Anda di halaman 1dari 12

KEBIJAKAN KAPOLRI TERKAIT PENANGANAN PERKARA

PIDANA TINGKAT POLSEK DENGAN MENGEDEPANKAN


KONSEP RESTORATIF JUSTICE
Mata Kuliah Sistem Peradilan Pidana
Dosen Pengampu: Suratno, S.H., M.H.

Disusun oleh:
Deni Sulistiyanto
1630102490

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS COKROAMINOTO YOGYAKARTA
2020

i
Kebijakan Kapolri Terkait Penanganan Perkara Pidana Tingkat Polsek dengan
Mengedepankan Konsep Restoratif Justice
Deni Sulistiyanto
1630102490

ABSTRAK
Pada bulan Januari 2021 telah dilantik Kapolri baru yaitu Jenderal Polisi Drs.
Listyo Sigit Prabowo, M.Si menggantikan Jenderal Polisi Drs. Idham Aziz, M.Si. yang
memasuki masa purna. Pengangkatan Kapolri baru menuntut adanya inovasi dan
kebijakan baru sebagai program yang akan dijalankan sebagai bentuk reformasi institusi
POLRI. Program yang diusulkan terbagi menjadi 4 program besar dan 16 program
teknis. Salah satu program yang diambil oleh Kapolri baru adalah menjadikan Polsek
memperkuat fungsi pembinaan di tengah masyarakat dan apabila terjadi konflik atau
aduan pidana ringan dalam masyarakat, dikedepankan penyelesaian di luar hukum atau
lewat restoratif justice. Dengan mengedepankan restorative justice diharapkan bahwa
angka kriminalitas dapat ditekan, dan fungsi pembinan kepada masyarakat dapat
berjalan dengan lebih optimal. Makalah ini meninjau konsep restorative justice yang
dapat dilakukan Polsek yang menjadi program unggulan Kapolri baru.

Kata Kunci: Kebijakan Kapolri, Polsek, Restorative Justice.

ABSTRACT
In January 2021, the new Chief of Police, General Of Police Drs. Listyo Sigit
Prabowo, M.Si. replaced Police General Drs. Idham Aziz, M.Si. who is entering
retirement. The appointment of a new Chief of Police demands innovation and new
policies as a program that will be carried out as a form of reform of POLRI institutions.
The proposed program is divided into 4 major programs and 16 technical programs.
One of the programs taken by the new Police Chief is to make the Police strengthen the
function of coaching in the community and in the event of conflict or minor criminal
complaints in the community, settlements are put forward outside the law or through
restorative justice. By prioritizing restorative justice it is expected that the crime rate
can be suppressed, and the function of development to the community can run more
optimally. This paper reviews the concept of restorative justice that can be done polsek
which becomes the flagship program of the new Police Chief.

Keyword: Police Policy, Police, Restorative Justice.

ii
DAFTAR ISI

ABSTRAK........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................1
C. Tujuan Penulisan Makalah..............................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................2
A. Penegakan Hukum............................................................................................2
1. Kepolisian.......................................................................................................2
2. Kejaksaan.......................................................................................................3
3. Hakim (Pengadilan)......................................................................................4
4. Pengacara.......................................................................................................4
B. Restorative Justice............................................................................................5
BAB III PENUTUP.........................................................................................................8
A. Kesimpulan........................................................................................................8
B. Saran..................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................9

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 2021 Institusi Kepolisian Negara Republik Indonesia akan
mengalami pergantian pucuk pimpinan. Dengan berakhirnya masa tugas Jenderal
Polisi Drs. Idham Aziz, M.Si. maka menuntut POLRI untuk segera mempersiapkan
pengganti yang akan memegang tongkat komando tertinggi dan memimpin institusi
POLRI dalam periode selanjutnya.
Setelah proses yang dilalui terdapat lima nama jenderal bintang tiga yang
diusulkan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk menggantikan posisi
Kapolri. Dari kelima nama tersebut, pada akhirnya Hari Rabu, 13 Januari 2021
Presiden telah mengirimkan surat presiden (Surpres) kepada DPR RI yang berisi
nama yang diusulkan sebagai calon tunggal Kapolri. Presiden mengusulkan Komjen
Drs. Listyo Sigit Prabowo, M.Si. sebagai calon tunggal Kapolri. Setelah itu
kemudian calon tunggal Kapolri dilakukan uji kelayakan di Komisi III DPR RI.
Pada uji kelayakan tersebut, Kapolri mengajukan 4 program besar yang berisi
16 program utama.1 Salah satu programnya adalah Pemantapan Kinerja
Harkamtibmas dan Peningkatan Kinerja Penegakan Hukum. Aplikasinya adalah
bahwa pada masa ke depan, Kepolisian Sektor lebih dibebankan pada pemeliharaan
kamtibmas yaitu dengan memperkuat pola pembinaan masyarakat dan
meminimalkan penegakkan hukum. Apabila terdapat kasus pidana yang sifatnya
ringan dan dapat dilakukan mediasi, maka akan diutamakan penanganan dengan
restorative justice.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penegakan hukum secara umum?
2. Bagaimana proses penegakan hukum dengan restorative justice?

C. Tujuan Penulisan Makalah


1. Mengetahui proses penegakan hukum secara umum?

1
2. Mengetahui proses penegakan hukum dengan restorative justice.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penegakan Hukum
Pengertian dari pada hukum tentunya tidaklah terbatas, pengertian hukum
menurut Hans Kelsen dalam Raharjo (2006) hukum adalah sebagai gejala normatif,
hukum sebagai gejala sosial. Selain itu ia dalam Assidiqqie dan Safa’at (2006)
menyebutkan bahwa ukum adalah tata aturan (order) sebagai suatu sistem aturan-
aturan (rules) tentang perilaku manusia. Menurut Imron (2016) Adanya hukum
adalah sebagai sarana Social Control (Pengendalian Sosial) dan Social Engineering.
Oleh karena itu dalam pelaksanaan hukum perlu dilaksanakan proses penegakan
hukum agar terjadi fungsi kontrol sosial dan penggerak sosial yang baik.
Secara konseptual menurut Soerjono Soekanto, “penegakan hukum terletak
pada kegiatan menyerasikan hubungan nilainilai yang dijabarkan di dalam
kaedahkaedah yang mantap dan mengejawantah serta sikap tindak sebagai rangkaian
penjabaran nilai akhir dan untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan
pergaulan hidup. Penegakan hukum tidak bisa terlepas dari hak asasi manusia,
namun dengan adanya alat-alat paksa khusus (bijzonder dwangmiddelen) yang
dimaksud alat paksa disini bukan merupakan pemaksaan fisik melainkan alat
pemaksa yang sah, diatur oleh ketentuan perundangundangan seperti penangkapan,
penahanan dan penyitaan.”
Proses penegakan hukum di Indonesia terdiri rangkaian tahapan-tahapan yang
melibatkan beberapa institusi yang bekerja bersama dalam upaya penegakan hukum.
Institusi yang terlibat dalam peradilan pidana antara lain:
1. Kepolisian
Menurut Pasal 5 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 “Kepolisian Negara
Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlingdungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka
terpeliharanya keamanan dalam negeri”.

2
Menurut Tasaripa (2013) Polri sebagai agen penegak hukum dan pembina
keamanan dan ketertiban masyarakat. Konsepsi tugas, fungsi dan peran Polri
yang bersumber dari landasan yang masih relevan namun masih perlu
diorintasikan dengan perkembangan masyarakat. Polri dengan keberadaannya
membawa empat peran strategis, yakni:
a. Perlindungan masyarakat;
b. Penegakan Hukum;
c. Pencegahan pelanggaran hukum;
d. Pembinaan Keamanan dan Ketertiban masyarakat.
Dalam ketentuan Undang-undang No 2 Tahun 2002, ada dua hal yang
mendasar tugas utama Polri sebagaimana yang termuat dalam Tribrata maupun
Catur Prasetya Polri. Pada Pasal 13 ditegaskan bahwa Polri bertugas:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum;
c. memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
Poin yang menjelaskan spesifik tugas Polri dalam penegakan hukum
tercantum dalam Pasal 14 UU No 2 Tahun 2002 huruf g yaitu melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan perundang-undangan lainnya.
2. Kejaksaan
Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih
berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan
umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi, kolusi dan
nepotisme. Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya, Kejaksaan
Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan harus mampu mewujudkan kepastian
hukum, ketertiban hukum, keadilan dan kebenaran berdasarkan hukum dan
mengindahkan norma-norma keagamaan, kesopanan, dan kesusilaan, serta wajib
menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam
masyarakat.

3
Secara umum, tugas dan wewenang Kejaksaan diatur dalam Pasal 30
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Secara spesifik di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.
3. Hakim (Pengadilan)
Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di
pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa,
pengacara, dan panitera. Pada saat ditegakkan, hukum mulai memasuki wilayah
das sein (yang senyatanya) dan meninggalkan wilayah das sollen (yang
seharusnya). Hukum tidak sekedar barisan pasal-pasal mati yang terdapat dalam
suatu peraturan perundang-undangan, tetapi sudah “dihidupkan” oleh living
interpretator yang bernama hakim (Tohari, 2004).
Dalam Pasal 24 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 disebutkan bahwa
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan
peradilan yang berada di bawahnya dalam Lingkungan Peradilan Umum,
Lingkungan Peradilan Agama, Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan
Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi.
4. Pengacara
“Advokat berstatus sebagai penegak hukum” adalah salah satu perangkat
hukum dalam proses peradilan kedudukannya setara dengan penegak hukum
lainnya, menegakkan hukum dan keadilan. lebih tegas lagi adalah salah satu pilar
penegak supremasi hukum dan pelindung hak asasi manusia di Indonesia.
Advokat menjalankan tugas profesinya demi tegaknya keadilan berdasarkan

4
hukum untuk kepentingan masyarakat pencari keadilan, selain dalam proses
peradilan, peran Advokat juga terlihat di jalur profesi di luar pengadilan.

Ketentuan Pasal 5 Ayat (1) UU Advokat memberikan status kepada


Advokat sebagai penegak hukum yang mempunyai kedudukan setara dengan
penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kedudukan
tersebut memerlukan suatu organisasi yang merupakan satu-satunya wadah
profesi Advokat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (1) UU Advokat,
yaitu “Organisasi Advokat merupakan satu-satunya wadah profesi Advokat yang
bebas dan mandiri yang dibentuk sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini
dengan maksud dan tujuan untuk meningkatkan kualitas profesi Advokat”. Oleh
karena itu, Organisasi Advokat, yaitu PERADI, pada dasarnya adalah organ
negara dalam arti luas yang bersifat mandiri (independent state organ) yang juga
melaksanakan fungsi Negara.

Dalam penjelaasn UU advokat disebutkan bahwa pada prakteknya peran


pemberian bantuan hukum, dilakukan advokat secara litigasi dan non litigasi.
Jasa hukum litigasi adalah jasa hukum yang berkenaan dengan perselisihan
hukum atau perkara di dalam atau di luar pengadilan dan arbitrase. Sedangkan
jasa hukum nonlitigasi adalah jasa hukum di luar bidang jasa hukum litigasi.

B. Restorative Justice
Pada era Kapolri yang baru, Polsek akan lebih dibebankan untuk melakukan
restorative justice dalam menangani suatu tindak pidana, dibandingkan harus
menjalankan proses peradilan pidana. Hal ini dilakukan agar dapat menekan angka
kriminalitas di lingkungan masyarakat. Peran dan tanggung jawab Polri sebagai
Penegak Hukum dalam melaksanaan restorative justice untuk keadilan dan
kemanfaatan masyarakat sangat diharapkan implementasinya, karena Polri menjadi
ujung tombak dalam penegakan hukum, sehingga dituntut optimal dalam
penanganannya.

Dinukil dari jurnal yang ditulis oleh Suka, dkk (2018) selama ini peran Polri
sebagai penegak hukum dalam menegakkan hukum pidana (integrated criminal
justice system) adalah: pertama, mencegah dilakukannya tindak pidana dengan

5
menegakan norma hukum demi mengayomi masyarakat; kedua, memasyarakatkan
pelaku pidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik
dan berguna, ketiga, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana,
memulihkan keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat .

Keadilan restoratif telah menjadi wacana yang didambakan di tengah


keragaman masyarakat, yang melihat hukum acara yang diatur oleh aliran
positivisme pemikiran dan tidak dapat secara optimal mengakomodasi rasa keadilan
kelompok karena kepastian hukum (right security) lebih diterapkan daripada
memperhatikan upaya yang lebih peduli terhadap dampak tindakannya.

Penyelesaian diluar sistem baik dilakukan oleh para pihak (pelaku dan korban
mandiri) ataupun dengan melibatkan penegak hukum. Ketidakpuasan terhadap sistem
peradilan pidana dengan demikian terkait tidak saja dengan mekanisme penanganan
perkara dan adminstrasi, tetapi juga hasil akhir dari proses yang berjalan. Oleh
karena itu dibutuhkan suatu acara dan prosedur di dalam sistem yang dapat
mengakomodasi penyelesaian perkara yang salah satunya adalah dengan
menggunakan pendekatan keadilan restoratif, melalui suatu pembaharuan hukum
yang tidak sekedar mengubah undang-undang semata tetapi juga memodifikasi
sistem peradilan pidana yang ada, sehingga semua tujuan yang di kehendaki oleh
hukum tercapai. Salah satu bentuk mekanisme restoratif justice tersebut adalah
dialog yang dikalangan masyarakat Indonesia lebih dikenal dengan sebutan
"musyawarah untuk mufakat”. Sehingga melalui konsep restoratif justice menjadi
suatu pertimbangan yang sangat penting dalam menyelesaikan perkara pidana.

Proses penyelesaian perkara melalui keadilan restoratif tidak lagi menggunakan


cara-cara konvensional yang selama ini digunakan dalam sistem peradilan pidana,
yang hanya berfokus pada mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, serta
mencari hukuman apa yang pantas diberikan kepada pihak yang bersalah tersebut.
Sementara dalam penyelesaian perkara melalui restorative justice bukan lagi kedua
hal tersebut, yang diinginkan oleh restorative justice adalah sebuah pemulihan
terhadap pelaku agar ia tidak lagi melakukan kejahatan, pemulihan turut pula
ditujukan kepada korban sebagai pihak yang dirugikan serta hubungan antar korban,
pelaku serta masyarakat agar jalannya kehidupan dapat kembali seperti semula.

6
Sehingga peran Polsek nantinya dalam melaksanakan penegakan hukum
dengan restorative justice antara lain :

1. Mengupayakan perdamaian diluar pengadilan oleh pelaku tindak pidana terhadap


korban tindak pidana;
2. Memberikan kesempatan kepada pelaku tindak pidana untuk bertanggung jawab
menebus kesalahan dengan cara mengganti kerugian akibat tindak pidana yang
dilakukan ;
3. Menyelesaiakan permasalahan hukum pidana yang terjadi diantara pelaku tindak
pidana dan korban tindak pidana tersebut apabila tercapai persetujuan dan
kesepakatan diantara para pihak. Sehingga tujuan penegakan hukum untuk
memulihkan kembali keadaan seperti sebelum terjadi tindak pidana tercapai.

7
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Peran Polsek dalam pelaksanaan penegakan hukum dengan restorative justice
merupakan program yang akan dijalankan oleh Kapolri baru Jenderal Polisi Drs.
Listyo Sigit Prabowo, M.Si. Dengan demikian Polsek akan lebih memperkuat fungsi
pembinaan di tengah masyarakat dan apabila terjadi konflik atau aduan pidana ringan
dalam masyarakat, dikedepankan penyelesaian di luar hukum atau lewat restoratif
justice. Dengan mengedepankan restorative justice diharapkan bahwa angka
kriminalitas dapat ditekan, dan fungsi pembinan kepada masyarakat dapat berjalan
dengan lebih optimal.

B. Saran
Penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, karena keterbatasan informasi
dan literatur yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, kepada penulis makalah
selanjutnya yang menggunakan tema yang sama, dapat lebih mendalami lagi
informasi dan literatur yang digunakan agar tercapai kualitas makalah yang lebih
baik.

8
DAFTAR PUSTAKA

Asshiddiqie, Jimly dan M. Ali Safa’at. (2006). Teori Hans Kelsen Tentang Hukum.
Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan MK RI.

Imron, Ali. (2016). Peran Dan Kedudukan Empat Pilar Dalam Penegakan Hukum
Hakim Jaksa Polisi Serta Advocat Dihubungkan Dengan Penegakan Hukum Pada
Kasus Korupsi. Jurnal Surya Kencana Dua: Dinamika Masalah Hukum dan
Keadilan, 6(1), 83-107.

Rahardjo, Satjipto. (2006). Ilmu Hukum, cet. VI. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Seorjono Soekanto, Hukum Acara Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,


Semarang, 2006.

Suka, Ibnu, Gunarto dan Umar Ma’ruf. (2018). Peran Dan Tanggung Jawab Polri
Sebagai Penegak Hukum Dalam Melaksanaan Restorative Justice Untuk Keadilan
Dan Kemanfaatan Masyarakat. Jurnal Hukum Khaira Ummah, 13(1), 111-118.

Tasaripa, Kasman. (2013). Tugas Dan Fungsi Kepolisian Dalam Perannya Sebagai
Penegak Hukum Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang
Kepolisian. Jurnal Ilmu Hukum Legal Opinion, 2(1), 1-9.

Thohari, Ahsin. (2004). Komisi Yudisial & Reformasi Peradilan. Jakarta: ELSAM.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

https://indonews.id/artikel/315356/Empat-Program-Besar-Menuju-Transformasi-Polri-
yang-Presisi-dari-Calon-Kapolri-Baru/ diakses pada 27 Januari 2021 pukul 22.29
WIB

Anda mungkin juga menyukai