Anda di halaman 1dari 16

Hukum Kewarisan Islam

Kelompok 7
Anggota Farhan Azra Hasibuan Fina Affrilia Surbakti

Kelompok:

Fisca Amanda Ramadhana Ira Yenita Malau


Pengertian
Hukum waris adalah hukum yang mengatur mengenai apa yang harus terjadi
dengan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia.
Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang
berhak menjadi ahli waris, dan berapa bagian masing-masing.
Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa Arab adalah
bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan.
Maknanya menurut bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang
kepada orang lain’. Atau dari suatu kaum kepada kaum lain.
A. Landasan Hukum Kewarisan Islam
Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah
Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 11, 12, dan 176.
Hukum Waris Islam atau ilmu faraidh adalah ilmu yang
diketahui. siapa yang berhak mendapat waris dan siapa yang
tidak berhak, dan juga berapa ukuran untuk setiap ahli waris.
Menurut buku Hukum Waris Islam oleh Dr. Hj. Suryati, S.H.,M.H, landasan
dan Sumber Hukum Waris Islam, antara lain:

1. Al Quran
Surah Al Anfal ayat 75
Surah An Nisa ayat 1, 7, 8, 9, 10, 11, & 12
2. Wasiat
Keinginan terakhir seseorang untuk memperlakukan harta
bendanya yang akan menambah amal kebaikannya pada akhir
hidupnya
3. Sunnah Rasul
Sunnah Rasul yang mengatur ketentuan waris, salah satunya
adalah:
Hadits riwayat Bukhari menyebutkan bahwa dalam suatu kasus
warisan yang ahli warisnya terdiri dari satu orang anak perempuan,
1 orang cucu perempuan (dari anak laki-laki), dan satu orang
saudara perempuan, Nabi memberikan bagian warisan kepada
anak perempuan 1/2, kepada cucu perempuan 1/6, dan untuk
sauadara perempuan sisanya.
4. Ijtihad

Meskipun Al Quran dan sunnah telah menjelaskan


ketentuan mengenai pembagian warisan, namun dalam
beberapa hal masih diperlukan adanya Ijtihad, yaitu
terhadap hal-hal yang tidak ditentukan dalam Al Quran
atau Sunnah Rasul. Misalnya mengenai bagian warisan
anak banci/khuntsa, harta warisan yang tidak habis
terbagi kepada siapa sisanya diberikan, bagian ibu apabila
hanya bersama-sama dengan ayah atau suami atau istri
dan lain sebagainya.
B. Rukun Waris
Hukum Islam ini hadir untuk menghindari pertikaian di
dalam keluarga karena pembagian waris yang tidak adil.
Syarat hukum waris:
1. Pewaris meninggal dunia
2. Ahli waris masih hidup
3. Adanya hubungan ahli waris dengan pewaris
4. Satu alasan yang menetapkan seseorang bisa
mendapatkan warisan secara rinci
Rukun waris menurut Dr. Musthafa Al-Khin

Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit


yang diwarisi oleh orang lain yang berhak
mewarisinya.
Orang yang mewarisi (al-warits), yaitu orang yang
bertalian dengan mayit dengan salah satu dari
beberapa sebab yang menjadikan ia bisa mewarisi.
Harta warisan (al-mauruts), yakni harta warisan yang
ditinggalkan mayit setelah kematiannya.
Sistem Pembagian Waris Menurut Hukum Islam

Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur


segala sesuatu yang berkenaan dengan peralihan hak
dan atau kewajiban atas harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya.
Asas-asas dalam hukum kewarisan dalam Kompilasi Hukum Islam
Asas Bilateral/parental
Asas ahli waris langsung dan asas ahli waris pengganti
Asas Ijbari
Asas individual
Asas keadilan berimbang
Asas waris karena kematian
Asas hubungan darah
Asas waris wajibah
Asas egaliter
Asas retroaktif terbatas
Asas hibah dan wasiat kepada ahli waris diperhitungkan sebagai
warisan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) mengelompokkan ahli waris dari segi cara pembagiannya
sebagai berikut:

a. Kelompok ahli waris dzawil furud


b. Kelompok Ahli Waris yang Tidak ditentukan Bagiannya.
c. Kelompok Ahli Waris yang Mendapat Bagian sebagai Ahli Waris
Pengganti
d. Prinsip-prinsip hijab – mahjub menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI)
dan praktek pengadilan
e. Kompisasi Hukum Islam membedakan saudara seibu dari saudara
seayah dan sekandung, seperti yang dinyatakan dalam Pasal 181 dan 182
KHI.
Berdasarkan prinsip dan asas kewarisan tersebut di atas, derajat kelompok ahli waris memiliki
tingkatan

kelompok derajat pertama, yaitu: janda/duda, anak dan atau keturunannya, ayah dan ibu,
dan
kelompok derajat kedua, yaitu: janda/duda, anak dan/ atau keturunannya,
kakek dan nenek baik dari pihak ayah maupun ibu,
kelompok derajat ketiga, yaitu: janda/ duda, saudara (sekandung, seayah, seibu) dan/atau
keturunannya, kakek dan nenek dari pihak ayah dan pihak ibu, dan janda/duda,
paman/bibi dan/atau keturunannya.
Untuk memudahkan perhitungan pembagian waris dapat mempedomani
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. mendahulukan ahli waris sesuai kelompok derajat yang
dirumuskan.
2. menerapkan hijab mahjub seperti yang diuraikan di atas,
3. perbandingan bagian anak laki-laki dengan anak perempuan,
bagian saudara laki-laki dengan saudara perempuan, bagian
paman berbanding bagian bibi adalah 2:1,
4. ahli waris pengganti mewarisi bagian yang digantikannya dengan
ketentuan tidak melebihi bagian ahli waris yang sederajat
dengan ahli waris yang diganti.
5. bagian ahli waris dzawil furud dibagi terlebih dahulu dari ahli
waris ashabah,
6. sisa pembagian ahli waris dzawil furud untuk ahli waris
ashabah, dengan ketentuan bagian laki-laki dua kali
bagian perempuan,
7. jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan jumlah bagian
ahli waris melebihi nilai satu, maka dilakukan aul,
8. jika ahli waris terdiri dari dzawil furud dan jumlah bagian
ahli waris kurang dari nilai satu, maka dilakukan rad. Rad
tidak berlaku untuk janda dan duda.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai