Anda di halaman 1dari 6

Nama : Adelia Agustina

NPM : B1A019190
Kelas : D
Fakultas Hukum Universitas Bengkulu
UTS Hukum Waris Islam

1. Sebelum diberlakukannya hukum Islam, ada 3 perkembangan Hukum Waris dalam Islam yang
mana hukum kewarisan ini diatur di Indonesia setelah merdeka 17 Agustus 1945, sehingga
terdapat 3 macam hukum waris yang ada akibat dari warisan sistem hukum pemerintah kolonial
Belanda untuk Hindia Belanda terdahulu. setelah berkembangnya zaman maka lahirlah hukum
waris adat itu sendiri, yaitu berlaku hukum waris perdata barat (KUH Perdata) bagi orang Eropa,
dan Hukum waris perdata barat bagi golorang timur asing, serta berlakulah hukum serta hukum
waris adat dan hukum waris Islam bagi golongan bumiputera atau pribumi(masyarakat asli
Indonesia).

2. A. Hukum Waris diatur secara rinci dalam Al-quran dan Sunnah karena Islam sangat
memperhatikan masalah bagi umat muslim itu sendiri, selain itu pengaturan terhadap harta benda
yang merupakan urat nadi kehidupan manusia tentu harus diatur secara tepat, proses kepemilikan
dari harta benda tersebut secara pasti, siapa saja yang berhak memperoleh harta waris, sehingga
terwujud pembagian yang nantinya bijaksana dan adil. Al-quran dan sunnah menjelaskannya secara
terperinci sehingga tidak ada lagi timbul kebingungan bagi umat Islam dalam pembagian harta
waris termasuk ketika seseorang dihadapkan kepada kematian, Alquran dan sunnah menjelaskan
tata cara pembagian(pemindahan harta benda) atau harta waris terhadap benda sepeninggalan orang
yang meninggal tersebut.

B. Surat-surat dan ayat al-quran menjelasakan tentang hukum waris yaitu sebagai berikut.
Ayat-ayat dalam Al-quran yang mengatur tentang pembagian harta warisan
terdapat dalm QS.An-Nisa dan QS.Al-Anfal.
- Ayat 1 Qs.An-Nisa menjelaskan tentang kuatnya hubungan kerabat karena pertalian darah.
-Ayat 75 Qs.Al-Anfal menegaskan bahwa hak kerabat karena pertaian darah, sebagian lebih
diutamakan dari sebagian yang lain.
-Ayat 7 Qs.An-Nisa memberi ketentuan bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama berhak atas
warisan orangtua dan kerabatnya yang merupakan perobakan kebiasaan bangsa Arab yang hanya
memberikan hak waris kepada laki-laki yang sanggup memanggul senjata membela kehormatan
kabilahnya, anak-anak kecil, orang-orang tua dan orang-orang perempuan, karena tidak sanggup
memanggul senjata, tidak berhak warisan sama sekali.
-Ayat 8 Qs.An-Nisa memerintahkan agar kepada sanak kerabat, anak-anak yatim san orang-orang
miskin yang hadir menyaksiskan pembagian harta warisan yang baru saja dibagi itu.
-Ayat 9 Qs.An-Nisa memperingatkan agar orang senantiasa memperhatikan kepada anak cucu yang
akan ditinggalkan, agar jangan sampai mereka mengalami kesempitan hidup sebagai akibat
kesalahan orang tua membelanjakan hartanya.
-Ayat 10 Qs.An-Nisa memperingatkan agar orang berhati-hati dalam memelihara harta warisan
yang menjadi hak anak-anak yatim, jangan sampai termakan dengan cara tidak sah, makan harta
anak yatim secara tidak sah sama dengan makan bara api neraka.
-Ayat 11 Qs.An-Nisa menentukan bagian anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan,
anak perempuan dua atau lebih (apabila tidak ada anak laki-laki) menerima 2/3 harta warisan dan
apabila hanya seorang (tidak ada anak laki-laki) maka menerima 1/2 harta warisan, bagian ayah dan
ibu, apabila ada anak, masing-masing menerima 1/6 harta warisan, apabila tidak ada anak, bagian
ibu adalah 1/3 harta warisan (ayah mendapat sisanya), apabila ada saudara-saudara lebih dari
seorang, bagian ibu adalah 1/6 harta warisan, pembagian harta warisan dilakukan setelah utang dan
wasiat mayit dibayarkan.
-Ayat 12 Qs.An-Nisa menentukan suami 1/2 harta warisan, apabila mayit tidak meninggalkan anak,
apabila ada anak , bagian suami 1/4 harta warisan, setelah utang dan wasiat mayit dibayarkan,
ditentukan pula bagian istri 1/4 harta warisan apablila tidak ada anak, 1/8 warisan apabila ada anak,
setelah utang san wasiat mayit dibayarkan.
Apabila seseorang mati tanpa meninggalkan ayah atau anak, pdahal ia meninggalkan saudara
laki-laki atau perempuan(seibu) maka bagian saudara apabila hanya satu orang adalah 1/6 harta
warisan, dan apabila lebih dari satu orang, mereka sama-sama mendapat 1/3 harta warisan, setelah
utang dan wasiat mayit dibayarkan.
-Ayat 13 Qs.An-Nisa menekankan bahwa ketentuan bagian-bagian harta warisan itu berasal dari
Allah yang wajib ditaati.
-Ayat 176 Qs.An-Nisa menetukan bagian saudara perempuan(kandung atau seayah), apabila mayit
salam keadaan kalalah(tidak meninggalkan ayah atau anak), bagian saudara perempuan adalah 1/2
harta warisan apabila hanya satu orang, dan 2/3 harta warisan apabila dua orang atau lebih, apabila
saudara-saudara itu terdiri dari laki-laki dan perempuan, bagian seorang saudara laki-laki sama
dengan bagian dua orang saudara perempuan.
1.2 Sunnah Rasul
a. Hadist riwayat Bukhari dan Muslim mengajarkan bahwa ahli waris laki-laki yang lebih dekat
kepda mayit lebih berhak atas sisa-sisa harta warisan, setelah diambil bagian ahli waris yang
mempunyai bagian-bagian tertentu
b. Hadist riwayat Bukhati dan Muslim mengajarkan bahwa wala’ (harta warisan bekas budak yang
tidak meninggalkan waris kerabat) adalah menjdi hak orang yang memerdekakannya.
c. Hadist riwayat Ahmad dan Abu Daus mengajarkan bahwa harta warisan yang tidak
meninggalkan ahli waris adalah milik baitul-mal.
d. Hadist riwayat Al-Jamaah kecuali Muslim dan Nasai mengajarkan bahwa orang muslim tidak
berhak atas harta orang kafir, dan orang kafir tidak berhak atas harta orang muslim.
e. Hadist riwayat Ahmad, Malik dan Ibnu majah mengajarkan bahwa pembunuh tidak berhak waris
atas orang muslim.

3. Azas-azas Hukum Waris Islam


Asas hukum kewarisan Islam hang bersumber dari Al-quran dan Al-Hadist menurut Amir
Syarifudin yaitu sebagai berikut.
1. Ijbari
2. Bilateral
3. Individual
4. Keadilan berimbang
5. Akibat kematian (Amir Syarifudin, 1984:18)
Asas hukum warisan Islam dalam teks Al-Qur„an dan As-Sunnah tidak dijumpai, dan asas tersebut
merupakan hasil ijtihad para mujtahid.atau ahli hukum Islam. Dengan demikian kemungkinan asas
hukum warisan Islam itu beragam. Menurut Amir Syarifuddin asas hukum warisan Islam lima
macam, yaitu (1) asas ijbari, (2) asas bilateral, (3) asas individual, (4) asas keadilan berimbang, dan
(5) asas warisan semata akibat kematian.
Penjelasannya;
Asas Ijbari
Kata ijbari secara etimologi mengandung arti paksaan, artinya melakukan sesuatu diluar
kehendaknya sendiri.hukum warisan Islam berasaskan ijbari, maka pelaksanaan pembagian harta
warisan itu mengandung arti paksaan tidak kehendak pewaris sebagaimana hukum warisan perdata
barat.
Kemudian Amir Syarifuddin mengandung beberpa segi; pengertian asas ijbari itu Pertama, segi
peralihan harta, artinya dengan meninggal dunianya seseorang dengan sedirinya harta warisannya
beralih kepada orang lain dalam hal ini ahli warisnya. Menurut asas ini, pewaris dan ahli waris
tidak diperbolehkan merencanakan peralihan harta warisan pewaris; Kedua, segi jumlah harta
artinya jumlah atau bagian ahli waris dari harta peninggalan orang yang meninggal dunia (pewaris)
itu sudah ditentukan oleh ketentuan- ketentuan Allah SWT, dan Sunnah Rasulullah SAW. Sehingga
pewaris dan ahli waris tidak diperbolehkan menentukan jumlah bagin-bagiannya. Ketiga, segi
kepada siapa harta itu beralih, artinya orang-orang (ahli waris) yang menerima peralihan harta
peninggalan pewaris itu sudah ditetapkan oleh Al-Qur „ an dan As- Sunnah Rasulullah SAW,
sehingga pewaris maupun ahli waris tidak diperbolehkan merubahnya. Kecuali ketentuan-ketentuan
Al-Qur„an dan As-Sunah Nabi Muhammad SAW yang bersifat dhonni, artinya nash-nash Al-Qur„
an dan As-Sunah yang belum jelas, seperti pengembangan ahli waris dari anak berlembang ke cucu
terus ke bawah.
Asas Induvidual
Maksud dari pada asas ini adalah harta warisan dari pewaris yang telah diterima oleh ahli
warisnya, dapat dimiliki secara individu perorangan. Jadi bagian-bagian setiap ahli waris tidak
terikat dengan ahli waris lainnya, tidak seperti dalam hukum Adat ada bagian yang sifatnya tidak
dapat dimiliki secara perorangan, tetapi dimiliki secara kelompok.
Asas Bilateral
Asas bilateral artinya ahli waris menerima harta warisan dari garis keturunan atau kerabat
dari pihak laki-laki dan pihak perempuan, demikian sebaliknya peralihan harta peninggalan dari
pihak garis keturunan pewaris laki-laki maupun perempuan.
Asas Keadilan Berimbang
Dari pihak laki-laki dan pihak perempuan menerima harta warisan secara berimbang
artinya dari garis keturunan pihak laki-laki dan darl garis keturunan pihak perempuan menerima
harta warisan sesuai dengan keseimbangan tanggung jawab dalam kehidupan rumah tangga. Antara
laki-laki dengan perempuan keduanya mempunyai hak menerima harta warisan dari pewaris,
namun tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan berbeda, laki-laki (public family)
sebagai kepala rumah tangga bertanggung jawab nafkah keluarganya, sedangkan perempuan
sebagai ibu rumah tangga (domistic family), yang mengatur rumah tangga. Dengan demikian
sangat wajar kalau Al-Qur „an menetapkan laki-laki mendapat dua bagian sedangkan perempuan
satu bagian.

4. Rukun dan Syarat Warisan


Rukun warisan ada 3 (tiga) yakni:
1. Orang yang mewariskan (al-muwarrits), yakni mayit atau orang yang telah meninggal dunia akan
memindahkan harta peninggalannya kepada orang lain yang berhak mewarisinya.
2. Orang yang menerima waris (al-wârits), yaitu orang yang bertalian dengan mayit baik itu
hubungan kekeluargaan, perkawinan, dan sebagainya dengan salah satu dari beberapa sebab yang
menjadikan ia bisa menerima waris.
3. Harta warisan (al-maurûts), yakni harta warisan yang ditinggalkan mayit setelah kematiannya
baik berupa uang ataupun barang (harta benda) yang disebut sebagai warisan, harta peninggalan,
dan sebagainya.
Terdapat 4 syarat dalam warisan menurut Islam berdasarkan penjelasan Dr. Musthafa Al-Khin,
sebagaimana dilansir dari situs resmi Nahdlatul Ulama, NU Online.
Menurutnya, dalam kitab al-Fiqhul Manhaji, (Damaskus: Darul Qalam, 2013, jil. II, hal. 274)
disebutkan ada 4 (empat) syarat yang mesti dipenuhi dalam warisan.
1. Orang yang mewariskan harta benar-benar telah meninggal dunia atau kematian.
Bila orang yang hartanya akan diwaris belum benar-benar meninggal, misalnya dalam keadaan
koma, maka harta tersebut belum dapat diwariskan kepada ahli waris yang berhak. Ini dikarenakan
adanya warisan itu karena adanya kematian.
Selain telah meninggal harta warisan juga bisa dibagi bila seseorang dinyatakan meninggal secara
hukum oleh hakim. Seperti dalam kasus seorang yang telah lama hilang tanpa diketahui kabarnya
kemudian atas ajuan pihak keluarga hakim memutuskan bahwa orang tersebut telah meninggal
dunia.
2. Ahli waris yang akan mendapat warisan benar-benar hidup, meskipun masa hidupnya hanya
sebentar saja
Jadi, meskipun tak lama setelah meninggalnya si mayit (pewaris), dalam hitungan menit misalnya,
ahli waris menyusul meninggal, maka si ahli waris ini tetap berhak mendapatkan bagian warisan.
3. Diketahui dengan jelas hubungan ahli waris dengan si mayit
Hubungan yang dimaksud merupakan hubungan kekerabatan, pernikahan, atau memerdekakan
budak (walâ’).
4. Satu alasan yang menetapkan seseorang bisa mendapatkan warisan secara rinci
Syarat ini dikhususkan bagi seorang hakim untuk menetapkan apakah seseorang termasuk ahli
waris yang berhak menerima warisan atau tidak.
Misalnya, saksi mengatakan kepada hakim bahwa “orang ini adalah ahli waris”. Hakim tidak bisa
menerima kesaksian dengan ucapan begitu saja.

5. Yang harus dilakukan apabila terjadi peristiwa kematian dalam Hukum Waris Islam yaitu sebagai
berikut.
- mayit berhak untuk diurus jenazahnya dari awal hingga menuju kepada liang lahat, dimandikan,
dikafani dengan menggunakan kain kafan, dan kemudian dikuburkan.
-berhak dibayarkan atau dilunasi hutang-hutangnya semasa hidup didunia sedangkan
hutang-hutang dari orang yang meninggal dunia kepada Allah seperti mengeluarkan zakat,
membayar kafarat,memenuhi nazar dan lain-lain tidak perlu dipenuhi menurut madzhab Abu
Hanifah. Tetapi menurut Jumhur Ulama hal tersebut wajib dipenuhi sebelum harta peninggalan
dibagikan kepada ahli waris.
-penulisan wasiat dan melaksanakan wasiat tersebut sepanjang tidak melebihi dari sepertiga bagian
dari harta peninggalan. Setelah semua hutang orang yang meninggal dilunasi, maka wasiat barulah
boleh dijalankan.

6. Bagian laki-laki dan anak perempuan 2:1 dalam Islam adalah adil. Hal tersebut disebabkan
beberapa faktor. Adil dalam Islam bukan dilihat dari perhitungan angka atau matematis, melainkan
adil menurut proporsi dalam al-quran dan hadist dan dilihat juga dari beban tanggungan anak
laki-laki yang nantinya lebih berat dibandingkan anak perempuan, membiayai dirinya sendiri,
menafkahi anak dan istri. Sehingga pembagiannya 2:1. Ketentuan hukum kewarisan Islam yang
terdapat dalam . Qs. an-Nis ā ’ (4) 11 mengatur tentang hak waris anak dan orangtua yang telah
ditentukan besar kecil pembagian masing-masing ahli waris berdasarkan asas kemanfaatan.
Pembagian kewarisan tersebut bersifat rasional, karena ada unsur kebenaran dan keadilan jika
dikaitkan dengan ketentuan tentang hak dan kewajiban suami-istri dalam hukum perkawinan dan
kewajiban seorang anak laki-laki dalam pengurusan dan pemeliharaan orang tuanya setelah
berumah tangga.

7. Sebab waris-mewaris dalam Islam


Sebab-sebab terjadinya warisan
Dalam hukum Islam, sebab-sebab untuk dapat menerima warisan ada tiga, yaitu:
1. Hubungan kekerabatan (al-qarabah)
2. Hubungan perkawinan atau semenda (al-musaharah), Hubungan karena sebab memerdekakan
budak atau hamba sahaya (al-wala'). Namun untuk sebab karena memerdekakan budak sudah tidak
berlaku Iagi untuk sekarang, karena praktik perbudakan ini hanya ada pada masa Rasulullah SAW.
1. Hubungan Kekerabatan (al-qarabah).
Di antara sebab beralihnya harta seseorang yang telah mati kepada yang masih hidup adalah adanya
hubungan kekerabatan antara keduanya. Adapun hubungan kekerabatan ditentukan oleh adanya
hubungan darah yang ditentukan pada saat adanya kelahiran.
Jika seorang anak lahir dari seorang ibu, maka ibu mempunyai hubungan kerabat dengan anak yang
dilahirkan. Hal ini tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun karena setiap anak yang lahir dari rahim
ibunya sehingga berlaku hubungan kekerabatan secara alamiah antara seorang anak dengan seorang
ibu yang melahirkannya. Sebaliknya, bila diketahui hubungan antara ibu dengan anaknya maka
dicari pula hubungan dengan laki-laki yang menyebabkan si ibu melahirkan. Jika dapat dibuktikan
secara hukum melalui perkawinan yang sah penyebab si ibu melahirkan, maka hubungan
kekerabatan berlaku pula antara si anak yang lahir dengan si ayah yang menyebabkan kelahirannya.
Hubungan kekerabatan antara anak dengan ayah ditentukan Oleh adanya akad nikah yang sah antara
ibu dengan ayah (penyebab si ibu hamil dan melahirkan). Dengan mengetahui hubungan
kekerabatan antara ibu dengan anaknya dan hubungan kekerabatan antara anak dengan ayahnya,
dapat pula diketahui hubungan kekerabatan ke atas, yaitu kepada ayah atau ibu dan seterusnya, ke
bawah, kepada anak dan seterusnya, dan hubungan kekerabatan ke samping, kepada saudara beserta
keturunannya. Dari hubungan kekerabatan yang demikian, dapat juga diketahui struktur
kekerabatan yang tergolong ahli waris bila seorang meninggal dunia dan meninggalkan harta
warisan15.
2. Hubungan Perkawinan (al-musharah)
Hubungan atau pernikahan dijadikan sebagai penyebab hak adanya perkawinan, hal ini dipetik dan
Qur'an surah An-Nisa' (4) : 12, yang intinya menjelaskan tentang hak saling mewarisi antara orang
yang terlibat dalam tali pernikahan yaitu suami- istri.
Syarat suami-istri saling mewarisi di samping keduanya telah melakukan akad nikah secara sah
menurut syariat. Juga antara suami-istri yang berakad nikah itu belum terjadi perceraian ketika
salah seorang dari keduanya meninggal dunia.
3. Memerdekakan Budak Atau Hamba Sahaya (al-Wala')
Al-wala' adalah hubungan kewarisan akibat seseorang memerdekakan budak atau hamba sahaya,
atau melalui perjanjian tolong menolong. Untuk yang terahir ini agaknya jarang dilakukan malahan
tidak sama sekali. Adapun al-wala' yang pertama disebut dengan wala ' al-ataqah atau ushubah
sababiyah, dan yang kedua disebut dengan wala' al-muwalah, yaitu wala' yang timbul akibat
kesediaan orang untuk tolong menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian perwalian.
Adapun bagian orang yang memerdekakan budak atau hamba sahaya adalah 1/6 dari harta
peninggalan. Jika kemudian ada pertanyaan apakah sekarang masih ada hamba sahaya, maka
jawabannya adalah bahwa hapusnya perbudakan merupakan salah satu keberhasilan misi Islam.
Karena memang imbalan warisan kepada al- mufiq atau al-mu 'ttqah salah satu tujuannya adalah
untuk memberikan motivasi kepada siapa saja yang mampu, agar membantu dan mengembalikan
hak-hak hamba menjadi orang yang merdeka.

8. Sebab terhalangnya ahli waris mendapatkan warisannya


a. Pembunuhan
Apabila seorang ahli waris membunuh pewaris (seorang anak membunuh bapaknya), maka ia tidak
berhak mendapatkan warisan.
B. Budak atau hamba sahaya
Seorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk mewarisi sekalipun dari
saudaranya, sebab segala sesuatu yang dimiliki budak secara langsung menjadi milik tuannya. Hal
ini didasarkan pada kenyataan bahwa seorang budak tidak memiliki kecakapan bertindak atau tidak
dapat menjadi subyek hukum dan status keluarga terhadap kerabat-kerabatnya sudah putus, karena
menjadi keluarga asing.
Perbedaan Agama
Yang dimaksud dengan perbedaan agama adalah
perbedaan agama yang menjadi kepercayaan orang yang mewarisi dengan orang yang
diwarisi.Misalnya, seorang muslim tidak dapat mewarisi ataupun diwarisi oleh orang non muslim,
apapun agamanya.
d. Murtad
Sebagian ulama ada yang menambahkan satu hal lagi
sebagai penghalang hak waris, yakni murtad. Dalam hal ini ulama sepakat karena murtad termasuk
dalam kategori perbedaan agama, karenanya orang murtad tidak dapat mewarisi orang Islam.

9. Perbedaan Hibah dan Wasiat


-Hibah merupakan pemberian hadiah baik berupa barang atau harta benda lainnya tanpa harus
adanya hubungan pertalian(kekeluargaan, perkawinan) danlain-lain oleh pemilik harta benda
kepada orang yang menerimanya saat pemilik harta benda tersebut masih hidup.
Sedangkan wasiat adalah akta yang ditulis oleh seseorang yang memuat pernyataan orang tersebut
atas apa yang dikehendakinya setelah ia meninggal dunia nanti yang dapat ia cabut kembali yang
dibuat semasa ia hidup namun baru dapat dilaksanakan setelah nanti ia telah meninggal dunia.

Anda mungkin juga menyukai