Anda di halaman 1dari 5

HUKUM WARIS ISLAM

Ketentuan-ketentuan Umum dalam Hukum Waris Islam

Hukum Kewarisan adalah Hukum yang mengatur hak pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing.

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggalnya / dinyatakan meninggal berdasarkan putusan
Pengadilan beragama Islam, meninggalkan ahli waris dan harta peninggalan.

Ahli Waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah /
hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk
menjadi ahli waris.

Harta peninggalan (tirkah) adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta
benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.

Harta Warisan adalah harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk
keperluan pewaris selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran
hutang dan pemberian untuk kerabat.

Bagaimana terjadinya perubahan hak waris Arab kuno oleh Islam :

Pada zaman sebelum Nabi Muhammad SAW menjadi Rasulullah di Arabia terdapat sistem
kekeluargaan menurut keturunan bapak / ayah dalam hukum keluarga, yaitu bahwa hanya
keluarga / kerabat dari pihak ayah saja dan kebanyakan bahkan hanya laki-laki anggota keluarga
menurut garis ayah saja yang berhak untuk mewaris.

Islam telah membawa perubahan yang sangat penting dalam hukum waris Arab kuno itu, yakni
dengan menetapkan bahwa kepada kaum kerabat perempuan dan janda pun diberi hak untuk
menerima harta peninggalan.

Hal ini disebutkan dalam Surat IV ( An-nissaa ) ayat 7 Al-Qur’an yang berarti :

“ Bahwa laki-laki maupun perempuan berhak untuk menerima bagian harta peninggalan dari ibu,
bapak dan kerabatnya yang besar kecilnya menurut apa yang telah ditetapkan “.

Hak wanita atas harta peninggalan dibatasi sampai separuh bagian pria, dengan alasan karena
kewajiban pria lebih berat secara kewajiban wanita seperti kewajiban mas kawin dan memberi
nafkah.

Kelompok-kelompok ahli waris :


a. Menurut hubungan darah :
 Golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki , saudara laki-laki, paman dan
kakek.
 Golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan
nenek.

Hal ini sebagaimana ditetapkan dalam Al-Quran surat IV (An-nissaa) ayat ke 11, artinya :
“Allah mensyariatkan bagimu tentang (pemberian pusaka untuk) anak-anakmu, yaitu
bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak perempuan”.
Menurut hukum Islam yang disebut hutang-hutang dari harta peninggalan adalah :
1. Utang yang telah dibuat oleh pewaris pada waktu ia masih hidup.
2. Biaya penguburan.
3. Hal-hal yang pewaris masih berhutang kepada Tuhan, seperti zakat yang belum
dibayar, fidyah.

Untuk dapat mewaris (jadi ahli waris) syaratnya harus masih hidup lebih lama daripada
pewaris, dengan ketentuan bahwa jika pewaris meninggalkan janda yang dalam keadaan
hamil, maka harus dicadangkan satu bagian anak untuk anak yang masih akan dilahirkan
nanti.
Adapun kewajiban ahli waris terhadap pewaris adalah :
 Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai.
 Menyelesaikan, baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk
kewajiban pewaris maupun menagih hutang.
 Menyelesaikan wasiat pewaris.
 Membagi harta warisan diantara ahli waris.

b. Menurut hubungan perkawinan :


 Duda / janda
Bila semua ahli waris ….., maka yang berhak mendapat warisan hanya anak,
ayah, ibu, janda /duda yang berhak.
Tanggung jawab ahl waris terhadap hutang / kewajiban pewaris hanya terbatas pada
jumlah / nilai harta peninggalannya.
Mereka yang tidak patut untuk mewaris menurut hukum Islam, yaitu :
1. Orang yang menyebabkan kematian pewaris.
2. Orang murtad, yaitu orang yang keluar / meninggalkan agama Islam.
3. Orang-orang yang bukan pemeluk agama Islam, mereka ini tidak dapat menerima harta
peninggalan dari muslim. begitu juga sebaliknya orang Islam tidak berhak mewaris dari
orang bukan muslim.

Urutan dari golongan-golongan ahli waris menurut Hukum Islam, adalah


1. Asabat, yakni kerabat laki-laki dalam garis laki-laki, seperti ayah, nak laki-laki, saudara
laki-laki, paman dan kakek.
2. Ahli waris menurut Al-Quran, yakni mereka yang disebut-sebut dalam surat An-nissaa,
yang berhak atas bagian yang tetap dari harta peninggalan ( yaitu berturut-turut ½ , ¼ ,
1
/8 ,2/3 , 1/3 atau 1/6), dengan tambahan bahwa asabat menerima sisanya setelah ahli waris
menurut Al-Quran memperoleh bagian masing-masing.
Bagian tetap ini menurut hukum disebut “ bagian fardh “ karena itu ahli waris menurut
Al-Quran disebut dzawil fara’idh ( artinya anggota-anggota dari bagian fardh ).
Ilmual fara’idh, yaitu ilmu / pengetahuan tentang bagian-bagian warisan.
3. Jika tidak terdapat asabat maka sisa bagian harta peninggalan itu adalah setelah
dibagikan bagian-bagian tetap kepada para ahli waris menurut Al-Quran disetorkan ke
baitul mal demi kepentingan kaum muslim dan di urus sesuai dengan ketentuan-
ketentuan menurut Hukum Islam.
Jika tidak demikian, maka hak waris dari baitul mal ini gugur dan sisa dari bagian harta
peninggalan itu juga jatuh kepada ahli waris menurut Al-Quran (dengan pengecualian
dari kedua orang suami isteri).
4. Jika baik asabat maupun ahli waris menurut Al-Quran juga baitul mal yang diatur
menurut Undang-Undang / hukum tidak ada, maka harta peninggalan itu jatuh kepada
semua mereka yang tidak termasuk asabat dan ahli waris menurut Al-Quran, tetapi
termasuk keluarga / kerabat sedarah dari pewaris (dzawul arham).
5. Jika golongan ahli waris ke 4 pun tidak terdapat, maka setiap muslim yang bersedia dan
mampu untuk mengurus (mengelola) harta peninggalan yang bersangkutan demi
kemanfaatan umat Islam dapat menguasai barang-barang yang ditinggalkan oleh orang
yang wafat itu.

Dzawul – fara’idh ( hak waris menurut Al Qur’an )


( Surat IV An-Nissaa ayat 11-14 dan 176 )

Jumlah ahli waris menurut / berdasarkan Al-Qur’an terdiri dari 12, yaitu :
a. Dalam garis ke bawah :
1. Anak perempuan.
2. Anak perempuan dari anak laki-laki.
b. Dalam garis atas :
3. Ayah.
4. Ibu.
5. Kakek dari garis ayah.
6. Nenek baik dari garis ayah maupun dari garis ibu.
c. Dalam garis ke samping :
7. Saudara perempuan yang seayah dan seibu dari garis ibu.
8. Saudara perempuan tiri dari garis ayah.
9. Saudara lelaki tiri dari garis ibu.
10. Saudara perempuan tiri dari garis ibu.
d. Dalam garis :
11. Duda
12. Janda.

Bagian-bagian tetap yang merupakan hak dari ke 12 orang ahli waris berdasarkan Al-Qur’an
tersebut adalah :
1. Anak perempuan
 Bila hanya seorang, ½ dari hak pewaris.
 Jika terdapat 2 orang anak perempuan / lebih mereka bersama-sama mendapat 2/3 dari
hak pewaris.
 Bila anak perempuan mewaris bersama-sama anak laki-laki, maka bagian tetap menjadi
gugur, mereka bersama-sama menerima sebagai asabat dari sisa hak pewaris itu setelah
dibagikan fara’idh kepada ahli waris, berdasarkan Al-Qur’an, bagian dari seorang anak
perempuan hanya separuh dari bagian anak laki-laki.
2. Anak perempuan dari anak laki-laki
 Sama seperti anak perempuan.
½ dari hak pewaris bila hanya seorang .
 Jika mewaris bersama-sama dengan seorang anak lelaki dari anak laki-laki dari pewaris,
maka anak perempuan dari anak laki-laki berlaku sebagai asabah ( bil.qhairi ) dan hanya
menerima ½ nya dari apa yang diterima anak laki-laki dari anak lelaki.
 Jika ada anak laki-laki dari pewaris, anak perempuan dari anak laki-laki akan
kehilangan bagian fardh menurut Al-Qur’an.
 Tidak dikecualikan oleh anak perempuan.
3. Ayah :
 1/6 dari harta pewaris bila ada anak.
 Dapat mewaris sebagai asabah.
 1/3 bila tidak ada anak.
4. Kakek :
 1/6 dari hak pewaris.
 Kakek akan kehilangan haknya, jika diantara ahli waris terdapat ayah, karena ayah
mengecualikan kakek.
5. Ibu :
 1/6 bila ada anak atau 2 saudara / lebih.
 1/3 bila tidak ada anak atau 2 saudara / lebih.
6. Nenek :
 1/6 dengan ketentuan :
 Ibu dari ibu dikecualikan oleh ibu.
 Ayah maupun oleh ibu.
7. Saudara perempuan yang seayah dan seibu :
 ½ jika tidak meninggalkan ayah dan anak ( 1 saudara ).
 Bila 2 orang saudara / lebih, 2/3 bersama-sama.
 Bila mewaris bersama-sama dengan saudara laki-laki seayah dan seibu, maka berlaku
baginya sebagai asabah dan hanya menerima separuh dari bagian yang diterima oleh
saudara laki-laki (Al- Qur’an IV, 176 ).
 Anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki dan ayah mengecualikan dia.
8. Saudara perempuan tiri dari garis ayah :
 Bila hanya seorang : ½ bagian.
 Bila 2 orang atau lebih : 2/3 bersama-sama.
 Dikecualikan oleh saudara perempuan yang seayah dan seibu, maka saudara perempuan
tiri dari garis ayah tidak menerima bagian.
Bila mewaris bersama-sama dengan 1 saudara seayah seibu, maka 2/3 bersama-sama
dengan ketentuan ½ untuk saudara seayah seibu, 1/6 untuk saudara perempuan tiri.
9. Saudara tiri laki-laki dari garis ibu dan saudara tiri perempuan dari garis ibu ( QS. IV, 12 ) :
 Hanya dapat mewaris berdasarkan Al-Qur’an bila pewaris tidak meninggalkan
keturunan atau leluhur lelaki, jadi dikecualikan untuk mewaris oleh anak-anak laki-laki,
maka anak laki-laki dari anak laki-laki, anak perempuan , ayah dan kakek.
 Bila tidak ada mereka, bagiannya :
1/
6 masing-masing.
1
/3 bersama-sama bila ada 2 orang / lebih mewaris bersama-sama.
10. Sama dengan no. 9 .
11. Duda :
 ½ bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak.
 ¼ bagian, bila pewaris meninggalkan anak.
12. Janda :
 ¼ bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak.
 1/8 bagian, bila pewaris meninggalkan anak.

Bagian-bagian yang sudah ditentukan, disebut Furudul Muqoddaroh ( bagian-bagian yang


sudah ditentukan ), yaitu 2/3 , 1/3 , 1/6 , ½ , 1/4 , 1/8 .

Anda mungkin juga menyukai