Anda di halaman 1dari 6

HUKUM WARIS ISLAM

A.   Pengertian.

Hukum waris atau hukum Faroid adalah hukum yang mengatur


pemindahan hak pemilikan harta peninggalan ( tirkah ) pewaris termasuk siapa-
siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa bagiannya masing-masing.
( pasal 171 a KHI ).

Pewaris atau muwarits adalah orang yang pada saat meninggalnya atau


dinyatakan meninggal berdasarkan putusan Pengadilan beragama Islam,
meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan. ( pasal 171 b KHI ).

Ahli waris atau warits adalah orang yang berhak mendapatkan harta


warisan dan untuk itu dia tidak terhalang karena hukum.

Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik


berupa harta benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya. ( pasal 171 d
KHI ).

Harta warisan atau Tirkah adalah harta peninggalan yang siap diwariskan


setelah digunakan untuk keperluan si pewaris yaitu biaya pengurusan jenazah,
membayar hutang pewaris dan wasiat.

B.   Syarat waris mewarisi.     


a. Ada orang yang meninggal.
b. Ada ahli waris yang masih hidup.
c. Tidak ada penghalang untuk menerima warisan.   

C.   Rukun waris mewarisi.


a. Adanya Tirkah.
b. Adanya Pewaris.
c. Adanya Ahli waris.

D.   Orang yang terhalang mendapatkan warisan.


1.   Sesuai pasal 173 KHI adalah orang yang berdasarkan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan  hukum yang tetap dihukum karena :
a.       Telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya berat
pewaris.
b.      Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris
telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun
penjara atau hukuman yang lebih berat. 
2. Murtad atau telah menyatakan keluar dari agama Islam.

E.   3 (tiga) hal penting yang menjadi masalah dalam waris.


1. Mafqud adalah ahli waris yang tidak diketahui keberadaannya.
Untuk bagian yang mafqud maka tetap diberikan tetapi untuk sementara
dititipkan dulu kepada ahli waris yang lain sampai dia kembali untuk
mengambil bagiannya. Apabila dia telah meninggal dunia atau mendengar kabar
yang benar tentang kematiannya, maka bagian tersebut dibagi kepada ahli waris
yang lain.

2. Anak yang masih dalam kandungan ibunya.


Maka pembagian waris harus ditunda dulu sampai dia dilahirkan. Apabila lahir
hidup maka dia berhak mendapat bagian warisan.

3. Mati secara bersama-sama.


Secara prinsip hal ini tidak terlalu merepotkan dalam pembagian waris.

F.   Pengertian mati menurut ulama, ada 3 :


1.   Mati Haqiqi adalah mati yang sesungguhnya dapat dilihat oleh panca indera.

2.   Mati Huqmi adalah mati berdasarkan putusan Pengadilan.

3.   Mati Taqdiry adalah mati berdasarkan dugaan yang kuat bahwa dia telah benar-
benar mati

G.   Golongan ahli waris (menurut hukum Islam yang bukan hukum positif).
1. Golongan Laki-laki ( ada 15 orang ), yaitu :
         a. Anak laki-laki.
2. Cucu laki-laki.
3. Bapak dari laki-laki.
4. Datuk / kakek.
5. Suami / duda.
6. Saudara laki-laki kandung.
7. Saudara laki-laki se-ayah.
8. Saudara laki-laki se-ibu.
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
10. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ayah.
11. Paman kandung.
12. Paman se-ayah.
13. Sepupu kandung.
14. Sepupu se-ayah.
15. Orang laki-laki yang memerdekaan budak.

Jika ke-15 orang ini ada semua, maka yang lebih berhak adalah :
1. Anak laki-laki.
2. Bapak dari laki-laki.
3. Suami / duda.

2. Golongan Perempuan ( ada 10 orang ), yaitu :


         1. Anak perempuan.
2. Cucu perempuan.
3. Ibu.
4. Isteri / janda.
5. Nenek dari ibu.
6. Nenek dari ayah.
7. Saudara perempuan kandung.
8. Saudara perempuan se-ayah.
9. Saudara perempuan se-ibu.
10. Orang perempuan yang memerdekakan budak.

Jika dari ke-10 orang ini ada semua, maka yang lebih berhak :
1. Anak perempuan.
2. Cucu Perempuan.
3. Ibu.
4. Isteri / janda.
5. Saudara perempuan kandung.

         Jika dari golongan laki-laki dan golongan perempuan ini ada semua, maka
yang paling berhak adalah : anak (laki-laki/perempuan),  ayah, ibu, janda atau
duda. 

H.   Golongan ahli waris ( menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal


174 ).
1.    Berdasarkan Hubungan Darah :
a..   Golongan laki-laki ( ada 5 orang ), yaitu :
      1. Anak laki-laki.
      2. Ayah.
      3. Saudara laki-laki kandung.
      4. Paman.
      5. Kakek.

b.   Golongan Perempuan ( 4 orang ), yaitu :


      1. Anak Perempuan.
      2. Ibu.
      3. Saudara perempuan kandung.
      4. Nenek.
2..   Berdasarkan hubungan perkawinan / semenda :
         1. Suami / Duda.
         2. Isteri / Janda.
Jika semua ahli waris ada, maka yang berhak hanya : anak, ayah, ibu, janda atau
duda.

I.   Ada 3 ( Tiga ) golongan ahli waris.


1.   Ashabul Furudl, adalah ahli waris yang mendapat bagian tertentu menurut
syara’ (al qur’an dan hadist). Bagian tertentu meliputi 2/3, ½, 1/3, ¼, 1/6,
1/8. Ada 2 yaitu :
a.   Issababiyah, adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian tertentu akibat
dari hubungan perkawinan. Yaitu Suami/Duda atau Isteri/Janda.
      Duda mendapat ½, bila isteri meninggal tanpa anak.
      Duda mendapat ¼, bila isteri meninggal dan punya anak.
      Janda mendapat ¼, bila suami meninggal tanpa anak.
      Janda mendapat 1/8, bila suami meninggal dan punya anak.
b.   Innasabiyah, adalah golongan ahli waris yang mendapat bagian tertentu akibat
hubungan darah/nasab/garis keturunan, yaitu :
      1. Ibu dan nenek.
      2. Bapak dan kakek.
      3. Anak perempuan dan cucu perempuan dari laki-laki.
      4. Saudara perempuan dari ibu.
      5. Saudara laki-laki dari ibu.
      6. Saudara perempuan kandung.
      7. Saudara perempuan se-ayah.

2.   Asshabah, adalah golongan ahli waris yang mendapat sisa / menghabisi seluruh


bagian warisan karena tidak ada ahli waris ashabul furudl. Ada 3 yaitu :
a.   Asshabah binafsi, adalah golongan ahli dari kerabat laki-laki yang dipertalikan
dengan si pewaris tanpa diselingi oleh ahli waris perempuan, yaitu :
      1. Bapak dan kakek.
      2. Anak laki-laki dan cucu laki-laki.
      3. Saudara laki-laki kandung.
      4. Saudara laki-laki se-ayah.
b.   Asshabah bilghoir, adalah ahli waris dari kerabat perempuan yang memerlukan
orang lain untuk menjadi asshabah dan untuk bersama-sama menerima bagian,
yaitu :
      1. Anak perempuan yang menerima warisan bersama anak laki-laki.
      2. Cucu perempuan yang menerima warisan bersama cucu laki-laki.
      3. Sdr.pr. kandung / se-ayah  bersama Sdr.laki-laki kandung/se-ayah.
c.   Asshabah ma’al ghoir, adalah kerabat perempuan yang memerlukan orang lain
untuk menjadi asshabah tetapi orang lain tersebut tidak berserikat dalam
menerima warisan, yaitu : saudara perempuan kandung dan saudara perempuan
se-ayah bersama-sama dengan anak perempuan / cucu perempuan.

3.   Dzawil arham, adalah kerabat / ahli waris yang tidak termasuk dalam golongan
ashabul furudl maupun asshabah (yang berjumlah 25 orang tersebut). Mereka
adalah :
      1. Cucu dari anak perempuan.
      2. Anak laki-laki /perempuan dari cucu perempuan.
      3. Kakek dari pihak ibu.
      4. Nenek dari kakek.
      5. Anak perempuan dari saudara laki-laki (kandung/se-ayah/se-ibu).
      6. Anak laki-laki/perempuan dari sdr.perempuan (kandung/se-ayah/se-ibu).
      7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ibu.
      8. Bibi dan saudara perempuan dari kakek.
      9. Paman yang se-ibu dengan bapak.
      10. Saudara laki-laki yang se-ibu dengan kakek.
      11. Saudara laki-laki/perempuan dari pihak ibu.
      12. Anak perempuan dari paman.
      13. Bibi dari pihak ibu.

J.. Hijab dan Mahjub.


Hijab adalah dinding / penutup / penghalang bagi ahli waris yang
semestinya mendapatkan bagian menjadi berkurang bagiannya atau tidak
mendapat sama sekali karena masih ada ahli waris yang lebih berhak. Ada 2
( dua ) yaitu :
1.   Hijab nuqshon, yaitu bagiannya menjadi berkurang.
      Misalnya terhijabnya ibu dari 1/3 menjadi 1/6 karena adanya anak.
2.   Hijab hirman, yaitu bagiannya menjadi tidak ada sama sekali.
      Misalnya terhijabnya kakek karena masih ada bapak yang masih hidup.

Mahjub adalah orang yang terhalang mendapatkan warisan atau


bagiannya menjadi berkurang, karena adanya ahli waris yang lebih dekat
pertaliannya dengan pewaris.
                              
K. Ahli waris pengganti ( pasal 185 KHI ).
(1)  Ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pewaris, maka kedudukannya
dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173.
(terhalang menjadi ahli waris).
(2) Bagian bagi ahli waris pengganti tidak boleh melebihi dari bagian ahli waris
yang sederajat dengan yang diganti.

L. Perihal anak angkat ( pasal 209 KHI ).


(1)  Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan pasal-pasal 176 sampai
dengan 193 tersebut diatas, sedangkan terhadap orang tua angkat yang tidak
menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta
warisan anak angkatnya. 
(2)  Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya.

M.  Perihal Hibah ( pasal 210 KHI ).


(1)  Orang yang telah berumur sekurang-kurangnya 21 tahun, berakal sehat dan
tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-banyaknya 1/3 harta
peninggalannya kepada orang lain atau lembaga dihadapan dua orang saksi
untuk dimiliki.
(2)  Harta benda yang dihibahkan harus merupakan hak dari penghibah.
Pasal 211 KHI
Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebgai warisan.

N. Tentang Aul ( meningkat/bertambah – pasal 192 KHI ).


Apabila dalam pembagian harta warisn diantara para ahli Dzawil Furud
menunjukkan bahwa angka pembilang lebih besar dari pada angka penyebut,
maka angka penyebut dinaikkan sesuai dengan angka pembilang, dan baru
sesudah itu harta warisan dibagi secara aul menurut angka pembilang.
Biasanya sumber utama Aul adalah asal masalah 6, 12, 14.
Contoh : Asal Masalah 6.
               Suami                  : ½  x  6 = 3 menjadi 3/7 x jml. Harta warisan.
             &nbrp; 2 orang sdr. pr     : 2/3 x 6 = 4  menjadi 4/7 x jml. Harta warisan.
                                                                 7
O.  Tentang Rad ( pasal 193 KHI ).
Apabila dalam pembagian harta warisan diantara para ahli waris Dzawil
Furud menunjukkan bahwa angka pembilang lebih kecil dari pada angka
penyebut, sedangkan tidak ada ahli waris asabah, maka pembagian harta
warisan tersebut dilakukan secara Rad, yaitu sesuai dengan hak masing-masing
ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang diantara mereka.

Anda mungkin juga menyukai