Anda di halaman 1dari 13

PERBANDINGAN SISTEM KEPOLISIAN

AMERIKA SERIKAT, JEPANG


DAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Keberadaan lembaga kepolisian dalam suatu negara mutlak diperlukan.
Tidak ada satu pun negara di dunia ini yang tidak mempunyai lembaga
kepolisian. Namun demikian, antara satu lembaga kepolisian pada suatu negara
belum tentu menggunakan sistem kepolisian yang sama pula dikarenakan
adanya pengaruh dari faktor sistem politik/pemerintahan yang dianut serta
mekanisme sistem kontrol sosial yang berlaku dalam negara tersebut. Bahkan
dengan sistem pemerintahan yang sama-sama menganut paham demokratis pun,
belum tentu menggunakan sistem kepolisian yang sama. Sebagaimana diketahui
secara universal hingga kini yaitu di dalam negara-negara demokratis terdapat
tiga sistem kepolisian yang digunakan, yaitu Sistem Kepolisian Terpisah
(Fragmented System of Policing), Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized
System of Policing) dan Sistem Kepolisian Terpadu (Integrated System of
Policing). Ketiga sistem tersebut sangat dipengaruhi dua model besar penerapan
hukum di dunia, yaitu model eropa kontinental atau civil law sebagaimana yang
digunakan di Perancis, Belanda dan Jerman, dan model anglo saxon atau
common law sebagaimana yang digunakan di Inggris, Amerika Serikat dan
Australia.
Masing-masing sistem kepolisian tersebut memiliki kelebihan serta
kelemahan tersendiri sehingga memang benar apabila disebutkan bahwa tidak
ada satu sistem kepolisian yang sempurna. Oleh karena itulah dalam praktik
kepolisian dipandang perlu untuk menelaah lebih lanjut terkait dengan berbagai
kelemahan maupun kelebihan dimaksud melalui suatu metode perbandingan
antar sistem kepolisian dalam rangka mendapatkan pemahaman secara integral
tentang perbedaan yang terdapat antara suatu sistem kepolisian pada suatu
negara tertentu dengan sistem kepolisian negara lain.
Outcome yang hendak dicapai dari hasil perbandingan sistem kepolisian
dimaksud antara lain agar dapat diambil suatu manfaat dari suatu sistem
2

kepolisian negara tertentu bagi negara lainnya, antara lain berupa penataan dan
pengembangan organisasi (organizational development) serta pengembangan
potensi kerjasama kerjasama antar lembaga kepolisian beberapa negara.
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penulis hendak menulis tentang
perbandingan sistem kepolsian di Amerika Serikat, Jepang dan Indonesia, dalam
rangka menelaah berbagai kelebihan serta kelemahan yang terdapat pada sistem
kepolisian yang di ketiganegara tersebut dan selanjutnya mengambil manfaat-
manfaat terutama yang terdapat dalam sistem kepolisian Amerika Serikat dan
Jepang guna dijadikan sebagai faktor pembanding terhadap sistem kepolisian di
Indonesia. Manakala faktor pembanding dimaksud dipandang dapat diterapkan
pada sistem kepolisian di Indonesia serta memiliki prospek positif dalam
peningkatan profesionalisme lembaga kepolisian di Indonesia, maka dapat
diupayakan suatu strategi terkait dengan aplikasinya.
2. Permasalahan
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka yang menjadi permasalahan
dalam penulisan ini adalah Bagaimana perbandingan sistem kepolisian di
Amerika Serikat, Jepang dan Indonesia ?
3. Persoalan-Persoalan
a. Bagaimana sistem kepolisian di Amerika Serikat ?
b. Bagaimana sistem kepolisian di Jepang ?
c. Bagaimana sistem kepolisian di Indonesia ?
II. PEMBAHASAN
1. Sistem Kepolisian di Amerika Serikat
Sistem kepolisian di Amerika Serikat menggunakan paradigma
Fragmented System of Policing, yaitu suatu sistem kepolisian yang terpisah
atau berdiri sendiri, disebut juga sebagai sistem desentralisasi yang ekstrim atau
tanpa sistem. Oleh karena itu di dalam sistem tersebut terjadi kekhawatiran
terhadap penyalahgunaan dari suatu organisasi polisi yang otonom sehingga
dalam penerapan paradigma sistem dimaksud senantiasa diiringi dengan
dilakukannya pembatasan kewenangan polisi. Negara-negara yang menganut
sistem ini selain Amerika Serikat, antara lain : Belgia, Kanada, Belanda dan
Swiss.
Sistem kepolisian dengan paradigma tersebut memiliki ciri-ciri, antara
lain yaitu :
3

a) Kewenangan yang dimiliki lembaga kepolisian bersifat terbatas, yaitu


hanya sebatas pada daerah di mana suatu badan kepolisian berada. Hal ini
dikarenakan secara umum lembaga kepolisian di setiap daerah di Amerika
Serikat, baik di tingkat negara bagian sampai dengan tingkat propinsi
maupun kabupaten, memang dibentuk oleh pemerintah daerah setempat
dan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah setempat pula sehingga tugas pokok dan wewenang
lembaga kepolisiannya pun hanya menjangkau daerah tersebut. Oleh
karena itu, guna menangani kasus-kasus tindak pidana tertentu, terutama
yang melibatkan lebih dari satu yurisdiksi maupun yang termasuk dalam
kategori transnational crime, Amerika Serikat membentuk badan-badan
kepolisian federal dengan wewenang meliputi seluruh daerah di Amerika
Serikat, seperti halnya FBI, DEA maupun US Homeland Security.
b) Pengawasan terhadap lembaga kepolisian sifatnya lokal, artinya yaitu
pengawasan yang dilakukan terhadap pelaksanaan tugas-tugas serta
wewenang kepolisian dilakukan oleh tiap-tiap struktur lokal yang
ditentukan dalam suatu lembaga kepolisian, termasuk dalam hal ini
pengawasan terutama dilakukan secara melekat oleh publik daerah
setempat dimana suatu lembaga kepolisian tersebut berada. Hal ini
cenderung memang dipengaruhi oleh basic model penerapan hukum yang
dianut di Amerika Serikat, yaitu model anglo saxon atau common law yang
memang dalam sistem tersebut lembaga kepolisian tumbuh dari adanya
kepentingan dalam masyarakat sendiri sehingga representasi polisi dalam
model tersebut dapat dikatakan sebagai representasi dari masyarakat itu
sendiri atau dengan kata lain bahwa polisi adalah sebagai milik masyarakat
karena munculnya lembaga kepolisian pada awalnya bukan dikarenakan
oleh adanya kepentingan negara, melainkan kepentingan masyarakat,
sebagaimana filosofi yang dikemukakan oleh Sir Robert Peel, yaitu The
police are the public and the public are the police; the police being
only members of the public who are paid to give full time attention to
duties which are incumbent on every citizen in the interests of
community welfare and existence1.

1
Diakses dari situs : http://en.wikipedia.org/wiki/Peelian_Principles dan http://www.brainyquote.com/quotes/quotes/r/robertpee
l260231.html, pada tanggal 10 Januari 2010.
4

c) Penegakan hukum dilaksanakan secara terpisah atau berdiri sendiri,


maksudnya yaitu bahwa dalam pelaksanaan penegakan hukum tersebut,
suatu lembaga kepolisian pada daerah tertentu tidak bisa memasuki
wilayah hukum daerah yang lain. Hal ini disebabkan karena setiap
lembaga kepolisian di Amerika Serikat diatur dengan suatu peraturan
perundang-undangan tersendiri yang ditentukan oleh pemerintah daerah
setempat, termasuk dalam hal teknis pelaksanaan penegakan hukumnya,
berbeda halnya dengan negara yang sistem kepolisiannya menggunakan
Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized System of Policing), seperti di
Indonesia, dalam pelaksanaan penegakan hukum dilaksanakan tidak secara
terpisah atau berdiri sendiri tetapi secara menyeluruh sebagai suatu
lembaga kepolisian yang terpusat sebagaimana ditentukan dalam UU No. 2
Tahun 2002 tentang Polri.
Tentunya dalam penerapan sistem kepolisian dengan paradigma
Fragmented System of Policing tidak lepas dari kelebihan dan kelemahan yang
dimilikinya. Kelebihan dimaksud, antara lain :
a) Polisi relatif dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat
setempat. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang atau akar sistem
kepolisian tersebut yang berbasis model anglo saxon atau common law,
dimana lembaga kepolisian tumbuh dari dalam masyarakat sendiri karena
diawali oleh adanya kepentingan masyarakat akan suatu lembaga
kepolisian sehingga dengan basic tersebut, polisi otomatis lebih peka
terhadap berbagai situasi dan kondisi yang terjadi di dalam masyarakat
mengingat setiap tindakan kepolisian cenderung bersifat bottom up
daripada top down sebagaimana di negara yang menggunakan Sistem
Kepolisian Terpusat (Centralized System of Policing).
b) Polisi otonom di dalam hal melakukan pengaturan terhadap segala
kegiatannya, baik dalam bidang administrasi maupun operasional sesuai
dengan struktur masyarakatnya. Hal ini dikarenakan antara lembaga
kepolisian yang satu dengan yang lainnya tidak terikat dalam suatu
kesatuan struktur organisasional atau kelembagaan sebagaimana yang
diunakan pada negara dengan Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized
System of Policing), sehingga lembaga kepolisian pada negara dengan
Sistem Kepolisian Terpisah (Fragmented System of Policing) memiliki
5

otonomi yang besar dalam menyelenggarakan berbagai kegiatan maupun


tindakan kepolisian dengan senantiasa tetap menyesuaikan terhadap
struktur masyarakat setempat.
c) Kecil kemungkinan terjadinya penyalahgunaan organisasi polisi oleh
penguasa secara nasional dikarenakan sifat pengawasannya lokal. Hal ini
dikarenakan antara pihak yang mengawasi kinerja lembaga kepolisian,
yaitu pemerintah daerah dan masyarakat setempat, dan lembaga kepolisian
yang diawasi, yaitu lembaga kepolisian setempat, berada dalam satu
daerah yang sama sehingga kedekatan struktural dalam hal pengawasan
yang bersifat lokal tersebut memiliki pengaruh kuat sebagai kontrol sosial
bagi terselenggaranya kinerja lembaga kepolisian yang sesuai dengan
prinsip-prinsip good governance2.
d) Birokrasinya bersifat praktis, dalam arti lebih pendek, terutama dalam hal
pengusulan dana atau anggaran operasional kepolisian karena langsung
ditujukan kepada pemerintah daerah setempat. Hal ini dikarenakan segala
kegiatan lembaga kepolisian pada suatu daerah disokong oleh anggaran
milik pemerintah daerah setempat, sehingga suatu lembaga kepolisian
hanya perlu melalui satu tahap saja dalam melakukan akses kebijakan
publik terhadap pemerintah daerah setempat, termasuk dalam hal
dukungan anggaran kepolisian, tidak sebagaimana di negara dengan
Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized System of Policing), terdapat
lebih dari satu level birokrasi yang cenderung panjang dan rumit sehingga
tidak cukup efektif dalam hal penyelenggaraan kegiatan lembaga
kepolisian, misalnya dalam hal pengajuan anggaran seperti di tubuh Polri
saat ini, prosesnya masing-masing kesatuan dari level terbawah
mengajukan secara berjenjang ke kesatuan di atasnya yang menaunginya,
selanjutnya dilakukan penyortiran oleh satuan atas tersebut dan pada
akhirnya tidak keseluruhan pengajuan anggaran akan disetujui dari Mabes
Polri.
Sementara itu, kelemahan yang dimiliki dalam Sistem Kepolisian
Terpisah (Fragmented System of Policing) , antara lain :
a) Pelaksanaan penegakan hukum yang dilaksanakan secara terpisah atau
berdiri sendiri serta terbatasnya kewenangan lembaga kepolisian hanya
2
Diakses dari situs : http://www.governance-indonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=74, pada tanggal
10 Januari 2010. Prinsip-prinsip dalam good governance yaitu : Partisipasi Masyarakat, Tegaknya Supremasi Hukum, Transparansi,
Peduli pada Stakeholder, Berorientasi pada Konsensus, Kesetaraan, Efektifitas dan Efisiensi, Akuntabilitas dan Visi Strategis.
6

sebatas pada daerah dimana lembaga kepolisian tersebut berada, maka


akan terjadi hambatan atau membawa dampak kesulitan tersendiri ketika
terjadi penaganan kasus-kasus kejahatan yang melibatkan yurisdiksi selain
yurisdikasi lokal suatu lembaga kepolisian. Hal ini dipengaruhi oleh
peraturan perundang-undangan yang dijadikan sebagai dasar hukum bagi
lembaga kepolisian di suatu daerah tertentu di Amerika Serikat hanya akan
memberikan wewenang, termasuk dalam hal penegakan hukum, bagi
lembaga kepolisian setempat meliputi suatu daerah lokal saja dimana
lembaga kepolisian tersebut berada dikarenakan pembuat peraturan
perundang-undangan bagi setiap lembaga kepolisian di Amerika Serikat
adalah setiap pemerintah daerah itu sendiri dimana suatu lembaga
kepolisian berada.
b) Tidak adanya suatu standar profesionalisme di bidang kepolisian akibat
dari terjadinya fragmentasi sistem kepolisian di masing-masing daerah.
Hal ini disebabkan karena setiap lembaga kepolisian diatur oleh setiap
peraturan perundang-undangan yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya, sehingga akan terjadi kesulitan manakala akan dilakukan
standarisasi terkait dengan profesionalisme di bidang kepolisian,
mengingat banyaknya peraturan perundang-undangan tersebut sehingga
akan cukup sulit jika dilakukan suatu standarisasi, kecuali dengan jalan
merubah semua peraturan perundang-undangan yang sudah ada lebih dulu
yang di dalamnya dilakukan suatu revisi yang memungkinkan untuk
dilakukannya suatu standarisasi profesionalisme dimaksud.
c) Pengawasan yang bersifat lokal menyebabkan tidak terlaksananya
mekanisme kontrol dengan baik karena pengawasan hanya terjadi dalam
satu level organisasi, tidak terdapat kontrol lagi diatasnya dengan
wewenang yang lebih tinggi dalam hal pengawasan. Di satu sisi,
sebagaimana dijelaskan diatas, pengawasan yang bersifat lokal memang
memiliki dampak positif, namun di sisi lain juga memiliki dampak negatif,
terutama dikarenakan tidak adanya mekanisme kontrol secara berlapis atau
berjenjang sehingga jika satu lapis sistem pengawasan yang ada tidak
optimal dalam menjalankan fungsinya, maka tidak akan ada koreksi dari
lapis pengawasan lainnya dan akibatnya antara lain yaitu misalnya terjadi
7

suatu penyimpangan dan lolos dari pengawasan maka kemungkinan besar


selamanya penyimpangan tersebut tidak akan diketahui.
2. Sistem Kepolisian di Jepang
Sistem kepolisian di Jepang menggunakan paradigma Integrated System
of Policing, yaitu suatu sistem kepolisian yang terpadu atau sering disebut juga
sistem desentralisasi moderat atau sistem kombinasi (Terri, 1984) atau sistem
kompromi (Stead, 1977), artinnya bahwa dalam sistem kepolisian yang
demikian terdapat sistem kontrol /pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah
pusat dan daerah dengan tujuan agar dapat dihindari berbagai penyalahgunaan
organisasi polisi nasional serta guna mencapai efektivitas, efisiensi dan
keseragaman dalam hal pelaksanaan pelayanan kepada publik. Negara-negara
yang menganut sistem kepolisian tersebut selain Jepang, antara lain : Inggris,
Australia dan Brasilia (Bayley, 1985). Oleh karena itu, terkait dengan kelebihan
maupun kelemahan yang terdapat dalam Sistem Kepolisian Terpadu (Integrated
System of Policing) dapat berasal baik dari Sistem Kepolisian Terpisah
(Fragmented System of Policing) dan Sistem Kepolisian Terpusat (Centralized
System of Policing).
Sistem kepolisian dengan paradigma Integrated System of Policing
tersebut mempunyai kelebihan, antara lain :
a) Birokrasinya relatif tidak terlalu panjang karena terdapat keturutsertaan
dalam hal tanggung jawab dari pemerintah daerah, tidak hanya pemerintah
pusat saja yang bertanggung jawab. Hal ini merupakan kombinasi antara
Sistem Kepolisian Terpisah (Fragmented System of Policing) dan Sistem
Kepolisian Terpusat (Centralized System of Policing), yaitu dimana suatu
lembaga kepolisian di suatu daerah tertentu selain mendapat sokongan dari
pemerintah daerah setempat terkait dengan penyelenggaraan kegiatan
kepolisian, termasuk dalam hal dukungan anggarannya, juga mendapat
sokongan dari pemerintah pusat untuk kegiatan-kegiatan kepolisian
tertentu.
b) Cenderung terdapat atau terjadi standarisasi dalam hal profesionalisme
kepolisian serta tercapai efektivitas maupun efisiensi dalam bidang
administrasi maupun operasional. Hal ini dimungkinkan terjadi dalam
Sistem Kepolisian Terpadu (Integrated System of Policing) karena setiap
lembaga kepolisian yang ada di setiap daerah berada dalam satu struktur
8

lembaga kepolisian nasional, sebagaimana di Jepang yaitu di dalam wadah


NPA (National Police Agency), artinya suatu standarisasi profesionalisme
kepolisian dapat ditentukan karena adanya satu peraturan perundang-
undangan yang sama yang mengatur lembaga kepolisian secara nasional.
c) Sistem pengawasannya dapat dilakukan secara nasional, mengingat
terdapat keterlibatan pemerintah pusat di dalam sistem kepolisian dengan
paradigma tersebut. Hal ini dikarenakan dalam sistem kepolisian yang
terpadu, pemisahan hanya terjadi dalam hal-hal yang terkait dengan
fungsionalisasi operasional kepolisian, namun secara struktural tetap
berada dalam satu wadah lembaga kepolisian nasional, sehingga
memungkinkan terjadinya pengawasan oleh pemerintah pusat disamping
oleh pemerintah daerah setempat.
d) Koordinasi tiap-tiap wilayah mudah dilakukan karena adanya komando
yang lebih tinggi di atas komando lokal. Hal ini dikarenakan lembaga
kepolisian yang berada di daerah-daerah masih berada di bawah satu
komando lembaga kepolisian nasional yang berada di pusat, sehingga
secara berjenjang terdapat sistem komando yang berlapis dari struktur
terbawah hingga teratas.
Namun di sisi lain terdapat kelemahan dari sistem kepolisian terpadu
tersebut, dikarenakan antara lain :
a) Penegakan hukum yang dilakukan terpisah atau berdiri sendiri artinya
tidak bisa memasuki wilayah hukum daerah lain dalam menegakkan
hukum. Hal ini dikarenakan dalam hal pelaksanaan penegakan hukum
telah ditentukan berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa
lembaga kepolisian lokal di suatu daerah hanya dapat menangani kasus-
kasus kejahatan yang terjadi di daerahnya, sebagimana yang dilaksanakan
di Jepang, suatu kesatuan setingkat Polres di Jepang, yaitu Police Station
hanya dapat melakukan penegakan hukum di daerahnya saja sedangkan
jika terjadi suatu kasus kajahatan yang melibatkan lebih dari satu daerah
maka penanganannya dilaksanakan oleh satuan kepolisian setingkat Polda
yaitu Perfektur, demikian pula jika terjadi kasus transnational crime maka
lembaga kepolisian pusat yang akan menanganinya. Jadi disamping hal ini
merupakan suatu kelemahan, namun juga terdapat kelebihan karena
9

adanya pembagian wewenang yang jelas di antara setiap jenjang struktur


lembaga kepolisian yang ada.
b) Kewenangan kepolisian yang dimiliki bersifat terbatas hanya sebatas
daerah di mana polisi tersebut berada atau bertugas, maka akan terjadi
hambatan penanganan suatu kasus kejahatan manakala terjadi kasus
kejahatan yang melibatkan lebih dari satu yurisdikasi kepolisian lokal.
Dalam hal ini penanganan kasus tidak bisa dilakukan secara cepat
sebagaimana yang terjadi di Indonesia dimana suatu satuan setingkat
Polres dapat saja melakukan pengembangan suatu kasus kejahatan sampai
ke luar wilayah hukum Polres tersebut memasuki wilayah hukum Polres
lain selama masih terdapat kaitan peristiwa atau pembuktian dalam kasus
tersebut.
2. Sistem Kepolisian di Indonesia
Sistem kepolisian di Indonesia menggunakan paradigma Centralized
System of Policing, yaitu suatu sistem kepolisian yang terpusat / sentralisasi di
mana sistem kepolisian berada di bawah kendali atau pengawasan langsung oleh
pemerintah pusat. Sistem ini dahulunya dianut oleh sistem pemerintahan yang
totaliter seperti Jerman pada era Nazi. Negara-negara yang menganut sistem
kepolisian ini selain Indonesia, antara lain : Perancis, Italia, Finlandia, Israel,
Thailand, Taiwan, Irlandia, Denmark dan Swedia. Kelemahan dari sistem ini,
antara lain :
a) Cenderung dijauhi / kurang didukung masyarakat karena cenderung
lebih memihak kepada penguasa. Hal ini dikarenakan lembaga
kepolisian dalam negara dengan sistem kepolisian terpusat muncul dari
adanya kepentingan negara tersebut akan perlunya suatu lembaga
kepolisian sehingga terjadi kecenderungan dimana lembaga kepolisian
akan menjadi alat kekuasaan daripada menjadi pelindung, pengayom dan
pelayan masyarakat. Berbeda halnya dengan negara dengan sistem
kepolisian terpisah dimana lembaga kepolisian muncul dari adanya
kepentingan masyarakat sehingga lembaga kepolisian yang demikian
akan lebih peka terhadap situasi dan kondisi di dalam masyarakat yang
pada akhirnya tugas pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat
akan dapat terlaksana secara optimal tercapai ketentraman di dalam
masyarakat.
10

b) Birokrasinya juga terlalu panjang, mulai dari level paling bawah hingga
paling atas terletak dalam satu rangkaian sistem birokrasi. Hal ini
memang masalah yang selalu melekat pada setiap organisasi dengan
rantai birokrasi yang terlalu panjang, sebagaimana yang terjadi di dalam
tubuh Polri karena banyaknya lapis birokrasi secara berjenjang dari
mulai tingkat Polsek hingga Mabes Polri yang berakibat pada terjadinya
ketidakefektifan maupun ketidakefisienan kinerja Polri, terutama yang
berada di level Polres dan Polsek.
c) Kurang dapat menyesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat,
karena panjang dan gemuknya rentang struktural dalam sistem
kepolisian tersebut. Hal ini cenderung dikarenakan oleh karakteristik
penyelenggaraan kebijakan-kebijakanpublik di bidang kepolisian bersifat
top down, tidak bootom up, sehingga seringkali tidak tepat dan sulit
menyesuaikan dengan masyarakat lokal dimana lembaga kepolisian lokal
berada.
d) Terdapat kerentanan yang tinggi terhadap munculnya intervensi
penguasa serta penyalahgunaan organisasi maupun wewenang kepolisian
untuk kepentingan penguasa. Hal ini dikarenakan lembaga kepolisian
dengan sistem kepolisian terpusat selalu memiliki ketergantungan
terhadap pemerintah yang sedang berkuasa dengan kekuatan politik
pendukungnya sehingga intervensi terhadap lembaga kepolisian dapat
dengan mudah terjadi oleh penguasa ketika lembaga kepolisian tersebut
tidak lagi mengindahkan posisi dan perannya sebagai pelindung,
pengayom dan pelayan masyarakat, melainkan justru menjadi alat
kekuasaan karena adanya kepentingan tertentu.
Sedangkan kelebihan dari sistem kepolisian terpusat tersebut, antara lain
yaitu :
a) Mudahnya sistem komando dan pengendalian karena dapat dilaksanakan
secara terpusat. Hal ini dikarenakan dalam struktur lembaga kepolisian
dengan sistem kepolisian terpusat terdapat wewenang yang dimiliki oleh
struktur teratas untuk melakukan pengendalian maupun komando tertentu
terhadap seluruh kesatuan di bawahnya, sebagaimana di dalam tubuh Polri,
maka Mabes Polri memiliki wewenang untuk memberikan komando
maupun melaksanakan pengawasan terhadap setiap lapis struktur kesatuan
11

di bawahnya (Polda, Polwil, Polres dan Polsek). Namun demikian,


kelebihan tersebut juga dapat dipandang sebagai kelemahan mengingat
akan terjadi suatu sistem komando dan pengendalian yang tumpang tindih,
misalnya dalam hal komando dan pengendalian terhadap Polres, maka
seluruh kesatuan yang ada diatasnya, yaitu Polwil, Polda dan Mabes Polri,
memiliki wewenang yang sama sehingga sangat mungkin pada suatu saat
terjadi ketidaksinkronan komando dan pengendalian dari satuan-satuan
atas tersebut terhadap Polres tersebut.
b) Wilayah kewenangan hukumnya lebih luas dibandingkan dengan sistem
desentralisasi, karena kewenangan tersebut bersifat nasional, sehingga
tidak terdapat hambatan terkait dengan hal-hal yurisdiksional terutama
terkait dengan pelaksanaan penegakan hukum.
c) Terdapat standarisasi profesionalisme, efisiensi dan efektivitas baik dalam
bidang administrasi maupun operasional. Hal ini sangat dimungkinkan
dilaksanakan dalam suatu lembaga kepolisian dengan sistem kepolisian
terpusat mengingat seluruh lembaga kepolisian berada dalam satu wadah
lembaga kepolisian nasional yang diatur berdasarkan satu peraturan
perundang-undangan, sebagaimana peraturan perundang-undangan yang
mengatur Polri yaitu UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri.
d) Ruang lingkup pengawasan dalam sistem ini sifatnya lebih luas
dibandingkan dengan sistem desentralisasi karena pengawasan tidak hanya
pada tataran lokal tapi secara berjenjang sampai dengan level nasional.
III. KESIMPULAN
Melalui pemahaman konsep sistem, maka akan didapatkan suatu pandangan
tentang suatu kesatuan himpunan yang utuh menyeluruh dengan bagian-bagian yang
saling berkaitan, saling ketergantungan, saling bekerjasama berdasarkan aturan
tertentu, untuk mencapai tujuan dari sistem ( Prof. Djoko Sutono, C.W. Churchman,
Matheus, Lempiro). Oleh karena itu, termasuk pula dalam hal perbandingan atas
sistem-sistem kepolisian yang digunakan dalam negara-negara demokratis tersebut
diatas, maka didapatkan suatu pemahaman bahwa tidak ada suatu sistem kepolisian
yang sempurna karena masing-masing sistem kepolisian tersebut memiliki kelebihan
dan kekurangan tersendiri.
Dengan adanya kelebihan yang dimiliki dalam suati sistem kepolisian tertentu,
maka selayaknya dapat difungsikan sebagai kekuatan (strength) dan peluang
12

(opportunity) yang harus dioptimalkan eksistensinya guna menutupi atau


mengeliminasi kelemahan (weakness) yang dimiliki dalam sistem kepolisian tersebut.
Kelebihan dimaksud harus dikelola dengan baik sehingga tidak justru menjadikan
timbulnya ancaman (threat) tersendiri bagi operasionalisasi sistem kepolisian tersebut
karena tidak ada satu pun sistem kepolisian yang paling sempurna di dunia, melainkan
setiap siste kepolisian pasti memiliki kelebihan dan kelemahan.

Jakarta, 11 Januari 2009


Penulis

HANDIK ZUSEN
NO. MHS. 6877
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Lutan, Ahwil, Dkk, Perbandingan Sistem Kepolisian di Negara-Negara Demokratis,


Materi Kuliah Mahasiswa PTIK, Jakarta, 2000.
2. Pasaribu, Arman, Perbandingan Sistem Kepolisian : Sistem Kepolisian Ideal di
Indonesia, diakses dari situs :
http://armanpasaribu.wordpress.com/2009/02/12/108/, pada tanggal 4
Januari 2010.
3. http://en.wikipedia.org/wiki/Peelian_Principles, diakses pada tanggal 10 Januari
2010.
4. http://www.brainyquote.com/quotes/quotes/r/robertpee l260231.html, diakses pada
tanggal 10 Januari 2010.
5. http://www.governance-indonesia.com/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&
id=74, diakses pada tanggal 10 Januari 2010.

Anda mungkin juga menyukai