Anda di halaman 1dari 18

PENGARUH PROFESIONALISME DAN ETIKA PROFESI

TERHADAP KINERJA AUDITOR

Oleh

Salma Saleh
NIM : 921414088
(S1 Akuntansi Kelas D)
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Gorontalo

ABSTRAK
Etika profesi merupakan tingkah laku atau nilai-nilai etika moral yang menjadi suatu
tuntutan dari seseorang ataupun perusahaan yang harus dimiliki dan nantinya akan
menjadi suatu nilai kepercayaan bagi orang lain. Suatu perusahaan atau seseorang dalam
menjalankan suatu bisnis, tentu bukan hanya dapat menciptakan keuntungan yang
maksimal akan tetapi dapat memperhatikan nilai dan etika suatu perusahaan. Nilai dari
perusahaan dapat dilihat dari laporan keuangan yang disajikan. Untuk menciptakan dan
mempertahankan keberlangsungan hidup suatu perusahaan maka perusahaan perlu
adanya suatu auditor untuk melakukan pengevaluasian terhadap hasil laporan keuangan
dan operasional dari perusahaan. Oleh karena itu para akuntan publik yang menyediakan
jasa audit untuk pihak perusahaan harus memiliki dan memegang tingkat
keprofesionalnya dan etika profesi yang baik. Untuk itu dalam artikel ini akan dibahas
mengenai pengaruh keprofesionalisme dan etika profesi terhadap kinerja suatu auditor.

Kata Kunci: Profesionalisme, Etika Profesi, Kinerja Auditor

1
Latar Belakang
Dunia bisnis sekarang dalam praktiknya seringkali dianggap sudah
menyimpang jauh dari kata moral, banyak masyarakat yang sudah beranggapan
bahwa dunia bisnis saat ini merupakan dunia yang amoral. Padahal etika ataupun
moral merupakan salah satu kekuatan bagi suatu perusahaan dalam menjalankan
bisnisnya, dimana ini akan membawa dampak yang positif bagi perusahaan
dimata masyarakat. Dengan adanya etika, maka kepercayaan masyarakat ataupun
pihak eksternal luar perusahaan akan dengan sendirinya muncul dalam benak
masyarakat. Etika juga merupakan pertimbangan utama dalam membangun bisnis
yang maju. Etika sangat diperlukan dalam menjalankan bisnis yang professional.
Tujuan bisnis adalah untuk medapatkan keuntungan yang maksimal, sehingga
setiap orang maupun perusahaan saling bersaing dalam mendapatkan keuntungan
tersebuttanpa memperhatikan aspek lainnya. Padahal, walaupun suatu perusahaan
dengan perusahaan lain dalam melakukan persaingan, perlu juga memperhatikan
adanya etika yang baik dalam mendapatkan keuntungan yang maksimal seperti
yang diharapkan.

Untuk menciptakan kepercayaan masyarakat tentang usaha ataupun bisnis


yang dimiliki, maka perusahaan perlu adanya suatu auditor dari pihak eksternal
yang nantinya akan menjadi sumber perusahaan untuk meningkatkan citra
perusahaan dalam mendapatkan keutungan. Akuntan publik sangat dibutuhkan
oleh kalangan dunia bisnis, oleh karena itu para akuntan publik ini haru benar-
benar memahami pelaksanaan etika yang berlaku dalam menjalankan profesinya.
Bukan hanya perusahaannya saja yang diperlukan untuk memiliki etika yang baik,
akan tetapi untuk mencapainya itu maka perusahaan juga perlu adanya para
auditor yang siap untuk memberikan pendapat kewajaran atas hasil laporan
keungan yang disajikan oleh perusahaan. Karena laporan keungan inilah yang
akan mencerminkan citra baik buruknya suatu perusahaan. Dari hasil auditor
inilah yang akan menajdi pertimbangan bagi pihak luar perusahaan.

Audit atas laporan keuangan perusahaan oleh pihak ketiga sangat


diperlukan untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan, sehingga memperoleh

2
laporan keuangan yang dapat dipercaya oleh manajemen dan digunakan sebagai
dasar pengambilan keputusan. Salah satu kebijakan yang sering ditempuh oleh
perusahaan adalah dengan melakukan audit terhadap laporan keuangan
perusahaan dimana pihak independen sebagai pihak ketiga yaitu akuntan publik.

Seorang akuntan publik yang profesional dapat dilihat dari hasil kinerja
auditor dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Untuk menghasilkan kinerja
yang memuaskan seorang auditor harus memiliki sikap yang jujur atau
independen dalam melaporkan hasil audit terhadap laporan keuangan
(Trisnaningsih, 2007). Selain itu menurut Swanger et al. (2001) persaingan yang
terjadi antar kantor akuntan publik telah menyebabkan stagnasi pendapatan audit,
dalam upaya untuk mempertahankan pertumbuhan dan profitabilitas, perusahaan
audit telah berusaha mencari alternatif sumber pendapatan dengan menawarkan
berbagai jenis layanan profesional termasuk audit internal, ini tentunya dapat
mengancam pada objektivitas dan independensi auditor yang telah mengalami
kemunduran dari waktu ke waktu.

Apabila seorang auditor tidak memiliki atau telah kehilangan sikap


profesionalismenya sebagai seorang auditor maka sudah dapat diyakini bahwa
auditor tersebut tidak akan dapat menghasilkan hasil kinerja yang memuaskan dan
dengan baik, maka dengan begitu kepercayaan dari masyarakat akan hilang begitu
saja terhadap auditor tersebut. Oleh sebab itu sangatlah diperlukan sikap
profesionalisme tersebut dalam menyelesaikan tugastugas dengan tepat waktu.

Alasan yang mendasari diperlukannya perilaku profesional pada setiap


profesi adalah kebutuhan akan kepercayaan publik terhadap kualitas jasa yang
diberikan profesi, terlepas dari yang dilakukan secara perorangan. Bagi akuntan
publik, penting untuk meyakinkan klien dan pemakai laporan keuangan akan
kualitas audit dan jasa lainnya. Oleh karena itu, ada dorongan kuat bagi KAP
untuk bertindak dengan profesionalisme yang tinggi. Kepercayaan pemerintah dan
masyarakat terhadap dunia usaha atas jasa yang diberikan para pelaksana bisnis,

3
khususnya auditor menuntut adanya pemahaman atas etika profesi yang
bersangkutan.

Kepatuhan terhadap kode etik menjadi hal yang penting dalam menjaga
dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap profesi akuntan dan jasa
yang diberikan KAP, di samping kepatuhan terhadap SAK, SPAP, dan peraturan
lainnya. Sedangkan pernyataan etika profesi yang dikeluarkan IAI menjadi
standar minimum perilaku etis para akuntan yang berpraktik sebagai akuntan
publik. Keputusan auditor dilakukan melalui bentuk pendapat (opinion) mengenai
kewajaran laporan keuangan. Oleh karena itu, akuntan publik memanfaatkan
laporan audit untuk mengkomunikasikan opininya terhadap laporan keuangan
yang diperiksanya.

Fenomena-fenomena kasus suap yang terjadi pada auditor akhir-akhir ini


membuat independensi seorang auditor dipertanyakan kembali oleh masyarakat.
Kasus pelanggaran sikap independensi yang dilakukan akuntan publik Justinus
Aditya Sidharta, dimana ia melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan
keuangan PT. Great River Internasional, Tbk memunculkan suatu paradigma
dimana masalah tersebut memang tidak mampu dibaca oleh akuntan publik yang
mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah terbaca oleh auditor
tersebut namun auditor tersebut sengaja memanipulasinya. Apabila kenyataan
akuntan publik ikut memanipulasi laporan keuangan tersebut, maka independensi
auditor tersebut patut dipertanyakan kembali (Benny, 2010)

Kasus yang terjadi pada auditor di BUMN dimana komisaris PT Kereta


Api mengungkapkan adanya suatu kebohongan atau manipulasi laporan keuangan
BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan menerima kerugaian tetapi
auditor melaporkan menerima keuntungan. Dari dua kasus tersebut dapt kita
simpulkan, bahwa seorang akuntan publik sudah seharusnya menaati dan
memegang secara teguh Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) (Irsan, 2011).
Apabila seorang auditor tidak dapat menjalankan tugasnya sesuai dengan etika
maka izin yang dimiliki auditor tersebut akan dicabut seperti yang terjadi

4
terhadap Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta yang jelas - jelas telah
melakukan pelanggaran terhadap SPAP berkaitan dengan Laporan Audit atas
Laporan Keuangan Konsolidasi dimana hal ini akan merusak nama baik dari
akuntan publik tersebut dan kepercayaaan masyarakat terhadap akuntan publik
tersebut tentu akan rusak.

Kajian Teori
Profesionalisme
Menurut Hudiwinarsih (2010) sikap profesional sering dinyatakan dalam
literatur, profesionalisme berarti bahwa orang bekerja secara profesional.
Sedangkan menurut penelitian Friska (2012) profesionalisme berarti bahwa
auditor wajib melaksanakan tugas-tugasnya dengan kesungguhan dan kecermatan,
sebagai seorang yang professional, auditor harus menghindari kelalaian dan
ketidakjujuran.

Menurut Arifin dalam Sedati, dkk. (2013), profesionalisme adalah suatu


pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu
yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan
khusus. Selanjutnya, Hidayatullah (2009), mengemukakan lima dimensi
profesionalisme sebagai berikut:
a. Pengabdian pada profesi yang dicerminkan dari dedikasi profesionalisme
dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan yang dimiliki.
b. Kewajiban sosial berupa pandangan tentang pentingnya peranan profesi
dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun profesional karena
adanya pekerjaan tersebut.
c. Kemandirian sebagai suatu pandangan seseorang yang profesional harus
mampu membuat keputusan sendiri tanpa tekanan dari pihak lain.
d. Keyakinan terhadap peraturan profesi yakni suatu keyakinan bahwa yang
paling berwenang menilai pekerjaan profesional adalah rekan sesama
profesi, bukan orang luar yang tidak mempunyai kompetensi dalam bidang
ilmu dan pekerjaan mereka.
e. Hubungan dengan sesama profesi yang menggunakan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk organisasi formal dan kelompok kolega informal

5
sebagai ide utama dalam pekerjaan untuk membangun kesadaran
profesional.

Menurut Rahma dalam Putri (2013) profesionalisme dapat dikatakan bahwa


profesionalisme itu adalah sikap tanggungjawab dari seorang auditor dalam
menyelesaikan pekerjaan auditnya dengan keikhlasan hatinya sebagai seorang
auditor. Profesionalisme merupakan atribut individual yang penting tanpa melihat
suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau bukan (Kallers dan Fogarty dalam
Yendrawati : 2008). Profesionalisme diukur dengan menggunakan indikator-
indikator sebagai berikut: pengabdian pada profesi, kewajiban sosial,
kemandirian, keyakinan pada profesi, dan hubungan dengan sesama profesi.
Pengalaman auditor dapat diukur dengan menggunakan indikator-indikator
sebagai berikut: masa kerja, banyaknya kasus yang diselesaikan, dan banyaknya
perusahaan yang pernah diaudit, mengacu pada penelitian Kusuma dalam Lestari
(2013).

Etika Profesi
Menurut Boynton, Johnson & Kell (2001) Professional ethics must
extend beyond moral principles. They include standards of behaviour for a
professional person that are designed for both practical and idealistic purposes.
Menurut Haryono Yusuf (2001): Etika profesional lebih luas dari prinsip-prinsip
moral. Etika tersebut mencakup prinsip perilaku untuk orang-orang profesional
yang dirancang baik untuk tujuan praktis maupun untuk tujuan idealistis. Oleh
karena kode etik profesional antara lain dirancang untuk mendorong perilaku
ideal, maka kode etik harus realistis dan dapat dilaksanakan. Agar bermanfaat,
kode etik seyogyanya lebih tinggi dari undang-undang tetapi di bawah ideal.

Etika profesi merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan


suatu profesi dengan profesi yang lain yang berfungsi untuk mengatur tingkah
laku para anggotanya (Murtanto dan Marini, 2003).

Etika Profesi merupakan nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan tingkah


laku yang diterima dan digunakan oleh organisasi profesi akuntan yang meliputi

6
kepribadian, kecakapan profesional, tanggung jawab, pelaksanaan kode etik dan
penafsiran dan penyempurnaan kode etik (Kusuma, 2012). Auditor harus menaati
kode etik sebagai akuntan. Kode etik auditor merupakan aturan perilaku auditor
sesuai dengan tuntutan profesi dan organisasi serta standar audit yang merupakan
ukuran mutu minimal yang harus dicapai oleh auditor dalam menjalankan tugas
auditnya, apabila aturan ini tidak dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja di
bawah standar dan dapat dianggap melakukan malpraktek (Jaafar dalam Syahmina
: 2016). Kode etik sangat diperlukan karena dalam kode etik mengatur perilaku
akuntan publik menjalankan praktik.

Kusuma (2012) menyatakan ada dua sasaran dalam kode etik ini, yaitu
pertama, kode etik ini bermaksud untuk melindungi masyarakat dari kemungkinan
dirugikan oleh kelalaian, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dari kaum
profesional. Kedua, kode etik ini bertujuan untuk melindungi keluhuran profesi
tersebut dari perilaku-perilaku buruk orang-orang tertentu yang mengaku dirinya
profesional. Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan
profesi lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi
kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak
hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk
kepentingan publik, setiap akuntan harus mematuhi dan menerapkan seluruh
prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini.

Etika profesi dikeluarkan oleh organisasi profesi untuk mengatur perilaku


anggotanya dalam menjalankan praktek profesinya bagi masyarakat. Etika profesi
merupakan suatu konsensus dan dinyatakan secara tertulis atau formal dan
selanjutnya disebut sebagai kode etik, disebut juga kode etik akuntan bagi etika
profesional praktik akuntan. Secara umum etika merupakan suatu prinsip moral
dan perbuatan yang menjadi landasan bertindaknya seseorang sehingga apa yang
akan dilakukannya dipandang oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terpuji dan
meningkatkan martabat dan kehormatan seseorang.

Prinsip Etika Profesi

7
Prinsip etika profesi dalam Kode Etik IAI menyatakan pengakuan profesi
akan tanggungjawabnya kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip
ini memandu anggota dalam memenuhi tanggungjawab profesionalnya dan
merupakan landasan dasar perilaku etika dan perilaku proefsionalnya. Prinsip ini
meminta komitmen untuk berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan
keuntungan pribadi.

Dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) Seksi 100 ayat (4)
(2011) setiap praktisi wajib mematuhi prinsip dasar etika profesi sebagai berikut:
1. Prinsip integritas, setiap praktisi harus bersikap tegas dan jujur dalam menjalin
hubungan profesional dan hubungan bisnis dalam melaksanakan pekerjaanya.

2. Prinsip ojektivitas, setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas,


benturan kepentingan, atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari
pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan profesional atau pertimbangan
bisnisnya.

3. Prinsip kompetensi serta sikap kecermatan dan kehati-hatian profesional


(professional competence and due care), setiap praktisi harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional sehingga klien atau pemberi kerja dapat menerima jasa profesional
yang diberikan secara kompeten berdasarkan metode pelaksanaan pekerjaan,
perundang-undangan, dan perkembangan terkini dalam praktik.

4. Prinsip kerahasiaan, setiap praktisi diharuskan menjaga kerahasiaan informasi


klien dan tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga
tanpa persetujuan dari klien, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional
atau hukum untuk mengungkapkannya.

5. Prinsip Perilaku Profesional, setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan


peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesinya.

8
Berikut ini akan dibahas mengenai beberapa prinsip-prinsip etika profesi
menurut Sonny Keraf dalam Herry (2007) yaitu:
1) Prinsip Tanggungjawab

Tanggungjawab adalah salah satu prinsip pokok bagi kaum


profesional karena orang yang profesional adalah orang yang
bertanggungjawab terhadap pelaksanaan pekerjaan dan hasilnya,
bertanggungjawab terhadap dampak pekerjaan, kehidupan, dan
kepentingan orang lain, khususnya kepentingan orang-orang yang
dilayaninya. Jika hasil pekerjaan profesionalnya membawa kerugian
tertentu secara disengaja atau tidak disengaja, maka harus bertanggung
jawab atas hal tersebut.

2) Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan menuntut seorang profesional untuk dalam


menjalankan profesinya tidak merugikan hak dan kepentingan pihak-pihak
yang dilayaninya maupun masyarakat pada umumnya.

3) Prinsip Otonomi

Prinsip otonomi adalah prinsip yang dituntut oleh seorang


profesional terhadap masyarakat agar mereka diberi kebebasan
sepenuhnya dalam menjalankan profesinya. Pemerintah pun diharapkan
dapat menghargai otonomi profesi dan tidak mencampuri urusan
pelaksanaan profesi tersebut.

4) Prinsip Integritas Moral

Prinsip integritas moral sesuai dengan hakikat dan ciri-ciri profesi


yaitu bahwa seorang profesional adalah orang yang memiliki integritas
pribadi dan moral yang tinggi karena memiliki komitmen pribadi untuk
menjaga keluhuran profesinya, nama baiknya, dan kepentingan orang lain
atau masyarakat.

9
Kinerja Auditor
Kinerja adalah suatu hasil karya yang telah dihasilkan oleh seseorang
dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya
yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan ketepatan waktu (Trianingsih,
2007). Kinerja dapat diartikan suatu hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh individu dimana dalam menyelesaikan pekerjaanya dengan
tepat waktu dan menggunakan waktu tersebut seefisien mungkin untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan.

Profesi auditor merupakan suatu pekerjaan yang berlandaskan pada


pengetahuan yang kompleks dan hanya dapat dilakukan oleh individu dengan
kemampuan dan latar pendidikan tertentu. Salah satu tugas auditor dalam
menjalankan profesinya adalah menyediakan informasi yang berguna bagi publik
untuk pengambilan keputusan ekonomi (Carolita, 2012). Dalam hal ini auditor
berfungsi sebagai pihak ketiga yang menghubungkan manajemen perusahaan
dengan pihak luar perusahaan yang berkepentingan, untuk memberikan keyakinan
dan memberikan opini tentang kewajaran laporan keuangan sebagai dasar dalam
membuat keputusan bahwa laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen
dapat dipercaya

Pembahasan
Pengaruh Profesionalisme Dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor
Setiap organisasi memiliki kode etik atau peraturan perundang-undangan
yang menjadi acuan dalam membuat keputusan yang layak
dipertanggungjawabkan sebagai keputusan etik. Menurut Muhd. Nuryatno
(2001), keputusan (decision) berarti pilihan (choice), yaitu pilihan dari dua atau
lebih kemungkinan. Sementara menurut Robert G. Morgan dan Michael J. Cerullo
yang dikutip oleh Muhd. Nuryatno (2001), keputusan adalah:
Sebuah simpulan yang dicapai sesudah dilakukan pertimbangan yang
terjadi setelah satu kemungkinan dipilih, sementara yang lain
dikesampingkan.

10
Pengambilan keputusan adalah proses memilih satu alternatif cara
bertindak dengan metode yang efisien sesuai dengan situasi. Berdasarkan definisi
ini jelas terlihat bahwa sebelum keputusan itu ditetapkan, diperlukan
pertimbangan yang menyeluruh tentang kemungkinan konsekuensi yang bisa
timbul, sebab mungkin saja keputusan yang diambil hanya memuaskan satu
kelompok saja atau sebagian orang saja. Tetapi jika memperhatikan konsekuensi
dari suatu keputusan, hampir dapat dikatakan bahwa tidak akan ada satupun
keputusan yang akan dapat menyenangkan setiap orang.

Auditor mengkomunikasikan hasil pekerjaan auditnya kepada pihak-pihak


yang berkepentingan. Komunikasi tersebut merupakan puncak dari proses atestasi
dan mekanismenya adalah melalui laporan audit. Laporan audit tersebut
digabungkan dengan laporan keuangan dalam laporan tahunan kepada pemegang
saham dan menjelaskan ruang lingkup audit dan temuan-temuan audit. Temuan
tersebut diekspresikan dalam bentuk pendapat (opinion) mengenai kewajaran
laporan keuangan, yang telah disusun oleh manajemen. Artinya apakah posisi
keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas telah disajikan secara
wajar.

Menurut Agoes Sukrisno (2004), pada akhir pemeriksaan general audit,


Kantor Akuntan Publik (KAP) akan memberikan suatu laporan akuntan yang
terdiri dari lembaran opini dan laporan keuangan. Lembaran opini merupakan
tanggungjawab akuntan publik di mana akuntan publik memberikan pendapatnya
terhadap kewajaran laporan keuangan yang disusun oleh manajemen dan
merupakan tanggung jawab manajemen. Tanggal laporan akuntan harus sama
dengan tanggal selesainya pekerjaan lapangan dan tanggal surat pernyataan
langganan, karena menunjukkan sampai tanggal berapa akuntan bertanggung
jawab untuk menjelaskan hal-hal penting yang terjadi. Jika sesudah tanggal
selesainya pekerjaan lapangan (audit field work), terjadi peristiwa penting yang
jumlahnya material dan mempunyai pengaruh terhadap laporan keuangan yang
diperiksa dan saat itu laporan audit belum dikeluarkan, auditor harus menjelaskan
kejadian penting tersebut dalam catatan atas laporan keuangan dan lembaran

11
opini. Dalam hal ini, laporan akuntan mempunyai dua tanggal (disebut dual
dating), yang pertama tanggal selesainya pemeriksaan lapangan, yang kedua
tanggal terjadinya peristiwa penting tersebut.

Tugas auditor adalah untuk menentukan apakah representasi (asersi)


tersebut betul-betul wajar; maksudnya untuk meyakinkan tingkat keterkaitan
antara asersi tersebut dengan kriteria yang ditetapkan. Untuk membuktikan
bahwa auditor sudah menjalankan pemeriksaannya sesuai dengan standar
auditing, maka auditor harus mendokumentasikan semua prosedur audit yang
telah dilakukan, temuan, dan hasil pemeriksaannya dalam Kertas Kerja
Pemeriksaan (Audit Working Papers). Dengan demikian, laporan penting sekali
dalam suatu audit karena laporan menginformasikan pemakai informasi mengenai
apa yang dilakukan dan simpulan yang diperolehnya.

Apabila seorang auditor tidak dapat melaporkan laporan audit dengan


tidak tepat waktu ini tentu akan berdampak pada menurunnya sikap
profesionalisme dari seorang auditor tersebut dan auditor tersebut telah gagal
dalam mempertahankan sikap profesionalismenya dalam pekerjaannya. Hal
tersebut membuat profesionalisme dari seorang auditor sangat berpengaruh
terhadap kinerja auditor. Hal ini mendukung penelitian Bamber (2002), Cohen
(2001), Pawitra (2011) yang menunjukkan bahwa profesionalisme berpengaruh
positif terhadap kinerja auditor, yang dimana semakin tinggi tingkat
keprofesionalismean auditor maka kinerja yang dihasilkan akan semakin
memuaskan. Begitupun etika profesi, hasil penelitian dari Ariani (2009) yang
menyatakan bahwa etika profesi berpengaruh positif terhadap kinerja auditor yang
dimana apabila seorang auditor tidak memiliki atau mematuhi etika profesinya
maka ia tidak akan dapat menghasilkan kinerja yang memuaskan bagi dirinya
sendiri maupun kliennya. Oleh sebab itu seorang auditor haruslah memegang
teguh etika profesinya sebagai seorang auditor agar tidak menyalah gunakan
profesinya sendiri.

12
Selain profesionalisme faktor yang berpengaruh terhadap kinerja auditor
dalam penelitian ini adalah etika profesi. Menurut Ariyanto, dkk. (2010) etika
profesi sangatlah dibutuhkan oleh masing-masing profesi, untuk mendapatkan
kepercayaan dari masyarakat, seperti profesi auditor. Menurut Halim (2008:29)
etika profesi meliputi suatu standar dari sikap para anggota profesi yang dirancang
agar sedapat mungkin terlihat praktis dan realitis, namun tetap idealistis. Setiap
auditor harus mematuhi etika profesi mereka agar tidak menyimpangi aturan
dalam menyelesaikan laporan keuangan kliennya.

Praktisi akuntan khususnya akuntan publik yang tidak memiliki/


memahami etika profesi dengan baik, sesungguhnya tidaklah memiliki hak hidup.
Ada empat elemen penting yang harus dimiliki oleh akuntan, yaitu:

1) keahlian dan pemahaman tentang standar akuntansi atau standar


penyusunan laporan keuangan

2) standar pemeriksaan/auditing

3) etika profesi; dan

4) pemahaman terhadap lingkungan bisnis yang diaudit.

Berdasarkan keempat elemen tersebut sangatlah jelas bahwa seorang akuntan


publik, persyaratan utama yang harus dimiliki di antaranya adalah wajib
memegang teguh aturan etika profesi yang berlaku.

Auditor yang mampu melaksanakan tugasnya dan memiliki kemampuan


yang memadai di bidang profesinya disertai dengan etika kerja yang konsisten
maka akan berdampak pada kinerjanya yang semakin berkualitas. Memahami
peran perilaku etis seorang auditor dapat memiliki efek yang luas pada bagaimana
bersikap terhadap klien mereka agar dapat bersikap sesuai dengan aturan
akuntansi berlaku umum (Curtis et al dalam Putri 2013). Menurut Utami (2009)
etika berkaitan dengan perilaku moral dan berfungsi sebagai kontrol pelaksanaan
suatu aktivitas.

13
Akuntan yang profesional dalam menjalankan tugasnya memiliki
pedoman-pedoman yang mengikat seperti Kode Etik Akuntan Indonesia sehingga
dalam melaksanakan aktivitasnya akuntan publik memiliki arah yang jelas, dapat
memberikan keputusan yang tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat dan pihak-pihak lain yang menggunakan hasil keputusan auditor.

Muhd. Nuryatno dan Synthia Dewi dalam Hery dkk (2007) meneliti
tentang tinjauan etika atas pengambilan keputusan auditor berdasarkan
pendekatan moral. Hasil tinjauan ini menunjukkan bahwa ternyata auditor pada
umumnya kurang memahami nilai-nilai etika yang menjadi pedoman bagi para
auditor dalam melaksanakan pemeriksaan laporan keuangan. Hal ini
menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang
telah ditetapkan oleh IAI. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara
pemahaman nilai-nilai etika dengan pengambilan keputusan. Semakin auditor
memahami kode etik maka keputusan yan diambil akan semakin mendekati
kewajaran, adil, dan bermoral.

Menurut M.S. Tumanggor (2002), profesi akuntan publik ibarat pedang


bermata dua. Satu sisi akuntan harus memperhatikan kredibilitas dan etika profesi,
namun sisi lain harus menghadapi tekanan dari pemberi kerja (dalam hal ini
adalah perusahaan publik) untuk mengikuti keinginannya dengan imbalan tertentu
melalui tekanan dalam pengambilan keputusan auditor.

Agoes Sukrisno (2003) meneliti tentang pengaruh kode etik, standar


profesional akuntan publik, dan standar pengendalian mutu terhadap mutu
auditing dalam praktik auditing di Indonesia. Hasil uji hipotesis pertama
menunjukkan korelasi sebesar 0,458 yang berarti terdapat hubungan yang positif
antara kode etik IAI, standar profesional akuntan publik, standar pengendalian
mutu, dan mutu auditing. Pengujian hipotesis kedua bertujuan untuk menguji
apakah ada pengaruh dari kode etik IAI, standar profesional akuntan publik, dan
standar pengendalian mutu sebagai variabel bebas terhadap mutu auditing. Hasil
pengujian model regresi dengan ANOVA menunjukkan adanya pengaruh

14
penerapan kode etik IAI, standar profesional akuntan publik, dan standar
pengendalian mutu terhadap mutu praktik auditing di Indonesia.

Simpulan

Kinerja dapat diartikan suatu hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai oleh individu dimana dalam menyelesaikan pekerjaanya dengan
tepat waktu dan menggunakan waktu tersebut seefisien mungkin untuk
mendapatkan hasil yang memuaskan. Kinerja dari suatu auditor itu dilihat dari
pengambilan keputusan dari suatu auditor dan tingkat keprofesionalnya yang
dipegang teguh berdasarkan etika profesi yang telah diatur.

Apabila seorang auditor tidak dapat melaporkan laporan audit dengan


tidak tepat waktu ini tentu akan berdampak pada menurunnya sikap
profesionalisme dari seorang auditor tersebut dan auditor tersebut telah gagal
dalam mempertahankan sikap profesionalismenya dalam pekerjaannya. Begitupun
jika seorang auditor tidak memiliki atau mematuhi etika profesinya maka ia tidak
akan dapat menghasilkan kinerja yang memuaskan bagi dirinya sendiri maupun
kliennya. Oleh sebab itu seorang auditor haruslah memegang teguh etika
profesinya sebagai seorang auditor agar tidak menyalah gunakan profesinya
sendiri. Dan jika seorang auditor tidak memiliki atau telah kehilangan sikap
profesionalismenya sebagai seorang auditor maka sudah dapat diyakini bahwa
auditor tersebut tidak akan dapat menghasilkan hasil kinerja yang memuaskan dan
dengan baik, maka dengan begitu kepercayaan dari masyarakat akan hilang begitu
saja terhadap auditor tersebut.

Salah satu hal yang membedakan profesi akuntan publik dengan profesi
lainnya adalah tanggung jawab profesi akuntan publik dalam melindungi
kepentingan publik. Oleh karena itu, tanggung jawab profesi akuntan publik tidak
hanya terbatas pada kepentingan klien atau pemberi kerja. Ketika bertindak untuk
kepentingan publik, setiap akuntan harus mematuhi dan menerapkan seluruh
prinsip dasar dan aturan etika profesi yang diatur dalam Kode Etik ini.

Daftar Pustaka

15
Agoes Sukrisno. (2003). Pengaruh Kode Etik, Standar Profesional Akuntan Publik
dan Standar Pengendalian Mutu terhadap Mutu Auditing dalam Praktik
Auditing di Indonesia. Jurnal Akuntansi, Th. VII/02/Des/2003. Penerbit
FEUNTAR Jakarta

Ariani. 2009. Pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi, Tingkat Pendidikan dan


Pengalaman Kerja Inspektorat Provinsi Bali. Skripsi Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana

Arifin, 2011, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Edisi Revisi, Penerbit Bumi
Aksara, Jakarta

Bamber, E Michael dan Iyer, Venkataraman M.2002. Big 5 auditors' professional


and organizational identification: Consistency or conflict. A Journal
Practice & Theory Volume 20 (2).h:21

Carolita, 2012. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Objektifitas,


Integritas, Kompetensi, dan Komitmen Organisasi Terhadap Kualitas Hasil
Audit. Skripsi. Universitas Diponegoro. Semarang.

Cohen, Jeffrey R dan Single Louise E.2001.An Examination Of The Perceived


Impact Of Flexible Work Arrangements Professional Opportunities In
Public Accounting.Journal of Business Ethics volume 32(4).h: 317.

Friska, Novanda.2012.Pengaruh Profesionalisme Auditor, Etika Profesi Dan


pengalaman Auditor Terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas. Skripsi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta.

Haryono Yusuf (2001). Auditing. Buku Kesatu. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi
Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Hery. Merrina Agustiny. 2007. Pengaruh Pelaksanaan Etika Profesi Terhadap


Pengambilan Keputusan Akuntan Publik (Auditor). Jurnal Akuntansi dan
Manajemen. Vol. 18. No. 3

16
Hidayatullah, 2009, Analisis Pengaruh Profesionalisme, Independensi, Keahlian,
Pengalaman Auditor dalam Mendeteksi Kekeliruan, Skripsi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

Hudiwinarsih, Gunasti.2010. AuditorsExperience , Competency, And Their


Independency As The Influencial Factors In Professionalism.Journal of
Economics, Business and Accountancy Ventura Volume 13 ( 3 ).h:253-
264.

Lestari, Ni Made. I Made. 2013. Pengaruh Profesionalisme, Pengetahuan


Mendeteksi Kekeliruan, Pengalaman, Etika Profesi Pada Pertimbangan
Tingkat Materialitas. Jurnal Akuntansi.

Muhd. Nuryatno & Synthia Dewi. (2001). Tinjauan Etika atas Pengambilan
Keputusan Auditor Berdasarkan Pendekatan Moral. Media Riset
Akuntansi, Auditing dan Informasi, Vol. 1 No. 3 (Desember: 27-48).

Murtanto dan Marini. 2003. Persepsi Akuntan Pria dan Akuntan Wanita serta
Mahasiswa dan Mahasiswi terhadap Etika Bisnis dan Etika Profesi.
Proceeding Simposium Nasional Akuntansi (SNA) VI. Surabaya.

Pawitra, Abdillah. 2011. Analisis Pengaruh Profesionalisme dan Etika Profesi


Terhadap Kinerja Auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
di Jakarta. Tesis Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Putri, Kompiang Martina Dinata dan Darma Saputra. 2013. Pengaruh


Independensi , Profesionalisme, Dan Etika Profesi Terhadap Kinerja
Auditor Pada Kantor Akuntan Publik Di Bali. Jurnal Akuntansi
Universitaas Udayana.

Reni Yendrawati. 2008. Analisis Hubungan Antara Profesionalisme Auditor


dengan Pertimbangan Tingkat Materialitas Dalam Proses Pengauditan
Laporan Keuangan. Fenomena: 6 (1).

17
Sedati, Lusia. Abdul Halim, dkk. 2013. Pengaruh Profesionalisme, Etika Profesi,
Dan Gender Terhadap Tingkat Materialitas Dalam Pemeriksaan Laporan
Keuangan. Jurnal Riset Mahasiswa Akuntansi. Vol. xx No. xx

Syahmina, Fildzah. Bambang Suryono. 2016. Pengaruh Pengalaman, Etik


Profesi, Objektifitas Dan Time Deadline Pressure Terhadap Kualitas
Audit. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi. Volume 5. Nomor 4.

Tumanggor, M.S. (2002). Opini Disclamer Oleh Akuntan Publik Atas Laporan
Keuangan di Pasar Modal. Jurnal Akuntansi Th VI/01/Mei 2002. Hal. 59-
67. Penerbit : FE-Untar.

Trianingsih, Sri. 2007. Independensi Auditor Dan Komitmen Organisasi Sebagai


Mediasi Pengaruh Pemahaman Good Governance, Gaya Kepemimpinan
Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Auditor . Jurnal Akuntansi
Volume 2 ( 2 ).h: 1-56.

18

Anda mungkin juga menyukai