orang yang meninggal. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari gabungan kata
"ahl" (berarti keluarga, famili) dan "waris" (berarti penerima harta peninggalan orang yang
meninggal dunia)
1. Nasab (ahli waris nasabiyyah), yaitu orang yang menjadi ahli waris karena ada
hubungan nasab atau darah.
2. Perkawinan (ahli waris sababiyyah), yaitu suami atau istri dari yang meninggal
Ahli waris zawil furudh terdiri dari kelompok 10 ahli waris perempuan dan 15 ahli
waris laki-laki yang semuanya berjumlah 25 dan apabila semuanya hadir maka yang
berhak mendapatkan hanyalah 5 golongan yaitu: ayah, ibu, suami atau istri, anak
perempuan, dan anak laki-laki.
2. Ashabah: ahli waris yang tidak ditentukan bagianya atau yang menghabiskan sisa
harta.
3. Zawil arham: ahli waris yang tidak termasuk dalam urutan ahli waris zawil
furudh dan ashabah tapi punya kedekatan kekerabatan, sebagian ulama menyatakan
bahwa ahli waris zawil arham orang yang berhak mendapatkan pusaka apabila ahli
waris zawil furudh dan ashabah tidak ada
Antara ahli waris yang satu dan lainnya ternyata mempunyai perbedaan derajat dan urutan.
Berikut ini akan disebutkan berdasarkan urutan dan derajatnya:
1. Ashhabul furudh.
Golongan inilah yang pertama diberi bagian harta warisan. Mereka adalah orang-
orang yang telah ditentukan bagiannya dalam Al-Qur'an, As-Sunnah, dan ijma'.
2. Ashabat nasabiyah.
Ashabat nasabiyah yaitu setiap kerabat (nasab) pewaris yang menerima sisa harta
warisan yang telah dibagikan. Misalnya anak laki-laki pewaris, cucu dari anak laki-
laki pewaris, saudara kandung pewaris, paman kandung, dan seterusnya.
3. Penambahan bagi ashhabul furudh sesuai bagian (kecuali suami istri).
Apabila harta warisan yang telah dibagikan kepada semua ahli warisnya masih juga
tersisa, maka hendaknya diberikan kepada ashhabul furudh masing-masing sesuai
dengan bagian yang telah ditentukan.
Yang dimaksud kerabat di sini ialah kerabat pewaris yang masih memiliki kaitan
rahim. Maka, bila pewaris tidak mempunyai kerabat sebagai ashhabul furudh, tidak
pula 'ashabah, para kerabat yang masih mempunyai ikatan rahim dengannya berhak
untuk mendapatkan warisan.
Bila pewaris tidak mempunyai ahli waris yang termasuk ashhabul furudh dan
'ashabah, juga tidak ada kerabat yang memiliki ikatan rahim, maka harta warisan
tersebut seluruhnya menjadi milik suami atau istri.
Yang dimaksud para 'ashabah karena sebab ialah orang-orang yang memerdekakan
budak (baik budak laki-laki maupun perempuan). Misalnya, seorang bekas budak
meninggal dan mempunyai harta warisan, maka orang yang pernah
memerdekakannya termasuk salah satu ahli warisnya, dan sebagai 'ashabah. Tetapi
pada masa kini sudah tidak ada lagi.
Yang dimaksud di sini ialah orang lain, artinya bukan salah seorang dan ahli waris.
Misalnya, seseorang meninggal dan mempunyai sepuluh anak. Sebelum meninggal ia
terlebih dahulu memberi wasiat kepada semua atau sebagian anaknya agar
memberikan sejumlah hartanya kepada seseorang yang bukan termasuk salah satu ahli
warisnya
Apabila seseorang yang meninggal tidak mempunyai ahli waris ataupun kerabat
maka seluruh harta peninggalannya diserahkan kepada baitulmal untuk kemaslahatan
umum.
SEBAB / HUBUNGAN AHLI WARIS SYARAT PEROLEHAN HARTA WARIS
Catatan :
• Harta peninggalan sebelum dibagi sebagai harta waris terlebih dahulu harus
diselesaikan masalah hutang piutang pewaris (yang meninggal) dan biaya pemakaman
serta wasiat yang dibolehkan (bila ada). Disamping itu bila si mayit meninggalkan
istri (janda) atau suami (duda) dan masih terikat perkawinan perlu dipisahkan lebih
dahulu antara harta bawaan (harta yang dipunyai sebelum menikah) dan harta
bersama (harta yang diperoleh setelah pernikahan atau harta gono-gini). Sesuai
dengan hukum adat bahwa harta bersama/gono-gini dibagi menjadi dua bagian,
separuhnya adalah milik suami dan separuhnya milik istri.
• Jadi yang menjadi Harta warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta
bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenazah(tajhis), pembayaran hutang dan pemberian
kerabat (Pasal 171 butir e KHI ).
• Kerabat yang tidak memperoleh bagian waris, ANAK ANGKAT atau ORANG TUA
ANGKAT dapat memperoleh bagian sebagai HIBAH (ketika pewaris masih hidup)
atau sebagai WASIAT WAJIBAH, atau diberi bagian yang tidak boleh lebih dari 1/3
harta warisan sesuai ketentuan pasal 194 s/d 214 KHI.
• Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta
warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya. (pasal 183)
• Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan
permintaan kepada ahli waris yang lain untuk melakukan pembagian harta warisan.
Bila ada diantara ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang
bersangkutan dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama
Ada bebrapa istilah yang harus diketahui sebelum pembagian harta warisan, yaitu :
1. Asal Masalah (المسألة )أصل
Asal Masalah adalah:
Adapun yang dikatakan “didapatkannya bagian secara benar” atau dalam ilmu faraidl disebut
Tashhîhul Masalah adalah:
أقل عدد يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر
Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris secara
benar tanpa adanya pecahan.” (Musthafa Al-Khin, 2013:339)
Dalam ilmu aritmetika, Asal Masalah bisa disamakan dengan kelipatan persekutuan terkicil atau
KPK yang dihasilkan dari semua bilangan penyebut dari masing-masing bagian pasti ahli waris
yang ada. Asal Masalah atau KPK ini harus bisa dibagi habis oleh semua bilangan bulat
penyebut yang membentuknya.
Lebih lanjut tentang Asal Masalah akan dibahas pada tulisan tersendiri, insyaallah.
Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya
terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Sedangkan apabila para ahli
waris terdiri dari kaum laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-nya
dibentuk melalui jumlah kepala/orang yang menerima warisan.
3. Siham ()سهام
Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan bagian pasti seorang
ahli waris dzawil furûdl.
2. Tentukan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki sisa
(ashabah) dan seterusnya.
4. Tentukan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya
Contoh sebuah kasus perhitungan waris sebagai berikut:
Kasus 1
Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris seorang istri, seorang ibu
dan seorang anak laki-laki. Maka perhitungan pembagian warisnya sebagai berikut:
Penjelasan:
b. Angka 24 di atas adalah Asal Masalah yang merupakan bilangan terkecil yang bisa dibagi
habis oleh bilangan 8 dan 6 sebagai penyebut dari bagian pasti yang dimiliki oleh ahli waris istri
dan ibu.
d. Angka 24 di bawah adalah Majmu’ Siham, jumlah dari seluruh siham semua ahli waris (3 + 4 +
17)
Catatan: Majmu’ Siham harus sama dengan Asal Masalah, tidak boleh lebih atau kurang.
Seorang perempuan meninggal dunia dengan ahli waris seorang suami, seorang ibu dan
seorang anak laki-laki. Harta yang ditinggalkan sebesar Rp. 150.000.000. Maka pembagiannya
adalah sebagai berikut:
Penjelasan:
a. Asal Masalah 12
b. Suami mendapat bagian 1/4 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 3
c. Ibu mendapat bagian 1/6 karena ada anaknya si mayit, sihamnya 2
d. Anak laki-laki mendapatkan bagian sisa, sihamnya 7
e. Nominal harta Rp. 150.000.000 dibagi 12 bagian, masing-masing bagian senilai Rp.
12.500.000