Anda di halaman 1dari 72

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Polisi dalam penegakan hukum berada pada garda terdepan sebelum

jaksa dan hakim. Dalam melakukan tugas dan wewenangnya, pejabat

Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma

hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta

menjunjung tinggi hak asasi manusia. Polisi harus bersikap netral dalam

kehidupan bermasyarakat maupun kehidupan politik. Lembaga kepolisian

tumbuh dan berkembang dari rakyat, untuk rakyat, memang harus berinisiatif

dan bertindak sebagai abdi sekaligus pelindung dan pengayom rakyat. Harus

jauh dari tindak dan sikap sebagai penguasa. Sesuai dengan paham kepolisian

disemua negara yang disebut new modern police philosophy, ‘Vigilant

Quiescant’ kami berjaga sepanjang waktu agar masyarakat tentram.

Komunikasi seseorang atau sebuah organisasi mencerminkan karakter dirinya,

sehingga akan membentuk citra pada dirinya. Jika berkomunikasi baik,

citranya akan baik dan jika berkomunikasinya kurang baik maka citranya akan

jelek pula.

Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang

diterima seseorang. Citra organisasi atau perusahaan terbentuk melalui

pancaindera seseorang yang diorganisasikan dengan stimulus pengetahuan

serta pengalaman masa lalu kemudian diintrepretasikan melalui caranya

memandang atau memberikan penilaian melalui sikap terhadap organisasi atau


2

perusahaan tersebut. Sebagai lembaga penegak hukum, kepolisian seharusnya

menampilkan citra yang baik dihadapan masyarakat agar sesuai dengan tugas

dan fungsi sebagaimana yang telah diatur dalam undang-undang. Dalam

perkembangannya, Polisi yang memegang kuasa penuh atas hal tersebut bukan

saja menjadi sosok bak pelindung namun juga kerap sebagai momok yang

menakutkan bagi orang-orang yang tak bersalah atau melanggar hukum.

Seiring berkembangnya dan beranekaragamnya akan dinamika kehidupan, baik

di sisi sosial, ekonomi dan politik,

Pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara

pada poin penjelasan umum berdasarkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia, Nomor: VI/MPR/2000 dan Nomor: VII/MPR/2000

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat negara yang berperan dalam

memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,

memberikan pengayoman, serta pelayanan kepada masyarakat bukannya

menjadi momok yang menakutkan. Bukan dikarenakan mereka memiliki

senjata yang kapan saja siap disodorkan ke semua pihak jika melanggar

hukum, tapi juga karena moral dan etika dasar Polisi sudah luntur di institusi

besar ini. Ketika sosok Polisi tampil dengan wajah yang seram, atribut yang

angker dan berwibawa, dinilainya polisi sebagai penindak masyarakat, alat

pemukul, penegak hukum kaku, dan sosok yang memiliki perilaku keras,

sehingga polisi disimbolkan sebagai sosok yang menyeramkan. Selain itu pula

dengan banyaknya kasus yang terjadi yang melibatkan oknum polisi yang

membuat masyarakat memiliki pandangan buruk terhadap mereka seperti


3

beberapa kejadian yang terjadi di lingkungan institusi Polri, banyak kasus yang

terjadi. Diantaranya, seorang Polisi ikut pesta miras yang dilakukan warga,

padahal seharusnya menjadi oknum yang turut serta dalam memberantas

minuman keras demi menjaga keamanan di lingkungan tersebut,

penyalahgunaan senjata dilingkungan masyarakat, ada oknum Polisi yang

menelantarkan keluarga (melakukan perselingkuhan), melakukan perjudian

bersama beberapa masyarakat, adapula oknum Polisi yang melakukan

pemukulan terhadap salah satu masyarakat, beberapa kali terlihat satu hingga

tiga orang Polisi lewat menggunakan seragam dan motor patroli dengan

kecepatan tinggi, melakukan pengurusan berkas begitu berbelit-belit dan

dilancarkan begitu diberi uang.

Reaksi masyarakat ketika melihat Polisi pun berbeda-beda, ada yang

menjadi takut, adapula ketika melihat polisi merasa terintimidasi, merasa

segan, hingga ada yang mulai kehilangan kepercayaannya terhadap lembaga

penegak hukum tesebut. Bahkan timbul pemeo dalam masyarakat, ketika anak

kecil menangis atau berbuat nakal, usaha orang tua untuk meredakannya

dengan menakut-nakuti menunjuk “ada polisi datang” atau kata-kata yang

sejenis.

Dalam terciptanya sinergitas antara Polri dengan lingkungan masyarakat,

pendidikan dan komunitas maka Polri mulai menerapkan program “Polmas”

sejak tahun 2005, dengan diterbitkannya keputusan Kapolri No. Pol: Skep/737/

X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang kebijakan dan strategi penerapan

model Perpolisian Masyarakat dalam penyelenggaraan tugas Polri. Surat


4

Keputusan tersebut dilengkapi dengan Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2008

Tentang Pedoman Dasar Strategi Dan Implementasi Pemolisian Masyarakat,

dan diperbaharui kembali dengan Peraturan Kapolri Nomor 3 Tahun 2015

Tentang Pemolisian Masyarakat.

Melalui kemitraan tersebut akan memungkinkan masyarakat memahami

tugas pokok dan peran polisi. Dengan demikian, masyarakat akan mampu

mengidentifikasi berbagai permasalahan sosial khususnya berkenaan dengan

Kamtibmas dan pada akhirnya mau dan mampu bersama dengan Polisi

mencegah dan sekaligus memberantas kejahatan.

Ujung tombak pelaksanaan Polmas adalah Bhayangkara Pembina

Keamanan dan Ketertiban Masyarkat atau disingkat Bhabinkamtibmas yang

merupakan community officer (petugas polmas) adalah anggota Polri yang

bertugas membina Kamtibmas dan juga merupakan petugas Polmas di Desa /

Kelurahan.

Dalam lingkup Bhabinkamtibmas di Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten

Solok, sudah menjadi suatu kebutuhan untuk selalu konsisten dalam

menyelenggarakan tugas dan fungsinya. Perkembangan public relations masa

kini sudah menjadi sesuatu hal yang penting, Dalam prakteknya,

Bhabinkamtibmas di Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok harus searah

antara pimpinan dan bawahan sehingga tidak kontradiktif sifatnya. Dalam

pelaksanaannya fungsi Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten

Solok ini harus mampu menjalankan tugas dan fungsinya dalam menjaga
5

stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat agar tetap tercipta serta

terpeliharanya situasi yang kondusif melalui tindakan yang persuasif. 1

Dalam menegakkan citra positif tersebut tugas Bhabinkamtibmas di

Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok dalam merangkul masyarakat

program-program yang dicadangkan Kasat Binmas. Pendekatan-pendekatan

kepada masyarakat melalui tokoh masyarakat, tokoh pemuda dan tokoh politik

untuk selalu menjaga keamanan dan ketertiban. Diharapkan dengan adanya

upaya yang dilakukan Bhabinkamtibmas akan membangun citra positif yang

ada pada masyarakat serta lebih mendekatkan jarak antara polisi dan

masyarakat sehingga polisi tidak dipandang sebagai figur yang sulit dipercaya

dan otoriter. Dalam membangun citra positif tersebut Polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok berupaya meningkatkan kualitas personil anggotanya.

Pembinaan mental dan pembinaan disiplin anggota selalu ditekankan oleh

Pimpinan diharapkan bahwa anggota Polsek dapat menjadi contoh di

masyarakat untuk taat hukum. 2

Konsekuensi ini harus menjadi komitmen bersama, sebab dalam Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian di Negara Republik

Indonesia Pasal 2 disebutkan, salah satu fungsi kepolisian pemeliharaan

keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,

pengayoman dan pelayan kepada masyarakat. Namun fungsi ini ternyata tidak

1
M Linggar Anggoro, Teori & Profesi Kebinmasan, PT Bumi Aksara, Jakarta, 2001,
hlm,5.
2
Hesti Rahmawati, Strategi Binmas Polres Wonogiri (Deskriptif Kualitif Devisi Binmas
Polres Wonogiri Dalam Memperbaiki Citri Polisi Terhadap Kasus Tertangkapnya Anggota Polres
Wonogiri Memakan Narkoba), dalam Skripsi, Program Sarjana Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Komunikasi dan Informatika, Surakarta, 2018, hlm, 1.
6

semua masyarakat mempersepsikan secara seragam dalam memandang tugas

dan fungsi pokok Kepolisian. Sehingga upaya menciptakan keamanan dan

ketertiban masyarakat yang kondusif sebagai salah satu tugasnya kurang

menjadi perhatian positif dari masyarakat. 3

Munculnya ketidakpercayaan terhadap kejujuran dan wibawa aparat

hukum, membawa dampak buruk bagi perkembangan kemasyarakatan antara

Polsek dan masyarakatnya itu sendiri. Masyarakat menginginkan reformasi

yang akan menghasilkan masyarakat madani dan kesemua itu dilimpahkan

kepada Polsek. Adanya perbedaan pandangan antara Polsek dan masyarakat

harus menjadi tugas dan kerja keras Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok dalam meyakinkan publik terhadap keberadaan Polsek

sekaligus didukung oleh bentuk sikap pihak Polsek dalam bertugas.4

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka Penulis

tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “Upaya Kepolisian Dalam

Menimbulkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap Polri Guna

Memberikan Keamanan Di Wilayah Hukum Polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan suatu

rumusan masalahnya sebagai berikut :

3
Christina, Aleida Tolan, Elfie Mingkid, dan Edmon Royan Kalesaran, Peranan
Komunikasi Dalam Membangun Citra Polisi Republik Indonesia (POLRI) Pada Masyarakat
(Studi Pada Masyarakat Kelurahan Kleak, Kecamatan Malayang, Kota Manado, Dalam Jurnal
Acta Diuma. Vol VI. No 1. 2017
4
Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hlm, 17.
7

1. Bagaimana upaya Kepolisian dalam menimbulkan kepercayaan

masyarakat terhadap Polri guna memberikan keamanan di wilayah

hukum Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok?

2. Apa saja kendala-kendala yang ditemui Kepolisian dalam

menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri guna

memberikan keamanan di wilayah hukum Polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya Kepolisian dalam

menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri guna

memberikan keamanan di wilayah hukum Polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok

2. Untuk mengetahui dan menganalisis Apa saja kendala-kendala yang

ditemui Kepolisian dalam menimbulkan kepercayaan masyarakat

terhadap Polri guna memberikan keamanan di wilayah hukum Polsek

Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

D. Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mempunyai kegunaan untuk memecahkan hal-

hal yang menjadi permasalahan baik secara teoritis maupun praktis, yaitu:
8

1. Secara Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi

perkembangan Hukum Pidana khususnya mengenai upaya

Kepolisian dalam menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap

Polri guna memberikan keamanan.

b. Hasil penelitian ini diharapkan menambah referensi dan literatur

kepustakaan di bidang Hukum Pidana.

c. Hasil penelitian ini, dapat dipergunakan sebagai acuan terhadap

penelitian-penelitian yang sejenis dikemudian hari.

2. Manfaat Praktis

a. Dengan adanya hasil penelitian ini, dapat mengembangkan

pemikiran, penalaran, pemahaman, tambahan pengetahuan serta

pola kritis bagi penulis dan pihak-pihak yang berkepentingan

dalam penelitian atau bidang ini.

b. Dapat dipakai sebagai masukan bagi para pihak yang

berhubungan dan berkepentingan terutama pihak kepolisian.

E. Metode Penelitian

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu usaha untuk

menggambarkan tentang upaya Kepolisian dalam menimbulkan

kepercayaan masyarakat terhadap Polri guna memberikan keamanan.


9

2. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang penulis gunakan adalah metode pendekatan

yuridis normatif yang didukung dengan pendekatan yuridis empiris.

Pendekatan yuridis normatif yaitu suatu pendekatan terhadap peraturan

perundang-undangan atau data sekunder, sedangkan pendekatan yuridis

empiris adalah dengan melakukan penelitian langsung dilapangan yaitu

pada Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok.

3. Sumber data

Data yang akan digunakan dalam penelitian ini meliputi data sekunder

dan data primer yang terdiri dari:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapatkan dan dikumpulkan langsung

dari objek yang diteliti oleh orang atau organisasi yang melakukan

penelitian. Dalam penelitian ini adalah data hasil penelitian lapangan

dalam bentuk hasil wawancara lansung, wawancara langsung yang

dilakukan adalah secara langsung antara pewawancara atau dengan

orang yang diwawancarai tanpa melalui perantara. Wawancara

langsung yang dilakukan peneliti adalah dengan anggota Polri

Polsek Hiliran Gumanti.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber data penelitian yang diperoleh melalui

media perantara atau secara tidak langsung yang berupa buku,

catatan, bukti yang telah ada, atau arsip baik yang dipublikasikan
10

maupun yang tidak dipublikasikan secara umum. Data sekunder

dalam penelitian ini mencakup hal:

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat

terdiri dari:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945

b) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946

Tentang Peraturan Hukum Pidana (KUHP)

c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981

Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

d) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002

Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

e) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2002

Tentang Pertahanan Negara

f) Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 Tentang

Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun

1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana.

g) Peraturan Kapolri Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Pedoman

Dasar Strategi Dan Implementasi Pemolisian Masyarakat, dan

diperbaharui kembali dengan Peraturan Kapolri Nomor 3

Tahun 2015 Tentang Pemolisian Masyarakat


11

h) Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1

Tahun 2021 Tentang Pemolisian Masyarakat

2) Bahan hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat

hubungannya dengan bahan hukum primer, dan dapat membantu

menganalisis dan memahami bahan hukum primer. Bahan hukum

sekunder ini mencakup;

a) Buku-buku/literatur;

b) Hasil karya ilmiah para sarjana;

c) Jurnal

d) Hasil-hasil penelitian dan lain sebagainya.

3) Bahan hukum tersier adalah bahan-bahan yang memberikan

informasi tentang bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, misalnya:

a) Ensiklopedia;

b) Kamus Bahasa Indonesia/Bahasa Inggris;

c) Kamus Hukum.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara

Teknik pengumpulan data sekunder yang mencakup bahan hukum

primer, sekunder dan tersier dikumpulkan dengan cara:

a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai bahan hukum

sekunder yaitu bahan-bahan yang erat kaitannya dengan bahan


12

hukum primer yaitu dengan cara mempelajari peraturan perundang-

undangan, literatur, dan dokumen-dokumen yang mendukung objek

penelitian.

b. Penelitian Lapangan (Field Research)

Dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat primer, dengan cara

wawancara atau tanya jawab dengan pihak yang berkaitan dengan

penelitian, upaya Kepolisian dalam menimbulkan kepercayaan

masyarakat terhadap Polri guna memberikan keamanan.

5. Analisis Data

Penelitian ini dilakukan dengan analisis data secara kualitatif,

dimana penulis menganalisis data sekunder dan data primer yang

dikumpulkan dari hasil penelitian dilapangan (fieldreseach). Analisis

kualitatif didasarkan pada kedalaman yang terhimpun secara

menyeluruh, sistematis, kritis dan kontruktif dalam Proses upaya

Kepolisian dalam menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap

Polri guna memberikan keamanan.

6. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

dalam rangka melihat lebih dalam proses upaya Kepolisian dalam

menimbulkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri guna

memberikan keamanan.
13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepolisian Republik Indonesia

1. Pengertian Polisi

Dalam ketentuan umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia terdapat rumusan mengenai

defenisi dari berbagai hal yang berkaitan dengan Polisi, termasuk pengertian

Kepolisian. Hanya saja defenisi tentang Kepolisian tidak dirumuskan secara

lengkap karena hanya menyangkut soal fungsi dan lembaga Kepolisian

sesuai yang diatur dalam peraturan perundang- undangan. Berdasarkan

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik

Indonesia yang dimaksud Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan

dengan fungsi dan lembaga Polisi sesuai dengan peraturan perundang-

undangan. 5

Sesuai dengan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti kata Polisi

adalah suatu badan yang bertugas memelihara keamanan, ketentraman, dan

ketertiban umum (menangkap orang yang melanggar hukum), merupakan

suatu anggota badan pemerintah (pegawai negara yang bertugas menjaga

keamanan dan ketertiban).6

Istilah “polisi” pada semulanya berasal dari perkataan Yunani

“Politeia”, yang berarti seluruh pemerintahan negara kota. Seperti

5
H. Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian [Profesionalisme dan Reformasi Polri],
penerbit Laksbang Mediatama, Surabaya, 2007, hlm.53.
6
W.J.S Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka Jakarta,
Jakarta, 1986, hlm. 763.
14

diketahui di abad sebelum masehi negara Yunani terdiri dari kota-kota yang

dinamakan “Polis”. Jadi pada jaman itu arti “Polisi” demikian luasnya

bahkan selain meliputi seluruh pemerintahan negara kota, termasuk juga di

dalamya urusan-urusan keagamaan seperti penyembahan terhadap dewa-

dewanya. 7 Di karenakan pada zaman itu masih kuatnya rasa kesatuan dalam

masyarakat, sehingga urusan keagamaan termasuk dalam urusan

pemerintahan. Selain itu di Jerman dikenal kata “Polizey” yang

mengandung arti luas yaitu meliputi keseluruhan pemerintahan negara.

Istilah “Polizey” di Jerman masih ditemukan sampai dengan akhir abad

petengahan yang dipergunakan dalam “Reichspolizei ordnugen” sejak tahun

1530 di negara-negara bagian Jerman.8 Pengertian istilah Polisi di berbagai

negara mempunyai tafsiran atau pengertiannya masing-masing seperti di

Belanda dalam rangka Catur Praja dari Van Vollenhoven maka istilah

“Politie” dapat kita temukan sebagai bagian dari pemerintahan. Diketahui

Van Vollenhoven membagi pemerintahan dalam 4 (empat) bagian, yaitu:

a. Bestuur
b. Politie
c. Rechtspraak
d. Regeling

Menurut ajaran Catur Praja maka polisi tidak lagi termasuk dalam

bestuur, tetapi sudah merupakan pemerintahan yang tersendiri. Untuk lebih

7
Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta,
1994, hlm 13
8
Ibid
15

jelasnya tentang arti “Politei” dapat kita temukan dalam defenisi Van

Vollenhoven dalam bukunya Politei Overzee halaman 135 yang berbunyi: 9

Didalam pengertian polisi termasuk organ-organ pemerintahan yang

berwenang dan berkewajiban untuk mengusahakan dengan jalan

pengawasan dan bila perlu dengan paksaan bahwa yang diperintah berbuat

atau tidak berbuat menurut kewajibannya masing-masing yang terdiri dari :

a. Melihat cara menolak bahwa yang diperintah itu melaksanakan


kewajiban umumnya;
b. Mencari secara aktif perbuatan-perbuatan yang tidak
melaksanakan kewajiban umum tadi;
c. Memaksa yang di perintahkan itu untuk melaksanakan kewajiban
umumnya dengan melalui pengadilan;
d. Memaksa yang di perintahkan itu untuk melaksanakan kewajiban
umum itu tanpa perantara pengadilan;
e. Memberi pertanggung jawaban dari apa yang tercantum dalam
pekerjaan tersebut.

Van vollenhoven memasukkan “polisi” (politei) kedalam salah satu

unsur pemerintahan dalam arti luas, yakni badan pelaksana (executive-

bestuur), badan perundang-undangan, badan peradilan dan badan

kepolisian. Badan pemerintahan termasuk di dalamnya kepolisian bertugas

membuat dan mempertahankan hukum, dengan kata lain menjaga ketertiban

dan ketentraman (orde en rust) dan menyelenggarakan kepentingan

umum. 10

Di Indonesia istilah “polisi” dikemukakan oleh salah satu pakar ilmu

hukum yang bernama Sadjijono, menurut Sadjijono istilah “Polisi” adalah

sebagai organ atau lembaga pemerintah yang ada dalam negara, sedangkan

9
Ibid, hlm. 14-16.
10
Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Govenance, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2005, hlm 39.
16

istilah “Kepolisian” adalah sebagai organ dan sebagai fungsi. Sebagai

organ, yakni suatu lembaga pemerintahan yang teroganisasi dan terstruktur

dalam organisasi negara. Sedangkan sebagai fungsi, yakni tugas dan

wewenang serta tanggungjawab lembaga atas kuasa undang-undang untuk

menyelenggarakan fungsinya, antara lain memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayom dan

pelayan masyarakat.11

Pengertian kepolisian menurut ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-

undang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang

berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,

menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam

negeri.

Berdasakan uraian-uraian tentang istilah “Polisi” dan “Kepolisian” di

atas maka dapat dimaknai sebagai berikut : istilah Polisi adalah sebagai

organ atau lembaga pemerintah yang ada dalam negara. Sedangkan istilah

Kepolisian sebagai organ dan fungsi. Sebagai organ, yakni suatu lembaga

pemerintah yang terorganisasi dan terstruktur dalam ketatanegaraan yang

oleh undang-undang diberi tugas dan wewenang dan tanggung jawab untuk

menyelenggarakan kepolisian. Sebagai fungsi menunjuk pada tugas dan

wewenang yang diberikan undang-undang, yakni fungsi preventif dan

fungsi represif. Fungsi preventif melalui pemberian perlindungan,

11
Sadjijono, Hukum Kepolisian, Perspektif Kedudukan Dan Hubungan Dalam Hukum
Administrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2006, hlm. 6.
17

pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, dan fungsi represif dalam

rangka penegakan hukum. Dan apabila dikaitkan dengan tugas maka intinya

menunjuk pada tugas yang secara universal untuk menjamin ditaatinya

Norma-Norma yang berlaku di masyarakat.

2. Fungsi Kepolisian

Fungsi kepolisian diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2

Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yang berbunyi :

“fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di


bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan
hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan dalam masyarakat”

Fungsi kepolisian terdiri dari 2 dimensi yakni dimensi yuridis dan

dimensi sosiologis. Dalam dimensi yuridis fungsi kepolisian terdiri dari atas

fungsi kepolisian umum dan fungsi kepolisian khusus. 12 Fungsi kepolisian

umum berkaitan dengan kewenangan kepolisian berdasarkan undang-

undang dan atau peraturan perundang-undangan yang meliputi semua

lingkungan kuasa hukum yaitu:

a. Lingkungan kuasa soal-soal yang termasuk kompetensi hukum


publik;
b. Lingkungankuasa orang;
c. Lingkungan kuasa tempat; dan
d. Lingkungan kuasa waktu.

Fungsi kepolisian khusus, berkaitan dengan kewenangan kepolisian

yang oleh atau kuasa undang-undang secara khusus ditentukan untuk satu

lingkungan kuasa. Badan-badan pemerintahan yang oleh atau atas kuasa

undang-undang diberi wewenang untuk melaksanakan fungsi kepolisian

12
H. Pudi Rahardi, Op. Cit,. hlm.57.
18

khusus dibidangnya masing-masing dinamakan alat-alat kepolisian khusus,

sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya.

Fungsi kepolisian dari dimensi sosiologis, terdiri atas pekerjaan-

pekerjaan tertentu yang dalam praktek kehidupan masyarakat dirasakan

perlu dan ada manfaatnya, guna mewujudkan keamanan dan ketertiban di

lingkungannya, sehingga dari waktu kewaktu dilaksanakan atas dasar

kesadaran dan kemauan masyarakat sendiri secara swakarsa serta kemudian

melembaga dalam tata kehidupan masyarakat.13

Untuk melaksanakan tanggung jawabnya menjaga kemanan dan

ketertiban masyarakat, maka polisi mempunyai tiga fungsi utama yaitu:14

a. Fungsi Pre-emptif, yaitu segala usaha dan pembinaan masyarakat

dalam rangka usaha ikut serta aktif menciptakan terwujudnya

situasi dan kondisi yang mampu mencegah dan menangkal

terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat terhadap

peraturan negara.

b. Fungsi Preventif, yaitu segala upaya dibidang kepolisian

untuk memulihkan keamanan dan ketertiban masyarakat,

memelihara keselamatan orang-orang dan harta bendanya termasuk

memberikan perlindungan dan pertolongan, khususnya mencegah

dilakukannya perbuatan-perbuatan lain yang pada hakekatnya

dapat mengancam atau membahayakan ketertiban dan ketentraman

13
H. Pudi Rahardi, Op. Cit,. hlm.58.
14
Awaloedi Djamin, Administasi Kepolisian Republik Indonesia: Kenyataan dan
Harapan, POLRI, Bandung, 1995, hlm. 255.
19

umum.

c. Fungsi Represif, yaitu melakukan penindakan terhadap

pelanggaran hukum untuk diproses sampai ke pengadilan yang

meliputi:

1) Penyelidikan, merupakan serangkaian tindakan-tindakan

penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa

yang diduga sebagai tindak pidana guna menemukan dapat atau

tidaknya dilakukan penyelidikan menurut cara yang diatur

dalam undang-undang.

2) Penyidikan, merupakan serangkaian tindakan penyidik dalam

hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang untuk

mencari serta mengumpulkan bukti, yang dengan bukti itu

membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna

menemukan tersangka.

3. Tugas dan Wewenang Kepolisian

Dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan, bahwa tugas pokok

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat


b. Menegakkan hukum
c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada
masyarakat.

Tugas kepolisian dalam melaksanakan tanggung jawabnya di

masyarakat juga tercantum dalam ketentuan Pasal 1 Undang-Undang


20

Nomor. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, maka kepolisan

bertugas :

a. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum, mencegah


dan memberantas menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat,
memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk
memberikan perlindungan dan pertolongan, mengusahakan
ketaatan warga negara danmasyarakat terhadap peraturan-peraturan
negara.
b. Dalam bidang peradilan mengadakan penyelidikan atas kejahatan
dan pelanggaran menurut ketentuan-ketentuan dalam Undang-
Undang Hukum Acara Pidana dan peraturan Negara lainnya.
c. Mengawasi aliran-aliran kepercayaan yang daat membahayakan
masyarakat dan negara.
d. Melaksanakan tugas-tugas khusus lain yang diberikan kepadanya
oleh suatu peraturan negara.

Di dalam menjalankan tugas pokok memelihara keamanan dan

ketertiban masyarakat, polisi mengupayakan untuk terciptanya suatu kondisi

yang aman dan tertib di dalam mayarakat. Mengenai paham dan pandangan

tentang “Keamanan” didapatkan pula didalam konsepsi Kepolisian

Republik Indonesia, Tata Tentram Karta Raharja dimana disebutkan bahwa:

Arti “Aman” mengandung 4 unsur pokok yakni:

1) Securty : adalah perasaan bebas dari gangguan baik fisik


maupun psikis.
2) Surety : adalah perasaan bebas dari kekhwatiran.
3) Safety : adalah perasaan bebas dari resiko.
4) Peace : adalah perasaan damai lahiriah dan batiniah. 15

Keempat unsur ini menimbulkan kegairahan kerja dan akhirnya

tercapainya kesejahteraan masyarakat materiil dan spirituil. Sedangkan

istilah “Ketertiban” terdapat dalam kamus Poerwadarminta yaitu terbagi

menjadi 2 kata “Tertib” dan “Ketertiban” :

15
Momo Kelana, Op. Cit., hlm. 35.
21

Tertib : 1. Aturan ; Peraturan yang baik ;


2. Teratur; dengan aturan; menurut aturan; rapi, apik.
Ketertiban : 1. Aturan; peraturan (dalam Masyarakat)
2. Adat, Kesopanan; peri kelakuan yang baik dalam
pergaulan.

Menurut Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002

tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, dalam melaksanakan tugas

pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum

bertugas :

1) Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli


terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
2) Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,
ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan;
3) Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga
masyarakat terhadap hukum dan Peraturan Perundang- undangan;
4) Turut serta dalam pembinaan hukum masyarakat;
5) Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
6) Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan
bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;
7) Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak
pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang- undangan lainnya;
8) Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian,
laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan
tugas kepolisian;
9) Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan
lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau atau bencana
termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia;
10) Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara
sebelum ditangani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang;
11) Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepenti-ngannya dalam lingkup kepolisian; serta
12) Melaksanakan tugas lain sesuai dengan Peraturan Perundang-
Undangan.
22

Kewenangan polisi dalam rangka menyelenggarakan tugasnya secara

umum tercantum pada Pasal 15 ayat (1), Kepolisian Negara Republik

Indonesia berwenang untuk:

1) Menerima laporan dan atau pengaduan;


2) Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang
dapat menganggu ketertiban umum;
3) Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat;
4) Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
5) Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administrasi kepolisian;
6) Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan
kepolisian dalam rangka pencegahan;
7) Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;
8) Mengambil sidik jari dari identitas lainnya serta memotret
seseorang;
9) Mencari keterangan dan barang bukti;
10) Menyelenggarakan Pusat Informasi Keterangan Kriminal
Nasional;
11) Mengeluarkan surat izin dan atau surat keterangan yang
diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;
12) Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta
kegiatan masyarakat;
13) Menerima dan menyimpan barang temuan sebagai barang bukti
untuk sementara waktu.

Berdasarkan Pasal 15 ayat (2) dinyatakan Kepolisian Negara Republik

Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang

1) Memberi izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum


dankegiatan masyarakat lainnya;
2) Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan
bermotor;
3) Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor
4) Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;
5) Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api,
bahan peledak, dan senjata tajam.
6) Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan
terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan.
7) Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih kepolisian
23

khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis


kepolisian;
8) Melakukan kerjasama dengan kepolisian negara lain dalam
menyelidiki dan menberantas kejahatan internasional;
9) Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang
asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi
instansi terkait;
10) Mewakili Pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi
kepolisian internasional;
11) Melaksanakan tugas lain yang termasuk dalam lingkup tugas
kepolisian.

Selain Kewenangan Kepolisian yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia di

atas, wewenang polisi dalam melakukan penyelidikan dan penyidikan

tindak pidana juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981

tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Wewenang polisi selaku

penyelidik dirumuskan dalam Pasal 5 ayat (1), yaitu:

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya


tindak pidana;
2) Mencari keterangan dan barang bukti;
3) Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan
serta memeriksa tanda pengenal diri dan;
4) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.

Wewenang polisi sebagai penyidik dalam melakukan penyidikan

dirumuskan dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP adalah :

1) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang


adanya tindak pidana;
2) Melakukan tindakan pertama pada saat ditempat kejadian;
3) Menyuruh berhenti seseroang tersangka dan memeriksa tanda
pengenal diri tersangka;
4) Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan
penyitaan;
5) Melakukan pemeriksaan dan peyitaan surat;
24

6) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang;


7) Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka
atau saksi;
8) Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya
dengan pemeriksaan perkara;
9) Mengadakan penghentian penyidikan;
10) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.

B. Etika Profesi Polri

1. Pengertian Kode Etik Profesi

Asal usul kata, Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti

adat istiadat/ kebiasaan yang baik. Etika adalah ilmu tentang apa yang baik

dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban moral. Etika juga dapat

diartikan sebagai kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak,

nilai mengenai benar dan salah yang dianut masyarakat. Sesungguhnya

etika merupakan standart perilaku yang tumbuh dan berkembang lewat

sosialisasi dan internalisasi untuk berfungsi sebagai sarana yang bergerak

dari fungsi ketaatannya yang bersifat volunter namun penuh komitmen. 16

Secara umum dalam garis besarnya, etika atau ethis merupakan suatu

cabang filsafat yang memperbincangkan tentang perilaku benar (right) dan

baik (good) dalam hidup manusia17. Permasalahannya sekarang apa yang

menjadi patokan tentang baik buruk tingkah laku dalam masyarakat. Untuk

menjawab ini juga harus membahas norma yang membahas tentang kaidah.

Kaidah atau norma itu sebenarnya merupakan pelembagaan atau

institusionalisasi nilai-nilai yang diidealkan sebagai kebaikan, keluhuran

16
Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Dalam Masyarakat, Penerbit Bayumedia
Publishing, Jatim, 2008, hlm 218.
17
Jimly Asshiddigie, Peradilan Etika dan Etika Konstitusi, Penerbit Sinar Grafika,
Jakarta, 2014, hlm 42.
25

dan bahkan kemuliaan berhadapan dengan nilai-nilai yang dipandang buruk,

tidak luhur atau tidak mulia. 18 Nilai baik dan buruk adalah sebuah cerminan

pribadi setiap manusia dalam melaksanakan aktifitasnya sehari-hari dalam

pergaulan dengan orang lain.

Indonesia misalnya etika kehidupan berbangsa dan bernegara

dirumuskan dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan

kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta

berkepribadian Indonesia dalam hidup berbangsa. 19

Istilah profesional berasal dari kata Profesi yang berasal dari kata

profiteri yang berarti berikrar dimuka umum. 20 Profesi adalah suatu

pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan atau menuntut keahlian

(expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta dedikasi yang tinggi.

Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus diperuntukkan

untuk suatu profesionalisme dengan kurikulum yang dapat dipertanggung

jawabkan sesuai dengan bidang dan Profesi yang diembannya. Ukuran

profesionalisme adalah kompetensi, efisiensi, efektifitas dan tanggung

jawab21. Profesionalisme adalah pilar yang akan menempatkan seseorang itu

sebagai mesin yang efektif bagi pemerintah dalam melaksanakan tugas

kenegaraan sesuai dengan tugas dan fungsinya sebagai pengayom dan

pelindung masyarakat.

18
Ibid, hlm 49.
19
TAP MPR No.VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa Yang Sangat Mulia.
20
1 Soetandyo Wignjosoebroto, Op. Cit, hlm 212.
21
Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Rafika Aditama,
Bandung, 2014, hlm 324.
26

Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut profesional,

sedangkan professional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada

sebutan orang yang menyandang suatu Profesi dan sebutan tentang

penampilan seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengan

profesinya.

Menjalani hidup atas dasar moral Profesi itu tidak akan bekerja

karena motif uang melainkan karena terpanggil untuk berbuat kebajikan

untuk kesejahteraan manusia 22 tetapi sebaliknya biarpun seseorang itu

bekerja dalam bidang Profesi tertentu tetapi tidak memenuhi unsur-unsur

tersebut maka tidak akan dikatakan sebagai profesional.

Profesi merupakan suatu pekerjaan dengan keahlian khusus

maupun intelektual, sehingga menuntut pengetahuan dan tanggung jawab

yang diabdikan untuk kepentingan orang banyak, mempunyai organisasi

atau lembaga Profesi dan mendapat pengakuan dari masyarakat serta

memiliki Kode Etik 23.

Frans Magnes Suseno menyebutnya sebagai suatu Profesi yang

luhur yang memiliki dua prinsip yaitu mendahulukan kepentingan orang

yang dibantu dan mengabdi pada tuntutan luhur Profesi 24. Tanpa ada niat

baik bagi setiap orang dalam menjalankan profesinya maka hal tersebut

tidak akan tercapai. Yang dikerjakan adalah pekerjaan dengan perkiraan

22
Ibid, hlm 133.
23
Pudi Rahardi, Op.Cit, hlm 155
24
Frans Magnes Suseno, Etika abad ke 20, Penerbit Kanisius Yokyakarta, 2006, hlm
35.
27

untung rugi. Sementara Profesi adalah panggilan jiwa atau panggilan hati

nurani untuk menjalankan sebuah pekerjaan secara profesional.

Kode Etik Profesi adalah system norma, nilai dan aturan professional

tertulis yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa

yang tidak benar dan tidak baik bagi professional Kepolisian. Kode Etik

menyatakan perbuatan apa yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus

dilakukan dan apa yang harus dihindari. Tujuan Kode Etik yaitu agar

profesional memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada pemakai atau

orang yang dilayani. Adanya Kode etika Profesi ini akan melindungi

seseorang akibat perbuatan yang tidak professional. Salah satu contoh

seorang pasien datang kepada dokter untuk berobat, dokter harus memeriksa

dengan seksama sesuai dengan Sistem Operasional Prosedur Etika

Kedokteran.

Kode Etik Profesi merupakan suatu tatanan etika yang telah

disepakati oleh suatu kelompok masyarakat tertentu. Kode Etik Profesi

adalah suatu tuntunan bimbingan atau pedoman moral atau kesusilaan untuk

suatu profesi tertentu atau merupakan daftar kewajiban dalam menjalankan

suatu profesi yang disusun oleh para anggota profesi itu sendiri dan

mengikat mereka dalam praktik.25 Kode Etik umumnya termasuk dalam

norma sosial, namun bila ada Kode Etik yang memiliki sanksi yang agak

berat, maka masuk dalam kategori norma hukum.

25
Pudi Rahardi, Op. Cit, hlm 156.
28

Kode Etik juga dapat diartikan sebagai pola aturan, tata cara, tanda,

pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan. Kode Etik

merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman berperilaku. Tujuan

Kode Etik agar profesional memberikan jasa sebaik-baiknya kepada

pemakai atau nasabahnya. Adanya Kode Etik akan melindungi perbuatan

yang tidak profesional.

Masalah peradilan disebut juga merupakan suatu Penegakan Hukum

(Law Enforcement) sedangkan masalah penegakan hukum itu adalah sama

halnya dengan penegakan Kode Etik yang tujuannya usaha untuk

melaksanakan Kode Etik sebagaimana mestinya, mengawasi pelaksanaan-

nya supaya tidak terjadi pelanggaran, dan jika terjadi pelanggaran maka

untuk memulihkan Kode Etik yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali

yang semuanya kegiatan tersebut tidak terlepas dari hukum yang telah

dibuat dan disediakan oleh Badan Pembuat Hukum (law making) itu. Berarti

bahwa penegakan Kode Etik disebut juga masalah peradilan suatu kegiatan

dalam proses mengadili. Berjalannya proses peradilan sangat berhubungan

dengan substansi yang diadili berbagai macam perkara. Oleh karena itu

keterlibatan lembaga-lembaga dalam proses peradilan hanya terjadi pada

saat mengadili perkara yang lembaga-lembaganya berbeda seperti

Pengadilan Agama, Pengadilan Militer, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan

lain-lain.

Pada dasarnya dalam proses mengadili ini dilakukan oleh Hakim

sampai adanya putusannya berdasarkan apakah seseorang itu bersalah atau


29

tidak dengan Fair Trial (proses peradilan yang jujur sejak awal sampai

akhir). Aparatur harus mampu mengoptimalkan fasilitas kinerja yang

ditopang oleh sikap mental agar hasil optimal dan suasana kondusif dapat

diwujudkan. Hal ini dapat menjadi umpan balik (feed back) yaitu sebagai

bentuk pengendalian diri sekaligus mekanisme tanggung jawab

(akuntabilitas). Peradilan yang selama ini sulit dipastikan sangat tidak

bijaksana dan memperlihatkan rentannya persoalanpersoalan apabila

seseorang (pejabat peradilan), atau kelompok tertentu yang memiliki

kekuasaan (dalam sebuah birokrasi) melakukan tindakan (pelanggaran hak

asasi) yang merugikan (tersangka atau masyarakat umum) terlebih jika

tindakan tersebut dilakukan, dengan dalil atau dasar sebuah aturan yang

mendukung Etika Akuntabilitas Pejabat dan Profesionalitas merupakan

kunci utama yang mampu membawa peradilan kepada model pelayanan

manusiawi, karena peradilan harus memanusiakan manusia sebagai manusia

dan bukan mesin atau objek pasif yang rigid serta tertutup.26

Peradilan harus terbuka dan membuka diri terhadap perubahan dari

kritik yang berlangsung di sekitarnya oleh karena itu masalah peradilan ini

disebut juga merupakan kegiatan pelaksanaan penegakan hukum yang

aktivitasnya tidak terlepas dari hukum yang telah dibuat dan disediakan oleh

Badan Pembuat Hukum itu, maka dengan adanya hukum itu barulah bisa

berbicara mengenai berjalannya peradilan.

26
Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita Kontruksi Sosial Tentang Penyimpangan,
Mekanisme Kontrol dan Akuntabilitas Peradilan Pidana, Penerbit Rafika Aditama, 2004, hlm 7.
30

Hukum merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang hidup dan

tumbuh dalam masyarakat dan dituangkan dalam bentuk peraturan atau

perintah bagi masyarakat yang terdiri dari berbagai macam latar belakang.

Di samping itu juga hukum merupakan suatu alat kontrol sosial dalam

bentuk tertentu dan sekaligus merupakan alat bagi pemerintah dan hukum

bekerja sesuai dengan fungsinya dalam suatu sistem hukum. 27

Haryatmoko menyatakan Etika politik mengandung aspek individu

dan sosial. Di satu pihak, etika politik sekaligus adalah etika individual dan

etika sosial, etika individual karena membahas masalah kualitas moral

pelaku, etika sosial karena merefleksikan masalah hukum, tatanan sosial,

dan institusi yang adil. Di lain pihak, etika politik sekaligus etika

institusional dan etika keutamaan. Institusi dan keutamaan merupakan dua

dimensi etika yang saling mendukung. Dimensi tujuan diterumuskan dalam

upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan hidup damai yang didasarkan

pada kebebasan dan keadilan. 28

2. Fungsi Kode Etik Profesi Polri

Etika Profesi adalah sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan

pelayanan professional terhadap masyarakat dengan penuh tanggung jawab

dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka melaksanakan tugas berupa

kewajiban terhadap masyarakat yang akan dilayani.

27
Lawrence Friedman, What The Legal System, W.W. Norton & Company, London,
1984, hlm 4.
28
Haryatmoki, Etika Politik dan Kekuasaan, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta,
2014, hlm 33.
31

Kode Etik Profesi itu merupakan sarana untuk membantu para

pelaksana sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak

etika Profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari Kode Etik

Profesi:

a. Kode Etik Profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota


Profesi tentang prinsip profesionalitas yang digariskan.
Maksudnya bahwa dengan Kode Etik Profesi, pelaksana Profesi
mampu mengetahui suatu hal yang boleh dilakukan dan yang
tidak boleh dilakukan.
b. Kode Etik Profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi
masyarakat atas Profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa
etika Profesi dapat memberikan suatu pengetahuan kepada
masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu
Profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para
pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
c. Kode Etik Profesi mencegah campur tangan pihak di luar
organisasi Profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan
Profesi. Arti tersebut dapat dijelaskan bahwa para pelaksana
Profesi pada suatu instansi atau perusahaan yang lain tidak boleh
mencampuri pelaksanaan Profesi di lain instansi atau
perusahaan.

Kode Etik Profesi Kepolisian, memuat kajian mengenai prinsip atau

norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara professional dengan

masyarakat yang dilayani, antara para professional sendiri, antara organisasi

Profesi serta organisasi Profesi dengan pemerintah. Salah satu bentuk

hubungan seorang profesional dengan klien (pengguna jasa) misalnya

pembuatan yang dilakukan oleh oknum Polri dengan masyarakat

berhubungan dengan pekerjaannya.

Seorang profesional tidak dapat menterjemahkan sendiri

perbuatannya sesuai dengan analisanya. Misalnya seperti seorang

Profesional IT, ada beberapa hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa
32

program tersebut nantinya digunakan oleh kliennya atau user, ia dapat

menjamin keamanan (security) sistem kerja program aplikasi tersebut dari

pihak-pihak yang dapat mengacaukan sistem kerjanya (misalnya: hacker,

cracker, dan lain-lain). Jika para profesional melanggar Kode Etik, mereka

dikenakan sanksi moral, sanksi sosial, dijauhi, di-banned dari pekerjaannya,

bahkan mungkin dicopot dari jabatannya. 29

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat dipahami esensi-esensi penting

, mengenai peran, fungsi dan tugas pokok Polri, yaitu :

a. Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara


yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.30
b. Fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara
di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat,
penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat 31.
c. Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan
tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman,
dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman
masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia 32.

Berdasar uraian di atas menunjukkan, bahwa Kepolisian Negara

Republik Indonesia memang merupakan salah satu lembaga pemerintahan

di bawah Presiden yang memiliki peran, fungsi dan tugas pokok

melaksanakan urusan keamanan dalam negeri yang meliputi :

29
Charles B.Fleddermann, Etika Enjiniring (Asli Engineering Ethics), Penerbit
Erlangga, Jakarta, tt, hlm 29
30
Pasal 5 ayat (1)UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.
31
Pasal 2 UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.
32
Pasal 4 UU No 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian.
33

(1) Pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat;


(2) Penegakan hukum;
(3) Perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Ketiga tugas pokok tersebut sesungguhnya bukan merupakan urutan

prioritas, sebab ketiga-tiganya sama penting, hanya saja dalam

pelaksanaannya tugas pokok mana yang akan dikedepankan tergantung

pada situasi, kondisi masyarakat dan lingkungan yang dihadapi karena pada

dasarnya ketiga tugas pokok tersebut dilaksanakan secara simultan dan

dapat dikombinasikan berdasarkan kebutuhan.

Pelaksanaan tugas ini harus berdasarkan norma hukum,

mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan, serta menjunjung

tinggi hak asasi manusia”. Ketiganya dirumuskan ke dalam satu istilah yang

mengandung pengertian umum sesuai dengan pengertian wawasan

berbangsa dan bernegara sebagai berikut: “Keamanan dan ketertiban

masyarakat adalah kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat

terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya

tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan

tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung

kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan

masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk

pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat

meresahkan masyarakat” sesuai dengan Konsep Ketahanan Nasional. 33

33
Jhonny Lamintang, Et al, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta, 2002, hlm 106
34

Polri sebagai sub sistem dari pemerintah secara responsif telah

berupaya memberi kontribusi mewujudkan prinsip Good Governance dan

Clean Government baik dalam pelaksanaan tugas pokok memelihara

Kamtibmas, menegakkan hukum dan melindungi, mengayomi serta

melayani masyarakat maupun di kalangan internal Polri sendiri

sebagaimana dicanangkan dalam grand strategi Polri berupa Trust Building

(membangun kepercayaan).

Etika politik dan pemerintahan dimaksudkan untuk mewujudkan

pemerintahan yang bersih, efisien, dan efektif serta menumbuhkan suasana

politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa

bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai perbedaan,

jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih

benar, serta menjungjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak

dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika pemerintah mengamanat-

kan agar penyelenggara Negara memiliki siap mundur apabila merasa

dirinya telah melanggar kaidah dan sistem nilai ataupun dianggap tidak

mampu memenuhi amanah masyarakat, bangsa, dan negara.

3. Kode Etik Profesi Polri

Istilah Kode Etik Profesi dan etika sering dicampur adukan, karena

muatan substansi yang hampir sama. Hanya kalau Kode Etik Profesi itu

telah konkrit dan terwujud dan menjadi norma tribrata dan catur prasetya

sedang etika belum kongkrit benar walaupun acuannya selalu hal yang baik

dan terbaik. Semua orang berpendapat bahwa di dunia ini tiada satupun
35

yang abadi kecuali perubahan sebenarnya berubah bisa menjadi semakin

buruk. Tetapi perubahan dalam masyarakat dan berbangsa selalu

dikonotasikan sebagai kemajuan atau berproses maju.

Telah dimaklumi bersama bahwa peningkatan kemampuan Polri

selama ini relatif statis, sedang tuntutan masyarakat akan pelayanan Polri

meningkat dengan sangat tajam. Karena kinerja Polri tertatih-tatih, yang

direfleksikan dengan banyak kecaman dan ditujukan kepada Polri, dengan

kata lain Citra Polri yang semakin merosot. Secara kuantitatif kehidupan

Polri itu relatif tetap, namun dijawab masyarakat masih dapat diupayakan

untuk dijawab dengan peningkatan kualitas yang mengarah pada

peningkatan sistem dan peningkatan etika pelaksanaan tugas. Sistem yang

memadai akan menjawab dalam bentuk efektifitas dan efisiensi serta

modernisasi sedang peningkatan etika terkait langsung dengan sikap dan

tingkah laku yang bermuatan profesionalisme sehingga dengan peningkatan

kualitas sistem dan etika itu, akan dapat dihadirkan Polri yang profesional,

efektif, efisien dan modern. Wujud nyata dari peningkatan etika adalah

kemampuan Polri untuk menyesuaikan etika. Dengan alam yang serba

berubah oleh karena itu kaitannya dengan ini apa yang dikatakan tidak dapat

disebut profesi apabila tidak ada Kode etiknya. Jadi profesi harus dilandasi

oleh etika khusus sebagai tiang akan merupakan ukuran maju mundurnya

atau perkembangan dari profesi tersebut, sedang seorang dikatakan

profesional kalau sepanjang hidupnya secara terus menerus selalu berusaha


36

meningkatkan etika wadah organisasi profesi harus bertanggung jawab atas

pengendalian peningkatan tersebut.

Etika setiap profesi tercermin dari Kode etiknya dan berupa suatu

ikatan, suatu aturan (tata) atau norma yang harus diindahkan (kaedah) yang

berisi “petunjuk-petunjuk” kepada anggota organisasinya tentang larangan-

larangan yaitu apa yang tidak boleh diperbuat atau dilakukan dan, tidak saja

dalam menjalankan profesinya, tetapi kadang-kadang juga menyangkut

tingkah pada umumnya dalam masyarakat. Pada asasnya Kode Etik Profesi

itu hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi dari suatu profesi untuk

para anggotanya. Di dalamnya dikandung suatu pengaruh yang erat kuat

untuk menanamkan rasa kesadaran, serta keinsafan pada para anggotanya,

agar dengan ikhlas mentaati ketentuan-ketentuan peraturan-peraturan yang

telah ditetapkan baginya, hal mana berguna dan berpengaruh yang kuat

dalam menegakkan “Disiplin” para anggotanya (profesi) tersebut.

Pelanggaran terhadap “Kode Etik” akan membawa akibat tertentu.

Dapat dikatakan bahwa “Kode Etika” itu merupakan suatu “ikrar

kebersamaan” berarti telah disetujui dan disepakati bersama, yang lahir

karena rasa tanggung jawab yang tulus dan ikhlas dari kelompok-kelompok

tertentu misalnya hakim, jaksa, Polri, advokat, dokter dan lain-lain, ini

semuanya merupakan pula suatu hasil dari aspirasi suatu kelompok oleh

karena itu Polri harus memenuhi syarat unsur-unsur sebagai suatu profesi

apakah itu unsur ilmu pengetahuan, keahlian, keterampilan, pengabdian, dan


37

lain-lain. Dengan konsekwensinya Polri harus memiliki Kode Etik sebagai

cermin etika dari pofesinya.

Menurut Soebekti tujuan mengadakan Kode Etik dalam suatu

kalangan profesi adalah :34

1. Menjunjung tinggi martabat profesi Kode Etik juga mendapat


nama “Kode kehormatan”.
2. Menjaga atau memelihara kesejahteraan para anggotanya,
dengan mengadakan larangan-larangan untuk melakukan
perbuatan-perbuatan yang akan merugikan kesejahteraan materil
para anggotanya.

Pada sub pertama, menyangkut hal-hal yang oleh masyarakat

dianggap tercela, sedangkan pada sub kedua menyangkut hal-hal pada

pembatasan tingkah laku yang tidak pantas atau jujur terhadap rekannya.

Oleh karena itu secara sinkron suatu Kode Etik dalam profesi hukum

merupakan sebagai standar disiplin profesi hukum yang disusun oleh

organisasi profesi itu sendiri, yang melibatkan orang-orang yang memahami

seluk beluk profesi tersebut dan para ahli etika selain itu agar Kode Etik

memiliki wibawa dibutuhkan organisasi profesi yang tidak terpecah-pecah,

agar dapat mengambil tindakan yang tegas terhadap pelanggaran yang

dilakukan oleh penyandang profesi tersebut eksistensi Kode Etik bagi suatu

profesi sangat berguna karena isinya mengandung suatu prinsip yang wajib

ditegakkan.

Berdasarkan Kode Etik tersebut, dapat diharap kepada penyandang

profesi untuk mempertanggungjawabkan profesionalisme pekerjaannya

34
Majalah Polisi Rastrasewakottama, Menyongsong Lima Puluh Tahun Polri,
Melayani Masyarakat, Edisi April – Mei, 1995, hlm 58.
38

kepada masyarakat, seperti profesi lainnya Polri harus memenuhi syarat

unsur-unsur sebagai suatu profesi dalam hal unsur ilmu pengetahuan,

keahlian, keterampilan, pengabdian dan lain-lain. Dengan konsekuensinya

Polri harus memiliki Kode Etik sebagai cermin etika dari profesinya. Oleh

karena itu anggota Polri, hal dalam melakukan penyimpangan maupun

pelanggaran Kode Etik profesi telah dibentuk Komisi Kode Etik Polri sesuai

dengan Peraturan Kapolri Nomor 19 Tahun 2012 tentang susunan organisasi

dan tatacara kerja Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Penegakan Kode Etik Profesi adalah sama halnya dengan

penegakan hukum yaitu usaha melaksanakan Kode Etik Profesi

sebagaimana, mestinya, mengawasi pelaksanaannya supaya tidak terjadi

pelanggaran dan jika terjadi pelanggaran memulihkan Kode Etik Profesi

yang dilanggar itu supaya ditegakkan kembali. Karena Kode Etik Profesi

adalah bagian dari hukum positif, maka norma-norma penegakan hukum

undang-undang juga berlaku pada penegakan Kode Etik sebagai bentuk

pemuliaan. Penindakan tersebut meliputi tingkatan sebagai berikut :35

a. Teguran himbauan supaya menghentikan pelanggaran dan


jangan melakukan pelanggaran lagi.
b. Mengucilkan pelanggar dari kelompok profesi sebagai orang
tidak disenangi sampai dia menyadari kembali perbuatannya.
c. Memberlakukan tindakan hukum undang-undang dengan
sanksinya yang keras.

Masalah penegakan hukum adalah berkaitan erat dengan ketaatan

bagi pemakai dan pelaksana peraturan perundang-undangan, dalam hal ini

35
Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Penerbit PT. Ctra Aditya Bakti,
Bandung, 2001, hlm 121.
39

baik masyarakat maupun penyelenggaraan Negara yaitu penegak hukum.

Dengan adanya sinyalemen bahwa hukum itu dipatuhi oleh masyarakatnya

merupakan pertanda tujuan diciptakannya peraturan tercapai.

Penegakan hukum yang berisi kepatuhan, timbulnya tidak secara

tiba-tiba melainkan melalui suatu proses yang terbentuk dari kesadaran

setiap insan manusia untuk melaksanakan dan tidak melaksanakan sesuai

bunyi peraturan yang ada proses tersebut tidak berasal dari asas ke bawah

atau sebaliknya melainkan tidak memperdulikan dari mana datangnya

karena kewajiban untuk mematuhi segala bentuk peraturan perundang-

undangan adalah milik Bangsa Indonesia. Oleh karena itulah pada dasarnya

semua pelaku dari suatu tidak pidana harus dituntut di muka sidang

pengadilan pada pelaksanaannya. Penuntutan yang dilakukan harus

berdasarkan hak penuntutan yang diatur dalam perundangundangan akan

tetapi sebaliknya baik secara umum maupun secara khusus.

Menurut Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa setiap

orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum

yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dengan demikian

anggota Polri sebagai warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam

hukum dan pemerintahan dengan warga Negara lainnya.

Menurut penulis tindakan setiap anggota Polri di dalam rangka

wewenang hukum dapat dibenarkan sedangkan tindakan yang di luar atau

melampaui wewenang hukumnya, atau memang tidak mempunyai

wewenang hukum untuk bertindak sewenang-wenang dan tidak wajar,


40

harus dipandang sebagai tindakan perseorangan secara pribadi yang harus

dipertanggung jawabkan secara hukum.

4. Hukum Administratif

Tujuan pembangunan nasional yang dilaksanakan sekarang ini

adalah bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur

berdasarkan Pancasila, tentunya tidak akan terwujud apabila kejahatan

tetap merajalela dan merasahkan masyarakat. Meskipun dapat dikatakan

bahwa kejahatan tersebut merupakan fenomena sosial, akan tetapi harus

dapat ditanggulangi sedemikian rupa atau setidak-tidaknya kejahatan

tersebut ditekan seminimal mungkin oleh karena itulah dalam hal ini

penangulangannya membuat suatu kebijakan kriminal, dari sudut

penanggulangannya kita memakai pendekatan melalui sarana Penal

maupun non Penal.

Hukum berfungsi pada umumnya jika hukum dapat melindungi

kepentingan manusia sehingga pelaksanaan hukum dapat berlangsung dan

dirasakan oleh manusia bahwa hukum itu sangat berfungsi dan berkenaan

bagi rasa tenteram dan damai, maka peranan dari penegakan hukum itu

sangat dominan. Kemudian untuk mencapai tegaknya hukum dan

berfungsinya hukum serta benar dirasakan oleh rakyat sebagai rasa

ketenteraman dan kedamaian, agar suatu hukum dapat berjalan dengan

baik, maka diperlukanlah suatu kekuasaan untuk melaksanakannya.


41

Philippe Nonet dan Philip Selznick membedakan tiga keadaan dasar

mengenai hukum dalam masyarakat yaitu :36

a. Hukum represif yaitu hukum sebagai alat kekuasaan represif.


b. Hukum otonom yaitu hukum sebagai suatu pranata yang mampu
menetralisasikan represi dan melindungi integritas hukum itu
sendiri.
c. Hukum responsif yaitu hukum sebagai suatu sarana respons
terhadap ketentuan-ketentuan dan aspirasi-aspirasi masyarakat.

Hukum represif khususnya bertujuan untuk mempertahankan

Status-Quo penguasa, kerapkali dikemukakan dengan dalih untuk

menjamin ketertiban. Aturan-aturan hukum represif keras dan terperinci

akan tetapi lunak dalam mengikat para pembuat peraturan sendiri, hukum

tunduk pada politik kekuasaan, tuntutan untuk patuh bersifat mutlak dan

ketidak patuhan dianggap sebagai suatu penyimpangan, sedangkan kritik

terhadap penguasa dianggap sebagai suatu ketidak setiaan. Sebagai reaksi

terhadap hal-hal yang terjadi pada hukum represif timbullah hukum

otonom yang bertujuan untuk membatasi kewenang-wenangan, baik dalam

mempertahankan maupun merubah status-quo.

Hukum otonom tidak mempermasalahkan dominasi kekuasaan

dalam orde yang ada maupun orde yang hendak dicapai. Hukum otonom

merupakan mode hukum “the rule of law” dalam bentuk liberal-klasik.

Legitimasi hukum dalam hukum otonomi terletak pada kebenaran

prosedural, hukum bebas dari pengaruh politik sehingga terdapat

36
Ronny Hanitiyo Soemitro, Studi Hukum dan Masyarakat, Penerbit Alumni,
Bandung, 1982, hlm 17.
42

pemisahan kekuasaan, kesempatan untuk berpartisipasi dibatasi oleh tata

arah yang sudah mapan.

Pada waktu ini melihat dalam berbagai lapangan hidup timbulnya

reaksireaksi terhadap hukum yang otonom ini yaitu dalam bentuk kritik

terhadap rasa puas yang bersifat dogmatis, terhadap kekakuan legislatif dan

terhadap kecenderungan-kecenderungan yuridis yang asing terhadap dunia

kehidupan umum yang nyata. Dalam berbagai lapangan hidup timbul

keinginan untuk mencapai hukum responsif yang bersifat terbuka terhadap

perubahan-perubahan masyarakat bermaksud untuk mengabdi pada usaha

meringankan beban kehidupan sosial dan mencapai sasaran-sasaran

kebijaksanaan sosial seperti, keadilan sosial, emansipasi kelompok-

kelompok sosial yang dikesampingkan dan diperlantarkan serta

perlindungan terhadap lingkungan hidup. Dalam konsepsi hukum responsif

ditentukan pentingnya makna sasaran kebijakan dan penjabaran yuridis dari

reaksi kebijakan serta pentingnya partisipasi kelompok-kelompok dan

pribadi-pribadi yang terlibat dalam penentuan kebijakan. 37 Masalah

penggunaan hukum administratif pada hakikatnya termasuk bagian dari

kebijakan (penal policy), oleh karena itu penggunaan hukum/sanksi pidana

dalam berbagai perundang-undangan di Indonesia salah satu merupakan

yang bersifat hukum administratif.

Hukum pidana administratif pada hakikatnya merupakan

perwujudkan dari kebijakan menggunakan hukum pidana, sebagai sarana

37
Ibid, hlm. 18
43

untuk menegakkan/melaksanakan hukum administratif jadi merupakan

bentuk fungsionalisasi/operasionalisasi.

Instrumentalisasi hukum pidana dibidang hukum administratif ini

sering juga disebut hukum pidana mengenai pengaturan atau hukum pidana

dari aturanaturan (ordening straf recht) karena selain itu masalah hukum

administratif terkait juga dengan tata pemerintahan sehingga istilah hukum

administratif Negara sering juga disebut hukum tata pemerintahan dengan

kata lain istilah hukum pidana administratif juga ada yang menyebut

sebagai hukum pidana Pemerintah. Untuk mengetahui bagaimana

hubungannya antara hukum Administratif Negara dengan hukum pidana

menurut Utrecht berpendapat sebagai berikut :

Hukum pidana pada pokoknya tidak membuat kaidah-kaidah baru,


hukum pidana tidak mengadakan kewajiban-kewajiban hukum baru.
Kaidah kaidah yang telah ada di bagian-bagian lain seperti hukum
Administratif Negara, Hukum Perburuhan, Hukum Pajak, Hukum
Perdata, Hukum Tatanegara dan sebagainya dipertahankan dengan
ancaman hukuman atau dengan penjatuhan hukuman yang lebih
berat.

Dengan perkataan lain kewajiban-kewajiban hukum yang telah ada

dibagian lain dari hukumhukum itu ditegaskan kembali dengan suatu

paksaan istimewa, yakni paksaan yang lebih keras dari paksaan-paksaan

yang ada dibagian-bagian lain dari hukum tersebut. Sering kewajiban-

kewajiban hukum tersebut dicantumkan dalam ketentuan undang-undang

yang juga memuat ancaman hukum yang bersangkutan hukum pidana

menyebabkan hal beberapa petunjuk hidup dapat ditegaskan lebih keras.


44

Tetapi hukum pidana sendiri tidak memuat petunjuk-petunjuk hidup itu.

Hukum pidana hakekatnya hukum sanksi. 38

E. Utrecht menyatakan39: “Hukum pidana memberi sanksi istimewa

baik atas pelanggaran kaidah hukum privat, maupun atas pelanggaran

kaidah hukum publik yang telah ada”. Sedangkan bagi anggota Polri apabila

telah terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri dalam

penegakannya diberikan sanksi moral yang menyatakan “tidak layak lagi

menjalankan profesi Kepolisian” berarti anggota Polri tersebut berperilaku

yang dapat dikategorikan sebagai penodaan terhadap pemuliaan profesinya,

maupun organisasinya dan apabila menurut pertimbangan pejabat yang

berwenang tidak dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam Dinas

Kepolisian Negara Republik Indonesia maka dapat diberikan hukuman

administratif berupa pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) dari

Dinas Polri yang berarti bahwa anggota Polri tersebut hak-haknya sebagai

anggota Polri dicabut.

Misalnya Pasal 68 TST (Tjatatan Sipil Orang-Orang Tionghoa) yang

menetapkan sebagai berikut:40 “Setelah dihadapkan seorang pegawai catatan

sipil dinyatakan keterangan para pihak yang disebut dalam Pasal 80 BW

(KUHS), maka ia akan menyatakan atas nama undang-undang bahwa

mereka terikat yang satu pada yang lainnya, karena perkawinan, dan

38
Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administratif Negara, Penerbit Alumni,
Bandung, 1985, hlm 64.
39
Ibid, hlm 65.
40
Ibid,
45

membuat segera tentang itu suatu akta dalam daftar yang diperuntukkan

untuk itu”.

Pasal ini mewajibkan seorang pegawai catatan Sipil dilangsungkan

olehnya suatu perkawinan untuk dengan segera membuat akta nikah dalam

daftar perkawinan dan perceraian yang bersangkutan. Apabila pegawai

catatan sipil ini lalai mencatatkan akta nikah ini dalam daftar perkawinan

tersebut atau menulisnya pada sehelai kertas yang terlepas, maka ia dapat

dikenakan hukum pidana berdasarkan pasal 558 KUHP yang berbunyi

sebagai berikut :41 “Pegawai Catatan Sipil, yang alpa menuliskan suatu akta

dalam daftar atau yang menuliskan suatu akta pada sehelai kertas yang

terlepas dipidana dengan denda sebanyakbanyaknya seribu lima ratus

rupiah”.

Jadi jelas bahwa pelanggaran Pasal 68 TST (Catatan Sipil Orang

Tionghoa) merupakan salah satu ketentuan Hukum Administratif Negara

ancaman hukumannya (sanksinya) terdapat dalam hukum pidana. Pasal 558

KUHP tersebut diatas, dari uraian dan pendapat para ahli tersebut di atas

dapat ditarik kesimpulan, bahwa hubungan antara hukum Administratif

Negara dengan hukum pidana terjadi dalam hal : “apabila ada kaidah hukum

administratif negara yang diulang kembali menjadi kaidah hukum pidana,

atau dengan perkataan lain apabila ada pelanggaran kaidah hukum

administratif negara, maka sanksinya terdapat dalam hukum pidana”.

41
R. Sugandhi, KUHP dengan Penjelasan Penerbit Usaha Nasional, Surabaya
Indonesia, 1981, hlm 559.
46

Hubungan hukum administratif negara dengan lapangan-lapangan

hukum lainnya, yang memang jenis-jenis hukum ini dapat dibeda-bedakan

yang satu dari yang lainnya, tetapi tidak dapat dipisahkan yang satu dari

yang lainnya.

Namun dilihat dari berbagai Bab ketentuan pidana, dalam kebijakan

legislatif yang mengandung aspek hukum administratif di Indonesia selama

ini, dapat diidentifikasikan tidak adanya keseragaman pola formulasi

kebijakan Penal antara lain sebagai berikut : 42

a. Ada yang menganut double track system (pidana dan tindakan)


ada yang “single track system” (hanya sanksi pidana, dan bahkan
ada yang “semu” (hanya menyebut sanksi pidana, tetapi
mengandung / terkesan sebagai tindakan).
b. Dalam hal menggunakan sanksi pidana, ada yang hanya pidana
pokok dan ada yang menggunakan pidana pokok dan pidana
tambahan.
c. Dalam hal menggunakan pidana pokok, ada yang hanya
menggunakan pidana denda, dan ada yang menggunakan pidana
penjara (kurungan dan denda bahkan ada yang diancam dengan
pidana mati atau penjara seumur hidup (Misal Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1964 tentang Tenaga Atom) 4
d. Perumusan sanksi pidananya bervariasi (ada tanggal, kumulasi,
alternatif, dan gabungan kumulasi-alternatif).
e. Ada yang menggunakan pidana minimal (khusus) ada yang
tidak.
f. Ada sanksi administratif yang berdiri sendiri, tetapi ada juga
yang dioperasionalisasikan dan diintegrasikan, ke dalam sistem
pidana/ pemidanaan.
g. Dalam hal sanksi administratif berdiri sendiri, ada yang
menggunakan istilah, “sanksi administratif (misal, undang-
undang konsumen, undangundang pasar modal, undang-undang
perbankan) dan ada yang menggunakan istilah “tindakan
administratif” (misal, undang-undang monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat).
h. Dalam hal sanksi administratif dioperasionalisasikan melalui
sistem pidana, ada yang menyebutnya (dimasukkan) sebagai

42
Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit PT. Cipta Aditya
Bakti Bandung, 2003, hlm 16-17.
47

pidana tambahan” dan ada yang menyebutnya sebagai “tindakan


tata tertib” atau “sanksi administratif”.
i. Ada yang mencantumkan “korporasi” sebagai subjek tindak
pidana dan ada yang tidak; dan ada yang memuat ketentuan
pertanggungjawaban pidananya dan ada yang tidak.
j. Ada “pidana tambahan” yang terkesan sebagai (mengandung)
tindakan” dan sebaliknya ada sanksi “tindakan” yang terkesan
sebagai (mengandung) pidana tambahan.
k. Ada yang menyebutkan kualifikasi deliknya (“kejahatan” atau
pelanggaran”) dan ada yang tidak (misal Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1964 : Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor
8 Tahun 1999).

Bahkan ada undang-undang yang semula mencantumkan pasal

mengenai kualifikasi deliknya, tetapi kemudian dalam perubahan undang-

undang, pasal itu dihapuskan (misal undang-undang nomor 9 tahun 1994

menghapus pasal 42 undang-undang nomor 6 tahun 1983).

Secara formil bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana

sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 2003 tentang pelaksanaan teknis institusional peradilan

umum bagi anggota Polri yang sudah mendapat putusan berupa sanksi

pidana kurungan maupun pidana penjara dan telah terbukti melakukan

tindak pidana serta sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (in krach

van gewisjde) dilakukan kembali sidang Komisi Kode Etik profesi Polri

bagi anggota Polri yang melakukan tindak pidana dinyatakan bebas dari

segala hukuman/tuntutan berdasarkan putusan peradilan umum serta sudah

memperoleh kekuatan hukum yang tetap maka pelaksanaan putusan sidang

pengadilan umum untuk tindak pidana yang dilakukan oleh anggota Polri

disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku dan personil Polri tersebut dapat
48

dipulihkan harkat darn martabat serta kedudukannya semula melalui

rehabilitasi apabila :

a. Tersangka atau terdakwa dinyatakan bebas dari segala hukuman/


tuntutan oleh pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap.
b. Personil Polri yang telah di PTDH (pemberhentian tidak dengan
hormat) namun berdasarkan putusan pengadilan (PTUN)
pemberhentian tersebut dibatalkan.
c. Personil Polri yang telah selesai menjalani pidana penjara/
kurungan namun menurut penilaian Kasatker/Ankumnya yang
bersangkutan masih layak dipertahankan menjadi personil Polri.
d. Personil Polri yang perkaranya pidananya dihentikan (SP3).
49

BAB III
HASIL PENELITIAN

A. Profil Polisi Sektor Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

a. Visi dan Misi Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

Terwujudnya Satuan Kerja Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

yang profesional, bermoral dan modern sebagai pelindung, pengayom, dan

pelayan masyarakat yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan

menegakkan hukum degan memperhatikan budaya Minangkabau.

Misi Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok adalah:

1) Melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan

hukum secara profesional dan proporsional sehingga terpelihara

keamanan dan ketertiban dalam masyarakat dengan menjunjung tinggi

supremasi hukum dan HAM.

2) Membangun, mengembangkan dan memelihara sarana prasarana

infrastruktur serta meningkatkan kemampuan personil Polri guna

mendukung pelaksanaan dan penyelesaian tugas keamanan ketertiban

masyarakat serta keamanan dalam negeri sesuai kebutuhan dan

perkembangan khususnya di Kecamatan Hiliran Gumanti Kab. Solok.

3) Melaksanakan kerjasama dengan instansi terkait dan komponennya

dalam rangka penanggulangan penyakit masyarakat.


50

b. Struktur Organisasi Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

STRUKTUR ORGANISASI POLSEK HILIRAN GUMANTI KABUPATEN

SOLOK

Sumber: Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

c. Ruang Lingkup Kewenangan Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

Berdasarkan instruksi dari Kapolri bahwa Polsek merupakan bagian dari

kesatuan Kepolisian, dimana lingkupnya terbagi menjadi 4 unit yang

menjalankan fungsi teknis kepolisian dan beberapa bagian penting yang

menjalankan fungsi teknis lainnya. Adapun tugas dan wewenang masing-

masing unit atau bagian polsekta lainnya adalah sebagai berikut:43

43
http://www.polri.go.id, diakses tanggal 5 Juni 2021
51

a. Unit Reskrim

Tugas pokok Reskrim adalah melaksanakan penyelidikan, penyidikan,

dan koordinasi serta pengawasan terhadap penyidik pegawai negeri

sipil berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum

Acara Pidana. Fungsi Reskrim adalah menyelenggarakan segala

usaha, kegiatan dan pekerjaan yang berkenaan dengan pelaksanaan

fungsi reserse kepolisian dalam rangka penyelidikan segala bentuk

tindak pidana yang meliputi reserse umum, ekonomi, narkoba dan

uang palsu serta dokumen palsu koordinasi PPNS dan tindak pidana

tertentu, tindak pidana korupsi dan pengelolaan pusat informasi

kriminal.

b. Unit Sabhara

Pertanggung jawaban dari fungsi Teknis Sabhara berada di bawah

pengendalian Kanit Patroli. Sedangkan ruang lingkup kerja SPK yaitu

memberikan pelayanan kepada masyarakat dan menerima laporan.

Pola pelaksanaan tugas dan fungsi Unit Tim Sabhara dalam

menjalankan tugas dan fungsi Unit SPK, dibebankan dalam beberapa

hal antara lain:

1) Menerima Laporan dan Pengaduan; ·

2) Mendatangi tempat Kejadian perkara (TKP); ·

3) Mengamankan tersangka dan barang bukti pada saat di TKP


52

Tugas pokok Unit patroli melaksanakan fungsi Kepolisian bersifat

preventif yaitu sebagai berikut:

1) Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan

masyarakat;

2) Mencegah dan menangkal segala bentuk gangguan kantibmas baik

merupakan kejahatan maupun pelanggaran terhadap kepentingan

umum lainnya;

3) Melaksanakan tingkat represif tahap awal terhadap semua bentuk

gangguan Kantibmas lainnya guna memelihara ketertiban dan

keamanan masyarakat;

4) Melindungi keselamatan orang, harta benda dan masyarakat;

5) Melakukan tindakan represif terbatas (tindakan pidana ringan dan

penegakan perda);

6) Pemberdayaan dukungan satwa dalam tugas operasional Patroli.

c. Unit Intelkam

Intelijen adalah merupakan usaha. kegiatan yang dilakukan dengan

metode-metode tertentu secara terorganisir untuk mendapatkan

pengetahuan (produk) tentang berbagai masalah yang dihadapi,

kesulitan disajikan kepada pihak pemakai (user) sebagai bahan

pengambilan keputusan, kebijaksanaan dan tindakan.

Adapun fungsi dari Intelkam adalah sebagai berikut:

1) Bergerak dengan orientasi ke depan (trend),


53

2) Berusaha mencari latar belakang, perkembangan dari suatu gejala,

kasus situasi dan kondisi masyarakat

3) Berusaha sedapat mungkin mendeteksi/mengidentisir setiap gejala

yang mengarah kepada gangguan Kantibmas

4) Dilaksanakan terus menerus dan dijadikan dasar pelaksanaan tugas

fungsi teknik Polri lainnya

d. Unit Binmas

Pada tingkat operasional, Binmas bertugas menciptakan situasi dan

kondisi masyarakat yang mampu menangkal dan mencegah terjadinya

gangguan kamtibmas terutama mengusahakan ketaatan warga negara

dan masyarakat terhadap peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Unit Binmas adalah sebagai wadah unit operasional dalam

menjalankan pembinaan kesadaran hukum dan ketaatan masyarakat

terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku serta

menjadikan masyarakat agar mampu mengamankan dirinya sendiri

dan lingkungannya. Peranan Bimmas adalah segala usaha dan

kegiatan dalam bentuk pembimbing, pendorong, pengarah dan

penggerak masyarakat.
54

B. Bentuk-Bentuk Upaya Kepolisian Dalam Menimbulkan Kepercayaan


Masyarakat Terhadap Polri Guna Memberikan Keamanan Di Wilayah
Hukum Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

Dari hasil penelitian yang telah dilaksanakan di lokasi penelitian berupa

hasil wawancara langsung di lapangan untuk mendapatkan data mengenai strategi

Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok dalam membangun

citra positif, peneliti mengadakan yaitu kepada bagian Binmas yang dalam hal ini

Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Bapak Briptu Syaiful Hamdi.

Adapun indikator-indikator peningkatan citra kepolisian sebagai berikut:

1. Komunikator

Komuikator adalah pihak yang bertindak sebagai pengirim pesan

dalam sebuah proses komunikasi. Kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh

Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok ini yaitu dengan

melalui sosial media, Bhabinkamtibmas terutama pada bagian penerangan ini

adalah staff khusus yang memberikan informasi kepada masyarakat.

Memberikan pengarahan kepada masyarakat yang memiliki opini

tidak benar, dan menjawab semua pertanyaan atau menerima masukan dari

berbagai kalangan masyarakat. Strategi yang digunakan dalam komunikasi ini

tentunya sangat membutuhkan kesabaran dalam menyikapinyanya seperti

halnya Briptu Syaiful Hamdi mengatakan:

Ya, kuncinya sabar la menghadapi masyarakat dari berbagai kalangan


ini, karena ini juga sudah menjadi pekerjaan kita untuk melayani
masyarakat walaupun terkadang agak susah dan bingung
menghadapinya. Sabar aja dengan tanggapan yang kadang
55

menyimpang, kalo sudah kelewatan nanti kita arahkan kepada


masyarakat tersebut.44

Meskipun komunikasi merupakan aktifitas yang rutin dilaksanakan

dalam kehidupan sehari-hari, namun kenyataan menunjukkan bahwa proses

komunikasi tidak selamanya mudah. Pada saat tertentu, kita menyadari bahwa

perbedaan latar belakang sosial budaya antar individu telah menjadi faktor

potensial menghambat keberhasilan komunikasi.

2. Menjalin hubungan dengan Pers

Hubungan Pers dimaknai dengan memahami seluk beluk dunia

jurnalistik, serta landasan peraturan yang menjadi landasan hukumnya. Bentuk-

bentuk kegiatan Pers yang dapat dilakukan antara lain penyusunan press

release, press conference, press briefing, press tour, press events, press

coverage, hingga interview. Sementara sebagai penyeimbang, juga perlu

mengelola media internal, berupa akun-akun yang telah dibuat oleh

Bhabinkamtibmas Polsek itu sendiri. Dengan menjalin hubungan kepada setiap

media yang ada di daerah Hiliran Gumanti, maka strategi Bhabinkamtibmas

Polsek dalam mencapai citra akan dapat terlaksana. Dalam kegiatan menjalin

hubungan dengan Pers terjadilah mitra kerja diantara kedua belah pihak.

Jaringan komunikasi dan kerja sama yang baik merupakan pintu gerbang

terhadap terwujudnya citra positif organisasi.

44
Hasil wawancara dengan BRIPTU Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
56

3. Memberikan opini positif

Bhabinkamtibmas Polsek tetap bertugas dalam memberikan opini-

opini positif seperti membagikan informasi tentang kegiatan Polsek. Fungsinya

untuk memberitahukan kepada masyarakat bahwa berita hoax yang dibuat oleh

oknum yang tidak menyukai Kepolisian itu tidaklah benar. Banyaknya berita

hoax tentang Kepolisian tentunya membuat buruk citra dari organisasi

Kepolisian tersebut. Dengan adanya berita seperti itu, maka Bhabinkamtibmas

akan terus membagikan hal-hal positif yang dilakukan oleh Kepolisian.

Sehingga citra tersebut dapat pulih kembali.

Nama baik organisasi merupakan penilaian atas seluruh citra

organisasi yang ada dalam benak masyarakat. Pengukuran reputasi umumnya

disusun secara kualitatif. Meskipun ada indikator-indikator yang dapat menjadi

acuan reputasi, sejatinya reputasi hanya dapat diukur melalui persepsi

masyarakat. Pada pengambilan keputusan khalayak atau penyusunan

kebijakan, maka reputasi merupakan salah satu komponen yang dinilai.

Kepemimpinan organisasi, upaya yang telah dilakukan, filosofi akan

mencerminkan kredibilitas organisasi dan integritas anggota organisasi yang

akan memberikan rasa percaya kepada masyarakat.

Bhabinkamtibmas Polsek akan terus memberikan hal-hal positif ke

masyarakat, seiring dengan banyaknya masyarakat yang menganggapi hal

negatif ke Polisi. Ini juga merupakan strategi yang dilakukan oleh

Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok dalam dalam

membangun citra positif, menanggapi setiap berita yang negatif dengan cara
57

lebih ikhlas dan tetap meluruskan atas berita tersebut. Hal ini tentunya tidak

membuat para Bhabinkamtibmas untuk bersikap tidak baik kepada masyarakat

yang jiwa intelektualnya masih di bawah standar.45

45
Hasil wawancara dengan BRIPTU Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
58

BAB IV
HASIL PEMBAHASAN

A. Upaya Kepolisian Dalam Menimbulkan Kepercayaan Masyarakat Terhadap


Polri Guna Memberikan Keamanan Di Wilayah Hukum Polsek Hiliran
Gumanti Kabupaten Solok

Sebelum upaya yang dilakukan tentunya ada strategi yang direncanakan

Bhabinkamtibmas. Disini Bhabinkamtibmas akan melakukan tindakan sesuai

dengan apa yang ditetapkan oleh organisasi. Berikut beberapa macam strategi:

1. Strategi Respon Masyarakat (Enterprise Strategy).

Menurut teori, strategi ini berkaitan dengan respon masyarakat, setiap

organisasi mempunyai hubungan dengan masyarakat. Masyarakat adalah

kelompok yang berada di luar organisasi yang tidak dapat dikontrol. Di dalam

masyarakat yang tidak terkendali itu, ada pemerintah dan berbagai kelompok

lain seperti kelompok penekan, kelompok politik dan kelompok sosial lainnya.

Jadi dalam strategi enterprise terlihat relasi antara Polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok dan masyarakat luar, sejauh interaksi itu dilakukan sehingga

dapat menguntungkan Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok. Strategi itu

juga menampakkan bahwa Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok sungguh-

sungguh bekerja dan berusaha untuk memberi pelayanan yang terbaik terhadap

masyarakat.

Dalam strategi ini Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok sudah sangat baik hubungannya dengan masyarakat. Jadi

ketika Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

memberikan pelayanan dengan baik kepada masyarakat, maka masyarakat


59

akan percaya kepada Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti. Oleh dari itu,

Bhabinkamtibmas kepolisian daerah Hiliran Gumanti harus memiliki strategi

yang mantap agar dapat membina hubungan yang baik dengan publik internal

maupun Eksternal dengan tujuan mendapatkan citra yang baik dimata

masyarakat. Salah satu caranya yaitu dengan menyelenggarakan kegiatan-

kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 46

2. Strategi Misi Organisasi (Corporate Strategy)

Strategi ini berkaitan dengan misi yang ingin di capai oleh Polsek

Hiliran Gumanti Kabupaten Solok yaitu:

a. Membangun kemampuan Bhabinkamtibmas personil Polsek dengan baik


SDM, Sarpras, Sismet, anggaran menuju Front Office Polsek.
b. Menjalin kerjasama dengan komonen masyarakat dan pelaku komunikasi
c. Mencari, menghimpun,mengolah, mendistribusikan, menyimpan informasi
dan data secara menyeluruh, cepat, tepat dan akurat melalui jaringan terbuka
dan mudah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menjalin komunikasi dua
arah.
d. Mendukung kegiatan Kepolisian dan operasi kepolisian
e. Kesiapan Polsek atas kewajiban memberikan pelayanan informasi public
yang sudah diberlakukannya UU KIP, sehingga realisi Bhabinkamtibmas
Polsek sebagai Front Office perlu segera diwujudkan. 47

Dalam mewujudkan misi tersebut, strategi yang dilakukan oleh

Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok adalah sebagai

berikut:

a. Menempatkan personil Bhabinkamtibmas Polsek sesuai dengan SDM

Hal ini terbukti pada pembagian wilayah kerja dan bidang masing-masing

pada Bhabinkamtibmas Polsek yaitu : Briptu Syaiful Hamdi yang memiliki

46
Hasil wawancara dengan Briptu Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
47
Hasil wawancara dengan Briptu Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
60

pengetahuan lebih tentang wilayah Kec. Hiliran Gumanti maka bidang yang

dijalani oleh Briptu Syaiful Hamdi saat ini yaitu sebagai Bhabinkamtibmas.

b. Bekerja sama dengan pelaku komunikasi

Pelaku komunikasi yang dimaksudkan disini bukanlah hanya masyarakat

biasa saja, tetapi Pers pun juga sangat berperan penting untuk menjadi salah

satu strategi membangun citra positif. Selain menjadi mitra kerja antara satu

sama lain, menjalin hubungan dengan pers dapat mengatasi SDM yang ada

di Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok.

c. Mengelola akun resmi kepolisian

Hal ini benar adanya dikelola oleh Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran

Gumanti Kabupaten Solok, akun medsos mulai dari facebook, twitter,

sampai official website pun aktif. Bhabinkamtibmas Polsek dapat

memberikan informasi melalui akun medsos tersebut, sehingga masyarakat

juga bisa berkomunikasi langsung dengan Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran

Gumanti Kabupaten Solok, Selain itu, Bhabinkamtibmas Polsek bisa juga

mendapatkan berita informasi dari luar.

d. Mendukung kegiatan Kepolisan

Dalam hal ini, Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

akan terus mengikuti kegiatan-kegiatan diluar dari bidang Bhabinkamtibmas

itu sendiri. Sebagai contoh bidang bimbingan masyarakat (BINMAS) dari

kepolisian ini adalah bertugas langsung terjun kemasyarakat, bidang

Bhabinkamtibmas Polsek disini juga turut berpartisipasi atau mendukung

kinerja dari Binmas dengan cara mengikuti langsung kegiatan yang


61

diadakan dan membuat sebuah dokumentasi yang nantinya akan

diinformasikan lagi kepada masyarakat melalu media sosial sebagaimana

aktifitas Bhabinkamtibmas Polsek tersebut.

e. Memberikan pelayanan

Bhabinkamtibmas Polsek selalu berharap agar bisa untuk memberikan

pelayanan secara prima, hal ini benar adanya ketika penulis melakukan riset

di Unit Binmas Polsek. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan apa yang

diharapkan. 48

Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan

manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Akan tetapi, untuk

mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang

hanya menunjukan arah saja, melainkan harus mampu menunjukkan

bagaimana taktik operasionalnya. Demikian pula dengan strategi hubungan

masyarakat yaitu bagaimana merancang untuk mengatasi kendala-kendala yang

akan dihadapi oleh masyarakat maupun instansi. Tujuan sentral

Bhabinkamtibmas adalah mengacu kepada kepentingan pencapaian sasaran

(target) yaitu masyarakat.

Strategi pada dasarnya merupakan kebijakan untuk mencapai tujuan

yang kemudian dijabarkan ke dalam sejumlah taktik untuk pencapaian tujuan

yang sudah ditetapkan. Adapula yang menyebut strategi sebagai rencana dan

48
Hasil wawancara dengan Briptu Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
62

memberi penjelasan atas metode yang dipakai untuk mencapai tujuan yang

sudah ditetapkan.49

Pada setiap strategi atau rencana selalu ada kelemahan dan kita harus

siap untuk mengupayakan setiap kemungkinan yang terjadi seperti kegiatan

media sosial dapat mengetahui kendala serta opini atau pemberian informasi

terkait dari Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti. Media sosial tidak dapat

dianggap remeh, karena bekerja sama dan saling keterbukaan memang

diperlukan didalam masyarakat untuk membangun citra positif. Banyak upaya-

upaya yang dapat dilakukan agar citra positif itu sendiri tetap terus ada dalam

jangka waktu panjang hal ini di tegaskan lagi oleh Briptu Syaiful Hamdi yang

mengatakan:

Upaya yang di lakukan di Polsek Hiliran Gumanti dalam membangun


citra positif ialah dengan cara melalukan pendekatan dengan
masyarakat dengan cara melayani masyarakat yang membutuhkan
bantuan polsek ini dan antar personil saling membangun hubungan
yang harmonis. 50

Sharpe dalam Lena Satlita Untuk dapat membina hubungan baik

dengan publik agar memperoleh kepercayaan dan dukungan publik, perlu

memperhatikan prinsip-prinsip membina hubungan baik, sebagai berikut:

a. Komunikasi yang jujur untuk memperoleh kredibilitas.


b. Keterbukaan dan konsistensi terhadap langkah-langkah yang
diambil untuk memperoleh keyakinan orang lain.
c. Langkah-langkah yang fair untuk mendapatkan hubungan timbal
balik dan goodwill.
d. Komunikasi dua arah yang terus menerus untuk mencegah
keterasingan dan untuk membangun hubungan.

49
Hasil wawancara dengan Briptu Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
50
Hasil wawancara dengan Briptu Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
63

Evaluasi dan riset terhadap lingkungan untuk menentukan langkah

atau penyesuaian yang dibutuhkan bagi sosial harmoni. Komunikasi yang baik

diharapkan akan menimbulkan citra positif dengan adanya kerja sama dan

saling percaya satu sama lain. Setiap lembaga sekolahperlu juga mengevaluasi

apa saja yang sedang terjadi dilingkungan sekolah atau yang sedang terjadi

dikhalayak umum untuk menentukan langkah selanjutnya. 51

B. Kendala-kendala yang ditemui Kepolisian Dalam Menimbulkan


Kepercayaan Masyarakat Terhadap Polri Guna Memberikan Keamanan Di
Wilayah Hukum Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok

Kurangnya pengetahuan masyarakat Pengetahuan tentang kebijakan dan

prosedur program kemasyarakatan sangatlah penting untuk terciptanya partisipasi

masyarakat yang sehat. Sayangnya, masyarakat dengan penghasilan rendah latar

belakang sebagai kelompok minoritas seringkali tidak menyadari informasi

esensial tentang program. Partisipasi masyarakat harus turut mendukung

pemberian informasi dan pemberian kesempatan penuh kepada masyarakat untuk

mengambil bagian dalam membangun dan melaksanakan program. Hasil

pengamatan memperlihatkan bahwa banyak kelompok masyarakat yang tidak

diberikan informasi relevan untuk terciptanya partisipasinya yang berarti.

Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu

hambatan yang tengah dihadapi Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti,

kegiatan/program yang ingin dilakukan untuk membangun citra positif, tidak

semudah apa yang diharapkan. Media yang digunakan tidak secanggih instansi-

instansi lain, namun pihak Bhabinkamtibmas Polsek mengatakan hal ini tidak

51
Hasil wawancara dengan Briptu Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
64

perlu dijadikan hambatan yang besar selagi Bhabinkamtibmas masih memberikan

penerangan kemasyarakat dengan men-Share informasi-informasi penting.

Dengan menghadapi berbagai kalangan masyarakat, tentunya Bhabinkamtibmas

sendiri harus mampu menguasai informasi-informasi yang ada. Seperti yang

dikatakan oleh Briptu Syaiful Hamdi :

Kadang kita sering merasa kesal dengan masyarakat awam yang gak tau
permasalahan, malah dia berlaku sok paham. Ada juga yang memberikan
komentar atau masukan tapi tidak nyambung dengan apa yang kita
informasikan, jadi disini terdapat kesalah pahaman. Tapi kembali lagi ke
tugas Bhabinkamtibmas tadi ya melayani dengan baik, tetap terus
berusahalah biar bisa menggiring masyarakat itu ke opini yang benar
Tidak semua masyarakat khususnya masyarakat sekitar Hiliran Gumanti,
bisa melakukan komunikasi dengan baik. Komunikasi merupakan salah
satu hambatan dari Bhabinkamtibmas Polsek tersebut, Karena dasarnya
orang memiliki persepsi masing-masing. Informasi yang diberikan oleh
Bhabinkamtibmas Polsek, tidak semua netizen bisa mencermati dengan
baik, bahkan terkadang ada yang menganggap semua itu hanya
pencitraan. 52

Dari tanggapan miring tersebut, Bhabinkamtibmas Polsek tetap terus

memberikan hal positif kepada masyarakat. Sebagaimana bentuk ungkapan

bahwasanya apa yang ditanggapi oleh masyarakat tersebut tidaklah benar adanya.

Tapi Bhabinkamtibmas Polsek pun tetap akan memantau bagaimana

perkembangan dari masyarakat yang memiliki persepsi seperti itu. Jika terus

berlanjut maka pihak kepolisian akan menindaklanjuti masyarakat tersebut, ini

berguna untuk masyarakat lain atau menjadi pembelajaran agar tidak terulang

kembali hal seperti itu. Menjelaskan masyarakat yang demikian, Briptu Syaiful

Hamdi mengatakan:

52
Hasil wawancara dengan Briptu Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
65

Kita akan terus menggiring masyarakat yang awam dan masih belum
paham tentang Polsek, namun kalau masyarakat tersebut sudah kelewatan
batas dan melakukan pencemaran nama baik maka dia harus ikut jalur
yang kita tentukan ya.. itu kejalur hukum Masyarakat awam yang kurang
memiliki pengetahuan luas memang cukup sulit untuk mengarahkannya,
masyarakat yang seperti ini akan terus memiliki pandangan buruk
terhadap polsek walaupun polsek melakukan kegiatan yang positif.
Tetapi tidak sedikit pula masyarakat yang selalu memberikan apresiasi
terhadap kinerja Polsek, mereka selalu memberikan masukan yang baik
dan ikut serta mendukung atas kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan.Terlepas dari itu semua, bidang Bhabinkamtibmas Polsek akan
tetap terus menjalankan kegiatan sebagaimana mestinya yang menjadi
tugas dan kewajibannya sendiri. Menjadi pelindung masyarakat tentunya
banyak menuai kritikan, baik itu kritikan positif maupun negatif. 53

Dalam melaksanakan tugasnya, Bhabinkamtibmas masih terkendala pada

alat transportasi yang kurang memadai disesuaikan dengan medan. Memang pada

dasarnya tugas Bhabinkamtibmas di Polsek ini adalah lebih banyak bergaul

dengan masyarakat yang ada kalanya Bhabinkamtibmas turun ke masyarakat

untuk melakukan sosialisasi, juga untuk melakukan dokumentasi di lapangan.

Dengan masih kurang memadainya infrastruktur ini, maka Bhabinkamtibmas pun

harus mempunyai kendaraan sendiri yang disesuaikan dengan medan untuk

digunakan untuk turun ke lapangan. Melihat keterbatasan SDM yang ada, maka

Bhabinkamtibmas Polsek mengatasi keterbatasan tersebut dengan kerjasama tim

yang baik. Dengan melakukan kerjasama tim yang baik, dapatlah

Bhabinkamtibmas Polsek melakukan aktivitas tanpa merasa kurangnya

infrastruktur yang telah disediakan.

Sesuai dengan hasil pengamatan di Unit Binmas / Bhabinkamtibmas

Polsek Hiliran Gumanti, ruangan Bhabinkamtibmas sudah cukup memadai. Hanya

53
Hasil wawancara dengan BRIPTU Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
66

saja ada belum dilengkapinya kamera dinas yang berfungsi untuk mengambil

dokumentasi, hal ini tentunya dapat menghambat aktifitas dari Bhabinkamtibmas

itu sendiri. Karena seharusnya ada beberapa orang yang mengambil dokumentasi

menggunakan kamera, tetapi dikarenakan belum dilengkapi kamera dinas, maka

Bhabinkamtibmas Polsek dapat menggunakan Android-nya sendiri untuk

membantu mengambil dokumentasi dalam melakukan kegiatan kepolisian untuk

di-Share ke media social.

Bhabinkamtibmas Polsek harus mampu menjalankan aktifitas dengan

sebaik mungkin walaupun terdapat kendala yang ada pada bidang tersebut. Ini

berfungsi untuk menunjang visi dan misi Bhabinkamtibmas Polsek itu sendiri, tak

dapat dipungkiri bahwasanya setiap aktifitas jenis apapun selalu terdapat

kendalanya. Hanya saja bagaimana caranya supaya kendala tersebut bisa tertutupi

dengan hal lain yang bisa membantu. Seperti halnya Briptu Syaiful Hamdi

mengatakan:

Setiap kerjaan itukan pasti ada kendalanya, ada hambatannya. Nah disini
bagaimana cara kitalah untuk menutupi kendala tersebut supaya kegiatan
yang kita lakukan tidak terhambat cuman karna kendala kecil aja. Selagi
masih bisa kita tutupi kenapa tidak, ya.. kuncinya ikhlas ajalah dengan
pekerjaan yang dijalani Hal tersebut ditegaskan Briptu Syaiful Hamdi,
karena pada dasarnya apapun jenis pekerjaannya tentulah ada
hambatan. 54

Hambatan tersebut dapat teratasi dengan pribadi masing-masing dalam

melewatinya, begitupula pada anggota Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok ini menghadapi hambatan yang ada.

54
Hasil wawancara dengan BRIPTU Syaiful Hamdi Selaku Bhabinkamtibmas Polsek
Hiliran Gumanti, tanggal 1 Desember 2021
67

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan dan analisis yang telah diuraikan

pada bab sebelumnya, maka disimpulkan sebagai berikut:

1. Upaya Kepolisian Dalam Menimbulkan Kepercayaan Masyarakat

Terhadap Polri Guna Memberikan Keamanan Di Wilayah Hukum Polsek

Hiliran Gumanti Kabupaten Solok antara lain yaitu: a) Menempatkan

personil Bhabinkamtibmas Polsek sesuai dengan SDM: Hal ini terbukti

pada pembagian wilayah kerja dan bidang masing-masing pada

Bhabinkamtibmas Polsek yaitu: Briptu Syaiful Hamdi yang memiliki

pengetahuan lebih tentang wilayah Kec. Hiliran Gumanti maka bidang

yang dijalani oleh Briptu Syaiful Hamdi saat ini sebagai

Bhabinkamtibmas; b) Bekerja sama dengan pelaku komunikasi: Pelaku

komunikasi yang dimaksudkan disini bukanlah hanya masyarakat biasa

saja, tetapi Pers pun juga sangat berperan penting untuk menjadi salah

satu strategi membangun citra positif. Selain menjadi mitra kerja antara

satu sama lain, menjalin hubungan dengan pers dapat mengatasi SDM

yang ada di Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok;

c) Mengelola akun resmi kepolisian: Hal ini benar adanya dikelola oleh

Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok, akun

medsos mulai dari facebook, twitter, sampai official website pun aktif.

Bhabinkamtibmas Polsek dapat memberikan informasi melalui akun


68

medsos tersebut, sehingga masyarakat juga bisa berkomunikasi langsung

dengan Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok,

Selain itu, Bhabinkamtibmas Polsek bisa juga mendapatkan berita

informasi dari luar; d) Mendukung kegiatan Kepolisan: Dalam hal ini,

Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok akan terus

mengikuti kegiatan-kegiatan diluar dari bidang Bhabinkamtibmas itu

sendiri. Sebagai contoh bidang bimbingan masyarakat (BINMAS) dari

Kepolisian ini adalah bertugas langsung terjun kemasyarakat, bidang

Bhabinkamtibmas Polsek disini juga turut berpartisipasi atau mendukung

kinerja dari Binmas dengan cara mengikuti langsung kegiatan yang

diadakan dan membuat sebuah dokumentasi yang nantinya akan

diinformasikan lagi kepada masyarakat melalu media sosial sebagaimana

aktifitas Bhabinkamtibmas Polsek tersebut; dan e) Memberikan

pelayanan: Bhabinkamtibmas Polsek Hiliran Gumanti selalu berharap

agar bisa untuk memberikan pelayanan secara prima, hal ini benar

adanya ketika penulis melakukan riset di Unit Binmas Polsek Hiliran

Gumanti. Pelayanan yang diberikan sesuai dengan apa yang diharapkan.

2. Kendala-kendala yang ditemui Kepolisian Dalam Menimbulkan

Kepercayaan Masyarakat Terhadap Polri Guna Memberikan Keamanan

Di Wilayah Hukum Polsek Hiliran Gumanti Kabupaten Solok antara lain

adalah: a) Kurangnya pengetahuan masyarakat Pengetahuan tentang

kebijakan dan prosedur program kemasyarakatan, masyarakat dengan

penghasilan rendah latar belakang sebagai kelompok minoritas seringkali


69

tidak menyadari informasi esensial tentang program; b) Terbatasnya

Sumber Daya Manusia (SDM), masih banyaknya masyarakat yang belum

mampu mengikuti perkembangan teknologi; c) Keterbatasan

infrastruktur, maka Bhabinkamtibmas pun harus mempunyai kendaraan

sendiri yang digunakan untuk turun ke lapangan dan hanya terdapat satu

kamera di ruang Bhabinkamtibmas untuk mendokumentasikan agar dapat

dibagikan ke media sosial.

B. Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian penulis menyarankan:

1. Diharapkan kepada kepolisian khususnya polsek Hiliran Gumanti

Kabupaten Solok dapat meningkatkan kinerjanya dalam meningkatkan

kepercayaan masyarakat kepada kepolisian.

2. Diharapkan kepada masyarakat khususnya yang berada di daerah Hiliran

Gumanti Kabupaten Solok dapat mengawasi dan mengikuti jalannya

setiap proses kinerja kepolisian sehingga dapat menilai dan memberikan

kepercayaan terhadap kepolisian untuk mengemban tugasnya.


70

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, Penerbit PT. Ctra Aditya
Bakti, Bandung, 2001,

Anthon F. Susanto, Wajah Peradilan Kita Kontruksi Sosial Tentang


Penyimpangan, Mekanisme Kontrol dan Akuntabilitas Peradilan
Pidana, Penerbit Rafika Aditama, 2004,

Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003,

Awaloedi Djamin, Administasi Kepolisian Republik Indonesia: Kenyataan


dan Harapan, POLRI, Bandung, 1995,

Bachsan Mustafa, Pokok-Pokok Hukum Administratif Negara, Penerbit


Alumni, Bandung, 1985,

Barda Nawawi Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana, Penerbit PT. Cipta
Aditya Bakti Bandung, 2003,

Charles B.Fleddermann, Etika Enjiniring (Asli Engineering Ethics), Penerbit


Erlangga, Jakarta, tt,

Frans Magnes Suseno, Etika abad ke 20, Penerbit Kanisius Yokyakarta, 2006,

H. Pudi Rahardi, Hukum Kepolisian [Profesionalisme dan Reformasi Polri],


penerbit Laksbang Mediatama, Surabaya, 2007,

Haryatmoki, Etika Politik dan Kekuasaan, PT. Kompas Media Nusantara,


Jakarta, 2014,

Jhonny Lamintang, Et al, Pendidikan Kewarganegaraan, Penerbit Gramedia


Pustaka Utama, Jakarta, 2002,

Jimly Asshiddigie, Peradilan Etika dan Etika Konstitusi, Penerbit Sinar


Grafika, Jakarta, 2014,

Lawrence Friedman, What The Legal System, W.W. Norton & Company,
London, 1984,

M Linggar Anggoro, Teori & Profesi Kehumasan, PT Bumi Aksara, Jakarta,


2001,
71

Majalah Polisi Rastrasewakottama, Menyongsong Lima Puluh Tahun Polri,


Melayani Masyarakat, Edisi April – Mei, 1995,

Momo Kelana, Hukum Kepolisian, PT Gramedia Widiasarana Indonesia,


Jakarta, 1994,

R. Sugandhi, KUHP dengan Penjelasan Penerbit Usaha Nasional, Surabaya


Indonesia, 1981,

Ronny Hanitiyo Soemitro, Studi Hukum dan Masyarakat, Penerbit Alumni,


Bandung, 1982,

Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Govenance,


Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2005,

Sadjijono, Hukum Kepolisian, Perspektif Kedudukan Dan Hubungan Dalam


Hukum Administrasi, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2006,

Sedarmayanti, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Rafika Aditama,


Bandung, 2014,

Soetandyo Wignjosoebroto, Hukum Dalam Masyarakat, Penerbit Bayumedia


Publishing, Jatim, 2008,

W.J.S Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka


Jakarta, Jakarta, 1986,

B. Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan


Hukum Pidana (KUHP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum


Acara Pidana (KUHAP)

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian


Negara Republik Indonesia

Peraturan Pemerintah Nomor 92 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas


Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 Tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021


Tentang Pemolisian Masyarakat
72

C. Skripsi, Jurnal dan Karya Ilmiah Lainnya

Christina, Aleida Tolan, Elfie Mingkid, dan Edmon Royan Kalesaran, Peranan
Komunikasi Dalam Membangun Citra Polisi Republik Indonesia
(POLRI) Pada Masyarakat (Studi Pada Masyarakat Kelurahan Kleak,
Kecamatan Malayang, Kota Manado, Dalam Jurnal Acta Diuma. Vol
VI. No 1. 2017

Hesti Rahmawati, Strategi Binmas Polres Wonogiri (Deskriptif Kualitif Devisi


Humas Polres Wonogiri Dalam Memperbaiki Citri Polisi Terhadap
Kasus Tertangkapnya Anggota Polres Wonogiri Memakai Narkoba),
dalam Skripsi, Program Sarjana Sarjana Jurusan Ilmu Komunikasi
Fakultas Komunikasi dan Informatika, Surakarta, 2018,

Susaningtiyas Nefo Handayani, Strategi dan Manajemen Binmas Polri Dalam


Membangun Citra Polri, Dalam Tesis Perpustakaan Universitas
Indonesia UIN Jakarta, 2017.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai