Anda di halaman 1dari 18

1

BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang Masalah

Hukum waris merupakan suatu hal yang penting dan mendapat perhatian yang
besar. Karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak
menguntungkan bagi keluarga yang di tinggal mati pewarisnya. Hubungan
persaudaraan bisa berantakan jika masalah pembagian harta warisan seperti rumah
atau tanah tidak dilakukan dengan adil. Untuk menghindari masalah, sebaiknya
pembagian warisan diselesaikan dengan adil. Salah satu caranya adalah menggunakan
Hukum Waris menurut Undang-Undang (KUH Perdata).
Banyak permasalahan yang terjadi seputar perebutan warisan, seperti masing-
masing ahli waris merasa tidak menerima harta waris dengan adil atau ada ketidak
sepakatan antara masing-masing ahli waris tentang hukum yang akan mereka
gunakan dalam membagi harta warisan.
Pembagian harta waris diatur oleh hukum islam supaya harta yang di
tinggalkan tidak menjadi pemicu permusuhan diantara keluarga yang
ditinggalkannya.Didalam hukum pembagian waris terdapat beberapa asapek yang
penting untuk kita ketahui diantaranya hijab (penghalang) waris, yang menjelaskan
tentang waris yang terhalangi.”
Naluriah manusia yang menyukai harta benda tidak jarang memotivasi
seseorang untuk menghalalkan berbagai cara untuk mendapatkan harta benda
tersebut, termasuk didalamnya terhadap harta peninggalan pewarisnya sendiri.
Kenyataan demikian telah ada dalam sejarah umat manusia hingga sekarang ini.
Terjadinya kasus-kasus gugat waris di pengadilan, baik Pengadilan Agama maupun
Pengadilan Negeri menunjukkan fenomena ini.
Oleh karenanya, dalam pembagian warisan harus di lihat terlebih dahulu
hukum yang mana yang akan di gunakan oleh para ahli waris dalam menyelesaikan
2

sengketa waris yang terjadi. Dalam makalah kami kali ini bertemakan ‘’Ahli Waris
dan Hijab “.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Ahli Waris Dan Hijab
2. Syarat Waris Dan Hijab
3. Golongan ahli Waris dan Hijab
3

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahli Waris Dan Hijab

Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bahasa arab adalah


bentuk masdar (infinititif) dari kata waritsa- yaritsu- irtsan- miiraatsan. Maknanya
menurut bahasa ialah ‘berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain’. Atau
dari suatu kaum kepada kaum lain .

Definisi  Ahli Waris  adalah orang-orang yang karena sebab


(keturunan, perkawinan/perbudakan) berhak mendapatkan bagian dari harta pusaka
orang yang meninggal dunia.

Tetapi semua yang dikategorikan keluarga adalah otomatis tergolong ahli


waris. Dari sisi hubungan kekeluargaan, terdapat dua macam perbedaan status hak
waris:

1. Ahli Waris: Keluarga yang saling mewarisi.

2. Ulul Arhaam: Mempunyai hubungan keluarga tapi tidak saling mewarisi


langsung; atau dengan kata lain, dia mewarisi jika tidak ada golongan Ahli
waris.

Dalam pembagian waris yang sesuai islam ada beberapa aturan yang salah satunya
adalah tentang hijab - mahjub.

Prinsip hijab mahjub adalah mengutamakan atau mendahulukan kerabat yang


mempunyai jarak lebih dekat daripada orang lain dengan si mati.
4

Keutamaan itu dapat pula disebabkan oleh kuatnya hubungan kekerabatan


seperti saudara kandung lebih kuat hubungannya dibandingkan saudara se-ayah atau
se-ibu saja, karena hubungan saudara kandung melalui dua jalur (ayah dan ibu)
sedangkan yang se-ayah atau se-ibu hanya melalui satu jalur (ayah saja atau ibu saja).
Di dalam Ilmu Faraidh dikenal istilah hajib  dan mahjub. Arti kata hajib asalnya
bermakna "Penjaga Pintu"' secara istilah definisnya adalah keluarga si mati yang
meghalangi atau mendinding keluarga lain yang sekerabat untuk beroleh pusaka.
Sementara arti Mahjub adalah seseorang yang terhalangi menerima warisan karena
adanya ahli waris yang hubungan kekerabatan yang lebih dekat dan lebih kuat
kedudukannya.

Berikut ini firman ALLAH SWT .Tentang Waris dan hijab.

Artinya :
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, "Allah memberi
fatwa kepada kalian tentang kalalah (yaitu); Jika seorang meninggal dunia, dan ia
tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang
laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika ia tidak mempunyai
5

anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu
terdiri atas) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang
saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah
menerangkan (hukum ini) kepada kalian supaya kalian tidak sesat. Dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu

B. Syarat Waris Dan Hijab

Syarat Menerima Waris

1. Pewaris Telah Meninggal. 

Orang yang mewariskan hartanya telah meninggal dunia baik secara hakiki
maupun secara hukum. Kematian hakiki dapat diketahui dengan menyaksikan
langsung atau dengan berita yang sudah masyhur, atau dengan persaksian dua
orang yang dapat dipercaya. Adapun kematian secara hukum seperti orang
yang menghilang dan pencariannya sudah melewati batas waktu yang
ditentukan, maka kita hukumi ia sudah meninggal berdasarkan dugaan yang
disejajarkan dengan keyakinan (kepastian) manakala kepastian tidak
didapatkan, dasarnya adalah perbuatan para sahabat.

2. Ahli Waris Masih Hidup 

ketika orang yang mewariskan hartanya meninggal walaupun hanya sekejap,


baik secara hakiki maupun secara hukum. Hal ini dikarenakan Allah
menyebutkan dalam ayat waris hak-hak ahli waris dengan menggunakan
huruf lamyang menunjukkan hak milik dan hak milik tidak mungkin ada
kecuali untuk orang yang masih hidup. Masih hidup secara hakiki diketahui
6

dengan menyaksikan langsung, atau dengan berita yang sudah masyhur atau
dengan persaksian 2 orang yang dapat dipercaya. Adapun secara hukum,
contohnya janin mewarisi harta pusaka jika jelas keberadaannya ketika orang
yang mewariskan hartanya meninggal, walaupun janin tersebut belum
bernyawa. Dengan syarat bayi tersebut lahir dalam keadaan hidup.

3. Mengetahui Sebab Menerima Harta Warisan.

Karena warisan didasarkan pada kriteria-kriteria tertentu.Seperti bertalian


sebagai anak, orang tua, saudara, suami-isteri, wala' dan yang semisalnya.
Jika kita tidak dapat memastikan kriteria ini, maka kita tidak dapat
menetapkan hukum-hukum yang didasarkan kepada kriteria itu. Sebab
diantara syarat penetapan hukum adalah keakuratan sasarannya.Oleh karena
itu, tidak boleh menetapkan suatu hukum terhadap sesuatu kecuali setelah
mengetahui adanya sebab dan syaratnya, serta tidak ada penghalangnya.

Hijab ( Penghalang ) Warisan

Adapun yang menjadi sebab seseorang itu tidak mendapatkan warisan (hilangnya hak
kewarisan/penghalang mempusakai) adalah disebabkan secara garis besar dapat
diklasifikasikan kepada:

Halangan kewarisan
Dalam hal hukum kewarisan Islam yang menjadi penghalang bagi seorang ahli waris
untuk mendapatkan warisan karena hal berikut:
7

a.    Pembunuhan
Apabila seorang waris membunuh muwarisnya, maka dia tidak dapat
mewarisi harta muwarisnya itu, karena pembunuh tidak berhak waris atas harta
peninggalan orang yang dibunuh.
Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena: 

1)    Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau menganiaya


berat para pewaris

2)    Dipersalahkan secara menfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa pewaris


telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun
penjara atau hukuman yang lebih berat.

b.    Berlainan Agama


Adapun yang dimaksud dengan berlainan agama adalah berbedanya agama
yang dianut antara pewaris dan ahli waris, artinya seseorang muslim tidaklah
mewarisi yang bukan muslim, begitu pula sebaliknya seseorang yang bukan muslim
tidaklah mewarisi dari seseorang muslim. 
8

C. Golongan ahli Waris dan Hijab

 Ahli Waris Dari Golongan Laki-Laki:

1. Anak Laki-laki

2. Cucu Laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki) dan seterusnya, buyut laki-
laki

3. Bapak / ayah

4. Kakek (bapaknya bapak) dan seterusnya ke atas

5. Saudara laki-laki sekandung.

6. Saudara laki-laki sebapak.

7. Saudara laki-laki se-ibu.

8. Keponakan laki-laki sekandung (anak laki-laki dari saudara laki-laki


sekandung).

9. Keponakan laki-laki sebapak (anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak).

10. Paman sekandung (saudara sekandung bapak).

11. Paman sebapak (saudar sebapak-nya bapak).

12. Sepupu laki-laki sekandung (anak laki-laki paman sekandung).

13. Sepupu laki-laki sebapak ( anak laki-laki paman yang sebapak).

14. Suami.

15. Laki-laki yang memerdekakan budak (al-mu'tiq).


9

 Ahli Waris Dari Golongan Perempuan: 

1. Anak perempuan.

2. Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki).

3. Ibu / bunda / mama / mami / emak /biyung dan sejenisnya.

4. Nenek dari ibu (ibunya ibu), dan seterusnya ke atas.

5. Nenenk dari bapak (ibunya bapak), dan seterusnya ke atas.

6. Saudara perempuan sekandung.

7. Saudara perempuan sebapak.

8. Saudara perempuan se-ibu.

9. Isteri.

10. Perempuan yang memerdekakan (al-Mu'tiqah).

 Ulul/Dzawil Arham
Adalah Keluarga Yang Tidak Mendapat Bagian warisan (fard atau 'ashabah)
Jika Masih Ada Ahli Waris Diatas, Mereka terdiri dari:

1. Kakek dari garis ibu (bapaknya ibu).

2. Neneknya ibu (ibu punya bapak punya ibu).

3. Cucu dari anak perempuan; baik jenisnya cucu laki-laki ataupun


perempuan.

4. Keponakan perempuan (anak saudara laki-laki sekandung, sebapak


ataupun se-ibu).
10

5. Keponakan perempuan (anak saudara perempuan sekandung atau se-


ibu).

6. Paman se-ibu (saudaranya bapak satu ibu lain bapak).

7. Saudaranya kakek se-ibu.

8. Sepupu perempuan (anak dari paman: sekandung, sebapak/se-ibu).

9. Bibi / tante (saudara perempuannya bapak, bibinya bapak, bibinya kakek,


seterusnya ke atas.)

10. Mamak dan mami (saudara laki-laki dan perempuan dari ibu; baik
sekandung, sebapak, atau se-ibu).

11. Mamak dan mami-nya bapak, mamak dan mami-nya kakek.

12. Anaknya paman se-ibu, sampai ke bawah.

13. Anaknya bibi walaupun jauh.

14. Anaknya mamak dan mami walaupun jauh.

Para ulama berbeda pendapat tentang posisi dzawil arham sebagai ahli waris:

1. Mereka tidak mendapatkan warisan (Pendapat Malik dan Asy-Syafi'i).

2. Mereka mendapatkan warisan dengan syarat selama tidak ada ahli waris yang
mendapat bagian 'ashabah dan fardh. (Pendapat Abu Hanifah, Ahmad, pendapat
ini juga diriwayatkan dari 'Umar, 'Ali, Abu Ubaidah, 'Umar bin Abdul 'Azis,
'Atha' dll.
11

Inilah pendapat yang benar berdasarkan firman Allah Ta'ala: 

Artinya :
‘’Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta
berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang
yang mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
(daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.

Dan juga berdasarkan sabda Rasulullah saw.:

"Putera saudara perempuan suatu kaum termasuk kaum itu sendiri." 


(H.R. Bukhari (3528) dan Muslim (no.1095)).

Demikian juga berdasarkan sabda Rasulullah saw.

"Paman dari pihak ibu adalah pewaris bagi (mayit) yang tidak mempunyai ahli waris.
Dia juga yang membayarkan diyatnya dan mewarisinya." 

(H.R. Ahmad (IV/131) Abu Dawud (2899) dan Ibnu Majah (2737).
12

Nash-nash al-Qur'an dan as-Sunnah mencantumkan bahwa dzawul arhaam mendapat


bagian warisan, baik dijelaskan secara global seperti ayat di atas maupun dengan
menyebutkan individu mereka sebagaiamana yang tercantum dalam hadits, maka dari
sini, pendapat yang mengatakan mereka mendapatkan bagian waris, terbagi kepada 3
pendapat lagi:

1. Berdasarkan kedekatan derajat perorangan.

Barangsiapa diantara mereka yang lebih dekat posisinya dengan ahli waris, maka
merekalah yang lebih berhak mendapatkan warisan dari si mayit dari jalur manapun

.
2. Berdasarkan jihat (jalur) yang paling dekat.

Ini pendapat Abu Hanifah, ia menetapkan 4 jalur:

1.Jalur bunuwwah (anak-anak dan seterusnya),

2. Jalur ubuwwah (ayah dan seterusnya ke atas),

3. Jalur ukhuwwah (saudara-saudara), dan

4. 'umummah (paman). Jika jalur yang lebih dekat mendapat waris, maka yang lebih
jauh tidak mendapatkan apa-apa.

4. Berdasarkan tanziil (memposisikan) yakni


masing-masing dzawil arhaam turun menempati posisi ahli waris yang
menghubungkan mereka dengan mayit, lantas harta warisan dibagi diantara
ahli waris yang menghubungkan mereka dengan mayit. Setelah itu barulah
hasilnya diberikan kepada dzawil arhaam yang turun menempati posisi
mereka. Ini adalah pendapat yang masyhur dari madzhab Imam Ahmad.
13

Golongan Hijab ( Penghalang ) Waris


Hijab dilihat dari segi akibatnya, hijab dibagi 2 macam

 Hijab Nuqson

      Hijab Nuqson yaitu menghalangi yang berakibat mengurangi bagian ahli waris


yang mahjub, seperti suami, yang seharusnya menerima bagian 1/2, karena bersama
anak baik laki-laki maupun perempuan, bagianya terkurangi menjadi 1/4. Ibu yang
sedianya menerima bagian 1/3, karena bersama dengan anak, atau saudara 2 orang
atau lebih, terkurangi bagianya menjadi 1/6.

Adapun tabel secara rinci hajib-mahjub dan perubahanya dalam hajib nuqson.

NO Ali Waris Bagian Terkurangi Oleh Menjadi

01 Ibu 1/3 Anakatau cucu 2 1/6


saudara atau lebih
1/3 1/6

02 Bapak ‘ashabah Anak laki-laki 1/6

‘ashabah Anak perempuan 1/6 +


‘ashabah

03 Istri ¼ Anak atau cucu 1/8

04 Suami ½ Anak atau cucu ¼

05 Saudara(pr). ½ Anak atau cucu ‘amg


Skd/seayah _”_ 2 + perempuan _”_
2/3 ‘amg

06 Cucu (pr) grs. Laki-laki ½ Seorang anak 1/6


14

perempuan

07 Saudara (pr) seayah ½ Seorang saudara 1/6


(pr) skd

Keterangan: Ahli waris nenek apabila tidak mahjub oleh bapak atau ibu, mendapat
bagian 1/6 (kedudukanya hampir sama dengan ibu). Demikan juga kakek jika
tidak ada bapak, kedudukanya sama dengan bapak, kecuali dalam masalah al-
jadd ma’a al ikhwah.

 Hijab Hirman
Yaitu penghalang yang menyebabkan seseorang ahli waris tidak memperoleh
sama sekali warisan disebabkan ahli waris yang lain.
Contoh : seorang cucu akan terhijab jika si mayat mempunyai anak laki-laki.
Ahli waris  yang terhalang secara total adalah sebagai berikut :
1)   Kakek, terhalang oleh: Ayah.
2)   Nenek dari ibu terhalang oleh: Ibu.
3)   Nenek dari ayah terhalang oleh:  Ayah dan Ibu.
4)   Cucu laki-laki garis laki-laki terhalang oleh: Anak laki-laki.
5)   Cucu perempuan garis laki-laki terhalang oleh: Anak laki-laki dan Anak
perempuan dua orang atau lebih.
6)   Saudara sekandung (laki-laki/perempuan) terhalang oleh: Anak laki-
laki,Cucu laki-laki dan Ayah.
7)   Saudara seayah (laki-laki/perempuuan) terhalang oleh:  Anak laki-laki,
Cucu laki-laki, Ayah,  Saudara sekandung laki-laki dan Saudara
sekandung perempuan bersama anak/cucu perempuan.
15

8)   Saudara seibu (laki-laki/perempuan) terhalang oleh: Anak laki-laki dan


anak perempuan, Cucu laki-laki dan cucu perempuan, Ayah dan Kakek.

9)   Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung terhalang oleh: Anak laki-laki,


Cucu laki-laki, Ayah atau kakek,  Saudara laki-laki sekandung atau
seayah, Saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima
ashabah ma’al ghair.

10)    Anak laki-laki saudara seayah terhalang oleh: Anak atau cucu laki-laki,


Ayah atau kakek, Saudara laki-laki sekandung atau seayah, Anak laki-laki
saudara laki-laki sekandung, Saudara perempuan sekandung atau seayah
yang menerima ashabah ma’al ghair.

11)    Paman sekandung terhalang oleh: Anak atau cucu laki-laki, Ayah atau
kakek, Saudara laki-laki sekandung atau seayah, Anak laki-laki saudara
laki-laki sekandung atau seayah, Saudara perempuan sekandung atau
seayah yang menerima ashabah ma’al ghair.

12)    Paman seayah terhalang oleh: Anak atau cucu laki-laki, Ayah atau
kakek, Saudara laki-laki sekandung atau seayah, Anak laki-laki saudara
laki-laki sekandung atau seayah, Saudara perempuan sekandung atau
seayah yang menerima ashabah ma’al ghair, Paman sekandung.

13)    Anak laki-laki paman sekandung terhalang oleh: Anak atau cucu laki-
laki, Ayah atau kakek, Saudara laki-laki sekandung atau seayah, Anak
laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah, Saudara perempuan
sekandung atau seayah yang menerima ashabah ma’al ghair, Paman
sekandung atau seayah.
16

14)   Anak laki-laki paman seayah terhalang oleh: Anak atau cucu laki-laki,
Ayah atau kakek, Saudara laki-laki sekandung atau seayah, Anak laki-laki
saudara laki-laki sekandung atau seayah, Saudara perempuan sekandung
atau seayah yang menerima ashabah ma’al ghair, Paman sekandung atau
seayah, Anak laki-laki paman sekandung.
17

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ashhabul furudh atau Dzaw Al-Furudh adalah golongan keluarga tertentu yang
ditetpkan menerima bagian tertentu dalam keadaan tertentu.
Kalangan fuqahasependapat bahwa dzawrul al-furudh secara mutlak telah jelas
bagian-bagiannya. Ketentun mengatur ahli waris terdapat dalam Alqur’an,Al-Hadis,
Al-Ijma’, dan Ijtihad.
.
Hijab secara harfiyah berarti satir, penutup atau penghalang. Dalam fiqh
mawaris, istilah hijab  digunakan untuk menjelaskan ahli waris yang jauh hubungan
kerabatnya yang kadang-kadang atau seterusnya terhalang oleh ahli waris yang lebih
dekat. Orang yang menghalangi disebut hajib, dan orang yang terhalang
disebut mahjub.Keadaan menghalangi disebut hijab.

B.   Saran

Dengan dijabarkannya mengenai warisan yang sudah pasti dan yang belum
pasti, semoga dapat menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi pembaca khususnya bagi
rekan siswa dan siswi. Adapaun dalam pembuatan makalah ini kurang pas atau masih
kurang kami menerima kritik dan saran.
18

DAFTAR PUSTAKA

 Ahmad, Saebani. Fiqih Mawaris cet 1(Bandung:Pustaka Setia,2009)

 Ahmad, Sunarto.  Kitab Fathul Ghorib Jilid 2 

(Surabaya:Al- Ash-Shabuni,Hidayah,1992)

 Muhammad Ali. Al-Waaarits Fisy Syarii’ati;

Islaamiyyah‘Alaa Dhau’ al-Kitaab was Sunnah(Jakarta:Gema Insani, 1995)

 Ghofur, Anshor. Hukum Kewarisan Islam cet.2

(Yogyakarta:Nuansa   Aksara,2005)

Lubis, Suhrawardi K. dan Komis Simanjuntak. 1995. Hukum Waris         

Islam. Jakarta: Sinar Garfika.

 Shiddieqy Ash , Muhammad Hasbi, Fiqih Mawaris,

(Semarang:PT Pustaka Rizki Putra,2012)

Anda mungkin juga menyukai