1. Halangan muabbadah
a. Halangan muabbadah yang di-ittifaqi, ialah hubungan perkawinan
yang terus menerus berlaku, karena adanya hubungan kekeluargaan,
susuan, dan perbesanan.
b. Halangan muabbadah yang di-ichtilafi, misalnya halangan
perkawinan karena terjadinya perzinaan dan/atau li’an.
1. Ab Intestato
2. Testamenter
Ab Intestato
Warisan ab intestato adalah pemindahan hak kebendaan dalam warisan
menurut undang-undang. Ab intestato mengutamakan:
a. Selain dari jandanya (suami atau istri), juga mereka yang mempunyai
hubungan darah dan dinamakan ashobah.
i. Ashobah dari pihak laki-laki:
Anak laki-laki,
Cucu laki-laki dari anak laki-laki,
Ayah dan kakek,
Saudara laki-laki serta anak laki-lakinya,
Paman serta anak laki-lakinya.
ii. Ashobah dari pihak perempuan:
Anak perempuan,
Cucu perempuan dari anak laki-laki,
Ibu dan nenek.
b. Mereka yang ditetapkan dalam Alquran sebagai orang yang
berhak menerima pembagian warisan (dzawul faroid), yaitu:
1) Kakek setelah ibu,
2) Kakek dan nenek yang digugurkan haknya untuk
menerima warisan,
3) Cucu dari anak perempuan,
4) Anak-anak perempuan dari saudara perempuan,
5) Paman sebelah ibu,
6) Anak-anak perempuan dari paman, dan seterusnya.
Testamenter
Pembagian warisan testamenter ialah pembagian warisan
yang dilakukan menurut wasiat dari pewaris (orang yang
meninggalkan warisan).
Ahli waris dapat kehilangan hak untuk menerima warisan,
karena:
a. Status sebagai budak belian.
b. Pembunuhan. Orang yang membunuh keluarganya tidak
mendapat warisan dari keluarga yang dibunuh tersebut.
c. Murtad atau keluar agama Islam.
d. Kafir atau tidak memeluk agama Islam, atau perbedaan
agama. Seorang muslim tidak boleh mengambil warisan
dari orang kafir.
Kewajiban-kewajiban ahli waris:
a. Mengubur mayat almarhum, sesuai dengan syarat
penguburan mayat;
b. Membayar utang almarhum, kalau hutang almarhum
lebih besar dari harta warisan, maka ahli waris yang
bertanggung jawab;
c. Melaksanakan wasiat almarhum, maksimal sepertiga dari
harta warisan,
d. Kewajibn yang berhubungan dengan harta warisan,
umpamanya zakat dan sewa,
e. Membagikan harta pusaka kepada semua ahli waris
menurut ketentuan hokum.
HUKUM WAKAF
Wakaf berasal dari bahasa Arab waaf yang berarti “menahan, berhenti,
diam di tempat, atau tetap berdiri”.
Menurut Ali bin Muhammad Al-Jurjani, wakaf adalah menahan zat suatu
benda dalam pemilikan si wakif dan memanfaatkan (mempergunakan)
manfaatnya.
Menurut Anwar Haryono, wakaf adalah pelepasan hak milik seorang
muslim yang hanya manfaat atau hasilnya (buahnya) dipergunakan untuk
kepentingan umum.
Berdasarkan Pasal 1 UU No. 41 Tahun 2004, wakaf adalah perbuatan
hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau jangka waktu tertentu
sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau
kesejahteraan umum menurut syariat.
Dengan demikian, dapat disimpulkan, bahwa wakaf adalah melepaskan
atau menahan hak milik atas harta benda untuk dimanfaatkan guna
kepentingan ibadah (umum) yang diridhai Allah.
Dasar Hukum Wakaf
Dasar hukum keberadaan wakaf tercantum di dalam
Alquran dan Hadis Nabi Muhammad SAW berikut:
Berbuatlah kebajikan agar kamu mendapat
kebahagiaan/kemenangan (QS. Al-Hajj:77).
Belanjakanlah sebagian hartamu dengan baik-baik
(QS. Al-Baqarah: 267).
Kamu tidak akan memperoleh kebaikan, kecuali
kamu belanjakan sebagian harta yang kamu cintai
(QS. Al-Imran: 92).
Unsur-Unsur Wakaf
1. Wakif (orang yang berwakaf)
2. Mauquf (harta yang diwakafkan/objek wakaf)
3. Mauquf alaih (tujuan/peruntukan harta yang
diwakafkan)
4. Nadzir (penerima, pengurus, atau pengelola wakaf)
5. Aqad wakaf atau sghot (pernyataan serah terima
wakaf dari wakif ke nadzir)
Macam-Macam Wakaf