Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

LEMBAGA LEMBAGA PENEGAKAN HAM DI INDONESIA TENTANG POLRI

OLEH

KELOMPOK 5 :

1. LUCIA SOARES

2.HILDA KASE

3. JEFRI YOHANES R

4. GIDEON OBENG

5. PEDRO MBURA

6.ESTONRIUS MANGNGI HEBI

7. DICKY KAPITAN

UNIVERSITAS PERSATUAN GURU 1945 NTT

FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapakan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “LEMBAGA PENEGAKAN HUKUM DAN HAM DI
INDONESIA TENTANG POLRI” ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini kami buat untuk melengkapi
tugas mata kuliah Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Dan kami juga menyadari akan pentingnya sumber bacaan dan referensi
internet yang telah membantu dalam memberikan informasi yang akan menjadi bahan makalah. kami juga
mengucapkan terima kasih kepada ibu Dosen Agustin Leni M, Riwu Rohi SH,MH. sebagai dosen bidang studi
yang telah banyak memberi petunjuk dan semua pihak yang telah memberikan arahan serta bimbingannya selama
ini sehingga penyususan makalah dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari masih banyak kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
penyempurnaan makalah ini.

Kami mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan, karena
kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Kupang, 21 April 2022

Kelompok Lima
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................................................3

BAB I......................................................................................................................................................4

A. Latar Belakang Masalah.................................................................................................................4

B. Rumusan masalah..........................................................................................................................5

C. Tujuan dan Manfaat......................................................................................................................5

BAB II.....................................................................................................................................................6

1. POLRI DAN PERLINDUNGAN HAM.................................................................................................6

2.DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN RI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA GUNA MENEMUKAN


PELAKU DAN PENYELESAIANNYA.......................................................................................................8

BAB III..................................................................................................................................................12

A. Kesimpulan..................................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................14
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara hukum sebagaimana terkandung pada pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum sebagai salah satu tiang penyangga utama yang kuat berdiri tegak,
menjaga keutuhan dan keselamatan bangsa Indonesia dari ancaman bahaya seperti kasus-kasus yang mengemuka
saat ini salah satunya adalah terorisme yang hanya bisa dieliminir apabila hukum berdiri tegak di atas semua
kepentingan politik dan golongan. Terorisme merupakan kejahatan yang luar biasa (extraordinary), dikarenakan
akibat yang ditimbulkan dari kejahatan tersebut berdampak sangat luar biasa dan mengancam keamanan serta
perdamaian umat manusia (human security), sehingga, diperlukan Tindakan yang luar biasa untuk dapat
mengungkap, mencegah, dan memberantas tindak pidana tersebut.

Negara memiliki perangkat alat negara sebagai penegak hukum, dalam memberantas kejahatan terorisme,
yaitu Lembaga kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) sebagai alat negara sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang kepolisian Negara Republik Indonesia. Seorang anggota polri dalam
melaksanakan tugas dan penyelenggaraan fungsi Kepolisian menggunakan kemampuan profesinya, haruslah tunduk
pada kode etik profesi sebagai landasan moral Ketika menghadapi beragam kejahatan yang menjadi tanggung
jawabnya.

Detasemen Khusus 88 Anti Teror Polri sebagai kesatuan khusus yang menangani kasus terorisme di
Indonesia dan bekerjasama dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan upaya
deradikalisme terhadap pelaku-pelaku terror yang sudah tertangkap serta kelompok-kelompok masyarakat yang
memiliki kecenderungan radikal.

Sementara itu, dalam mengenai tindak criminal tak luput dari satu hal penting, yaitu adanya diskresi
Kepolisian, diskresi tersebut diatur dalam pasal 18 Undang-Undang No.2 Tahun 2002. Dalam menghadapi
meningkatnya kualitas, kuantitas dan dimensi kejahatan di Indonesia memungkinkan para apparat penegak hukum
melakukan Tindakan keras di luar batas hukum yang kemudian menimbulkan konflik antara polisi dan masyarakat.
Tindakan keras yang dilakukan Kepolisian haruslah tetap berdasarkan peraturan hukum yang berlaku dan
menghormati HAM, maka akan menjadi suatu masalah apabila pelaksanaan diskresi ini justru memudahkan
penyalahgunaan kekuasaan oleh Polisi
B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimana Tindakan polri sebagai penegak hukum dalam upaya perlindungan HAM?

2. Bagaimana Diskresi Penyidik Kepolisian RI dalam penyidikan tindak pidana guna menemukan pelaku dan
penyelesaiannya

C. Tujuan dan Manfaat

Tujuan dan Manfaat dari Makalah ini adalah untuk memberi pemahaman kepada pembaca tentang
bagaimana Tindakan Polri sebagai penegak Hukum dalam upaya perlindungan HAM dan apa itu Diskresi Penyidik
Kepolisian RI
BAB II

PEMBAHASAN

1. POLRI DAN PERLINDUNGAN HAM

Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memiliki kewenangan dalam melakukan penegakan hukum
berdasarkan pada hukum positif yaitu kitab Undang-Undang Hukum acara Pidana (KUHAP) dan Undang-Undang
Kepolisian Republik Indonesia (UU No. 2 Tahun 2002). Dalam penegakan Hukum ini seringkali mengandung dua
dimensi yaitu memberikan perlindungan hukum kepada masyarakat namun dimensi lain memiliki potensi untuk
disalahgunakan dan cenderung merugikan masyarakat. KUHAP memberikan kewenangan yang cukup besar
kepada kepolisian untuk melakukan Langkah-langkah hukum terhadap tersangka. Jika kewenangan tersebut tidak
Amanah dan tidak diawasi maka berpotensi untuk digunakan secara berlebihan.

 Penegakan Hukum

Polri sebagai penegak Hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, dengan tidak
mengenyampingkan faktor-faktor yang juga berpengaruh pada penegakan hukum sebagaimana di kemukakan oleh
Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap penegakan Hukum menurut professor
sosiologi hukum tersebut, yaitu : peraturan hukum itu sendiri, masyarakat tempat Hukum tersebut ditegakkan,
keteladanan para aparatt penegak hukumnya, sarana dan prasarana penegakan hukum.

Apa yang disampaikan oleh Soerjono Soekanto dan Ketika dikaitkan dengan kondisi saat ini dan tentang
reformasi yang sedang berlangsung di tubuh polri, maka sebenarnya masyarakat belum merasakan adanya
perubahan yang signifikan, sikap dan perilaku anggota kepolisian masih belum banyak berubah. “menembak salah,
tidak menembak salah, ditembak salah,” demikian kira-kira situasi yang di hadapi polisi kita. Pemberitaan tentang
polisi yang melakukan penembakan sering menjadi perhatian publik, terlebih terhadap polisi yang salah tembak,
tidak sedikit polisi yang kemudian di periksa, ditindak, dan diajukan ke siding pengadilan atau kode etik profesi.

Beberapa catatan dari Lembaga Ombudsman Republik Indonesia tahun 2015 menunjukkan bahwa polri
masih menjadi Lembaga yang sering melakukan mala-administrasi sehingga menjadikan institusi ini mendominasi
pengaduan dari masyarakat. Pada tahun 2015 saja, Lembaga ini menerima pengaduan dari masyarakat terkait
dengan pelanggaran mala-administrasi oleh kepolisian sebanyak 6.859 pengaduan. Data yang diterbitkan oleh
Ombudsman ini diperkuat lagi dengan data yang diterbitkan oleh Divisi Propam Mabes Polri. Terdapat bukti jika
anggota Polri melakukan pelanggaran pidana. Sebagai contoh pada tahun 2015 terdapat pelanggaran kode etik
sebanyak 1.041 kasus, pelanggaran disiplin 8.147 kasus dan pelanggaran pidana 394 kasus
 Perlindungan HAM

Laporan Amnesty international tentang standar-standar untuk mencegah penyalahgunaan kekuatan


penegakan hukum menyebutkan empat prinsip penting HAM dalam penggunaan kekuatan pada umumnya,
yaitu, proposionalitas (penggunaan kekuatan yang seimbang), legalitas (Tindakan sah apabila sesuai hukum
nasional yang sesuai dengan standar HAM Internasional), akuntabilitas (adanya prosedur dan peninjauan
ulang penggunaan kekuatan) dan nesesitas (digunakan pada Tindakan biasa dan benar-benar dibutuhkan).

Kepolisian Indonesia memiliki kewarganegaraan yang luar biasa besar dalam membatasi Hak Asasi
Manusia. Jika kewenangan ini tidak dipergunakan secara humanistic maka berpotensi untuk melanggar
HAM, misalnya saja polisi memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan; polisi juga memiliki kewenangan untuk menggunakan kekuatan misalnya
senjata api untuk mengatasi kerusuhan.

Penahanan sebagaimana diatur dalam pasal 20 dan 21 ayat (1) KUHAP, pasal 20 KUHAP
mengatakan bahwa penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan penahanan. Pasal 21 ayat (1) mengatur
bahwa penahanan dilakukan manakala penyidik “menduga keras” tersangka melarikan diri, merusak atau
menghilangkan barang bukti, atau akan mengulangi tindak pidana. Penahanan juga dilakukan jika seseorang
tersangka yang di ancam dengan pidana (penjara) lima tahun atau melakukan kejahatan tertentu.

Kata-kata “menduga keras” seperti yang disebutkan dalam KUHAP inilah yang bisa digunakan oleh
penyidik untuk membatasi kebebasan seseorang, praktek penahanan mendapat sorotan dan dikeluhkan
warga karena implementasi kewenangan yang tidak terkendali. “Nasib” tersangka ditentukan secara
subjektif oleh penyidik yang dirasakan golongan tidak mampu sebagai ketidakpastian hukum.

 Penegakan Hukum di Masa Depan

Pendekatan Humanistik dan pendekatan non-prosedural dapat digunakan untuk mengatasi masalah
tersebut diatas penggunaan pendekatan humanistic, maka polisi dituntut untuk senantiasa mengggedor
Nurani mereka dalam menghormati harkat dan martabat manusia. Polisi harus membatasi dirinya, kapan
harus menggunakan kewenangan dan tidak menggunakan kewenangan tersebut. Harkat dan Martabat
menusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa harus dilindungi dan dihormati. Praduga tidak bersalah
harus dikedepankan, sehingga pada kasus-kasus tertentu saja boleh menggunakan kewenangan tersebut.
Dengan kata lain, polisi harus selektif dan tidak bisa menyamaratakan dalam menggunakan kewenangan
tersebut. Hati Nurani polisi harus menjadi benteng dalam memfilter kasus-kasus, agar kewenangan yang
diberikan oleh undan-undang terseleksi.
Rasa keadilan substansial masyarakat merupakan ciri penggunaan pendekatan non procedural.
Pendekatan non procedural ini menjadi penting bukanlah mesin atau robot yang menegakkan aturan, karena
dibalik aturan itu ada nilai-nilai filosofis yang harus membentengi polisi bertindak. Melumpuhkan setiap
pelaku kejahatan dengan senjata api, merupakan perbuatan yang bisa dicegah, senjata api bukan untuk
memberikan rasa sakit kepada masyarakat tetapi melindungi polisi Ketika ada ancaman yang
membahayakan jiwanya. Menahan seseorang hanya diperlukan sebagai upaya terakhir jika tersangka
memang betul-betul akan melarikan diri, mengulangi kejahatan atau menghilangkan barang bukti, jika
alasan-alasan tersebut tidak berdasarkan maka tidak di perlukan penahanan.

Untuk jangka Panjang, revisi R-KUHAP mendesak dilakukan dan menata peran polri dengan
menggabungkan dua pendekatan tersebut, harus ada pembatasan kewenangan polisi. Membatasi bukan
berarti memangkas kewenangan, tetapi lebih kepada melakukan control atas kewenangan yang melampaui
batas. Harus ada keterlibatan pengadilan atau hakim komisioner Ketika polisi akan menggunakan
kewenangan untuk menahan.

2. DISKRESI PENYIDIK KEPOLISIAN RI DALAM PENYIDIKAN TINDAK PIDANA


GUNA MENEMUKAN PELAKU DAN PENYELESAIANNYA.

Pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat Negara
baik sengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum, mengurangi, menghalangi,
membatasi dan/atau mencabut HAM seseorang atau sekelompok orang yang dijamin oleh UU, dan tidak
mendapatkan, atau dikuatirkan tidak akan memperoleh penyelesaian Hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Landasan Diskresi kepolisian tindakan polri harus sesuai
dengan peraturan perundang-undangan polri dalam menjalankan tugas dan wewenang khususnya dalam
melakukan diskresi tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan tersebut dapat
dikesampingkan yang dimaksud dengan perundang-undangan tersebut dapat dikesampingkan yang
dimaksud dengan perundang-undangan disini adalah semua peraturan yang dibuat oleh suatu badan
pemerintahan yang diberi kekuasaan untuk membuat UU, Misalnya peraturan pemerintah daerah seperti
provinsi,kabupaten, dan kota praja, kode etik, profesi polri dan termasuk pula petunjuk lapangan dan
petunjuk teknis untuk polri.

Dan pun aturan yang lebih spesifik sebagai pedoman oleh kepolisian dalam melaksanakan dikresi
adalah UU no 2 thn 2002 tentang kepolisian. PEKAPOLRI No 8 thn 2009 tentang “Implementasi prinsip
dan standard HAM dalam pemyelenggaraan tugas kepolisian Negara Republik Indonesia dan PEKAPOLRI
No 6 thn 2019 tentang penyidikan tindak pidana.
 Penyebab yang mempengaruhi penyidik kepolisian RI dalam melakukan Diskresi

1. Unsur internal dalam mendorong dikresi penyidik

a. Unsur tekanan dari pemimpin

b. Unsur situasi dalam penyelidikan

c. Unsur SDM penyidik

d. Unsur pengetahuan penyidik dalam penyelidikan

e. Unsur sesama teman sebagai penyidik

f. Unsur penyidik sebagai penegak hukum

g. Unsur kelengkapan

2. Unsur Eksternal yang mendorong diskresi penyidik

a. Unsur Undang-Undang

b. Unsur Masyarakat

3. Unsur menghambat diskresi penyidik

a. Unsur lemahnya penyidk dalam penegak hukum

b.Unsur Finansial

c. Unsur penyalahgunaan kewenangan oleh penyidik

d. Unsur kerjasama masyarakat

 Contoh kasus situasi dalam penyidikan

1. Kasus besar yaitu ;

2.

Pembunuhan berenana. Pada tanggal 30 september 2020 sekitar pukul 22:30 malam bertempat
disuatu tempat yang masih diwilayah hukum kota kupang dilakukan oleh X (tersangkah) terhadap Y
(korban) pembunuhan dilakukan tersangka X terhadap korban Y dengan menggunakan benda tajam/ parang
menebas di leher Y sehingga korban meninggal. Sebelum X melakukan pembunuhan tersebut X telah
merencanakan terlebih dahulu 2 hari perencanaan pembunuhan tersebut sudah diketahui oleh 3 orang saksi
(a,b dan c) pada saat X melakukan pembunuhan ke-3 orang saksi tersebut melihat kejadian tersebut akan
tetapi mereka tidak memberikan pertolongan kepada Y sehingga Y meninggal, kemudian beberapa bulan X
menyerahkan diri kepada penyidik bahwa X adalah pelaku pembunuhan terhadap Y. selanjutnya penyidik
melakukan pengembangan dengan memanggil para saksi diantaranya ke-3 saksi tersebut maka X ditetapkan
penyidik sebagai tersangka utama kemudian tangkap dan ditahan. (korban meninggal) dalam pengembangan
kasus tersebut penyidik tetap menetapkan satu orang saksi saja yaitu X.

kalau kita mau lihat dari sudut pandang ke-3 orang saksi bisa saja ditetapkan sebagai tersangka
dengan pasal 55 KUHP yaitu dipidana sebagai pelaku tindak pidanna ayat (1) mereka melakukan perbuatan
(2) mereka memberi atau menjanjikan sesuatu yang menyalahguankan kekerasan atau martabat dengan
kekerasan,ancaman atau penyesatan, atau memberi kesempatan sarana atau keterangan. Sengaja mengajukan
orang lain supaya melakukan perbuatan atau akan tetapi dalam situasi kasus ini penyidik dalam pennyidikan
selalu didemo dari masyarakat agar kasus ini apakah peran saksi 3 orang tetap sebagai saksi ataukah
dinaikan menjadi tersangka? Perlu adanya keberanian dari penyidik untuk melakukan diskresi.

2. Kasus biasa yaitu :

pemukulan A terhadap B sehingga B mengalami leban dimuka maka kasus ini dapat diselesaikan dengan
adanya pasal 2 hurus A dan B pekapolri No 6 thn 2019

DISKRESI PENYIDIK TAAT PADA SOP PELAKSANAAN PENYIDIKAN DAN KUHP

1. Akuantabel. Menggunakan akuntabilitas dalam penyidikan dengan melibatkan pemangku kepentingan


dan dapat di pertanggung jawabkan

2. Profesional. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan penyidik sehingga dapat memberikan prlayanan
yang mudah, cepat dan profesional

3. Responsif. Meningkatkan kepekaan penyidik dalam menindak lanjuti laporan masyarakat

4. Proses dan hasil penyidikan dilaksanakan secara berbeda dan dapat di monitor dengan mudah olrh pihak
yang berkepentingan sehingga masyarakat dapat informasi seluas-luasnya dan akurat

5. Efektif. Pelaksanaan penyidikan berjalan dengan baik dan mencapai sasaran yang diharapkan

6. Dalam melaksanakan proses penyidikan, penyidik memperhatikan

a. Hak tersangka sesuai dengan KUHP


b.Hak pelapor dan pengadu

c. Hak saksi korban

d. Hak asasi manusia

e. Asas persamaan bahasa

f. Asas praduga tak bersalah

g. Asas legalitas

h. Asas kepatuhan, dalam hal diatur dalam undang-undang lain

i.Memperhatikan etika profesi kepolisian

Disamping itu dalam menjalankan tugas perpolisiannya, seorang polisi selaku aparat penegak hukum
dalam bekerja lebih maksimal dan profesional dalam melaksanakan pemeriksaan juga diatur dalam SOP
tersebut, yakni

1).Dalam mealksanakan pemeriksaan, penyidik memperhatikan antara lain

a.Etis, bermanusia, dan memegang prinsip etika profesi penyidikan

b. Hak dan kewajiban hukum bagi yang diperiksa (saksi,ahli, tersangka)

c. Berdasarkan fakta

2). Kegiatan pemeriksaan meliputi

a. Pemeriksaan saksi

b. Pemeriksaan ahli

c. Pemeriksaan tersangka

d. Pemeriksaan dan penelitian documet dan surat-surat

e. Pemeriksaan terhadap alat bukti digital .

3)Sebelum melakukan pemeriksaan penyidik membuat rencana pemeriksaan,

4) Pemeriksaan terhadap ahli diperluhkan dalam kasus tertentu


5) Untuk menghindari penyimpangan dalam pemeriksaan, wajib dilakukan pengawasan oleh pimpinan

6) Standar operasional prosedur pelaksanaan pemeriksaan saksi, pemeriksaan ahli, pemeriksaan


tersangka, pemeriksaan dan penelitian dokumen dan surat-surat.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Polri sebagai penegak Hukum, pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, dengan tidak
mengenyampingkan faktor-faktor yang juga berpengaruh pada penegakan hukum sebagaimana di
kemukakan oleh Soerjono Soekanto. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap penegakan
Hukum menurut professor sosiologi hukum tersebut, yaitu : peraturan hukum itu sendiri, masyarakat
tempat Hukum tersebut ditegakkan, keteladanan para aparatt penegak hukumnya, sarana dan prasarana
penegakan hukum.

Kepolisian Indonesia memiliki kewarganegaraan yang luar biasa besar dalam membatasi Hak Asasi
Manusia. Jika kewenangan ini tidak dipergunakan secara humanistic maka berpotensi untuk melanggar
HAM, misalnya saja polisi memiliki kewenangan untuk melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan; polisi juga memiliki kewenangan untuk menggunakan kekuatan misalnya
senjata api untuk mengatasi kerusuhan

Untuk jangka Panjang, revisi R-KUHAP mendesak dilakukan dan menata peran polri dengan
menggabungkan dua pendekatan tersebut, harus ada pembatasan kewenangan polisi. Membatasi bukan
berarti memangkas kewenangan, tetapi lebih kepada melakukan control atas kewenangan yang melampaui
batas. Harus ada keterlibatan pengadilan atau hakim komisioner Ketika polisi akan menggunakan
kewenangan untuk menahan.

Landasan diskresi penyidik kepolisian RI dalam penyidikan tindak pidana guna menemukan pelaku,
penyidik sebagai penegak hukm senyatanya harus membuat hukum itu hidup berdasarkan kepentingan
hukum, penyidik dalam melakukan penyidikan tidak boleh ada intervensi dari pihak manapun, tekanan dari
pihak manapun dan tekanan berbentuk apapun selain bertindak untuk dan atas nama keadilan berdasarkan
perundang-undangan yang berlaku sebagaimana pasal 18 ayat 1 dan 2, UU No 2 tahun 2002 tentang
kepolisian Negara Republik Indonesia serta UU No 8 thn1981 KUHAP pasal 1 ayat (1) penyidik adalah
pejabat polisi negara RI atau pejabat pegawai Negeri tertentu diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang
untuk melakukan penyidikan (2) penyidikan adalah serangkaian penyidik dalam hal menurut tata cara yang
diatur dalam UU ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi guna menemukan tersangkanya
landasan diskresi menetapkan tersangka berdasarkan alat bukti yang Sah sebagaimana pasal 184 KUHAP.
Keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa. Landasan diskresi penjatuhan
hukuman terhadap tindak pidana berat tetap dilaksanakan sampai pada, penyerahan berkas perkara di
kejaksaan kemudian dilaporkan oleh jaksa penuntut umum di dalam pengadilan untuk di proses hukum dan
di proses oleh yang mempunyai kekuatan hukum tetap.

landasan diskresi pasal 12 huruf a dan huruf b PEKAPOLRI Nomor 6 tahun 2019

1) Tindak pidana yang diselesaikan adalah tindak pidana yang bersifat ringan atau tindak pidana
yang merupakan bersifat relatif

2) Ada keinginan dari pihak-pihak yang berperkara/ pelaku dan korban untuk berdamai dan
permasalahan tersebut menimbulkan dampak yang biasa/ negatif terhadap kehidupan
masyarakat

3) Harus dilaksanakan kegiatan yang bersifat dengan mempertemukan pihak yang berperkara
serta melibatkan pemerintah sosial serta tokoh-tokoh masyarakat setempat

4) Dalam penyelesaian perkara perluh memperhatikan faktor niat, kondisi ekonomi, tingkat yang
timbul hubungan keluarga, kekerabatan serta bukan merupakan perbuatan yang berulang

5) Apabila perbuatan tersebut diawali dengan perjanjian/perikatan (mengarah ke perdata)

6) Pihak korban harus mencabut laporan pengaduan

7) Apabila terjadi ketidakpuasan para pihak yang beperkara seteah dilakukan diluar mekanisme
pengadilan maka dilakukan penyelesaian sesuai prosedur hukum yang berlaku

8) Apabila terjadi pengulangan tindak pidana yang berlaku maka harus dilaksanakan proses
hukum sesuai peraturan/hukum yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Business Law Polri dan Perlindungan Hukum oleh Ahmad Sofian (februari 2017)

Matreri Launching E-Jurnal dan Seminar Nasional Program Studi Ilmu Hukum Universitas
Persatuan Guru 1945 NTT Oleh Dr. Samuel Haning SH,MH

Anda mungkin juga menyukai