PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana asuhan penanganan kegawat daruratan pada kasus infeksi neonatus ?
2. Bagaimana asuhan penanganan kegawat daruratan pada kasus Infeksi perineum
atau laserasi Jalan lahir ?
1.3 Tujuan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1.2 Etiologi
1. Menurut Blane (1961) infeksi pada neonatus bisa melalui beberapa cara :
1) Infeksi antenatal
Kuman mencapai janin melalui peredaran darah ibu ke placenta. Kuman
melewati placenta dan mengadakan intervilositas masuk ke vena
umbilicus samapi ke janin kuman teresebut seperti : virus : rubella,
poliomelisis, koksakie, variola, dll. Spirokaeta : sifilis. Bakteri : jarang
sekali kecuali E. Colli dan listeria.
2) Infeksi intranatal
Pemeriksaan vaginal yang terlalu sering
Partus yang lama
1) Infeksi post partum.
Penggunaan alat-alat perawatan yang tidak steril
2) Cross infection
Infeksi yang telah ada di rumah sakit.
4
Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus anatar lain, bayi tampak
lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantung lambat, suhu tubuh naik turun.
Gejala –gejala lainnya dapat berupa gangguan pernapasan, kejang, jaundice,
muntah, diare, dan perut kembung,Gejala dan infeksi neonatorum juga
tergantung kepada sumbber infeksi dan penyebaran :
1. Infeksi pada tali pusat (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau
darah dari pusar.
2. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma,
kejang, epsitotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan
pada ubun-ubun.
3. Infeksi pada tulang (ostemiolisis) menyebabkan terbatasnya pergerakan
pada lengan atau tungkai yang terkenaInfeksi pada persendian
menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang
terkena teraba hangat.
4. Infeksi pada selaput perut (perilositis) menyebabkan pembengkakan perut
dan diare berdarah.
2.1.4 Patofisiologi
5
1) Status social ekonomi ibu, ras dan latar belakang. Mempengaruhi
kecenderungan terjadinya infeksi dengan alas an yang tidak diketahi
sepenuhnya. Ibu yang berstatus social ekonomi rendah mungkin
nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis.
2) Status paritas.
3) Wanita multipara atau gravid lebih dari 3 dan umur ibu kurang dari 20
tahun atau lebih dari 30 tahun.
4) Kurangnya perawatan prenatal.
5) Ketuban pecah dini
6) Prosedur selama persalinan
2. Faktor Neonatal
1) Prematuritas (berat badan bayi kurang dari 1500 gram)
Merupakan faktor resiko utama untuk infeksi neonatal. Umumnya
immunitas bayi kurang bulan lebih rndah dari pada bayi cukup bulan.
Transfor immunoglobulin melalui placenta terutama terjadi pada paruh
terakhir trisemester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi immunoglobulin
serum terus menurun, menyebabkan hipogamaglobulinemia berat.
Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit.
2) Definisi imun
Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap
streptokokus atau haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati
placenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya
hal tersebut aktivitas lintasan komplemen terhambat, dan C3 serta faktor B
tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi
antara defisiensi imun dan penururnan antibodi total dan spesifik bersama
dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan
aktivitas opsonisasi.
3) Laki-laki dan kehamilan kembar
6
Insiden infeksi pada bayi laki-laki empat kali lebih besar dari pada bayi
perempuan.
7
kuman melalui umbilicus masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu saat
persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh
bayi dan masuk ke dalam traktus digestives dan traktus respiratoris,
kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara
tersebut diatas infeksi pada janin dapat melalui kulit bayi atau “ port de
entre” lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
(misal : herpes genetalis, candida albican dan gonorrhea).
3) Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah
persalinan/ kelahiran umunya terjadi akibat infeksi nosokomial dari
lingkungan di luar rahin (misal : melalui alat-alat pengisap lendir, selang
endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman, atau dst). Perawat
atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya
infeksi nosocomial.
2.1.5 Penatalaksanaan
1. Suportif
1) Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa.
2) Berikan koreksi jika terjadi hipovdemia, hipokalsemia dan
hipoglikemia.
3) Bila terjadi SIADN (Syndrome of Inappropiate Anti Dieuretik
Hormon) batasi cairan.
4) Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic.
5) Awasi adanya hiperbilirubinemia.
6) Lakukan transfuse tukar bila perlu.
7) Pertimbangkan nutrisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima
nutrisi enteral.
2. Kausatif
Antibiotik diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya
digunakan golongan penicillin seperti ampicilin ditambah tminoglileosida
8
seperti Gentamicin. Pada infeksi nosokomial, antibiotic diberikan dengan
mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial
biasanya di berikan van komisin dan aminoglikosida atau sefalosforin
generasi ketiga.Setelah dapat hasil biakan dan uji sistematis di berikan
antibiotic yang sesuai. Terapi dilakukan selama 10 – 14 hari. Bila terjadi
meningitis, antibiotic diberikan selama 14 – 21 hari dengan dosis sesuai
untuk meningitis. Pada masa antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu
secara berkala, imunisasi, pengobatan, terhadap penyakit infeksi yang
diderita ibu. Asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap
keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke tempat
pusat kesehatan bila diperlukan. Pada masa persalinan, perawatan ibu
selama persalinan dilakukan secara akseptic. Pada masa pasca persalinan
rawta gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, juag
lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan lukan umbilicus secara
steril.
9
jumlah dan jenis bakteri. Kultur darah atau sensitivitas membutuhkan
waktu 24 – 48 jam untuk mengembangkan dan mengidentifikasikan jenis
patogen serta antibiotik yang sesuai.
3. Lumbal pungsi untuk kultur dan tes sensitivitas pada cairan serebrospinal.
Hal ini dilakukan jika ada indikasi infeksi neuron.
4. Kultur urine
1. Kultur permukaan (surface culture)
Untuk mengidentifikasi kolonisasi, tidak spesifik untuk infeksi bakteri.
2. Pencegahan infeksi pada neonatus
Cara pencegahan pada neonatus dapat dibagi sebagai berikut :
1) Cara umum
a) Pencegahan infeksi neonatus sudah harus dimulai dari periode
antenatal infeksi ibu harus diobati dengan baik, misalnya infeksi
umum, lekorea, dan lain –lain. Di kamar bersalin harus ada
pemisahan yang sempurna antara bagian yang sepsis dengan
aseptik. Pemisahan ini mencakup ruangan, tenaga perawatan, serta
alat kedokteran dan alat perawatan. Ibu yang akan melahirkan
sebelumnya masuk kamar bersalin. Pada kelahiran bayi,
pertolongan harus dilakukan secara aseptik. Suasana kamar
bersalin harus sama dengan kamar operasi. Alat yang digunakan
harus steril.
b) Di kamar bayi yang baru lahir harus ada pemisahan yang sempurna
untuk bayi yang baru lahir dengan partus aseptik dan partus septik.
Pemisahan ini harus mencakup personalia, fasilitas perawatan, dan
alat yang digunakan. Selain itu juga dilakukan pemisahan terhadap
bayi yang menderita penyakit menular. Perawat harus mendapat
pendidikan khusus dan mutu perawatan harus baik, apalagi bila
kamar perawatan bayi merupakan suatu kamar perawatan yang
khusus. Sebelum dan sesudah memegang bayi harus cuci tangan.
Mencuci tangan dengan menggunakan sabun antiseptik atau sabun
10
biasa asal cukup lama, dalam ruangan harus memakai jubah steril,
masker, dan sandal khusus. Dalam ruangan bayi, kita tidak boleh
banyak bicara, dan bila menderita sakit saluran pernapasan atas,
tidak boleh masuk kamar bayi.
c) Dapur susu harus bersih dan cara mencampur harus aspetik air
susu ibu yang dipompa sebelum diberikan kepada bayi harus
dipasteurisasi dulu. Setiap bayi harus punya tempat pakaian
tersendiri, begitu juga inkubator harus sering dibersihkan dan
lantai ruangan setiap hari harus dibersihkan serta setiap minggu
dicuci dengan menggunakan antiseptik.
2) Cara khusus
a) Pemakaian antibiotik hanya untuk tujuan dan indikasi yang jelas.
b) Pada beberapa keadaan, misalnya ketuban pecah lama (lebih dari
12 jam) air ketuban keruh, infeksi sistemik pada ibu, partus yang
lama dan banyak manipulasi intravaginal. Resusitasi yang berat
sering timbul dilema apakah akan digunakan antibiotik secara
prokfilaksis. Penggunaan antibiotik yang banyak dan tidak terarah
dapat menyebabkan timbulnya jamur yang berlebihan, misalnya
kandida albikans. Sebaliknya jika terlambat memberikan
antibiotik pada penyakit infeksi neonatus, seringmberakibat
kematian.
11
ASUHAN KEPERAWATAN INFEKSI NEONATORUM
I. Pengkajian.
Perawat mempunyai tugas yang penting dalam mengkaji tanda-tanda infeksi pada
neonatus, tanda dan gejala sepsis pada neonatus sering tak terlihat dan dikenali
oleh pemberi keperawatan profesional. Perawat neonatus mempunyai tanggung
jawab untuk mengenali tanda-tanda, sehingga diagnosis dan perawatannya dapat
diberikan segera.
1. Biodata bayi.
2. Riwayat kesehatan sekarang
a. Sistem saraf pusat
1) Fontanel yang menonjol.
2) Letargi.
3) Temperatur yang tidak stabil.
4) Hipotonia.
5) Tremor yang kuat.
b. Sistem pencernaan
1) Hilangnya keinginan untuk menyusui.
2) Penurunan intake melalui oral.
3) Muntah.
4) Diare.
5) Distensi abdomen.
c. Sistem integumen
1) Kuning.
2) Adanya lesi.
3) Ruam.
d. Sistem pernapasan
12
1) Apnea.
2) Sianosis.
3) Takipnea.
4) Penurunan saturasi oksigen.
5) Nasal memerah, mendengkur, dan retraksi dinding dada.
e. Sistem kardiovaskular
1) Takikardi.
2) Menurunnya denyut perifer.
3) Pucat.
3. Riwayat kesehatan keluarga
1) Apakah ada anggota keluarga yang menderita sifilis.
4. Data psikologi
5. Keluhan dan reaksi bayi terhadap penyakitnya.
6. Tingkat adaptasi bayi terhadap penyakitnya.
13
Data objektif : Bayi tampak sesak napas, gelisah, frekuensi pernapasan
meningkat, dan sekret berlebihan.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan ketidakefektifan
pernapasan dapat diatasi.
Kriteria Hasil : Bayi tidak sesak lagi, bayi tenang, frekuensi pernapasan
menurun, sekret di saluran napas tidak ada lagi.
Intervensi:
1) Tempatkan bayi pada posisi yang nyaman, kepala ditinggikan
(misalnya digendong).
Rasional: posisi yang baik dapat membantu melonggarkan jalan
napas.
2) Berikan O2 dan bersihkan jalan napas dari sekret.
Rasional: O2 mengatasi kebutuhan tubuh akan oksigen dan
membersihkan jalan napas akan mengurangi sumbatan di saluran
napas.
3) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik.
Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi.
Intervensi:
1) Anjurkan pada ibu untuk tetap memberikan ASI.
14
Rasional: ASI mengandung IgA dalam jumlah tinggi yang dapat
memberikan imunitas.
2) Auskultasi bising usus.
Rasional: penurunan aliran darah dapat menurunkan peristaltik usus.
3) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan seperti
antibiotik dan pemberian cairan.
Rasional: antibiotik dapat mengatasi infeksi yang akan memperberat
infeksi.
15
3) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian obat-obatan dan terapi
cairan.
Rasional: terapi cairan dapat membantu mengurangi gangguan cairan
tubuh.
16
Rasional : antimikroba mengobati infeksi yang menjadi
penyebab penyakit.
V. Evaluasi keperawatan
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai.
17
2.2 Infeksi Perineum Atau Laserasi Jalan Lahir
2.2.1 Pengertian Perineum
Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus yang juga
berperan dalam persalinan. Perineum yang lunak dan elastis serta cukup lebar
umumnya tidak memberikan kesukaran dalam kelahiran kepala janin. Perineum
yang kaku dan tidak elastis akan menghambat persalinan kala II dan dapat
meningkatkan resiko terhadap janin, juga dapat menyebabkan robekan
perineum yang luas sampai tingkat III.
Perineum adalah lantai pelvis dan struktur sekitarnya yang menempati
pintu bawah panggul, di sebelah anterior dibatasi oleh simfisis pubis, di sebelah
lateral oleh tuber iskiadikum dan di sebalah posterior oleh oskoksigeus.
Perienum pada pria dibatasi oleh skrotum dan anus, sedangkan wanita oleh
vulva dan anus.
Perineum adalah daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus.
Batas otot-otot diafragma (m.levator ani, m. Coccygeus) dan diafragma
urogenitalis (m.perinealis transversus profunda, m.constictor uretrehta).
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak di
bawah dasar panggul. Perineum memiliki batas-batas sebagai berikut:
1) Superior : dasar panggul yang terdiri dari m. Levator ani dan m.
Coccygeus.
2) Lateral : tulang dan ligamenta yang membentuk pintu bawah panggul
(exitus pelvis) yakni dari depan ke belakang angulus subpubicus,
ramus ischiopubicus, tuber ischiadicum, ligasecrotuberosom, os
coccygis.
3) Inferior : kulit dan fascia.
18
2.2.2 Robekan Jalan Lahir
Robekan jalan lahir adalah terpotongnya selaput lendir vagina, selaput
dara, serviks, portio, septum rektovaginalis akibat dari tekanan benda tumpul.
Robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam jumlah
bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu di evaluasi
yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat diatasi, sumber perdarahan
dapat berasal dari perineum, vagina, serviks dan robekan uterus, perdarahan
dapat dalam bentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan yang
bersifat arteli atau pecahnya pembuluh darah vena. Untuk dapat menetapkan
sumber perdarahan dapat dilakukan dengan pemeriksaan dalam dan
pemeriksaan speculum setelah sumber perdarahan diketahui dengan pasti
perdarahan dihentikan segera dengan menggunakan ligase atau penyempitan
pembuluh darah.
Banyak wanita mengalami robekan jalan lahir atau robekan perineum
pada saat melahirkan anak pertama. Pada sekitar separuh dari kasus-kasus
tersebut, robekan ini amat luas. Dan laserasi ini harus diperbaiki dengan cermat.
Laserasi spontan pada vagina atau perineum dapat terjadi saat kepala
dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat jika bayi dilahirkan
terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin kerjasama dengan ibu dan gunakan
perasat manual yang tepat dapat mengatur kecepatan kelahiran bayi dan
mencegah terjadinya laserasi. Kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala
bayi pada diameter 5-6 cm membuka vulva (Crowning) karena pengendalian
kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus dan perineum
mengurangi kemungkinan terjadinya robekan, bimbing ibu untuk meneran dan
beristirahat atau bernapas dengan cepat pada waktunya.
19
Wanita yang setelah melahirkan mengalami robekan pada vagina bagian
dalam dengan jahitan atau kerusakan perineum (daerah diantara vulva dan anus,
yang terdiri dari kulit dan otot).
20
Keduanya dipisahkan oleh sekat melintang yang dibentuk oleh mm.tranversus
perinci dan basis diaphragma urogenitale.
Banyak wanita mengalami robekan perineum pada saat melahirkan anak
pertama. Pada sekitar separuh dari kasus- kasus tersebut, robekan ini amat luas,
laserasi harus diperbaiki dengan cermat.
2.2.4 Indikasi
1. Ruptur perineum spontan
a) Faktor Ibu
1) Partus presipitatus yang tidak dikendalikan dan tidak ditolong
(sebab paling sering).
2) Pasien tidak mampu berhenti mengejan.
3) Partus diselesaikan secara tergesa- gesa dengan dorongan fundus yang
berlebihan.
4) Edema dan kerapuhan pada perineum.
5) Varikositas vulva yang melemahkan jaringan perineum.
6) Arcus pubis sempit dengan pintu bawah panggul yang sempit pula
sehingga menekan kepala bayi kearah posterior.
7) Perluasan episiotomi.
b) Faktor Bayi
1) Bayi yang besar.
2) Posisi kepala yang abnormal, misalnya presentasi muka dan
occipitoposterior.
3) Kelahiran bokong.
4) Ekstaksi forceps yang sukar.
5) Distosia bahu.
6) Anomaly kongenital, seperti hydrocephalus
21
Robekan perineum ini di bagi menjadi empat, yaitu robekan derajat 1,2,3, dan
4.
22
kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan
mengikutsertakan jaringan- jaringan bawahnya.
Menjahit robekan perineum derajat 3 harus dilakukan dengan teliti.
Mula- mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia parektal
ditutup, dan muskulus sfringter ani aksternus yang robek dijahit. Selanjutnya
dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan perineum derajat 2. Untuk
mendapat hasil yang baik pada robekan perineum total perlu tindakan
penanganan pasca pembedahan yang sempurna.
Robekan derajat 3 yang total diperbaiki lapis demi lapis. Perbaikan pada
robekan partial derajat 3 serupa dengan perbaikan pada robekan total, kecuali
dinding rectum masih utuh dan perbaikan dimulai dengan mendapatkan
kembali kedua ujung sfringter recti yang robek.(13)
23
4. Melindungi perineum dan mengendalikan lahirnya kepala, bahu, dan
seluruh tubuh bayi secara bertahap dengan hati-hati dapat mengurangi
regangan berlebihan (robekan) pada vagina dan perineum.
5. Melindungi perineum dan mengendalikan keluarnya kepala bayi
dengan hati-hati dapat mengurangi robekan pada vagina dan perineum
2.2.7 Perawatan Luka Jahitan Perineum
1. Pengertian Perawatan Luka Perineum
Perawatan adalah proses pemenuhan kebutuhan dasar manusia
(biologis, psikologis, sosial dan spiritual) dalam rentang sakit sampai dengan
sehat. Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi oleh
vulva dan anus. Jadi perawatan perineum adalah pemenuhan kebutuhan untuk
menyehatkan daerah antara paha yang dibatasi vulva dan anus pada ibu yang
dalam masa antara kelahiran plasenta sampai dengan kembalinya organ
genetik seperti pada waktu sebelum hamil.
24
Selain itu, Jika dibandingkan dengan episiotomi medial, kehilangan
darah akan lebih banyak dan perbaikan lebih sulit serta lebih nyeri.
2) Laserasi
a) Laserasi Perineum (Robekan Perineum)
Robekan pada perineum terjadi pada hampir semua persalinan dan
tidak jarang juga pada persalinan berikutnya, namun hal ini dapat
dihindarkan atau dikurangi dengan jalan menjaga jangan sampai dasar
panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.
Robekan perineum dapat di bagi 4 tingkat :
(1) Tingkat 1 : Robekan hanya terjadi pada selaput lendir vagina
dengan atau tanpa mengenai kulit perineum.
(2) Tingkat 2 : Robekan mengenai selaput lendir vagina dan otot
perinel transversalis, tetapi tidak mengenai otot sfringter ani.
(3) Tingkat 3 : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot
sfringter ani.
(4) Tingkat 4 : Robekan mengenai perineum sampai dengan otot
sfringter ani dan mukosa rectum
b) Laserasi Vagina
c) Laserasi Serviks (Cedera Serviks).
25
4. Untuk mencegah infeksi seperti diuraikan diatas bahwa saat persalinan vulva
merupakan pintu gerbang masuknya kuman-kuman. Bila daerah vulva dan
perineum tidak bersih, mudah terjadi infeksi pada jahitan perineum saluran
vagina dan uterus.
26
c) Handuk kering dan bersih
d) Pembalut ganti yang secukupnya
e) Celana dalam yang bersih
2) Cara merawatnya :
a) Lepas semua pembalut dan cebok dari arah depan ke belakang.
b) Washlap dibasahi dan buat busa sabun lalu gosokkan perlahan washlap
yang sudah ada busa sabun tersebut ke seluruh lokasi luka jahitan.
Jangan takut dengan rasa nyeri, bila tidak dibersihkan dengan benar
maka darah kotor akan menempel pada luka jahittan dan menjadi tempat
kuman berkembang biak.
c) Bilas dengan air hangat dan ulangi sekali lagi sampai yakin bahwa luka
benar-benar bersih. Bila perlu lihat dengan cermin kecil.
d) Setelah luka bersih boleh berendam dalam air hangat dengan
menggunakan tempat rendam khusus. Atau bila tidak bisa melakukan
perendaman dengan air hangat cukup di siram dengan air hangat.
e) Kenakan pembalut baru yang bersih dan nyaman serta celana dalam
yang bersih dari bahan katun. Jangan mengenakan celana dalam yang
bisa menimbulkan reaksi alergi.
f) Segera mengganti pembalut jika terasa darah penuh, semakin bersih
luka jahitan maka akan semakin cepat sembuh dan kering.
g) Konsumsi makanan bergizi dan berprotein tinggi agar luka jahitan cepat
sembuh. Makanan berprotein ini bisa diperoleh dari telur, ikan, ayam
dan daging, tahu, tempe. Jangan pantang makanan, ibu boleh makan
semua makanan kecuali bila ada riwayat alergi.
h) Luka tidak perlu dikompres obat antiseptik cair tanpa seizin dokter atau
bidan.
3) Lamanya jahitan mengering
Luka jahitan rata-rata akan kering dan baik dalam waktu kurang dari
satu minggu. Bila keluar darah kotor bau busuk dari jalan lahir, ibu
27
panas, dan luka jahitan bengkak kemerahan terasa sangat nyeri atau luka
jahitan bernanah.
28
ASUHAN KEBIDANAN
IBU POST PARTUM DENGAN LUKA PERINEUM
I. Pengkajian
Tanggal ................. Pukul ............. WIB
A. Data Subjektif
1. Biodata
- 70 % wanita yang melahirkan pervagina sedikit banyak
mengalami trauma perineum (Vicky, 2006).
- Robekan perineum terjadi pada hampir semua
persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya
(Sumarrah, 2008).
2. Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas yang lalu :
- Gawat janin
- Persalinan pervainam dengan penyulit :
a. Distosia bahu
b. Ekstrasi tansep
c. Ekstrasi vacuum
- Bayi lahir premature (Sumarrah, 2008).
3. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita keluarga.
Riwayat penyakit keturunan seperti Diabetes Mellitus akan
mempengaruhi kemampuan diri dalam penyembuhan luka
(http://hendrik science-blogspot.com).
29
B. Data Objektif
Pemeriksaan Umum
KU: cenderung lemah
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital :
- Suhu : Sekitar hari ke-4 suhu ibu akan mengalami sedikit kenaikan
antara 37,2- 37,50C. Jika hari ke-2 suhu mencapai 38 0C harus
dicurigai adanya infeksi nifas.
- Nadi : Denyut nadi ibu akan melambat sampai sekitar 60 x/mnt segera
setelah melahirkan.
- TD : Tekanan darah normal pada masa post partum adalah kurang
dari 140/90 mmHg.
- RR : Resspirasi ibu nifas akan melambat segera setelah melahirkan.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi pada amogenetalia:
Adanya robekan perineum.
Derajat I : - mukosa vagina
- fauchette pasterior
- kulit perineum
Derajat II : - mukosa vagina
- fourchette posterior
- kulit perineum
- otot perineum
Derajat III : - mukosa vagina
- fourchette posterior
- kulit perineum
- otot perineum
- otot spinterani eksterna
Derajat V : - mukosa vagina
- fourchette posterior
30
- kulit perineum
- otot perineum
- otot spinterani eksterna
- dinding ruktum anterior (Sumarrah, 2008).
III. Intervensi
Diagnosa : Luka Perineum
Tujuan : Masa post partum berjalan lancar tanpa terjadi komplikasi
KH : - Pemeriksaan Umum
KU ibu baik
Kesadaran composmentis
TTV dalam batas normal (S : 36-37 ºC, N : 60-100 x/mnt, RR : 20-24
x/mnt, TD : 100/70 - 130/90 mmHg
- Pemeriksaan Fisik
Tidak ada tanda-tanda anemia, tidak ada tanda-tanda infeksi, penurunan
TFU sesuai dengan masa involusi
Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus
Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr
Plasenta lahir Dua jari bawah pusat 750 gr
Satu minggu Pertengahan pusat-symphisis 500 gr
Dua minggu Tidak teraba di atas 350 gr
symphisis
Enam minggu Bertambah kecil 50 gr
Delapan minggu Sebesar normal 30 gr
- Tidak ada gangguan pemenuhan nutrisi, eliminasi, pola istirahat,
aktifitas, personal higien dan seksual
31
Intervensi
1. Bina hubungan baik dengan komunikasi terapiutik
R/ Terbina hubungan baik antara ibu dengan petugas, ibu lebih kooperatif
2. Beritahu hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
R/ Pengetahuan ibu dan keluarga bertambah, ibu lebih kooperatif dan dapat
mengurangi rasa cemas
3. Lakukan observasi TTV
R/ Observasi tanda-tanda vital merupakan upaya deteksi dini adanya
komplikasi
4. Berikan rehidrasi secara parenteral
R/ Rehidrasi parenteral merupakan upaya untuk mengganti cairan yang
hilang akibat perdarahan
5. Motivasi ibu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang tinggi karbohidrat,
protein dan serat
R/ Pemenuhan nutrisi ibu terjamin
6. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan daerah genetalia dan merawat
luka jahitan perineum secara rutin
R/ Kebersihan daerah genetalia terjamin, perawatan luka jahitan perineum
secara rutin mencegah terjadinya infeksi
7. Ajari ibu cara merawat luka jahitan perineum
R/ Pengetahuan ibu bertambah, ibu dapat melakukan perawatan luka
jahitan perineum sendiri
8. Motivasi ibu untuk melakukan mobilisasi dini
R/ Mobilisasi dini pasca partum dapat memperlancar peredaran darah ke
seluruh tubuh, sehingga mempercepat pemulihan pasca partum
9. Motivasi ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin, minimal 2 jam
sekali
R/ Kebutuhan nutrisi bayi terpenuhi, tidak terjadi bendungan ASI serta
dapat membantu mempercepat involusi uteri
32
10. Kolaborasi dengan SpOG untuk meberikan analgetik dan antibiotik jika
diperlukan
R/ Ibu mendapatkan terapi yang tepat yang sesuai dengan kondisi ibu
IV. Implementasi
Mengacu pada intervensi
V. Evaluasi
Mengacu pada kriteria hasil
33
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Sepsis neonatorum atau septikemia neonatal didefinisi sebagai infeksi bakteri
pada aliran darah bayi selam empat minggu pertama kehidupan. Penyebabnya dimulai
pada infeksi antenatal, infeksi intranatal, infeksi postnatal.
3.2 Saran
34
a) Mencegah lebih baik dari pada mengobati.
b) Hindari infeksi nosokomial
c) Hindari Infeksi Perineum Atau Laserasi Jalan Lahir
DAFTAR PUSTAKA
35