Anda di halaman 1dari 8

NAMA : LUIS NAZARIO PUTRA MALAU

NIM : 221081027
TUGAS HUKUM ISLAM

HUKUM WARIS ISLAM


Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkenaan
dengan peralihan hak dan/atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang setelah ia
meninggal dunia kepada ahli warisnya. Terdapat beberapa istilah dalam pengaturan
waris berdasarkan hukum Islam sebagai berikut.4
a. Waris, yaitu orang yang berhak menerima warisan. Orang tersebut mendapatkan hak
waris atas hubungan perkawinan atau hubungan darah.
b. Muwaris, adalah orang yang mewariskan benda peninggalannya dikarenakan orang
tersebut meninggal dunia, baik secara hakiki atau berdasarkan putusan pengadilan
dalam hal orang yang hilang dan tidak diketahui kabar berita dan domisilinya
c. Tirkah, artinya keseluruhan harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum
diambil sebagian untuk keperluan pemeliharaan jenazah, pelunasan hutang, dan
pelaksanaan wasiat
d. Al-Irs, yakni harta warisan yang akan segera dibagikan ahli waris sesudah diambil
sebagiannya untuk keperluan pemeliharaan jenazah, pelunasan hutang, dan pelaksanaan
wasiat dan
e. Warasah, merupakan harta warisan yang telah diterima masing-masing ahli
waris.dalam Hukum waris tidak hanya diatur dalam ketentuan hukum Islam, melainkan
pula terdapat pengaturannya tersendiri berdasarkan hukum barat pada Kitab Undang-
undang Hukum Perdata (KUHP) dan hukum adat. Perihal waris yang dibahas dari
perspektif hukum Islam disebut pula hukum mawaris yang tergolong kedalam ilmu
faraid. Menurut Syekh Zainuddin bin Abd Aziz, kata faraid merupakan bentuk
majemuk dari faridah yang artinya difardukan (kepastian); sedangkan menurut syara
dalam hubungannya disini adalah bagian yang ditentukan untuk ahli waris.

1) PENGERTIAN WARIS

Waris adalah hak yang diberikan kepada seseorang atau sekelompok orang yang berhak
menerima harta peninggalan seseorang yang telah meninggal dunia. Hukum waris
dalam Islam disebut sebagai faraidh. Hukum waris dalam Islam mengatur tentang siapa
saja yang berhak menerima harta warisan, berapa bagian yang berhak mereka terima,
dan bagaimana cara pembagiannya.

Hukum waris dalam Islam didasarkan pada Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma'. Al-Qur'an
telah mengatur tentang hak waris dalam beberapa surat, seperti surat an-Nisa' ayat 11,
12, 176, dan surat al-Maidah ayat 106. Sunnah juga mengatur tentang hak waris, seperti
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim. Ijma' ulama juga telah
sepakat tentang hukum waris dalam Islam.

Ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta warisan. Ahli waris dalam Islam
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ahli waris faraidh dan ahli waris ashabah. Ahli
waris faraidh adalah orang yang berhak menerima bagian harta waris yang sudah
ditentukan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur'an. Ahli waris ashabah adalah orang yang
berhak menerima bagian harta waris yang sisa setelah bagian ahli waris faraidh diambil.

Besarnya bagian yang berhak diterima oleh ahli waris faraidh sudah ditentukan oleh
Allah Swt. dalam Al-Qur'an. Adapun besar bagian yang berhak diterima oleh ahli waris
ashabah akan disesuaikan dengan jumlah ahli waris yang hadir.

Pembagian harta warisan dilakukan oleh seorang ahli waris yang disebut sebagai wasi.
Wasi adalah orang yang ditunjuk oleh pewaris untuk membagi harta warisan. Jika
pewaris tidak menunjuk wasi, maka pembagian harta warisan dilakukan oleh hakim.

Hukum waris dalam Islam bertujuan untuk menjaga hak-hak keluarga pewaris, terutama
istri dan anak-anaknya. Hukum waris juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
perselisihan di antara ahli waris.

Berikut adalah beberapa prinsip dasar hukum waris dalam Islam:

 Harta warisan adalah hak yang diberikan oleh Allah Swt. kepada ahli waris.

 Pembagian harta warisan harus sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh
Allah Swt. dalam Al-Qur'an.

 Pembagian harta warisan harus dilakukan secara adil dan transparan.

 Pembagian harta warisan harus dilakukan dengan cepat dan tepat waktu.

Hukum waris dalam Islam adalah salah satu hukum yang sangat penting dalam Islam.
Hukum waris berfungsi untuk menjaga hak-hak keluarga pewaris, terutama istri dan
anak-anaknya. Hukum waris juga berfungsi untuk mencegah terjadinya perselisihan di
antara ahli waris.
2. SUMBER HUKUM WARIS ISLAM

Sumber hukum waris dalam Islam adalah Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

 Al-Qur'an adalah sumber hukum yang paling utama dalam Islam. Dalam Al-Qur'an
terdapat beberapa ayat yang mengatur tentang hukum waris, seperti surat an-Nisa' ayat
11, 12, 176, dan surat al-Maidah ayat 106.

 Sunnah adalah perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Dalam
Sunnah juga terdapat beberapa hadits yang mengatur tentang hukum waris, seperti
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.

 Ijma' adalah kesepakatan para ulama mujtahid tentang hukum waris. Ijma' ini
merupakan sumber hukum yang ketiga dalam Islam setelah Al-Qur'an dan Sunnah.

 Qiyas adalah analogisasi hukum waris. Qiyas ini dilakukan jika tidak ada ketentuan
hukum waris yang ditemukan dalam Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma'.

Hukum waris dalam Islam bertujuan untuk menjaga hak-hak keluarga pewaris, terutama
istri dan anak-anaknya. Hukum waris juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
perselisihan di antara ahli waris.

3. ASAS – ASAS HUKUM WARIS

Asas-asas hukum waris dalam Islam adalah prinsip-prinsip yang penting untuk dipahami
dalam pembagian harta warisan. Berikut adalah beberapa asas-asas hukum waris
menurut Islam yang dapat ditemukan dalam ayat-ayat hukum tentang kewarisan dan
juga sunah nabi Muhammad saw:

- Asas Waris karena Kematian : Setiap orang yang hidup pasti akan mengalami
kematian, dan harta yang ditinggalkan akan diwariskan kepada ahli warisnya.

- Asas Ijabari : Pembagian harta warisan harus dilakukan secara otomatis dan tidak
memerlukan persetujuan dari ahli waris.

- Asas Individual : Setiap ahli waris memiliki hak pada bagian yang didapatkannya
tanpa terikat dengan ahli waris lainnya.

- Asas Hubungan Darah : Ahli waris yang memiliki hubungan darah yang lebih dekat
dengan pewaris akan mendapatkan bagian yang lebih besar.

- Asas Keadilan yang Berimbang : Pembagian harta warisan harus dilakukan secara adil
dan berimbang.
- Asas Bilateral : Ahli waris dari pihak ayah dan ibu memiliki hak yang sama dalam
pembagian harta warisan.

- Asas Ahli Waris Langsung Ahli Waris Pengganti : Ahli waris langsung memiliki hak
yang lebih besar daripada ahli waris pengganti.

- Asas Wasiat Wajibah dan Egaliter : Pewaris dapat menentukan wasiat wajibah yang
harus dipenuhi oleh ahli warisnya, dan pembagian harta warisan harus dilakukan secara
egaliter.

4. AHLI WARIS

Ahli waris dalam hukum Islam adalah orang yang berhak menerima harta warisan dari
pewaris. Ahli waris dalam Islam dibagi menjadi dua kelompok, yaitu ahli waris faraidh
dan ahli waris ashabah.

 Ahli waris faraidh adalah orang yang berhak menerima bagian harta waris yang sudah
ditentukan oleh Allah Swt. dalam Al-Qur'an. Ada 27 bagian yang sudah ditentukan di
dalam Al-Qur'an untuk ahli waris faraidh.
 Ahli waris ashabah adalah orang yang berhak menerima bagian harta waris yang sisa
setelah bagian ahli waris faraidh diambil. Ahli waris ashabah akan menerima bagian
harta waris secara merata, kecuali jika ada ahli waris faraidh yang berhak menerima
bagian lebih dari 1/2.

Berikut adalah beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang untuk menjadi ahli
waris, yaitu:

 Islam: Ahli waris harus beragama Islam.

 Hidup: Ahli waris harus hidup pada saat pewaris meninggal dunia.

 Tidak terhalang: Ahli waris tidak terhalang untuk menjadi ahli waris karena sebab-sebab
tertentu, seperti pembunuhan, perzinaan, dan murtad.

Berikut adalah beberapa ahli waris faraidh:

 Istri: Istri berhak menerima 1/8 bagian jika pewaris tidak memiliki anak, 1/4 bagian jika
pewaris memiliki anak.
 Anak perempuan: Anak perempuan berhak menerima 1/2 bagian jika hanya ada
seorang anak perempuan, 2/3 bagian jika ada dua anak perempuan atau lebih.
 Ibu: Ibu berhak menerima 1/3 bagian jika pewaris tidak memiliki anak, 1/6 bagian jika
pewaris memiliki anak.
 Ayah: Ayah berhak menerima 1/6 bagian jika pewaris memiliki anak, 1/3 bagian jika
pewaris tidak memiliki anak.
 Saudara laki-laki sekandung: Saudara laki-laki sekandung berhak menerima 1/2 bagian
jika hanya ada seorang saudara laki-laki sekandung, 2/3 bagian jika ada dua saudara
laki-laki sekandung atau lebih.
 Saudara laki-laki seayah: Saudara laki-laki seayah berhak menerima 1/6 bagian jika
hanya ada seorang saudara laki-laki seayah, 1/3 bagian jika ada dua saudara laki-laki
seayah atau lebih.
 Saudara perempuan sekandung: Saudara perempuan sekandung berhak menerima 1/2
bagian jika hanya ada seorang saudara perempuan sekandung, 1/3 bagian jika ada dua
saudara perempuan sekandung atau lebih.
 Saudara perempuan seayah: Saudara perempuan seayah berhak menerima 1/6 bagian
jika hanya ada seorang saudara perempuan seayah, 1/3 bagian jika ada dua saudara
perempuan seayah atau lebih.

Berikut adalah beberapa ahli waris ashabah:

 Anak laki-laki: Anak laki-laki adalah ahli waris ashabah utama.


 Saudara laki-laki sekandung: Saudara laki-laki sekandung adalah ahli waris ashabah
setelah anak laki-laki.
 Saudara laki-laki seayah: Saudara laki-laki seayah adalah ahli waris ashabah setelah
saudara laki-laki sekandung.
 Kakek: Kakek adalah ahli waris ashabah setelah anak laki-laki, saudara laki-laki
sekandung, dan saudara laki-laki seayah.
 Cicit: Cicit adalah ahli waris ashabah setelah kakek.

Pembagian harta warisan dilakukan oleh seorang ahli waris yang disebut sebagai wasi.
Wasi adalah orang yang ditunjuk oleh pewaris untuk membagi harta warisan. Jika
pewaris tidak menunjuk wasi, maka pembagian harta warisan dilakukan oleh hakim.

Hukum waris dalam Islam bertujuan untuk menjaga hak-hak keluarga pewaris, terutama
istri dan anak-anaknya. Hukum waris juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
perselisihan di antara ahli waris.
5. PERKEMBANG HUKUM WARIS ISLAM DI INDONESIA

Hukum waris Islam adalah salah satu hukum yang paling penting dalam Islam. Hukum
waris Islam mengatur tentang siapa saja yang berhak menerima harta warisan, berapa
bagian yang berhak mereka terima, dan bagaimana cara pembagiannya. Hukum waris
Islam didasarkan pada Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

 Al-Qur'an adalah sumber hukum yang paling utama dalam Islam. Dalam Al-Qur'an
terdapat beberapa ayat yang mengatur tentang hukum waris, seperti surat an-Nisa' ayat
11, 12, 176, dan surat al-Maidah ayat 106.
 Sunnah adalah perkataan, perbuatan, dan ketetapan Nabi Muhammad SAW. Dalam
Sunnah juga terdapat beberapa hadits yang mengatur tentang hukum waris, seperti
hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
 Ijma' adalah kesepakatan para ulama mujtahid tentang hukum waris. Ijma' ini
merupakan sumber hukum yang ketiga dalam Islam setelah Al-Qur'an dan Sunnah.
 Qiyas adalah analogisasi hukum waris. Qiyas ini dilakukan jika tidak ada ketentuan
hukum waris yang ditemukan dalam Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma'.

Hukum waris Islam telah mengalami perkembangan yang panjang dan detail dari masa
ke masa. Hukum waris Islam pada awalnya hanya mengatur tentang pembagian harta
warisan antara suami, istri, dan anak. Namun, seiring dengan perkembangan zaman,
hukum waris Islam juga mengatur tentang pembagian harta warisan antara kerabat
dekat pewaris, seperti orang tua, saudara kandung, dan saudara seibu.

Hukum waris Islam juga telah mengalami perkembangan yang detail dalam hal
pembagian harta warisan. Setiap ahli waris memiliki bagian yang sudah ditentukan
dalam Al-Qur'an. Jika ada ahli waris yang berhak menerima bagian lebih dari satu
bagian, maka bagian tersebut akan dibagikan secara merata.

Hukum waris Islam bertujuan untuk menjaga hak-hak keluarga pewaris, terutama istri
dan anak-anaknya. Hukum waris Islam juga bertujuan untuk mencegah terjadinya
perselisihan di antara ahli waris.
Berikut adalah beberapa perkembangan hukum waris Islam dari masa ke masa:

 Periode awal Islam

Pada periode awal Islam, hukum waris Islam hanya mengatur tentang pembagian harta
warisan antara suami, istri, dan anak. Pada saat itu, istri hanya berhak menerima 1/8
bagian dari harta warisan suami, sedangkan anak berhak menerima 2/3 bagian dari
harta warisan ayah.

 Periode Abbasiyah

Pada periode Abbasiyah, hukum waris Islam mengalami perkembangan yang lebih
detail. Pada saat itu, hukum waris Islam juga mengatur tentang pembagian harta
warisan antara kerabat dekat pewaris, seperti orang tua, saudara kandung, dan saudara
seibu.

 Periode Ottoman

Pada periode Ottoman, hukum waris Islam mengalami perkembangan yang lebih
kompleks. Pada saat itu, hukum waris Islam juga mengatur tentang pembagian harta
warisan antara kerabat jauh pewaris, seperti kakek, nenek, dan cucu.

 Periode modern

Pada periode modern, hukum waris Islam mengalami perkembangan yang lebih liberal.
Pada saat ini, hukum waris Islam tidak hanya mengatur tentang pembagian harta
warisan antara ahli waris laki-laki, tetapi juga ahli waris perempuan.

Perkembangan hukum waris Islam dari masa ke masa telah menunjukkan bahwa hukum
waris Islam adalah hukum yang dinamis dan dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman. Hukum waris Islam juga merupakan hukum yang adil dan dapat
menjaga hak-hak keluarga pewaris, terutama istri dan anak-anaknya.
KESIMPULAN HUKUM WARIS

Hukum waris Islam adalah salah satu hukum yang paling penting dalam Islam. Hukum
waris Islam mengatur tentang siapa saja yang berhak menerima harta warisan, berapa
bagian yang berhak mereka terima, dan bagaimana cara pembagiannya. Hukum waris
Islam didasarkan pada Al-Qur'an, Sunnah, Ijma', dan Qiyas.

Hukum waris Islam memiliki beberapa tujuan, yaitu:

 Menjaga hak-hak keluarga pewaris. Hukum waris Islam bertujuan untuk menjaga hak-
hak keluarga pewaris, terutama istri dan anak-anaknya.
 Mencegah terjadinya perselisihan di antara ahli waris. Hukum waris Islam bertujuan
untuk mencegah terjadinya perselisihan di antara ahli waris.
 Menjaga kelangsungan hidup keluarga pewaris. Hukum waris Islam bertujuan untuk
menjaga kelangsungan hidup keluarga pewaris.

Hukum waris Islam memiliki beberapa prinsip, yaitu:

 Prinsip keadilan. Hukum waris Islam bertujuan untuk membagi harta warisan secara
adil kepada para ahli waris.
 Prinsip kebersamaan. Hukum waris Islam bertujuan untuk menjaga kebersamaan dan
kesatuan keluarga.
 Prinsip kelangsungan hidup. Hukum waris Islam bertujuan untuk menjaga kelangsungan
hidup keluarga pewaris.

Hukum waris Islam telah mengalami beberapa perkembangan dalam masyarakat


Indonesia. Hal ini karena hukum waris Islam harus disesuaikan dengan perkembangan
zaman dan budaya masyarakat Indonesia. Salah satu perkembangan hukum waris Islam
di Indonesia adalah pemberian hak waris yang sama kepada laki-laki dan perempuan.

Hukum waris Islam merupakan hukum yang penting dan memiliki peran yang strategis
dalam masyarakat Indonesia. Hukum waris Islam dapat menjaga hak-hak keluarga
pewaris, terutama istri dan anak-anaknya. Hukum waris Islam juga dapat mencegah
terjadinya perselisihan di antara ahli waris.

Anda mungkin juga menyukai