Anda di halaman 1dari 34

MAKALAH

FUNGSI KODE ETIK PROFESI POLISI DALAM PENEGAKAN HUKUM


BERKEADILAN

(Disusun untuk memenuhi Tugas Mid Etika dan Tanggung Jawab Profesi)

Dosen Pengampu: Prof. Dr. H. Muh. Jufri Dewa, S.H., MS.

OLEH :

DERISKI DEDY

H1A120025

ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS HALU OLEO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya,
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "Fungsi Kode Etik
Profesi Polisi Dalam Penegakan Hukum Berkeadilan" dengan tepat waktu.
 
Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Etika Dan Tanggung Jawab
Profesi. Selain itu, makalah ini bertujuan menambah wawasan tentang fungsi kode
etik profesi bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
 
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof. Dr. H. Muh. Jufri Dewa,
S.H., MS. selaku Dosen Mata Kuliah Etika dan Tanggung Jawab Profesi. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
diselesaikannya makalah ini.
 
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran
dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 20 April 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah

BAB II : HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kategori Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Polda


Jambi
B. Bentuk Penyelesaian Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi
Kepolisian di Polda Jambi
C. Pengertian Kode Etik Profesi Kepolisian
D. Fungsi Kode Etik Profesi Kepolisian
E. Bentuk-bentuk Kode Etik Kepolisian

BAB III : PENUTUP

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Polisi merupakan aparat penegak hukum yang berkewajiban dalam


mewujudkan keamanan dan kenyamanan dalam kehidupan bermasyarakat,
kepolisian merupakan lembaga pengayoman masyarakat dalam segala kondisi
sosial, diatur dalam Undang-undang No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian. Peran
kepolisian dapat dikatakan sebagai aspek kedudukan yang berhubungan dengan
kedudukannya sebagai pelindung masyarakat. Pada kenyataannya sebagian
anggota bertindak sebaliknya dan tidak sesuai dengan etika profesi kepolisian atau
dalam kata lain polisi melakukan pelanggaran terhadap kode etik kepolisian. Hal
ini tentunya berakibat hukum dan dapat mengakibatkan terjadinya tindak pidana.

Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan membentuk peraturan


keamanan masyarakat maupun negeri. Kondisi dinamis masyarakat sebagai salah
satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka
tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban
dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman yang mengandung
kemampuan membina serta pengembangan potensi dan kekuatan masyarakat
dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran
hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.
Serta terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.

Perlindungan hukum merupakan hak setiap warga negara terutama negara


yang menetapkan sebagai negara hukum, sehingga lahir konsep adanya supremasi
hukum. Hakikat perlindungan hukum adalah kewajiban dari negara atau
pemerintah terhadap warga negaranya untuk memperoleh atau untuk mendapatkan
hak-haknya berdasarkan hukum serta menjamin adanya kepastian untuk
terwujudnya keadilan.

Kode Etik Profesi Polri, sebagaimana diatur dalam peraturan Kapolri


No.14 Tahun 2011, pada dasarnya bertujuan untuk mengatur tata kehidupan
seseorang yang berprofesi sebagai anggota Polri. Adanya kode etik ini
menunjukkan bahwa Polri telah berusaha keras memperbaiki diri, mengambil
langkah-langkah reformasi menuju Polri yang bermoral, profesional modern dan
mandiri. Secara umum ruang lingkup kode etik ini mencakup tentang :

1) Etik kepribadian.

2) Etik kenegaraan.

3) Etik kelembagaan.

4) Etik dalam hubungan dengan masyarakat.

Melaksanakan kode etik dengan baik, tentu tidak terlepas dari adanya
loyalitas kepada organisasi, disiplin yang ketat oleh pimpinan dimaksudkan untuk
meningkatkan loyalitas bawahan.

Polisi adalah aparat penegakan hukum tetapi dalam kenyataan yang terjadi
Sebagai anggota itu bertindak sebaliknya dan tidak sesuai dengan etika profesi
kepolisian, atau dalam arti kata ada sebagai polisi melakukan pelanggaran
terhadap kode etik profesi kepolisian, pelanggaran ataupun perbuatan pidana
anggota kepolisian yang tidak sesuai dengan kode etik profesi kepolisian ini
ternyata berakibat, hukum.

Sejauh ini Polri telah menjalani berbagai reformasi, baik itu yang
dijalankan karena suatu mandati politik dari inisiatif eksternal, baik merupakan
produk tekanan politik publik maupun konsekuensi reformasi legislasi yang di
produksi parlemen, maupun inisiatif internal. Hal ini biasa terlihat dari reformasi
aturan-aturan internal Polri (misalnya perkap-perkap). Namun Polri juga masih
mempunyai problem akut tentang makelar kasus (korupsi), rekening perwira
tinggi yang mencurigakan, brutalitas aparat kepolisian, kegagalan menghadapi
kelompok masa dengan simbol-simbol komunisme, hingga minimnya
akuntabilitas dalam merespons dugaan praktek-praktek penyalahgunaan
kekuasaan aparaturnya. Yang terakhir ini diafirmasi oleh kenyataan minimnya
respons dari pejabat Polri terkait pengaduan yang di transmisikan oleh komisi
kepolisian nasional (KOMPOLNAS), komnas HAM dan dari korban (pengadu)
terkait dugaan praktek penyalahgunaan kekuasaan.

Di jambi, kasus-kasus kekerasan yang merupakan salah satu bentuk


pelanggaran kode etik Polri sendiri masih terjadi, ini membuktikan masih
perlunya kontrol dari masyarakat untuk menilai kinerja Polri. Anggota Polri yang
merupakan anggota pelayanan masyarakat yang tentu di bekali dengan
persenjataan terkadang menyalahgunakan untuk tugas yang bukan semestinya,
dan hal ini dapat saja masalah membuat permasalahan baru yang akan
memperburuk citra Polri.

Kepolisian Daerah (Polda) Jambi mencatat seorang oknum perwira


berpangkat Komisaris Polisi bernama Sulistyanto karena indisipliner. Upacara
pemberhentian secara tidak hormat terhadap Sulistyanto digelar di lapangan hitam
Mapolda Jambi, dipimpin oleh Waka Polda Jambi Kombes Pol Nugroho Aji
Wijayanto. Namun, yang bersangkutan tidak dihadirkan.

Kasubidpenmas Bidang Humas Polda Jambi Kompol Wormanto


menjelaskan, pemecatan sulistyanto itu berdasarkan Surat Putusan Kapolri No.
KEP/444/V/2016/ dan hasil putusan sidang kode etik kedisiplinan. Sulistyanto
dipecat dari dinas kepolisian karena tidak masuk tugas selama berhari-hari dan
divonis lima bulan penjara oleh pengadilan karena terlibat kasus penyalahgunaan
narkotika pada 2013. Sidang kode etik pun memutuskan pemberhentian dengan
tidak hormat. Sulistyanto sempat mengajukan banding ke mabes polri, namun
mabes tetap meneruskan keputusan sidang kode etik tersebut.
Atas pemectan tersebut, Kompol Wirmanto mengimbau kepada
masyarakat untuk melaporkan kepolisian apabila melihat Sulisyanto masih
mengaku sebagai anggota Polri. Sepanjang semester pertama 2016, Polda Jambi
merilis 20 anggota Polisi yang terancam di berhentikan dengan tidak hormat
terkait berbagai kasus. Sebanyak enam orang kini sedang menjalani hukuman
akibat desersi atau tidak bertugas tanpa keterangan.

Hukum merupakan alat pengatur tata tertib dan sebagai hubungan


masyarakat, hukum sebagai norma kehidupan (levensvoorshriften). Manusia
adalah masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk,
dan hukum memberi petunjuk apa yang harus diperbuat dan apa yang tidak boleh,
sehingga segala sesuatu dapat berjalan tertib dan teratur. Kesemuanya ini
dimungkinkan karena hukum itu mempunyai sifat dan watak yang mengatur
tingkah laku manusia serta mempunyai ciri memerintah dan melarang. Begitu pula
dengan hukum dapat memaksa agar hukum dapat berjalan atau ditaati oleh semua
anggota masyarakat. Hukum mempunyai ciri memerintah atau melarang,
mempunyai daya paksa, dan daya mengikat fisik maupun psikologis.

Kejahatan adalah suatu perbuatan secara turun temurun dilakukan oleh


manusia dari dahulu sampai dewasa ini. Tingkah laku jahat itu bisa dilakukan oleh
siapapun juga, baik wanita maupun pria, dapat pula pada usia anak, dewasa,
ataupun lanjut usia. Kejahatan ini mempunyai ancaman dapat dikenai berupa
hukuman denda, hukuman penjara, hukuman mati, dan kadang kala hukumannya
masih ditambah dengan hukuman penyitaan barang-barang tertentu, serta
pengumuman hakim.

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik mengangkat tema penelitian


tentang pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh anggota kepolisian, dengan
judul: Fungsi Kode Etik Profesi Polisi Dalam Penegakan Hukum Berkeadilan
(Studi Kasus Di Polda Jambi).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan sebelumnya, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apa saja kategori tindakan pelanggaran kode etik profesi yang di lakukan oleh
anggota kepolisian?

2. Bagaimana bentuk penyelesaian tindakan pelanggaran kode etik profesi yang


dilakukan oleh anggota kepolisian di polda jambi?

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Kategori Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Polda


Jambi

Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Diatur Dalam Peraturan Kepala


Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republic Indonesia. Dalam Peraturan Kepala
Kepolisian ini pelanggaran kode etik profesi kepolisian dibagi menjadi empat
bagian penting, yaitu pelanggaran etika kenegaraan, pelanggaran etika
kelembagaan, pelanggaran etika kemasyarakatan dan pelanggaran etika
kepribadian.

Wabprof Bid Propam Polda Jambi, Bapak IPDA Adri Sukam S.Pd.,
Menjelaskan bahwa:

“Kategori pelanggaran kode etik profesi kepolisian adalah berdasarkan


peraturan yang dinyatakan dalam peraturan kapolri nomor 14 tahun 2011. Jenis-
jenis kode etik itu sendiri terdiri dari empat macam, yaitu kode etik kenegaraan,
kode etik kelembagaan, kode etik kemasyarakatan, dan kode etik kepribadian.
Kode etik itu menjadi sebuah norma yang harus dipatuhi oleh anggota Polri. Jika
melanggar, maka anggota Polri yang bersangkutan akan mendapatkan hukuman
yang setimpal.”

Dari hasil wawancara dengan Bapak IPDA Adri Sukam S.Pd., dapat
diketahui jika norma-norma yang terdapat dalam Kode Etik Profesi Kepolisian
merupakan norma-norma yang harus diketahui oleh semua anggota Polri.
Pelanggaran terhadap Kode Etik akan dapat berakibat hukum sesuai dengan hasil
Putusan Pelaksana Sidang Kode Etik Profesi Kepolisian yang di selenggarakan
oleh jajaran Propam Polda Jambi.

Pengategorian jenis pelanggaran kode etik itu sendiri, sesuai dengan


Peraturan Kapolri dibagi menjadi empat bagian sebagaimana yang telah
disebutkan. Dalam berkas dokumen data pelaksana sidang Kode Etik Profesi
Kepolisian Di polda jambi tahun 2011, dasar hukum tentang kode etik profesi
kepolisian yang di gunakan masih Peraturan tentang Kode Etik yang lama, yaitu
Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006, hal ini dikarenakan Peraturan Kapolri No.
14 Tahun 2011 belum ada, dan baru ditetapkan pada 1 Oktober 2011 Hal ini
sesuai dengan asil wawancara dengan Kabid Propam, Bapak AKBP Julian
Muntaha, yang mengatakan bahwa:

“Sedikit janggal memang jika tidak meneliti dengan baik tentang dasar pasal yang
dilanggar dengan nomor peraturan yang ada, misalnya pada tahun 2011 sudah ada
peraturan baru, tetapi peraturan yang digunakan adalah peraturan pada tahun
2006, hal ini sebenarnya dikarenakan peraturan kapolri tentang kode etik
kepolisian nomor 14 tahun 2011. Baru di tetapkan tanggal 1 Oktober 2011. Hal ini
membuat efektif penggunaannya juga memakan waktu, belum lagi dalam berkas
pelanggaran yang sudah masuk, tertera pelanggaran yang di lakukan masih
berdasarkan pada peraturan kapolri nomor 7 tahun 2006. Sebenarnya ini tidak jadi
masalah yang berarti karena isinya tidak banyak mengalami perubahan.”

Setiap peraturan dan perundang-undangan akan selalu mengalami revisi


untuk menyesuaikan dengan keadaan agar isi dan sanksi yang ada di dalamnya
tetap relevan seiring dengan berjalanya waktu. Pelanggaran yang dilakukan
terhadap peraturan atau perundang-undangan yang sudah di revisi juga tidak
berarti akan meringankan beban atau menghapuskan pelanggaran yang di lakukan.

Berdasarkan dokumentasi data pelaksanaan Sidang Kode Etik Profesi


Kepolisian Polri Polda Jambi dan jajaran Tahun 2018, Pelanggaran Kode Etik
Profesi adalah:

1. Pungutan Liar, pelanggaran pasal 5 huruf (a) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun
2006

2. Perjudian, pelanggaran pasal 5 huruf (a) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun


2006

3. Penyalahgunaan Wewenang, pelanggaran pasal 5 huruf (b), pasal 10 ayat (1)


huruf (c) dan (e) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2006

4. Penganiayaan, pelanggaran pasal 5 huruf (a), pasal 3 huruf (b) Peraturan


Kapolri Nomor 7 Tahun 2006

5. Narkoba, pelanggaran pasal 5 huruf (a), pasal 10 ayat (1) huruf (c) Peraturan
Kapolri Nomor 7 Tahun 2006

6. Perbuatan Asusila, pelanggaran pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun


2006.

B. Bentuk Penyelesaian Tindakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian


di Polda Jambi

Mekanisme yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah pelanggaran


Kode Etik Profesi Kepolisian yang terjadi di Polda Jambi dilangsungkan oleh
Komisi Kode Etik Polri. Komisi Kode Etik Polri adalah suatu wadah yang
dibentuk dilingkungan Polri yang bertugas memeriksa dan memutuskan perkara
dalam persidangan pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian sesuai dengan
jenjang kepangkatan.

Hal ini seseuai dengan hasil wawancara denganWabprof Bid Propam


Polda Jambi, Bapak IPDA Adri SukamS.Pd, yang merupakan bagian penting
dalam penegakan Kode Etik Profesi Kepolisian dijajaran Polda Jambi, Bapak Ipda
Adri SukamS.Pd menjelaskan bahwa:

“Anggota Polri yang melakukan yang melakukan tindakan pelanggaran Kode Etik
Profesi Polri akan diperiksa, diaudit, diinvestigasi, setelah itu akan dilakukan
pemberkasan perkara, untuk mendokumentasikan perkara secara tertulis, setelah
pemberkasan perkara selesai, maka akan ditentukan waktu untuk melaksanakan
sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri, dalam sidang ini lah akan diputuskan
sanksi yang diterima oleh pelanggar. Jika terdapat keberatan, atau merasa bahwa
pelanggaran tersebut adalah untuk kebenaran, maka anggota Polri yang melanggar
tersebut dapat melakukan banding, seperti sidang-sidang hukum pada umumnya.”

Dapat diketahui bahwa secara berurutan mekanisme penyelesaian


pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian yang dilakukan di Polda Jambi adalah
dengan pemeriksaan anggota Polri yang diduga atau dilaporkan melakukan
tindakan Kode Etik Profesi Kepolisian, selanjutnya akan dilakukan audit
investigasi untuk menganalisis duduk perkara, pemberkasan atau
pendokumentasian dan pelaksanaan sidang Komisi Kode Etik Polri untuk
memutuskan perkara, jika keberatan pelanggar juga dapat melakukan banding.

Dalam Peraturan Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 14


tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian juga menerangkan hal yang
sama tentang penyelesaian perkara pelanggaran kode etik, pada Pasal 1 ayat (6)
sampai dengan ayat (17):
Komisi Kode Etik Polri atau lebih dikenal dengan singkatan KKEP adalah
sebuah wadah atau lembaga yang dibentuk dalam lingkungan Polri yang
mempunyai tugas memeriksa dan memutuskan perkara persidangan pelanggaran
KEPP (Kode Etik Profesi Kepolisian). Ketentuan persidangan yang
diselenggarakan oleh KKEP ini disesuaikan dengan jenjang dan pangkat yang
diemban oleh setiap anggota Polri yang menjadi terduga dalam kasus pelanggaran
kode etik profesi kepolisian.

Sidang Komisi Kode Etik Polri adalah sidang yang digelar dengan tujuan
memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran kode etik profesi kepolisian
yang dilakukan oleh anggota Polri. sidang ini dipimpin oleh anggota komisi kode
etik yang sudah mengetahui dengan baik, dan mengerti setiap kode etik profesi
yang harus dijaga dan diterapkan oleh setiap anggota Polri.

Pelanggaran yang dimaksud disini adalah suatu perbuatan yang dilakukan


anggota Polri yang tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam Kode Etik
Profesi Kepolisian. Semua perbuatan yang merupakan pelanggaran atau tidak
sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Kode Etik Profesi Kepolisian akan
seorang anggota Polri mendapatkan teguran atau harus menjalani pemeriksaan
jika diperlukan dan telah mencapai tingkat lanjut.

Setelah terbukti melakukan kesalahan, maka status anggota Polri yang


melakukan kesalahan tersebut berubah menjadi terduga pelanggar. Pelanggar
disini adalah setiap anggota Polri yang karena kesalahannya telah dinyatakan
terbukti melakukan pelanggaran melalui sidang Komisi Kode Etik Polri yang
didalamnya menunjukkan kepada terduga apa dan mengapa ia menjadi melanggar
Kode Etik Profesi Polri.

Kode Etik Profesi Kepolisian yang harus ditegakkan, dan penegakan Kode
Etik Profesi Polri ini dilakukan oleh pejabat berwenang menurut peraturan Kode
Etik Profesi Polri. Sistem penanganan kasus pelanggaran Kode Etik Profesi Polri
ini diawali dengan pemeriksaan pendahuluan, pemeriksaan pada saat menjalani
sidang KKEP, pemeriksaan Sidang Komisi Banding Kode Etik Profesi Polri
terhadap anggota Polri yang dinyatakan sebagai pelanggar atau tidak terbukti
sebagai pelanggar.

Proses pemeriksaan diawali dengan pemeriksaan pendahuluan yang


merupakan serangkaian tindakan pemeriksaan untuk melakukan audit, investigasi,
pemeriksaan dan pemberkasan perkara guna mencari serta mengumpulkan fakta
yang sebenarnya atau bukti yang ada, dan dengan fakta yang sebenarnya dan bukti
yang ada tersebut akan membuat perkara menjadi jelas tentang pelanggaran Kode
Etik Profesi Polri dan menemukan pelanggar secara pasti.

Audit investigasi adalah sebuah kegiatan yang merupakan kegiatan


penyelidikan yang dilakukan dengan pencatatan, penekanan fakta, dan peninjauan
dengan tujuan untuk memperoleh kebenaran tentang peristiwa yang diduga
pelanggaran Kode Etik Profesi Polri guna mencari dan menemukan terduga
pelanggar. Mencari dan menemukan terduga pelanggar di sini dimaksudkan
karena sesuai jenjang dan jabatan, terkadang pelanggaran kode etik merupakan
sebuah perintah dari atasan dengan disertai pemaksaan, sehingga jika dirunut
secara jelas, maka pihak yang memerintahkan juga akan mendapatkan sanksi
hukum, sesuai dengan Kode Etik Profesi Polri.

Pelanggar atau terduga pelanggar apabila merasa bahwa tindakan yang


dituduhkan kepadanya merupakan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri yang
menurutnya bukanlah merupakan tindakan pelanggaran, atau pelanggaran yang
dilakukannya merupakan perintah dari jabatan di atasnya, maka dapat melakukan
banding. Banding pada dasarnya merupakan upaya yang dilakukan oleh pelanggar
atau istri atau suami, anak atau orang tua pelanggar, atau pendamping pelanggar
yang keberatan atas keputusan sidang KKEP dengan mengajukan permohonan
kepada Komisi Kode Etik Polri melalui atasan Ankum.

Komisi Banding Kode Etik Polri inilah yang bertugas melaksanakan


pemeriksaan pada tingkat banding. Setelah pemeriksaan selesai, Komisi Banding
Kode Etik Polri inilah yang akan melaksanakan sidang banding, untuk memeriksa,
memutus, menguatkan, mengubah, atau membatalkan putusan KKEP yang
dianggap tidak sesuai dengan fakta dan kenyataan yang ada dan ditemukan.

Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) adalah pengakhiran masa


dinas kepolisian oleh pejabat yang berwenang terhadap seorang anggota Polri
karena telah terbukti melakukan pelanggaran KEPP, disiplin, atau melakukan
tindakan pidana yang berlawanan dengan ketentuan Polri.

Hasil wawancara dengan Bapak IPDA Adri Sukam S.Pd. menjelaskan


bahwa:

“Proses Penyelesaian tindakan pelanggaran kode etik profesi kepolisian di


Polda Jambi diawali dengan diterimanya laporan dari masyarakat atau anggota
Kepolisian yang lainnya. Laporan ini akan diajukan kepada KabidPropam,
selanjutnya akan dilaksanakn penyelidikan atau pemeriksaan, dan apabila
pelanggaran yang dilakukan merupakan pelanggaran pidana, akan dilimpahkan ke
bagian Reskrim, untuk kembali melakukan pemeriksaan dan pengumpulan bukti-
bukti. Jika kemudian terduga terbukti bersalah, maka berkas akan dilimpahkan ke
Kejaksaan. Setelah keptusan diputuskan, maka selanjutnya akan dikembalikan
lagi ke lembaga-lembaga Kepolisian untuk dilaksanakannya peradilan KEPP, atau
sidang komisi kode etik, sanksi yang biasanya diberikan misalnya penundaan
kenaikan pangkat, pemberhentian secara hormat, dan pemberhentian tidak dengan
hormat.”

C. Pengertian Kode Etik Profesi Kepolisian

Kode dalam kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan bahwa


merupakan sebuah tulisan (kata-kata, tanda) yang dengan persetujuan
mempunyai maksud yang tertentu, etik, aturan tata susila, sikap, akhlak.
Profesi dijelaskan sebagai sebuah bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.
Etika profesi adalah merupakan bidang etika khusus atau terapan
yang merupakan produk dari etika sosial. Kata hati atau niat biasa juga
disebut karsa atau kehendak, kemauan dan isi dari karya inilah yang akan
direalisasikan oleh perbuatan.

Kode etik profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah di


sepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode etik umumnya
termasuk dalam norma sosial, namun bila ada kode etik yang memiliki
sangsi yang agak berat, maka masuk dalam kategori norma hukum. Kode
etik dapat jug artikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda, pedoman etis
dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode etik merupakan
pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan kode etik
agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada pemakai atau
nasabahnya. Adanya kode etik akan melindungi perbuatan yang tidak
profesional.

Etika dalam kamus umum bahasa Indonesia di artikan sebagai


sebagai ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral).36 dari
penjelasan dalam kamus bahasa Indonesia ini dapat di ketahui bahwasanya
etika sangat berkaitan dengan perilaku atau moral yang dalam islam
dikenal dengan akhlak. Berpijak dari teori ini, pelanggaran kode etik dapat
dikatakan sebagai sebuah bentuk pelanggaran nilai-nilai moral yang
dilakukan oleh seseorang dalam sebuah organisasi profesi.

Kode etik merupakan suatu bentuk aturan tertulis yang secara


sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan
pada saat dibutuhkan dapat di fungsikan sebagai alat untuk menghakimi
segala macam tindakan secara umum dinilai menyimpang dari kode etik.
Seperti halnya etika dalam masyarakat, sanksi yang diperoleh terhadap
suatu pelanggaran adalah sanksi sosial. Sanksi sosial bisa juga berupa
teguran atau bahkan dikucilkan dari kehidupan bermasyarakat. Demikian
juga dengan pelanggaran etika berinternet, yang akan diterima jika
melanggar etika atau norma-norma yang berlaku adalah dikucilkan dari
kehidupan berkomunikasi berinternet.
Kode etik memberikan kerangka kerja penilaian etika profesional.
Kata kuncinya disini adalah kerangka kerja, tidak ada kode etik yang
bersifat komprehensif seluruhnya dan mencakup semua situasi etika yang
mungkin dihadapi. Kode Etik lebih berfungsi sebagai titik awal bagi
pengambilan keputusan yang etis. Sebuah kode juga dapat menunjukkan
komitmen terhadap arah etika yang diambil oleh sebuah anggota profesi.
Suatu kode menunjukkan prinsip-prinsip ini dengan cara yang konsisten.
Komprehensif, dan dapat di akses. Suatu kode mendefinisikan peran dan
tanggung jawab professional.
Kode etik tidak menciptakan prinsip moral atau etika yang baru.
Prinsip-prinsip ini tertata dengan baik dalam masyarakat, dan dasar prinsip
etika dan moral yang sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Kode etik
lebih menunjukkan cara penerapan prinsip-prinsip moral dan etika dalam
menerapkan prinsip-prinsip moral dalam situasi tertentu yang dihadapinya
dalam praktek profesional.
Kode etik membantu menciptakan lingkungan didalam sebuah
profesi di mana perilaku etika menjadi norma. Kode etik juga berfungsi
penuntun atau pengingat tentang cara bertindak dalam situasi tertentu.
Kode etik juga terdapat digunakan untuk mendukung posisi seseorang
dalam keadaan tertentu. Kode etik menyediakan sedikit dukungan bagi
orang yang sedang berada dalam tekanan atasan dalam berperilaku tidak
etis. Kode etik juga dapat mendukung posisi seseorang dengan
menunjukkan dengan adanya kepekaan kolektif tentang perilaku yang
benar, adanya kekuatan dalam jumlah. Kode etik dapat menunjukkan
kepada orang lain bahwa profesi itu sangat memperhatikan tanggung
jawab, arahan profesional. Meskipun demikian, kode etik tidak boleh di
gunakan sebagai pajangan, suatu usaha yang dilakukan organisasi agar itu
tampak berkomitmen pada perilaku etika, padahal sebenarnya tidak.
Kode etik secara lebih jelas, dalam sebuah lingkup pekerjaan satu
profesi lebih menekankan pada bagaimana seorang harus tunduk pada
norma-norma profesional yang ada dalam profesi yang sedang ia jalani.
Kode etik ini juga menjadi sebuah bentuk pembatas, tentang bagaimana
setiap anggota professional agar tidak melanggarnya, karena melanggar
kode etik tentu akan mempunyai akibat yang harus diperhitungkan. Kode
etik sebuah bentuk upaya untuk menyelaraskan dan menjaga nilai-nilai
moral harus dijalankan dan di laksanakan dengan sepenuh hati dan tanpa
intimidasi karena adanya kesadaran bahwa nilai-nilai yang terdapat dalam
sebuah kode etik merupakan bentuk aturan yang bertujuan untuk kebaikan.

D. Fungsi Kode Etik Profesi Kepolisian

Polisi adalah aparat penegakan Hukum. Tetapi dalam kenyataan yang


terjadi ada sebagian anggota itu yang bertindak sebaliknya dan tidak sesuai
dengan etika profesi kepolisian. Atau dalam arti kata ada sebagai Polisi
melakukan pelanggaran. Terhadap Kode Etik Kepolisian. Pelanggaran ataupun
perbuatan pidana anggota kepolisian yang tidak sesuai dengan Kode Etik Profesi
kepolisian ini tentunya berakibat Hukum.

Anggota Polisi adalah Pegawai Negeri pada Polri dari pangkat terendah
sampai dengan pangkat tertinggi yang berdasarkan undang-undang memiliki
tugas, fungsi dan kewenangan kepolisian. Profesi Polri adalah profesi yang
berkaitan dengan tugas Polri baik di bidang operasional maupun di bidang
pembinaan. Etika Profesi Polri adalah Kristalisasi nilai-nilai Tribrata dan Catur
Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri
setiap Anggota Polri dalam wujud komitmen moral yang meliputi etika
kenegaraan, etika kelembagaan, kemasyarakatan, dan kepribadian. Kode Etik
Profesi Polri yang selanjutnya disingkat dengan KEPP adalah norma-norma atau
aturan-aturan yang merupakan kesatuan landasan etik atau Filosofis yang
berkaitan dengan perilaku maupun ucapan mengenai hal-hal yang diwajibkan,
dilarang, patut atau tidak patut dilakukan oleh Anggota Polri dalam melakukan
tugas, wewenang, dan tanggung jawab jabatan.

Dalam Undang-undang tentang Kepolisian diatur secara tegas


bahwasanya, Sikap dan perilaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia
terikat oleh Kode Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia. Kode Etik Profesi
Kepolisian Republik Indonesia dapat menjadi pedoman bagi pengembang fungsi
kepolisian lainnya, dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya. Ketentuan mengenai Kode
Etik Profesi Kepolisian Republik Indonesia diatur dengan Keputusan Kapolri.

Pada Pasal 34 ayat (1) ini mengamanatkan agar setiap anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya harus
dapat mencerminkan kepribadian Bhayangkara Negara seutuhnya, yaitu pejuang
pengawal dan pengaman Negara Republik Indonesia. Selain itu, untuk
mengabdikan diri sebagai alat negara penegak hukum, yang tugas dan
wewenangnya bersangkut paut dengan hak dan kewajiban warga negara secara
langsung, diperlukan kesadaran dan kecakapan teknis yang tinggi, oleh karena itu
setiap Anggota Kepolisian Republik Indonesia harus menghayati dan menjiwai
etika profesi kepolisian yang tercermin dalam sikap dan perilakunya. Etika profesi
kepolisian tersebut dirumuskan dalam kode Etik Kepolisian Negara Republik
Indonesia yang merupakan kristalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam Tribrata
dan Catur Prasetya yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila.

Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Republik Indonesia


berkaitan erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara
langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Republik Indonesia, maka
dalam hal seorang anggota Kepolisian Republik Indonesia yang melaksanakan
tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik
Kepolisian Republik Indonesia.
E. Bentuk-bentuk Kode Etik Kepolisian

Pada Bagian Kedua, Materi Muatan KEPP, Pasal 5, Pengaturan KEPP


sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 meliputi:

1. Etika Kenegaraan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam


hubungan:

a. Tegaknya Pancasila,

b. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan

c. Kebhinekatunggalikaan.

d. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),

2. Etika Kelembagaan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam


hubungan:

a. Tribrata sebagai pedoman hidup.

b. Catur Prasetya sebagai pedoman kerja.

c. Sumpah/janji Anggota Polri.

d. Sumpah/janji jabatan, dan

e. Sepuluh komitmen moral dan perubahan pola pikir (mindset.)

3. Etika kemasyarakatan memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam

hubungan:

a. Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat (kamtibmas).

b. Penegakan hukum,

c. Pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, dan


d. Kearifan lokal, antara lain gotong royong, kesetiakawanan dan toleransi.

4. Etika Kepribadian memuat pedoman berperilaku Anggota Polri dalam


hubungan:

a. Kehidupan beragama,

b. Kepatuhan dan ketaatan terhadap hukum, dan

c. Sopan santun dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat berbangsa dan


bernegara.

Berdasarkan BAB III, Kewajiban dan Larangan, dalam pembahasan mengenai


kewajiban dalam Kode Etik Profesi Polri, dijelaskan bahwasanya:

1. Etika Kenegaraan, dijelaskan bahwa setiap anggota Polri wajib:

a. Setia kepada NKRI yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Menjaga keamanan dalam negeri yang meliputi terpilihnya Menjaga keamanan


dalam negeri yang meliputi terpilihnya keamanan dan ketertiban masyarakat,
tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia;

c. Menjaga terpeliharanya keutuhan wilayah NKRI;

d. Menjaga terpilihnya persatuan dan kesatuan bangsa dalam


kebhinekatunggalikaan dengan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat;

e. Mengutamakan kepentingan bangsa dan NKRI dari pada kepentingan sendiri,


seseorang dan atau golongan;
f. Memelihara dan menjaga kehormatan bendera negara sang merah putih, bahasa
Indonesia, lambang negara Garuda Pancasila dan lagu Kebangsaan Indonesia
Raya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

g. Membangun kerja sama dengan sesama pejabat penyelenggaraan negara dan


pejabat negara pelaksana tugas;

h. Bersikap netral dalam kehidupan berpolitik.

2. Etika Kelembagaan,

a. Setiap anggota Polri wajib:

1) Setia kepada Polri sebagai bidang pengabdian kepada masyarakat,

bangsa, dan negara dengan memedomani dan menjunjung tinggi

Tribrata dan Catur Prasetya;

2) Menjaga dan meningkatkan citra, solidaritas, kredibilitas, reputasi, dan

kehormatan Polri;

3) Menjalankan tugas profesional, proporsional, dan prosedural;

4) Melaksanakan perintah dinas untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam


rangka pembinaan karier dan peningkatan kemampuan

profesionalisme Kepolisian;

5) Menjalankan perintah dinas untuk melaksanakan mutasi dalam rangka

pembinaan personel, profesi, karier, dan penegakkan KEPP;

6) Mematuhi hierarki dalam pelaksanaan tugas;

7) Menyelesaikan tugas dengan seksama dan penuh rasa tanggung jawab,


8) Memegang teguh rahasia yang menurut sifatnya atau menurut
perintahkedinasan harus dirahasiakan;

9) Menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan, ketaatan pada

hukum, kejujuran, keadilan, serta menghormati dan menjunjung tinggi

hak asasi manusia dalam melaksanakan tugas;

10) Melaksanakan perintah kedinasan dalam rangka penegakan disiplin

dan KEPP berdasarkan laporan/pengaduan masyarakat tentang adanya

dugaan pelanngaran disiplin dan/atau Pelanggaran KEPP sesuai dengan

kewenangan;

11) Melaksanakan perintah kedinasan yang berkaitan dengan pengawasan

internal di lingkungan Polri dalam rangka penguatan Sistem

Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP);

12) Menghargai perbedaan pendapat yang disampaikan dengan cara sopan

dan santun pada saat pelaksanaan rapat, sidang, atau pertemuan yang

bersifat kedinasan;

13) Mematuhi dan menaati hasil keputusan yang telah disepakati dalam

rapat, sidang, atau pertemuan yang bersifat kedinasan;

14) Mmengutamakan kesetaraan dan keadlian gender dalam melaksanakan

tugas; dan

15) Mendahulukan pengajuan laporan keberatan atau komplain kepada


Ankum atau Atasan berkenaan dengan keputusan yang dinilai bertentangan
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum

mengajukan gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).

b. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan wajib:

1) Menunjukkan kepemimpinan yang melayani (servant leadership), keteladanan,


menjadi konsultan yang dapat menyelesaikan masalah (solutif), serta menjamin
kualitas kinerja Bawahan dan kesatuan (quality assurance);

2) Menindaklanjuti dan menyelesaikan hambatan tugas yang dilaporkan oleh


Bawahan sesuai tingkat kewenangannya; dan

3) Segera menyelesaikan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh bawahan.

c. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib:

1) Melaporkan kepada Atasan apabila mendapat hambatan dalam

pelaksanaan tugas;

2) Melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi,

dan kewenangan;

3) Menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum,

norma anggota, dan norma kesusilaan; dan

4) Melaporkan kepada atasan pemberi perintah atas penolakan perintah

yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari atasan

pemberi perintah.

d. Sesama Anggota Polri wajib:


1) Saling menghargai dan menghormati dalam melaksanakan tugas;

2) Bekerja sama dengan rangka meningkatkan kinerjanya;

3) Melaporkan setiap pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak pidana

yang dilakukan oleh Anggota Polri, yang dilihat atau diketahui secara

langsung kepada pejabat yang berwenang;

4) Menunjukkan rasa kesetiakawanan dengan menjunjung tinggi prinsip-

prinsip saling menghormati; dan

5) Saling melindungi dan memberikan pertolongan kepada yang terluka

dan/atau meninggal dunia dalam melaksanakan tugas.

e. Pejabat Polri yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c,

wajib memberikan perlindungan.

3. Etika Kemasyarakatan, setiap Anggota Polri wajib:

a. Mengormati harkat dan martabat manusia berdasarkan prinsip dasar hak

asasi manusia;

b. Menjunjung tinggi prinsip kesetaraan bagi setiap warga negara di hadapan

hukum;

c. Memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan cepat, tepat, mudah,

nyaman, transparan, dan akuntabel berdasarkan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

d. Melaukan tindakan pertama kepolisian sebagaimanan yang diwajibkan


dalam tugas kepolisia, baik sedang bertugas maupun di luar tugas;

e. Memrikan pelayanan informasi publik kepada masyarakat sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

f. Menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, ketidakadilan, dan menjaga

kehormatan dalam berhubungan dengan masyarakat.

4. Etika Kepribadian, setiap Anggota Polri wajib:

a. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. Bersikap jujur, terpercaya, bertanggung jawab, disiplin, bekerja sama, adil,

peduli responsif, tegas, dan humanis;

c. Menaati dan mengormati norma kesusilaan, norma agama, nilai-nilai

kearifan lokal, dan norma hukum;

d. Menjaga dan memelihara kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara secara santun; dan

e. Melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan

nilai tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal ibadahnya.

Selanjutnya yang berhubungan dengan larangan, mengenai Kode Etik Profesi

Kepolisian, dijelaskan bahwa:

1. Bagian larangan pada Etka Kenegaraan

a. Terlibat dalam gerakan-gerakan yang nyata-nyata bertujuan untuk mengganti

atau menentang Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia Tahun 1945;

b. Terlibat dalam gerakan menentang pemerintah yang sah;

c. Menjadi anggota atau pengurus partai politik;

d. Menggunakan hak memilih dan dipilih, dan/atau

e. Melibatkan diri pada kegiatan politik praktis.

2. Bagian larangan pada Etika Kelembagaan,

a. Setiap Anggota Polri dilarang;

1) Melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan korupsi,

kolusi, nepotisme, dan/atau gratifikasi;

2) Mengambil keputusan yang bertentangan dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan karena pengaruh keluarga, sesama anggota Polri,

atau pihak ketiga;

3) Menyampaikan dan menyebarkan informasi yang tidak dapat

dipertanggungjawabkan kebenarannya tentang institusi Polri dan/atau

pribadi Anggota Polri kepada pihak lain;

4) Menghindar dan atau menolak perintah kedinasan dalam rangka

pemeriksaan internal yang dilakukan oleh fungsi pengawasan terkait

dengan laporan/pengaduan masyarakat;

5) Menyalahgunakan kewenangan dalam melaksanakan tugas kedinasan;

6) Mengeluarkan tahanan tanpa perintah tertulis dari penyidik, atasan


penyidik atau penuntut umum, atau hakim yang berwenang; dan

7) Melakukan tugas tanpa perintah kedinasan dari pejabat yang berwenang

kecuali ditentukan lain dalam ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai atasan dilarang:

1) Memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma

agama, dan norma kesusilaan; dan

2) Menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggung jawab.

c. Setiap Anggota Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan dilarang:

1) Melawan atau menentang Atasan dengan kata-kata atau tindakan yang

tidak sopan; dan

2) Menyampaikan laporan yang tidak benar kepada Atasan.

d. Sesama Anggota Polri dilarang:

1) Saling menista dan/atau menghinana;

2) Meninggalkan Anngota Polri lain yang sedang bersama melaksanakan

tugas;

3) Melakukan tindakan yang diskriminatif;

4) Melakukan permufakatan pelanggaran KEPP atau disiplin atau tindak

pidana; dan

5) Berperilaku kasar dan tidak patut.

3. Bagian larangan pada Etika Kemasyarakatan:


a. Menolak atau mengabaikan permintaan pertolongan, bantuan, atau laporan

dan pengaduan dari masyarakat yang menjadi lingkup tugas, fungsi dan

kewenangannya;

b. Mencari-cari kesalahan masyarakat yang bertentangan dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

c. Menyebarluaskan berita bohong dan/atau menyampaikan ketidapatutan

berita yang dapat meresahkan masyarakat;

d. Mengeluarkan ucapan, isyarat, dan/atau tindakan dengan maksud untuk

mendapatkan imbalan atau keuntungan pribadi dalam memberikan

pelayanan masyarakat;

e. Bersikap, berucap, dan bertindak sewenang-wenang;

f. Mempersulit masyarakat yang membutuhkan perlindungan, pengayoman,

dan pelayanan;

g. Melakukan perbuatan yang dapat merendahkan kehormatan perempuan pada

saat melakukan tindakan kepolisian; dan/atau

h. Membebankan biaya tambahan dalam memberikan pelayanan diluar

ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Bagian larangan pada Etika Kepribadian:

a. Menganut dan menyebarkan agama dan kepercayaan yang dilarang oleh

pemerintah;
b. Mempengaruhi atau memaksa sesama Anggota Polri untuk mengikuti cara-

cara beribadah di luar keyakinan;

c. Menampilkan sikap dan perilaku menghujat, serta menista kesatuan, Atasan

dan/atau sesama Anggota Polri; dan/atau

d. Menjadi pengguna dan/atau anggota lembaga swadaya masyarakat dan

organisasi kemasyarakatan tanpa persetujuan dari pimpinan Polri.

Komisi Banding Kode Etik Polri inilah yang bertugas melaksanakan pemeriksaan
pada tingkat banding. Setelah pemeriksaan selesai, Komisi Banding Kode Etik
Polri inilah yang akan melaksanakan sidang banding, untuk memeriksa, memutus,
menguatkan, mengubah, atau membatalkan putusan KKEP yang dianggap tidak
sesuai dengan fakta dan kenyataan yang ada dan ditemukan.

Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) adalah pengakhiran masa dinas


kepolisian oleh pejabat yang berwenang terhadap seorang anggota Polri karena
telah terbukti melakukan pelanggaran KEPP, disiplin, atau melakukan tindakan
pidana yang berlawanan dengan ketentuan Polri.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kesimpulan Makalah ini adalah :

1. Kategori tindakan pelanggaran kode etik profesi kepolisian adalah pelanggaran


etika kenegaraan, pelanggaran etika kelembagaan, pelanggaran etika
kemasyarakatan dan pelanggaran etika kepribadian. Pelanggaran kode etik yang
paling banyak di lakukan oleh jajaran anggota polri polda jambi adalah
pelanggaran kode etik kelembagaan. Pelanggaran-pelanggaran kode etik yang di
lakukan adalah dalam bentuk melakukan pungutan liar, perjudian,
penyalahgunaan wewenang, penganiayaan, narkoba, perbuatan asusila, menerima
suap, dan melakukan penembakkan masa.

2. Bentuk penyelesaian tindakan pelanggaran kode etik profesi polri polda jambi
adalah melalui pemeriksaan anggota polri yang di duga atau di laporkan
melakukan tindakan pelanggaran kode etik profesi kepolisian, selanjutnya akan di
lakukan audit investigasi untuk menganalisa duduk perkara, pemberkasan dan
atau mendokumentasikan dan pelaksanaan siding komisi kode etik polri untuk
memutuskan perkara, jika keberatan pelanggaran juga melakukan banding.
Saran

Setelah melakukan riset dan mengetahui sedikit banyaknya tentang tugas


polri, maka penulis ingin memberikan saran mengenai kode etik profesi
kepolisian, yaitu:

1. Hendaknya dalam memutuskan sesuatu dalam melaksanakan tugas anggota


polri tetap berpegang teguh pada nilai-nilai tribrata dan catur prestya, serta kode
etik profesi kepolisian dengan sungguh-sungguh, dan berusaha mematuhinya
sebaik mungkin.

2. Setiap tindakan yang dilarang oleh peraturan tentang kode etik profesi
kepolisian adalah tentu merupakan tindakan tercela dan merugikan, dan juga
dilarang agama, jadi dasar agama dan peraturan kapolri adalah dua dasar yang
cukup kuat dalam menjadi pagar dalam menjalankan tugas baik dan hendaknya
menjadi bagian penting dalam mempertimbangkan dan melakukan sesuatu.
DAFTAR PUSTAKA

Agung Kurniawan, “Penegakan Hukum Terhadap Anggota Kepolisian


Yang Melakukan Pungutan Liar, Studi Kasus Diwilayah Hukum Polresta Bandar
Lampung, Fakultas Hukum Universitas Lampung 2017.

An-Nisa (4):58.

Anonim, Standar Operasional Prosedur (SOP) Tentang Kepemeriksaan


Dan Pemberkasan Pelanggaran.

Anonim, Penjelasan: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun


2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Anonim, Standar Operasional Prosedur (SOP) tentang Pemeriksaan dan


Pemberkasan Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri, Divisi Profesi Dan
Pengamanan Polri Pusat Pembinaan Profesi.

Anonim, pasal Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002


Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Charle B. Fledermann, “Etika Enjiniring”, Jakrta: Erlangga, 2006.

Kontras, Menyusun Kriteria Idial Kapolri Mendatang – Kontras Komisi


Untuk Orang Hilang Dan Korban Tindak Kekerasan.

MichealPanangianSilalahi, “Fungsi Kode Etik Kepolisian Dalam


Mencegah

Penyelenggaraan Profesi Demi Terselenggaranya Penegakan Hukum Pidana”,

Fakultas Hukum Universitas Atm Ajaya Yogyakarta 2011.


Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian Profesionalisme Dan Reformasi Polri,
Surabaya :LaksbangMediatama, 2017.

Rizal Isnanto, Etika Profesi, Semarang: Program Studi System Komputer


Fakultas Teknik Universitas Diponogoro, 2009.

Soebroto, Wewenang Kepolisian dalam Hukum Kepolisian di Indonesia,


Jakarta: Bunga Rampai PTIK,2004.

Sadjijono, Fungsi Kepolisian dalam Pelaksanaan Good Governance,


Yogyakarta: LaksabangMediatama.

Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung: Sinar Grafika, 1992.Siti


Soetami, Pengantar Tata Hukum di Indonesia, Bandung: PT Refika Aditama,
2005.

Supriyadi, Eksistensi Hukum disiplin Anggota Polri Pasca Separasi Polri


dan TNI, Jurnal Mimbar Hukum, Universitas Gajah Mada.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, R dan D, Bandung: Alfabeta, 2009.

Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, Dasar-Dasar dan


Aplikasi,Rajagrafindo Persada, 2007.

SuharsimiArikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.


Jakarta: Renaka Cipta, 2006.

ValleryAprialdy, “Penerapan Kode Etik Polri Terhadap Oknum Polisi


Yang Melakukan Penganiayaan Terhadap Pelanggaran Lalulintas”, Fakultas
Hukum Universitas Pasundan 2016.

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka, 2007.
Wikipedia, Kode Etik Profesi,
http://id.wikipedia.org/wiki/kode_etik_profesi.

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakrta: Balai


Pustaka, 2017.

W.J.S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai


Pustaka 2007.

Warta Warga Student Journalism, “Pelanggaran Dalam Kode


Etik”,http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/04/pelanggaran-dalam-kode-etik/.

Zarkasyim Syam, Ajaran Metode Penelitian, jambi: Fakultas Tarbiah IAIN


Sultan Thaha Saifuddin Jami, 2006.

Anda mungkin juga menyukai