Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH “ETIKA KEPOLISIAN”

Oleh:

..................................................
.............................

MAGISTER ILMU HUKUM


UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Permasalahan

BAB II PEMBAHASAN
A. Etika Kepolisian
B. Contoh Kasus
C. Pendapat Penulis

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejarah panjang telah membentuk kepolisian Indonesia yang menjadi
polri pada saat ini. Tanpa mengurangi besarnya keberhasilan yang telah
dicapai polisi, telah terbukti mampu menjadi salah satu pilar penegak
keamanan yang mengantar pembangunan Bangsa dan Negara. Polisi terus
berjuang keras, karena belum mampu menjawab tuntutan pelayanan
masyarakat yang meningkat cepat sebagai hasil pembangunan, sedangkan
kemampuan polisi nyaris tidak berkembang, celaan, cemoohan, tudingan
bahwa polisi tidak professional.
Memang Republik Indonesia ini sudah mendesak untuk memiliki polisi
yang professional, efektif, efisien, dan modern. Tetapi kita semua tahu,
kendalanya sangat banyak. Salah satu akar permasalah adalah adanya
kecenderungan melemahnya penghayatan dan pengamalan Etika
Kepolisian.1 Etika sendiri terbentuk dari endapan sejarah, budaya, kondisi
social dan lingkungan dengan segala aspek dan prospeknya. Internalisasi
dan penerapan Etika Kepolisian yang tidak mantap, merupakan factor
penyebab kurang dalamnya pendalaman etika, sehingga polisi ditingkat
pelaksanaan sangat labil, mudah goyah dan terombang-ambing dalam
gelombang dan gegap gempitanya perubahan dalam pembangunan.
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) belakangan ini terus diuji citranya
akibat diterpa berbagai kasus-kasus seperti penyuapan, korupsi, Ham dan
berbagai kasus pidana lainnya. Kasus terus bermunculan seperti tidak ada

1
Pudi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Laksbang
Mediatama, Surabaya, 2007, hlm. 2.

1
habisnya. Belum tuntas satu kasus, muncul kasus baru. Tapi saat ini opini
masyarakat yang berkembang bahwa menganggap terkesan seolah setiap
anggota Polri kebal hukum karena banyaknya kasus yang melibatkan polisi
“menguap” sebelum sampai di persidangan.
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2003 tentang
Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Peraturan
Kapolri Nomor 7 Tahun 2006 Tanggal 1 Juli 2006 tentang Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Akan tetapi banyaknya aturan yang
mengikat Polri tersebut tidak menjamin tumbuhnya jiwa profesional dalam diri
sebagian anggotanya.2
Sikap dengan ''gaya hidup mewah'' bagi sebagian besar pejabat Polri
yang jelas-jelas tidak sebanding dengan gaji dan tunjangan resmi yang
diterima setiap bulan, dapat dipertanyakan. Sebuah fenomena yang amat
kontroversi dengan kehidupan sederhana sebagian besar aparat kepolisian
yang berpangkat menengah dan rendahan, terlebih yang tidak menduduki
jabatan “basah”. Padahal cukup banyak anggota Polri yang baik, jujur, dan
berotak cemerlang tetapi tidak mendapat kesempatan menduduki jabatan
penting.
Berkaca dari berbagai kasus yang timbul, seharusnya Polri perlu
memulai langkah baru dengan menghindarkan diri dari kesan menerapkan
asas imunitas untuk melindungi sesama anggota korps dalam berbagai
penyelewengan.3 Selama ini Polri sering dituding melindungi anggotanya
yang tidak serius menangani kasus-kasus korupsi, ham, illegal logging,

2
Sadjijono, Polri dalam perkembangan Hukum di Indonesia, Penerbit Lagsbang Presindo,
Yogyakarta, 2008, hlm. 127.
3
Suwarni, Perilaku Polisi (Studi atas budaya organisasi dan pola komunikasi, Penerbit Nusa
Media, Bandung. 2009, hlm. 69.

2
narkoba, perjudian, dan lainnya. Keanehan proses hukum kasus-kasus
berskala besar yang menjadi perhatian publik di tubuh Polri, bukan lagi
sekadar menyangkut oknum, melainkan Polri sebagai institusi. Untuk itu,
Kepala Polri harus memulai ''tradisi baru'' untuk memihak dan menghargai
anggota Polri yang bekerja sungguh-sungguh, jujur, dan berotak cemerlang.
Masyarakat sebenarnya berharap agar pengungkapan berbagai kasus
yang menimpa anggota atau petinggi Polri, tidak hanya seperti selama ini.
Bila tidak lagi dikontrol publik atau pers, kasusnya akan “menguap”.
Pengungkapan untuk kasus-kasus besar terkesan melambat, bahkan hilang
begitu saja, manakala suatu kasus terbentur pada polisi berpangkat tinggi.
Berkaca pada pengalaman sebelumnya, masih minim keseriusan untuk betul-
betul mengungkap berbagai kasus dan penyelewengan di tubuh Polri.
Sinyalemen yang berkembang adanya semangat membela institusi (esprit de
corps) yang terkesan sebagai ''kultur'' belum bisa dihilangkan sama sekali.
Padahal, kultur tersebut merugikan reputasi Polri sebagai institusi penegak
hukum.

B. Permasalahan
Dalam penulisan makalah ini, permasalahan yang dibahas mengenai
pengaturan terhadap etika aparat kepolisian dalam melakukan pelanggaran
dan penyimpangan?

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Kepolisian
1. Pengertian
Etika adalah ilmu pengetahuan tentang perilaku manusia yang
terkait dengan norma dan nilai-nilai atau ukuran baik yang berlaku
pada masyarakat.4 Sedang pengertian kepolisian pada intinya adalah
aparat penegak hukum yang bertanggung jawab atas ketertiban umum
,keselamatan dan keamanan masyarakat. Jadi Etika Kepolisian adalah
norma tentang perilaku polisi untuk dijadikan pedoman dalam
mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegak hukum,
ketertiban umum dan keamanan masyarakat.
2. Aplikasi
Manfaat etika sebenarnya memperkuat hati nurani yang baik dan
benar dari diri pribadi, sehingga mereka sungguh-sungguh merasakan
bahwa hidupnya, pengabdiannya, pelaksanaan tugasnya dan tingkah
lakunya adalah berguna, bermanfaat bagi masyarakat, dan karenanya
dia dihargai, diterima, bahkan ditempatkan secara terhormat didalam
masyarakatnya. Etika kepolisian dapat mengangkat martabat
kepolisian didalam masyarakat jika dilaksanakan dengan baik.
Etika kepolisian saat ini memang belum mentradisi seperti etika
lainnya, walaupun usianya lebih tua. Hal itu disebabkan karena sejak
awal etika kepolisian itu terus berkembang dan berubah-ubah,
sehingga isi dan bentuk profesi kepolisian itu sendiri belum seragam,
antara Negara yang satu dengan yang lain. Sehingga dalam aplikasi,

4
Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Pustaka Setia Offset, 2011, hlm 17.

4
para pemikir dan pimpinan kepolisian sering melupakan beberapa ciri
atau karakter pelaku polisi atau sering disebut budaya polisi (Police
Cultura) yang dominant pengaruhnya terhadap kegagalan
tindakannya. Kecenderungan itu antara lain: 5
a. Orientasi tindakan sering mengutamakan pencapaian hasil optimal
(efektifitas), sehingga sering mengabaikan efisiensi.
b. Polisi diajar untuk selalu bersikap curiga, sehingga harus bertanya
dengan detail. Sedangkan sikap curiga ini mengandung makna
waspada dengan dasar pengertian etika.
c. Disatu pihak polisi dinilai tidak adil, tidak jujur, tidak professional, di
pihak lain banyak petunjuk bahwa polisi harus mendukung dan
menunjukkan solidaritas pada lingkungan.
d. Pragmatisme yang banyak mendatangkan keberhasilan, sering
membuai polisi dan lalu melalaikan akar pragmatisme itu sendiri.

3. Penyimpangan
Proses penyimpangan etika di Amerika Serikat, yang pada
hakekatnya terjadi dimana-mana, diawali dengan banyaknya
penyimpangan etika kepolisian atau prilaku polisi yang tidak etis,
berupa tindakan-tindakan kekerasan, penyimpangan berupa tindakan
yang menyalahi prosedur, tindakan yang tidak melahirkan keadilan
dan kebenaran dll. Hal itu mengakibatkan masyarakat sering memberi
simpati pada orang-orang yang menjadi korban tindakan polisi itu,
walaupun mereka berbuat jahat.

5
Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, Laksbang Pressindo Offset, 2010, hlm 53.

5
Sikap antipati terhadap polisi itu meluas pada orang-orang yang
diindikasi membantu polisi untuk mencelakakan sesama warga.
Disana dikenal istilah fink (tukang lapor), stool pigeon yang kalau di
Indonesia diistilahkan informan, orang yang diumpankan untuk
menangkap penjahat, yang terburuk adalah chiken (pengecut), julukan
ini diberikan kepada orang-orang yang menunjukkan penjahat bahkan
kadang orang-orang yang tidak bersalah dilaporkan sebagai penjahat.
Seballiknya, orang yang diaggap pahlawan kalau dia diam, tidak
melapor, membiarkan kejahatan terjadi atau tidak memberikan
kesaksian, walaupun dirinya bahkan nyawanya jadi taruhan.
Kenyatan-kenyataan itulah yang membuat renggang polisi dengan
masyarakat.

4. Pengembangan Etika Kepolisian


Pengembangan Etika Kepolisian dapat dilakukan, ditumbuhkan,
dibangun dan dipupuk agar dapat subur dan berkembang dengan baik
adalah dengan cara-cara sebagai berikut:
a. Membangun masyarakat
Mewujudkan masyarakat yang mampu berbuat etis tidaklah
mudah, karena harus memperhitungkan segenap unsur pendukung
eksistensinya yang berdimensi sangat luas. Dengan
mengasumsikan bahwa terdapat banyak dimensi prilaku
masyarakat yang baik dan mendukung etika kepolisian dengan
baik, maka dari banyak dimensi itu yang paling signifikan bagi
pelaksanaan tugas polisi adalah berupa dimensi hokum, kepatuhan
mereka kepada hokum dan sikap menolak gangguan keamanan
atau pelanggaran hukum.

6
Dari hukum yang baik itulah, etika atau prilaku masyarakat yang
terpuji dapat terbentuk, yang pada gilirannya akan
mengembangkan aplikasi etika kepolisian.
b. Membentuk polisi yang baik
Bibit-bibit atau calon polisi yang baik adalah dididik, dilatih,
diperlengkapi dengan baik dan kesejahteraan yang memadai.
Calon yang baik hanya dapat diperoleh dari masyarakat yang
terdidik baik, persyaratan masuk berstandar tinggi, pengujian yang
jujur dan fair (penuh keterbukaan), dan bakat yang memadai
berdasarkan psikotes.
c. Membentuk pimpinan polisi yang baik
Pada dasarnya, sama dan serupa dengan proses membentuk
individu polisi yang baik diatas. Namun, untuk pimpinan yang
berstatus perwira harus dituntut standar yang lebih tinggi. Semakin
tinggi pangkatnya maka semakin tinggi pula standar
persaratannya, khususnya unsur kepemimpinannya.

5. Kode Etik
Djoko Soetono, dalam pidatonya di Ploron dengan judul “Tri Brata,
Mythos, Logos, Etos, Kepolisian Negara RI dan kalau disarikan
mengandung pokok-pokok pemikiran yang sejalan dengan pokok
pikiran Don L.Kooken dalam bukunya “Ethis in PliceService” yang
berpendapat bahwa Etika Kepolisian itu tidak mungkin dirumuskan
secara universal semua dan berlaku sepanjang masa maka,
rumusannya akan berbeda satu dengan yang lain. Namun suatu Kode
Etik kepolisian yang baik adalah rumusan yang mengadung pokok
pikiran sebagai berikut:

7
a. Mengangkat kedudukan profesi kepolisian dalam pandangan
masyarakat dan untuk memperkuat kepercayaan masyarakat
kepada kepolisian.
b. Mendorong semangat polisi agar lebih bertanggung jawab.
c. Mengembangkan dan memelihara dukungan dan kerjasama dari
masyarakat pada tugas-tugas kepolisian.
d. Mengalang suasana kebersamaan internal kepolisian untuk
menciptakan pelayanan yang baik bagi mayarakat.
e. Menciptakn kerjasama dan kordinasi yang harmonis dengan
sesama aparat pemerintah agar mencapai keuntungan
bersama(sinegi).
f. Menempatkan pelaksanaan tugas polisi sebagai profesi terhormat
dan memandang sebagai sarana berharga dan terbaik untuk
mengabdi pada masyarakat.
Pokok pikiran ini dinilai sebagai cita-cita yang tinggi dan terhormat
bagi kepolisian, dasar da pola piker pemikiran yang diangap bersifat
universal. Sehingga Internasional Association of Chief of Police (IACP)
atau Asosiasi Kepala-Kepala Kepolisian Iternasional yang selalu
mengadaknan pertemuan rutin setiap tahun di Amerika Serikat,
menganggap masalah ini penting untuk dibahas dan disepakati untuk
dijadikan pedoman perumusan Kode Etik Kepolisian, IACP, FBI, dan
The Peace Officers Association of The State of California Inc
(Persatuan Petugas Keamanan California) mensepakati dijadikan
pokok-pokok pikir pedoman, namun namun rumusan akhirnya
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan instansi.

8
Etika kepolisian yang benar, baik dan kokoh, akan merupakn
sarana untuk:
a. Mewujudkan kepercayaan diri dan kebanggan sebagai seorang
polisi, yang kemudian dapat menjadi kebanggan bagi masyarakat.
b. Mencapai sukses penugasan
c. Membina kebersamaan, kemitraan sebagai dasar membentuk
partisipasi masyarakat
d. Mewujudkan polisi yang professional, efektif, efesien dan modern,
yang bersih dan berwibawa, dihargai dan dicintai masyarakat.

B. Contoh Kasus dan Pembahasan


Beberapa contoh kasus pelanggaran etika profesi yang dilakukan anggota
kepolisian, yaitu:
Masyarakat pasti masih mengingat kasus dugaan korupsi proyek
pengadaan jaringan radio dan alat komunikasi sebesar Rp 60,2 miliar
atas laporan Blora Center. Kasus itu tidak terdengar lagi. Selanjutnya
ada kasus tentang rekening 15 oknum perwira Polri yang ditemukan
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang
diduga tidak wajar pun juga belum ketahuan hasilnya. Dana tidak
wajar itu diduga diperoleh karena menyalahgunakan kewenangan saat
menduduki jabatan “basah”. Kasus yang juga ramai digunjingkan
publik adalah pelepasan kapal penyelundup bahan bakar minyak
(BBM) di Jawa Timur. Dalam kasus ini, Kasat Polairud Polda Jatim,
Kombes Toni Suhartono, dicopot dari jabatannya karena melepas
kapal itu, yang katanya atas perintah Inspektur Pengawasan Umum
(Irwasum) Polri, Komjen Polisi Binarto.

9
Kasus lain yang tidak kalah menghebohkan adalah dugaan suap
dalam penyidikan pembobolan dana Bank Negara Indonesia (BNI)
yang disebut-sebut melibatkan mantan Kepala Polri, Jenderal Da'i
Bachtiar. Kasus ini bermula saat Adrian Herling Waworuntu, pembobol
BNI sebesar Rp 1,3 triliun, ditangguhkan penahanannya oleh penyidik
Polri. Saat penangguhan penahanan itulah Adrian kabur ke Amerika
Serikat, sekitar Oktober 2004. Kasus tersebut juga melibatkan mantan
Direktorat Reserse Ekonomi Khusus, Brigjen Samuel Ismoko, yang
telah diproses dan dikenakan penahanan. Memang Adrian telah
dijatuhi pidana penjara seumur hidup, tetapi misteri di balik
pelariannya menyisakan persoalan yang terus disoroti publik.
Dalam hal seorang polisi berada di hiburan malam dan dalam keadaan
mabuk kemudian ia memukul warga sipil sedangkan ia tidak sedang
bertugas maka atas tindakan polisi tersebut dapat dikenakan:

1. Tindak pidana umum


Polisi tersebut dapat dikenakan ancaman penganiayaan sesuai Pasal
351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berbunyi : 6
(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua
tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu
lima ratus rupiah.
(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

6
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika Aditama,
2002, hlm. 23.

10
(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.
(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Sedangkan, dalam proses peradilan pidananya, sesuai dengan
Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2003 tentang
Pelaksanaan Teknis Institusional Peradilan Umum Dari Anggota
Kepolisian Republik Indonesia yang berbunyi :
“Proses peradilan pidana bagi anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia secara umum dilakukan menurut hukum acara yang
berlaku di lingkungan peradilan umum.”
Maka, bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana
penganiayaan dapat dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian (SPK)
pada kantor polisi terdekat sehingga dapat diproses menurut hukum
acara yang berlaku di lingkungan peradilan umum.
2. Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri sesuai dengan Peraturan Kapolri
Nomor 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Dalam Pasal 7 Kode Etik Profesi Polri disebutkan
etika pengabdian Polri antara lain:
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa
menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak
kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan berupa :
a. Bertutur kata kasar dan bernada kemarahan;
b. Menyalahi dan atau menyimpang dari prosedur tugas;
c. Bersikap mencari-cari kesalahan masyarakat;

11
d. Mempersulit masyarakat yang membutuhkan
bantuan/pertolongan;
e. Menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat;
f. Melakukan perbuatan yang dirasakan merendahkan martabat
perempuan;
g. Melakukan tindakan yang dirasakan sebagai perbuatan
menelantarkan anak-anak dibawah umum;
h. Merendahkan harkat dan martabat manusia.
Jadi, dalam hal polisi berada di hiburan malam dan dalam
keadaan mabuk kemudian ia memukul warga sipil sedangkan ia
tidak sedang bertugas, maka atas tindakan tersebut dapat
dikategorikan telah melanggar etika profesi Polri. Karena sudah
seharusnya polisi menghindarkan diri dari perbuatan tercela yakni
mabuk dan memukul warga sipil. Terhadap pelanggaran etika
profesi tersebut dapat dilaporkan ke Sentra Pelayanan Kepolisian
(SPK) pada kantor polisi terdekat, sedangkan untuk proses
pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan, akan ditindaklanjuti
secara terpisah oleh Divpropam Polri.

C. Pendapat Penulis
Peranan penegak hukum dalam suatu negara sangat menentukan
baik dan buruknya proses hukum di negara ini, sehingga menjadi
suatu hal yang harus di anggap serius oleh aparat penegak hukum
kepolisians, karena sebaik apapun aturan hukum yang dibuat dan
diberlakukan jika kualitas penegak hukumnya kurang baik maka akan
menghambat pelaksanaan penegakan hukum itu sendiri. Secara tidak
langsung ketika aparat penegak hukum menjalankan tugas dengan

12
baik maka akan berdampak positif bagi masyarakat itu sendiri karena
akan terbiasa dengan mengikuti peraturan-peraturan dan prosedur
yang berlaku, sehingga akan memberikan efek jera terhadap
masyarakat dan membentuk karakter masyarakat yang taat akan
peraturan-peraturan yang berlaku. Hal tersebut di atasakan
berdampak terhadap citra Lembaga Kepolisian karena sikap dan
prilaku aparatnya yang menjalankan aturan hukum sebagamana
mestinya.
Etika Kepolisian merupakan suatu norma atau serangkaian aturan
yang ditetapkan untuk membimbing petugas dalam menentukan,
apakah tingkah laku pribadinya benar atau salah. Dengan memahami
pengertian dasar Etika Kepolisian, yang menjadi akar dan pedoman,
yang menopang bentuk perilaku ideal yang kokoh dari polisi dalam
melaksanakan pengabdiannya maka, akan membuat mereka teguh
dalam pendiriannya, sehingga mereka dapat mengambil sikap yang
tepat dalam setiap tindakannya. Dimana sikap itu berpangkal dari
integritas yang mendalam dalam sanubari dan hati nuraninya. Itulah
dasar dari moralitas Etika Kepolisian yang bersifat hakiki.
Etika profesi kepolisian didalamnya berisi kristalisasi nilai-nilai
Tribrata yang dilandasi dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan
jati diri setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam
wujud komitmen moral selanjutnya disusun kedalam kode etik profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang meliputi pada etika
kenegaraan, kelembagaan, kemasyarakatan dan kepribadian.
Keempat aspek tersebut saling berkaitan erat satu sama lain yang
secara simultan harus ditumbuh kembangkan oleh setiap insan Polri
sebagai aparat penegak hukum yang profesional yang dilandasi

13
dengan nilainilai luhur dalam Tribrata, integritas moral, etika profesi
dan berpegang teguh pada komitmen yang telah disepakati dalam
pelaksanaan tugasnya. Nilai-nilai falsafah hidup yang dimiliki semua
ketrampilan teknis yang dibutuhkan polisi dalam menghadapi
tantangan social kekinian semua berujung pada upaya merebut
kepercayaan publik (public trust). Untuk mendapatkan kepercayaan
publik itu polisi setidaknya harus memiliki dua hal yaitu pertama,
kejujuran baik secara simbolik (sesuai presepsi masyarakat) dan
substansial, kedua, kapasitas yaitu kemampuan profesional polisi
dalam menjalankan fungsi fungsi yang dijalankan sesuai dengan
harapan masyarakat.
Tanpa memahami dasar itu seorang polisi akan dapat goyah
apabila menghadapi problema-problema yang dijumpai dalam
penugasan. Sikap goyah itu akan mendorong mereka untuk
berperilaku menyimpang dari Etika kepolisian yang seharusnya
mereka tegakkan.
Pemahaman yang setengah-tengah akan membuat mereka patuh
hanya kalau ada pengawasan saja. Hal itu dapat diartikan sebagi sikap
yang serba goyah, sikap yang tidak stabil, sikap yang tidak mantap
bahkan pelecehan terhadap Etika Kepolisian. Etika Kepolisian yang
diaplikasikan dengan baik dan benar akan membantu polisi dalam
pemecahan masalahnya sehari-hari. Polisi secara tepat dapat
menentukan apakah tindakan itu baik atau tidak baik dalam
mengemban tugas mereka. Apakah harus menerima uang imbalan
atas hasil karyanya atau harus menolaknya, secara tegas yang sudah
disebut dalam sumpah jabatan. Sikap professional dan keteladanan

14
akan segera terlihat dan terasa pada saat dia menentukan
tindakannya.
Dengan adanya kode etik, pengembangan akan lebih terarah, akan
terkoordinasi, dan mendatangkan mamfaat serta dukungan yang
maksimal dari masyarakat. Semua kode etik intinya merupakan
aturan-aturan dan peraturan yang diendapkan daricita-cita dan
kegiatan untuk mewujudkan cita-cita.

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Etika Kepolisian adalah norma atau sekumpulan peraturan yang
ditetapkan untuk membimbing tugas dan untuk dijadikan pedoman dalam
mewujudkan pelaksanaan tugas yang baik bagi penegak hukum, ketertiban
umum dan keamanan masyarakat.
Manfaat etika adalah memperkuat hati nurani yang baik dan benar,
sehingga mereka sungguh-sungguh merasakan bahwa hidupnya,
pengabdiannya, pelaksanaan tugasnya dan tingkah lakunya adalah berguna,
bermanfaat bagi masyarakat, karenanya dia dihargai, diterima, bahkan
ditempatkan secara terhormat didalam masyarakatnya. Sehingga dapat
mengangkat martabat kepolisian didalam masyarakat jika dilaksanakan
dengan baik.
Pengembangan Etika Kepolisian dapat dilakukan, ditumbuhkan,
dibangun dan dipupuk agar dapat subur dan berkembang dengan baik
adalalh dengan cara-cara-cara:
1. Membangun masyarakat
2. Membentuk Polisi yang baik
3. Membentuk pimpinan polisi yang baik
Etika kepolisian yang benar, baik dan kokoh, akan merupakn sarana
untuk:
1. Mewujudkan kepercayaan diri dan kebanggan sebagai seorang polisi,
yang kemudian dapat menjadi kebanggan bagi masyarakat.
2. Mencapai sukses penugasan

16
3. Membina kebersamaan, kemitraan sebagai dasar membentuk partisipasi
masyarakat
4. Mewujudkan polisi yang professional, efektif, efesien dan modern, yang
bersih dan berwibawa, dihargai dan dicintai masyarakat.

B. Saran
Perilaku yang menyimpang yang terjadi pada diri kepolisian harus
segera diselidiki dan ditindak, sehingga akan mengurangi tindakan-tindakan
yang tidak sesuai dengan Etika Kepolisian.

17
DAFTAR PUSTAKA

Pudi, Hukum Kepolisian (Profesionalisme dan Reformasi Polri), Laksbang


Mediatama, Surabaya, 2007.

Sadjijono, Polri dalam perkembangan Hukum di Indonesia, Penerbit


Lagsbang Presindo, Yogyakarta, 2008, hlm. 127.

Suwarni, Perilaku Polisi (Studi atas budaya organisasi dan pola komunikasi,
Penerbit Nusa Media, Bandung. 2009, hlm. 69.

Muhammad Nuh, Etika Profesi Hukum, Pustaka Setia Offset, 2011, hlm 17.

Sadjijono, Memahami Hukum Kepolisian, Laksbang Pressindo Offset, 2010,


hlm 53.

Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung:


Refika Aditama, 2002, hlm. 23.

18

Anda mungkin juga menyukai