Anda di halaman 1dari 34

FARIDA .

P
 Hukum Islam mengatur beberapa bidang, a.l Hukum
Kekeluargaan.
 Hukum kekeluargaan dalam arti luas meliputi hk. Perkawinan
dan hk. Kewarisan.
 Hukum kekeluargaan dalam arti sempit : Hk. Perkawinan.
 Hk kekeluargaan ini diatur secara mendetail dan terperinci
dalam Qur’an.
 Kenapa?
 Krn keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat.
Negara akan baik jika unit terkecil ini baik. O.k.i keluarga ini
diikat dengan akad nikah agar terwujud keluarga yang
sakinah, mawaddah dan rahmah.
 Akad nikah akan menimbulkan hak dan kewajiban antara
suami dan istri.
 Hukum Kewarisan:
◦ Diatur secara tegas, mendetail dan terperinci. Hal ini
dikarenakan semua orang pasti akan mati.
◦ Yang diatur secara rinci adalah :
1.Siapa yang menjadi AW :
anak baik laki-laki maupunperempuan;
orang tua;
janda;
duda;
saudara
Hanya 5 yang menjadi AW karena mereka punya hubungan
darah terdekat dengan Pewaris.
 Salah satu prinsip hukum perkawinan Islam ; Perkawinan
akan melahirkan hukum kewarisan antara suami-istri
karena hubungan semenda.
 Hubungan dalam hukum Islam muncul karena :
◦ seiman, sedarah dan semenda.
 Jika melihat larangan perkawinan yang diatur dalam Q.S.
IV: 22-24 terutama klausul yang terdapat dalam kalimat
terakhir ayat 24 yang merupakan proklamasi/pernyataan
yang memproklamirkan bahwa wanita di luar larangan
tersebut halal untuk dikawini. Jadi Qur’an menjelaskan
wanita yang boleh dan tidak boleh dikawini laki-laki.
• Dalam Islam perkawinan sepupu baik parallel cousin marriage
maupun cross cousin marriage tidak ada larangan, boleh
dilakukan (Pendapat Prof. Hazairin).
• Qur’an juga tidak melarang perkawinan endogami.
• Karena perkawinan endogami tidak dilarang, maka clan akan
menuju kehancuran. O.k.i Islam menghendaki sistem
kekeluargaan yang bilateral.
• Karena sistem kekeluargaannya bilateral maka sistem
kewarisannya juga bilateral. Hazairin berpendapat hukum
kewarisan Islam adalah bilateral individual.
• Bilateral: menentukan garis kewarisan melalui garis ibu dan
bapak, melalui anak laki-laki dan perempuan.
• Individual: bagian AW yang diterima akan dimiliki /dikuasai
secara individu
• Sistem: menggambarkan 1 kesatuan yang bulat yang ada
unsur-unsurnya, dimana unsur-unsur tersebut saling terkait 1
sama lain.
• Misal: - Adanya anak mempengaruhi besarnya perolehan
ayah dan ibu.
• - Adanya orang tua mempengaruhi perolehan
saudara.
• Ijtihad Prof. Hazairin:
Kegiatan reinterpretasi terhadap ayat-ayat kewarisan .
Prof. Hazairin menemukan ayat-ayat yang menurut ulama
bukan ayat kewarisan .
Misal Q.IV : 33 hampir semua ahli fikih mengatakan ayat ini
bukan ayat kewarisan, namun Prof. Hazairin menemukannya.
 Beda HP dengan Harta Warisan
 HP (tirkah):
 Mempunyai pengertian yang lebih luas. Adalah segala harta baik
aktiva maupun pasiva yang ditinggalkan Pewaris.
 Harta Warisan (Mauruts) :
 Harta yang sudah bersih dari segala hutang, biaya dan wasiat
sehingga tinggal dibagi.
1. Asas ijbari (memaksa)
perolehan harta dari Pewaris kepada ahli waris berlaku
dengan sendirinya menurut ketetapan Allah SWT tanpa
tergantung kepada kehendak pewaris atau ahli waris:
(a) peralihan harta pasti terjadi;
(b) besarnya bagian sudah ditentukan secara pasti oleh
Allah;
(c) Ahli waris sudah ditentukan secara pasti, yaitu
karena adanya hubungan darah dan semenda.
2. Asas Kematian
Peralihan harta baru berlaku apabila pemilik harta
meninggal dunia. Hukum kewarisan Islam hanya
mengenal kewarisan akibat kematian (kewarisan
abintestato), dan tidak mengenal kewarisan atas dasar
wasiat (kewarisan testamentair).
3. Asas Bilateral
Bahwa setiap orang baik laki-laki maupun perempuan
berhak mewaris baik dari pihak garis keturunan laki-
laki dan pihak garis keturunan perempuan. Dasar: Q.S.
4 ayat 7, 11, 12 dan 176.
4. Asas individual
Harta warisan dapat dibagi untuk dimiliki secara
perorangan dan tidak terikat dengan ahli waris
lainnya.
Ketentuan ini wajib dilaksanakan. Lihat Q.S. 4 ayat 13
dan 14.
5. Asas Keadilan Berimbang
Artinya harus ada keseimbangan antara kewajiban dan
hak. Dalam sisitem kewarisan Islam, harta peninggalan
yg diterima pewaris pada hakikatnya pelanjutan
tanggung jawab thdp keluarga. Perolehan yg diterima
berimbang dg tanggung jawab yg dipikul.
6. Asas Personalitas Keislaman (Neng Djubaedah)
Hukum Kewarisan ini berlaku dan wajib diikuti
oleh umat Islam.
• Kewarisan baru timbul bila memenuhi rukun mewaris
yaitu:
1. Harus ada muwarrits/Ahli Waris
Yaitu orang yang meninggal dunia dan meninggalkan
harta peninggalan. Syaratnya pewaris harus sudah
benar-benar meninggal dunia. Mati menurut hukum
Islam:
a. Mati hakiki adalah mati yang dapat dibuktikan
dengan panca indra atau pembuktian menurut
ilmu kedokteran.
b. Mati Hukmy adalah seseorang yang dinyatakan atau
dianggap telah meninggal dunia, disebabkan karena hilang
dan tidak diketahui kabar beritanya, seperti pada saat
perang, pergi merantau ke suatu tempat atau suatu negara.
Orang bersangkutan dianggap sudah meninggal setelah ada
putusan pengadilan.
c. Mati Taqdiry adalah seseorang diduga kuat telah meninggal
karena sesuatu sebab seperti minum racun, dipaksa minum
racun, terminum racun, dibunuh, bunuh diri atau terbunuh.
2. Harus ada al-waris atau ahli waris
Yaitu orang yang akan mewarisi harta warisan si
mati karena memiliki dasar/sebab kewarisan seperti
karena adanya hubungan darah (nasab) atau
perkawinan dengan si mati.
3. Harus ada al-mauruts atau al-mirats.
Yaitu harta peninggalan si mati setelah dikurangi
biaya perwatan jenazah, pelunasan utang dan
pelaksanaan wasiat.
Ketiga unsur di atas harus ada, jika satu saja tidak ada
maka tidak terjadi kewarisan.
1. Ada orang yang meninggal dunia baik secara hakiki
atau secara hukumnya.
2. Ahli waris masih hidup secara jelas pada saat
pewaris meninggal dunia. Termasuk bayi dalam
kandungan.
3. Mengetahui golongan ahli waris. Hubungan antara
pewaris dengan ahli waris harus jelas. Mis. Sebagai
anak kandung, isteri atau suami , dsbnya sehingga
dapat ditentukan besarnya bagian masing-masing.
• Seseorang dapat terhalang untuk menerima warisan
atau menjadi ahli waris apabila:
1. Karena berlainan agama
Agama Pewaris harus sama dengan agama ahli waris.
Hal ini didasarkan pada hadits Buchari-Muslim :
“Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir dan
orang kafir tidak mewarisi harta orang islam” .
2. Karena pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap
pewaris menyebabkan tidak dapat mewarisi harta
peninggalan orang yang diwarisinya.
Hal ini sesuai dengan hadits Rasul riwayat Ahmad:
“Barang siapa membunuh seseorang, maka ia tidak
dapat mewarisinya walaupun korban tidak
mempunyai ahli waris selain dirinya sendiri.
(Begitu juga) walaupun korban itu adalah orang
tuanya atau anaknya sendiri. Maka bagi pembunuh
tidak berhak menerima warisan” .
3. Karena Perbudakan
Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak
terhalang untuk menerima warisan karena ia
dianggap tidak cakap melakukan perbuatan hukum.
Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. al-
Nahl: 75 terjemahnya:
“Allah SWT telah membuat perumpamaan
seorang budak (hamba sahaya) yang dimiliki yang
tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun…” .
Pada saat ini sudah tidak ada lagi perbudakan.
 Al-Qur’an
Ayat-ayat Qur’an yang mengatur mengenai hukum
kewarisan adalah:
Q.S. 4:7 : Mengatur bahwa laki-laki dan
perempuan berhak mewaris.
Q.S. 4: 11 : Mengatur perolehan anak, ibu dan
bapak serta soal wasiat dan
utang.
Q.S. 4: 12 : Mengatur perolehan duda, janda,
saudara-saudara dalam hal kalalah dan soal
wasiat serta utang.
Q.S. 4:33 :
Mengatur mengenai mawali seseorang yang mendapat harta
peninggalan dari ibu bapaknya, aqrabunnya dan tolan
seperjanjiannya serta perintah agar pembagian bagian tersebut
dilaksanakan.

Q.S. 4:176 :
Menerangkan arti kalalah danmengatur perolehan saudara
dalam hal kalalah.
• Sunnah Rasul
Sangat membantu dalam pemecahan pembagian harta
peninggalan sepanjang ada kaitannya dengan hukum
kewarisan yang tidak diatur dalam al-Qur’an.
Hadits-hadits kewarisan:
1. Jaabir bin Abdullah dalam hubungan turunnya
Q.S. 4:176, yang mengatur soal kalalah.
2. Zaid bin Tsabit yang mengatur perolehan anak dari
anak laki-laki ( cucu melalui anak laki-laki).
3. Abu Bakar yang mengatur bagian datuk.
4. Ali bin Abi Thalib mengenai utang dan wasiat.
5. Saad bin Abi Waqqas mengenai batas wasiat.
6. Ali bin Abi Thalib mengenai ‘Awl.
7. Ibnu Abbas mengenai keutamaan sesama ahli waris dan
soal hijab menghijab yang didasarkan kepada hadits
Ibnu Abbas dan Zaid bin Tsabit.
8. Abu Hurairah dan Jabir mengenai perkataan Rasulullah
bahwa bayi yang dilahirkan menangis berhak mewaris.
9. Abu Hurairah mengenai ketentuan Rasulullah bahwa
ahli waris hanya bertanggung jawab setinggi-tingginya
sejumlah harta peninggalan pewaris.
 Ijtihad
Meski sudah diatur dalam al-Qur’an dan Hadits
dalam beberapa hal masih diperlukan ijtihad.
Misalnya mengenai perolehan ibu apabila hanya
mewaris dengan bapak dan suami atau istri.
 Hukum kewarisan Islam diatur dalam :
◦ Q.S. IV: 7, 11,12,33 dan 176.
 Q.S.IV: 7
◦ Ayat ini merubah sistem hukum kewarisan Islam secara
fundamental dan juga perubahan mendasar terhadap Ahli
Waris.
◦ Pada masa pra-Islam anak perempuan dan anak laki-laki yang
masih kecil tidak berhak tampil sebagai ahli waris, yang
berhak tampil hanya laki-laki dewasa yang bisa berperang dan
menunggang kuda.
• Q.S. IV: 7 mengandung:
1. Asas Persamaan:
Baik laki-laki maupun perempuan diberikan hak mewaris, tidak ada
diskriminasi.
2. Asas keseimbangan:
Ahli waris laki-laki maupun perempuan, dewasa atau anak-anak bahkan
bayi dalam kandungan memeperoleh hak kewarisan sesuai dengan
haknya masing-masing.
Ada yang memperoleh lebih banyak, ada yang lebih sedikit
tergantung pemanfaatan
Misal: Perolehan a.w orangtua lebih sedikit daripada perolehan anak.
3. Asas Ijbari:
Suatu ketentuan yang memaksa, dan tidak bisa diganggu gugat, sesuai
ketetapan yang diatur oleh Allah.

Ayat ini merupakan jaminan (kepastian hukum) bahwa perempuan dan laki-
laki berhak tampil mewaris.
Ayat ini juga belum mengatur besarnya perolehan masing-masing ahli waris.
• Q.S. IV: 11:
1. Mengatur garis hukum tentang anak
11 a : Pewaris meninggalkan anak laki-laki dan perempuan
maka perolehannya anak laki-laki : anak perempuan= 2:1.

11 b : Jika Pewaris meninggalkan 2 anak perempuan atau lebih


maka bagiannya 2/3 secara bersyarikah/bersama,
maksudnya perbandingannya 1:1.
Misal: anak perempuannya 5 orang maka perolehan masing-masing
2/3 :5 = 2/3x1/5= 2/15 bagian.

11 c: Jika Pewaris meninggalkan 1 anak perempuan maka


bagiannya adalah ½ dari HP.
2. Mengatur garis hukum tentang orang tua
11 d : Jika si P meninggalkan anak dan orang tua, maka
bapak dan ibu masing-masing memperoleh 1/6 bagian.

11 e : Jika si P tidak meninggalkan anak, meninggalkan orang


tua maka ibu memperoleh 1/3 bagian dan bapak
memperoleh sisa.

11 f : Jika si P meninggalkan ibu dan saudara, maka ibu


memperoleh 1/6.
Garis hukum kewarisan tentang anak dan orang tua adalah rasional,
karena ada kebenaran dan keadilan dalam hukum. Kalau orang tua
meninggal anak berhak mewaris begitu sebaliknya kalau anak
meninggal orang tua berhak pula mewaris.
Q.S. IV: 12
1. Mengatur garis hukum suami dan isteri

12 a : Jika istri meninggal, tidak ada anak, maka


suami/duda memperoleh ½ dari HP.

12 b : Jika istri meninggal, ada anak maka suami /duda


memperoleh ¼ bagian dari HP.

12 d : jika suami meninggal, tidak ada anak maka


istri/janda memperoleh ¼ bagian dari HP.
12 e : Jika suami meninggal, ada anak maka istri/janda
memperoleh 1/8 bagian dari HP.
2. Mengatur garis hukum Saudara
12 g : Jika P meninggalkan 1 saudara laki-laki atau
perempuan maka saudara memperoleh 1/6 bagian.

12 h : Jika P meninggalkan 2 saudara atau lebih, baik


perempuan maupun laki-laki atau perempuan dan laki-
laki maka mereka memperoleh 1/3 secara
bersyarikat (perbandingannya 1:1).

Q. IV : 12 g,h : mengatur tentang kalalah. Ketentuan ini


diperjelas dalam Q.IV : 176.
 Q.S. IV : 176
 176 a: Pengertian kalalah:
 Jika seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan anak.
 176 b: - Jika P meninggalkan 1 orang saudara perempuan
maka ia memperoleh ½.
- Jika P meninggalkan saudara laki-laki baik 1 orang
atau lebih maka ia mendapat seluruh HP.
- Jika P meninggalkan saudara perempuan 2 orang
atau lebih maka memperoleh 2/3 secara
bersyarikat/bersama.
- Jika P meninggalkan saudara laki-laki dan
perempuan maka bagian laki-laki adalah 2 kali
bagian perempuan ( 2:1).
 Penggunaan Q.S.IV: 12 g,h dan Q.S. IV : 176 dalam
perolehan saudara:
◦ Menurut bilateral Hazairin:
 Q. IV : 12 g,h : Kalau kalalah dan ayah masih hidup.
 Q. IV : 176 : Jika ayah sudah meninggal.
◦ Patrilineal Syafii :
 Q. S. IV : 12 g,h : Jika kalalah dan meninggalkan
saudara seibu.
 Q.S. IV : 176 : Jika kalalah dan meninggalkan saudara sekandung
dan sebapak.
 Q. IV : 33:
◦ Mengatur tentang ahli waris pengganti (mawali)

Anda mungkin juga menyukai