersebut tergambar bahwa sebagian besar

terjadinya pelanggaran dalam pelayanan penerbitan Surat Keterangan

Catatan Kepolisian (SKCK) dinilai dari kurangnya integritas personil

Kepolisian dibidang penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian

(SKCK) dan lemahnya pengawasan internal Kepolisian serta sistem

penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) yang belum

modern, selain itu tidaklah berlebihan harusnya penilaian terhadap

pelayanan penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

itu dipandang dari aspek masyarakat yang dalam hal ini pemohon

yang memberikan kesempatan untuk memberikan imbalan yang mana

hal tersebut menjadi lumrah karena budaya ketimuran masyarakat

kita, sehingga hal tersebut dianggap wajardan menjadi kebiasaan,

padahal perbuatan itu merupakan bentuk Gratifikasi yang melanggar

peraturan perundang-undangan di Negara ini.

Untuk menindaklanjuti kemungkinan terjadinya pelanggaran yang

dilakukan oleh Oknum anggota Kepolisian terkait penerbitan Surat

1
http://nasional.kompas.com/read/2017/11/27/12584521/ombudsman-temukan-dugaan-
maladministrasi-dalam-pembuatan-skck diakses pada tanggal 15 Februari 2018
7

Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) tersebut, Kapolri Jenderal

Polisi Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A.,Ph.D sejak

menjabat menjadi Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia

mencanangkan program PROMOTER (Professional, Modern dan

Terpercaya) yang mana program ini salah satunya bertujuan untuk

meningkatkan pelayanan publik yang lebih mudah bagi masyarakat

dan berbasis teknologi informasi sehingga dengan adanya program

Promoter tersebut semakin meningkatkan kepercayaan masyarakat

terhadap kinerja Polri, terutama ditengah tuntutan masyarakat yang

semakin komplek dan sadar hukum. sehingga dengan program

Reformasi Birokrasi Polri khususnya dalam bidang pelayanan

terhadap masyarakat dan pelayanan Surat Keterangan Catatan

Kepolisian memiliki urgensi yang penting di tengah masyarakat maka

penulis merasa perlu melakukan penelitian untuk menganalisis

bagaimana “PENERAPAN PASAL 7 PERATURAN KAPOLRI NOMOR

18 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PENERBITAN SURAT

KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN BERDASARKAN PASAL 1

AYAT (1) HURUF N PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 60

TAHUN 2016 TENTANG JENIS DAN TARIF ATAS JENIS

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK DI DIREKTORAT

INTELKAM POLDA KALBAR”.


8

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka

dirumuskan permasalahan sebagai ruang lingkup pembahasan di

dalam penelitian ini :

1. Bagaimana penerapan pasal 7 Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun

2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Catatan

Kepolisian berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) huruf n Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 Tentang Jenis Dan Tarif Atas

Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak?

2. Bagaimana upaya yang dilakukan oleh Direktorat Intelkam Polda

Kalbar mencegah adanya pelanggaran dalam pelayanan

penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian di Wilayah

hukum Polda Kalbar dalam kaitannya dengan penarikan tarif

Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebagaimana diatur

dalam Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian

ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mendapatkan data dan informasi mengenai proses dan

jumlah penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian

(SKCK) di Direktorat Intelkam Polda Kalbar.


9

b. Untuk mengungkapkan faktor penyebab terjadinya

pelanggaran dalam pelayanan penerbitan Surat Keterangan

Catatan Kepolisian (SKCK).

c. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Direktur Intelkam

Polda Kalbar dalam mencegah terjadinya pelanggaran dalam

pelayanan penerbitan Surat Keterangan Catatan Kepolisian

(SKCK) di Direktorat Intelkam Polda Kalbar.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi kajian

ilmu pengetahuan khususnya di bidang Hukum Pidana.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat, praktisi

hukum dan aparat penegak hukum dalam rangka pelayanan

masyarakat khususnya dalam hal pencegahan pelanggaran

dalam pelayanan penerbitan Surat Keterangan Catatan

Kepolisian (SKCK).

D. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang penerbitan Surat Keterangan Catatan

Kepolisian (SKCK) telah banyak dilakukan sebelumnya, tetapi sejauh

ini penelurusan yang dilakukan peneliti belum ada penelitian yang

sama dengan penelitian yang peneliti lakukan.


10

Penelitian yang dilakukan sebelumnya antara lain :

1. PATAR ALEXANDER (2016) yang meneliti “PELAKSANAAN

KOORDINASI INTERNAL KEPOLISIAN RESOR KAMPAR

DENGAN POLRESTA PEKANBARU DALAM PENERBITAN

SURAT KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN BERDASARKAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA

PENERBITAN SURAT KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN”,

dengan hasil penelitian bahwa dalam pelaksanaan koordinasi

Internal Kepolisian dalam satu instansi belum dapat terlaksana

dengan baik dan efektif, seperti Reserse kriminal, Lalu Lintas, Pol

Air dan Sabhara terkait pemberian data dalam melakukan

penerbitan, mengupdate, data warga masyarakat setiap bulannya

untuk informasi data Surat Keterangan Catatan Kepolisian.

2. INTAN DWI ANDYANINGRUM (2017) yang meneliti “STRATEGI

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK (STUDI

DESKRIPTIF TENTANG STRATEGI POLRESTABES SURABAYA

DALAM MENINGKATKAN KUALITAS PELAYANAN PEMBUATAN

SURAT KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN)” dengan hasil

penelitian yaitu Pelayanan pembuatan surat keterangan catatan

kepolisian yang diberikan oleh Polrestabes Surabaya kepada

masyarakat sudah cukup baik, Namun masih ada beberapa

kekurangan yang dapat menghambat jalannya proses pembuatan


11

surat keterangan catatan kepolisian yaitu kondisi fisik ruangan

pembuatan Yanmas Polrestabes Surabaya.

3. AANG KURNIAWAN (2008) yang meneliti “ANALISIS KUALITAS

PELAYANAN SURAT KETERANGAN CATATAN KEPOLISIAN

(SKCK) DI SATUAN INTELKAM POLRES JEMBER” dengan hasil

penelitian bahwa kualitas pelayanan surat keterangan catatan

kepolisian sudah sangat baik namun diperlukan beberapa inovasi

seperti pelayanan dengan sistem online.

Dari beberapa penelurusan yang dilakukan peneliti tersebut

menjelaskan bahwa penelitian yang dilakukan peneliti berbeda

dengan penelitian sudah dilakukan sebelumnya. Perbedaan dapat

dilihat dari subjek, tempat dan hal-hal yang diteliti tentang penerbitan

surat keterangan catatan kepolisian tersebut.

E. Kerangka Teoritik

Sebelum mengulas tentang pelaksanaan penerbitan Surat

Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sebagai salah satu

kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam

pelayanan masyarakat di bidang Hukum, maka perlu dipahami

terlebih dahulu pengertian mendasar tentang hukum Pengertian

hukum yang mendasari tingkah laku sosial pada masyarakat

tersebut, mengacu pada defenisi hukum yang dikemukakan oleh

para ahli hukum, sebagai berikut :


12

Menurut E. Utrecht : “Hukum adalah himpunan petunjuk

hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam

suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota

masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan dari

pihak pemerintah dari masyarakat itu.” E. Utrecht mengartikan

keberadaan hukum ini yaitu, “Hukum sebagai alat daripada

penguasa yang dapat memberi atau memaksakan sanksi terhadap

pelanggar hukum karena dalam penegakkan hukum jika terjadi

pelanggaran menjadi monopoli penguasa.”

Van Kan “Hukum sebagai seluruh peraturan hidup manusia

yang bersifat memaksa demi melindungi kepentingan manusia

yang ada di dalam masyarakat, tujuan hukum yakni menjaga

ketertiban dan perdamaian.” Didirikannya Peraturan hukum

membuat orang akan dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan

hidup manusia dengan cara yang tertib, sehingga tercapai tujuan

kedamaian dalam hidup bermasyarakat.

Pelaksanaan penerbitan Surat Keterangan Catatan

Kepolisian (SKCK) yang pada proses nya merupakan produk

administrani negara yang mana berisikan data ada atau tidaknya

pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemohon tersebut,

menjadi suatu bahasan hukum pidana dikarenakan adanya dugaan

pelanggaran yang dilakukan oknum pelayanan penerbitan Surat

Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) berkenaan dengan

penarikan tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)


13

sebagaimana diatur dalam peraturan pemerintah Nomor 60 Tahun

2016 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Adapun kerangka teoritik yang dapat dijelaskan oleh penulis

yaitu pengertian-pengertian dari Judul Skripsi tersebut antara lain,

Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) (2011:1450), Makna

atau definisi penerbitan, mengandung tiga makna yaitu:

“Proses, cara, perbuatan menerbitkan atau pemunculan atau

urusan (pekerjaan dan sebagainya) menerbitkan (buku dan

sebagainya)”.

Menurut Wikipedia, penerbit atau penerbitan adalah kegiatan

yang berkonsentrasi memproduksi dan memperbanyak sebuah

literatur dan informasi atau sebuat aktivitas membuat informasi yang

dapat dinikmati publik. Penerbit dari sistem penerbitannya dibedakan

sebagai penerbitan umum (konvensional) dan juga penerbitan dengan

sistem indie atau self publish, dimana penulis sebagai penerbitnya.2

Sedangkan definisi penerbitan menurut AnneAhira (2010) :

“Penerbitan adalah upaya menerbitkan berbagai materi tertulis

agar tersampaikan dengan baik kepada masyarakat

pembacanya.”

Dari beberapa definisi yang telah di kemukakan di atas, penulis

dapat menyimpulkan bahwa, penerbitan adalah suatu proses/upaya

menerbitkan berbagai materi tertulis agar tersampaikan dengan baik

kepada masyarakat /pembacanya.

2https://id.wikipedia.org/wiki/Penerbit diakses pada tanggal 15/2/2018


14

Adapun pengertian Surat Keterangan Catatan Kepolisian

(SKCK), sebelumnya dikenal sebagai Surat Keterangan Kelakuan

Baik (SKKB) adalah surat keterangan yang diterbitkan oleh Polri yang

berisikan catatan kejahatan seseorang. Dahulu, sewaktu bernama

SKKB, surat ini hanya dapat diberikan yang tidak/belum pernah

tercatat melakukan tindakan kejahatan hingga tanggal dikeluarkannya

SKKB tersebut.3

Sedangkan menurut peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun 2014

menjelaskan bahwa Surat Keterangan Catatan Kepolisian atau SKCK

adalah surat yang dikeluarkan resmi yang diterbitkan oleh POLRI

melalui fungsi intelkam kepada seseorang pemohon/warga

masyarakat untuk memenuhi permohonan dari yang bersangkutan

atau suatu keperluan karena adanya ketentuan yang

mempersyaratkan, berdasarkan hasil penelitian biodata dan catatan

Kepolisian yang ada tentang orang tersebut.

Sedangkan untuk penjelasan Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP) yang mana diatur dalam Undang-Undang Negara Republik

Indonesia Nomor 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan

Pajak (PNBP) adalah seluruh penerimaan Pemerintahan Pusat yang

tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Dalam UU Nomor 20

Tahun 1997 menyebutkan kelompok PNBP meliputi :

1. penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana Pemerintah;

2. penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam;

3
https://www.polri.go.id/layanan-skck.phpdiakses pada tanggal 15/2/2018
15

3. penerimaan dari hasil-hasil pengelolaan kekeyaan Negara yang

dipisahkan;

4. penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah;

5. penerimaan berdasarkan putusan pengadillan dan yang berasal

dari pengenaan denda administrasi;

6. penerimaan berupa hibah yang merupakan hak Pemerintah;

7. penerimaan lainnya yang diatur dalam Undang-Undang

tersendiri.

Kecuali jenis PNBP yang ditetapkan dengan Undang-Undang,

jenis PNBP yang tercakup dalam kelompok sebagaimana terurai

diatas, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Artinya diluar jenis

PNBP terurai diatas, dimungkinkan adanya PNBP lain melalui

Undang-Undang.4

Dari penjelasan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)

diatas, Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) masuk didalam

kategori penerimaan dari pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah

dalam hal ini Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur dalam

Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif

atas jenis penerimaan Negara bukan Pajak yang berlaku pada

Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Terkait dengan penjelasan di atas, maka batasan objek

penelitian dalam penulisan ini adalah Pelaksaan Penerbitan Surat

Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) sesuai Pasal 7 Peraturan

4
www.bpkp.go.id/perekonomian/konten/263/Penerimaan-Negara-Bukan-Pajak.bpkp
diakses tanggal 15 Februari 2018.
16

Kapolri Nomor 18 Tahun 2014 tentang tata cara penerbitan Surat

Keterangan Catatan Kepolisian dikaitkan dengan pasal 1 (ayat) 1

huruf N Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis

dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku

pada Kepolisian Negara Republik Indonesia di Direktorat Intelkam

Polda Kalbar

F. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulis adalah Deskriptif

Analisis, yang mengungkapkan peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan teori-teori hukum yang menjadi Objek Penelitian 5.

Dalam hal ini penulis mencoba untuk menggambarkan, menemukan

fakta-fakta hukum secara menyeluruh, dan mengkaji secara sistematis

mengenai Penerapan Pasal 7 Peraturan Kapolri Nomor 18 Tahun

2014 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Keterangan Catatan

Kepolisian berdasarkan Pasal 1 Ayat (1) Huruf N Peraturan

Pemerintah Nomor 60 Tahun 2016 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis

Penerimaan Negara Bukan Pajak di Direktorat Intelkam Polda Kalbar.

1. Tehnik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data antara lain melalui studi

kepustakaan yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan

mempelajari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan

5
Ali Zainudin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Sinar Grafika, 2014, Hlm 105
17

bahan hukum tersier. Bahan hukum primer terdiri atas peraturan

perundang-undangan nasional dan putusan pengadilan yang

berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti. Sedangkan bahan

hukum sekunder terdiri atas, buku-buku, jurnal, makalah-

makalah, laporan hasil penelitian dan bentuk tulisan-tulisan lain

yang berkaitan dengan pokok permasalahan yang dibahas.

Selanjutnya bahan-bahan hukum tersier, yakni berupa kamus,

majalah, surat kabar dan Website.Penelitian ini juga

menggunakan teknik wawancara dengan beberapa narasumber

yang dianggap relevan dengan penelitian ini.

2. Tehnik Analisa Data

Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk

kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci

yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu

kesimpulan6. Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian

ini adalah analisis kualitatif dan penarikan kesimpulan dilakukan

dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat

khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum sesuai

dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian.

6
Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1983. hlm.98
18

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek hukum yang

memiliki karakteristik tertentu dan ditetapkan untuk diteliti 7.

Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi populasi

dalam penelitian ini adalah Petugas pelayanan SKCK dan

Masyarakat Pemohon Penerbitan SKCK di Direktorat

Intelkam Polda Kalbar.

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang masih memiliki

ciri-ciri utama dari populasi dan ditetapkan untuk menjadi

responden penelitian. Sampel dalam penelitian ini ditetapkan

dengan teknik purposive sampling, yaitu sampel dipilih

berdasarkan pertimbangan dan tujuan penelitian 8 .

Berdasarkan pengertian di atas maka yang menjadi

responden/sampel dalam penelitian ini adalah :

1) 3 (tiga) orang petugas pelayanan SKCK Direktorat

Intelkam Polda Kalbar.

2) 10 (sepuluh) orang pemohon SKCK di Direktorat

Intelkam Polda Kalbar.

7
Ibid, hlm 65
8
Ibid, hlm 67

Anda mungkin juga menyukai