Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


ASI adalah salah satu jenis makanan yang mencukupi seluruh unsur
kebutuhan bayi baik fisik, psikologis, sosial maupun spiritual. Menyusui
merupakan suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu diseluruh dunia berhasil
menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang ASI. Seiring dengan
perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat sehingga pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui
justru kadang terlupakan, menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama
berjuta-juta tahun mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan
kehidupan manusia.
Asfiksia neonaturium ialah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah (Hutchinson,1967).keadaan ini
disertai dengan hipoksia,hiperkapnia dan berakhir dengan asidosis.Hipoksia yang
terdapat pada penderita Asfiksia ini merupakan fackor terpenting yang dapat
menghambat adaptasi bayi baru lahir terhadap kehidupan ekstrauterin (Grabiel
Duc,20111) .penilaian statistik dan pengalaman klinis atau patologi anatomis
menunjukkan bahwa keadaan ini merupakan penyebab utama mortalitas dan
morbiditas bayi baru lahir.Hal ini dibuktikan oleh Drage dan Berendes (2006)
yang mendapatkan bahwa skor Apgar yang rendah sebagai manifestasi hipoksia
berat pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi
Makalah ini disusun untuk menyajikan informasi tentang konsep dasar dan
asuhan kebidanan mastitis laktasional dan Asfiksia neonaturium, untuk menuntun
penatalaksanaan praktik yang tepat sehingga pasien mastitis dan Asfiksia
neonaturium masih dapat mempertahankan .
1.2 Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan mastitis dan ap apenyebabnya serta bagai
mana tanda dan gejala cara pencegahanya, penatalaksanaan dan peran bidan
dalam penanganan mastitis ?
2. Apa yang dimaksud dengan mastitis dan ap apenyebabnya serta bagai
mana tanda dan gejala cara pencegahanya, penatalaksanaan dan peran bidan
dalam penanganan mastitis?

1.3 Tujuan
Adapun Tujuan Penulis Setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat :
1. Mengetahui maksud mastitis
2. Mengetahui penyebab mastitis
3. Mengetahui tanda dan gejala mastitis
4. Mengetahui cara pencegahan mastitis
5. Mengetahui cara penatalaksanaan mastitis
6. Mengetahui upaya dan peran bidan dalam penanganan mastitis
7. Mengetahui definisi Asfiksia
8. Mengetahui etiologi dan manifestasi klinis Asfiksia
9. Mengetahui komplikasi Asfiksia
10. Mengetahui tentang penatalaksanaan Asfiksia
11. Mengetahui tentang patofisiologi dari Asfiksia
12. Mengetahui upaya dan peran bidan dalam penanganan Asfiksia

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mastitis Dalam Masa Nifas


2.1.1 Definisi Mastitis Dalam Masa Nifas
Mastitis adalah infeksi peradangan pada mamma, terutama pada
primipara yang biasanya disebabkan oleh staphylococcus aureus, infeksi
terjadi melalui luka pada putting susu, tetapi mungkin juga mungkin juga
melalui peredaran darah (Prawirohadjo, 2005 : 701).
Mastitis adalah reaksi sistematik seperti demam, terjadi 1-3
minggu setelah melahirkan sebagai komplikasi sumbatan saluran air susu
(Masjoer, 2001 : 324). Pada kasus mastitis ini biasanya tidak segera
ditangani, jika mastitis tidak segera ditangani menyebabkan abses
payudara yang biasa pecah kepermukaan kulit dan akan menimbulkan
borok yang besar.
Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara
membesar, keras, nyeri, kulit murah dan membisul (abses) dan yang pada
akhirnya pecah menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah bercampur
air susu, dapat disertai dengan suhu badan naik, menggigil. Jika sudah
ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada bayi jangan
dihentikan, tetapi sesering mungkin diberikan.
Mastitis ini biasanya diderita oleh ibu yang baru melahirkan dan
menyusui. Radang ini terjadi karena si ibu tidak menyusui atau putting
payudaranya lecet karena menyusui. Kondisi ini bisa terjadi pada satu atau
kedua oayudara sekaligus. Namun, tidak semua perempuan dapat terkena
mastitis. Banyak factor yang menyebabkan perempuan menderita penyakit
ini. Diantaranya adalah daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya
menjaga kebersihan putting payudara saat menyusui.

3
2.1.2 Etiologi
1. Bakteri stafilokokkus aureus
1) Pada umumnya yang dianggap porte d’entrée dari kuman
penyebab ialah putting susu yang luka atau lecet, dan kuman per-
kontinuitatum menjalar ke duktulus-duktulus dan sinus. Sebagian
besar yang ditemukan pada pembiakan pus ialah stafilokokkus
aureus.
2) Bakteri seringkali berasal dari mulut bayi dan masuk ke dalam
saluran air susu melalui sobekan atau retakan di kulit (biasanya
pada puting susu). Mastitis biasanya terjadi pada wanita yang
menyusui dan paling sering terjadi dalam waktu 1-3 bulan setelah
melahirkan. Sekitar 1-3% wanita menyusui mengalami mastitis
pada beberapa minggu pertama setelah melahirkan.
2. Daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya menjaga kebersihan
puting payudara saat menyusui
3. Saluran ASI tersumbat tidak segera diatasi sehingga menjadi mastitis

2.1.3 Penyebab
Penyebab terjadinya mastitis sebagai berikut:
1. Bayi tidak mau menyusu sehingga ASI tidak diberikan secara
adekuat yang akan menyebabkan mastitis jika tidak segera
ditangani.
2. Lecet pada puting susu yang menyebabkan kuman staphylococcus
aureus masuk menyebabkan infeksi mastitis
3. Personal higiene ibu kurang, terutama pada puting susu
4. Bendungan air susu yang tidak adekuat di tangani sehingga
menyebabkan mastitis
5. Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jika
tidak disusui dengan adekuat, maka bias terjadi mastitis
6. Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah
terkena infeksi

4
2.1.4 Tanda dan Gejala
Selain pembesaran berat, prekursor tanda dan gejala mastitis biasanya
tidak ada sebelum akhir minggu pertama pasca partum. Setelah masa itu,
wanita mungkin mngelami gejala berikut ini :
1. Nyeri ringan pada salah satu lobus payudara, yang diperberat jika
bayi menyusui.
2. Gejala seperti flu : nyeri otot, sakit kepala, keletihan.

Mastitis hampir selalu terbatas pada satu payudara. Tanda dan gejala
actual mastitis meliputi hal – hal sebagai berikut :
1. Peningkatan suhu yang cepat dari (39,5 – 40 oC)
2. Peningkatan kecepatan nadi
3. Mengigil
4. Malaise umum, sakit kepala
5. Hebat, bengkak, inflamasi, area payudara keras

Mastitis yang tidak ditangani memiliki hampir 10% resiko terbentuknya


abses. Tanda dan gejala abses meliputi hal – hal berikut :
1. Discharge putting susu purulenta
2. Demam remiten ( suhu naik turun ) disertai mengigil
3. Pembengkakkan payudara dan sangat nyeri, massa besar dank eras
dengan area kulit berwarna berfluktasi kemerahan dan kebiruan
mengindikasikan lokasi abses berisi pus.

2.1.5 Pencegahan
Penanganan terbaik mastitis adalah dengan pencegahan. Pencegahan
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Perawatan puting susu atau perawatan payudara
2. Susukan bayi setiap saat tanpa jadwal
3. Pembersihan puting susu sebelum dan sesudah menyusui untuk
menghilangkan kerak dan susu yang sudah kering

5
4. menyusui yang benar, bayi harus menyusu sampai ke kalang
payudara.
5. Bra yang cukup meyangga tetapi tidak ketat
6. Perhatian yang cermat saat mencuci tangan dan perawatan payudara
7. Kompres hangat pada area yang terkena
8. Masase area saat menyusui untuk memfasilitasi aliran air susu
9. Peningkatan asupan cairan
10. Istirahat
11. Membatu ibu menentukan prioritas untuk mengurangi stress dan
keletihan dalam kehidupannya
12. Suportif, pemeliharaan perawatan ibu
13. Menyusui secara bergantian payudara kiri dan kanan
14. Untuk mencegah pembengkakan dan penyumbatan saluran, kosongkan
payudara dengan cara memompanya
15. Rajin mengganti bh / bra setiap kali mandi atau bila basah oleh
keringat dan ASI, BH tidak boleh terlalu sempit dan menekan
payudara.
16. Jika ibu melahirkan bayi lalu bayi tersebut meninggal, sebaiknya
dilakukan bebat tekan pada payudara dengan menggunakan kain atau
stagen dan ingat untuk minta obat penghenti ASI pada dokter atau
bidan.

2.1.6 Penatalaksanaan
1. Teruskan pemberian ASI meski payudara mengalami abses atau
pembengkakan Tahan sakit. Pemberian ASI mempercepat
penyembuhan
2. Kompres payudara dengan air hangat atau kain dibasahi air hangat
3. Cukup istrirahat dan tidur agar tubuh aktif memproduksi sistem imun
guna memerangi infeksi mastitis
4. Minum antibiotik sesuai resep dokter
5. Makan makanan yang bergizi tinggi
6. Minum banyak air putih juga akan membantu menurunkan demam

6
7. Berikan antibiotik
Pengobatan dengan antibiotik biasanya membutuhkan waktu 10-14
hari. Selama 24 sampai 48 jam setelah pengobatan antibiotik, gejala
mulai berkurang. Namun obat tetap perlu diminum untuk mencegah
kekambuhan.
8. Menyesuaikan teknik menyusui
Pastikan bahwa payudara benar-benar kosong payudara selama
menyusui dan bayi berada pada posisi yang benar.

2.1.7 Penanganan dan peran bidan


1. Payudara dikompres dengan air hangat
2. Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan pengobatan analgetik
3. Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika
4. Bayi mulai menyusu pada payudara yang mengalami peradangan
5. Anjurkan ibu selalu menyusui bayinya
6. Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan
istirahat yang cukup
7. Konseling suportif
Mastitis merupakan pengalaman yang sangat nyeri dan membuat
frustrasi, dan membuat banyak wanita merasa sangat sakit. Selain
dengan penanganan yang efektif dan pengendalian nyeri, wanita
membutuhkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan kembali
tentang nilai menyusui; yang aman untuk diteruskan; bahwa ASI dari
payudara yang terkena tidak akan membahayakan bayinya; dan bahwa
payudaranya akan pulih baik bentuk maupun fungsinya.
8. Pengeluaran Asi Dengan Efektif
Dengan membantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudara,
mendorong untuk sering menyusui, sesering dan selama bayi
menghendaki, tanpa pembatasan, bila perlu peras ASI dengan tangan
atau dengan pompa atau botol panas, sampai menyusui dapat dimulai
lagi.

7
2.2 Asfiksia Neonatorum
2.2.1 Pengertian
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat
segera bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan atau segera lahir
(Prawiro Hardjo, Sarwono, 2007).
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak
bisa bernafas secara spontan dan adekuat (Wroatmodjo,2004).
Asfiksia akan bertambah buruk apabila penanganan bayi tidak
dilakukan dengan sempurna, sehingga tindakan perawatan dilaksanakan
untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengatasi gejala lanjut
yang mungkin timbul. Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, beberapa
faktor perlu dipertimbangkan dalam menghadapi bayi dengan asfiksia.

2.2.2 Etiologi dan Faktor Predisposisi


Ada beberapa faktor etiologi dan predisposisi terjadinya asfiksia,
antara lain sebagai berikut:
1. Faktor Ibu
Hipoksia ibu akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
Hipoksia ibu dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian
analgetika atau anesthesi dalam gangguan kontraksi uterus, hipotensi
mendadak karena pendarahan, hipertensi karena eklamsia, penyakit
jantung dan lain-lain.
2. Faktor Plasenta
Yang meliputi solutio plasenta, pendarahan pada plasenta previa, plasenta
tipis, plasenta kecil, plasenta tak menempel pada tempatnya.
3. Faktor Janin dan Neonatus
Meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit ke leher, kompresi tali
pusat antara janin dan jalan lahir, gemelli, IUGR, kelainan kongenital dan
lain-lain.

8
4. Faktor Persalinan
Meliputi partus lama, partus tindakan dan lain-lain.

3. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus
tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus
simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan
menghilang. Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita
periksa kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut
jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara
berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu primer.
Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut
jantung terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi
akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai
bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut
jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan
menunjukkan upaya pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika
resusitasi dengan pernafasan buatan dan pemberian tidak dimulai segera.

9
4. Patway

Persalinan lama, lilitan tali pusat Paralisis pusat pernafasan faktor lain : anestesi,
resentasi janin abnormal obat-obatan narkotik

ASFIKSIA

Janin kekurangan O2 paru-paru terisi cairan


Dan kadar CO2 meningkat

Nafas cepat Pola nafas


tak efektif

Apneu suplai O2 suplai O2


ke otak dlm darah

Kerusakan otak
hipotermia Gg.meta
Bolisme &
perubahan
DJJ & TD Kematian bayi asam basa

Asidosis
Proses keluarga
terhenti Resiko
respiratorik infeksi Gg.perfusi ventilasi
Janin tdk bereaksi
Terhadap rangsangan

Gangguan
Nafsu makan pemenuhan
kebutuhan
tidak adekuat oksigen

Gg. Kebutuhan nutrisi


Kurang dari kebutuhan tubuh

10
5. Gejala Klinik
Gejala klinik Asfiksia neonatorum yang khas meliputi :
a. Pernafasan terganggu
b. Detik jantung berkurang
c. Reflek / respon bayi melemah
d. Tonus otot menurun
e. Warna kulit biru atau pucat

2.2.4 Diagnosis
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia
atau hipoksia janin. Diagnosa anoksia / hipoksia dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin untuk menentukan
bayi yang akan dilahirkan terjadi asfiksia, maka ada beberapa hal yang
perlu mendapatkan perhatikan.
1. Denyut Jantung Janin
Frekuensi normal ialah 120 sampai 160 denyutan per menit,
selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyutan jantung umumnya tidak
banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensinya turun sampai dibawah
100/menit, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda
bahaya.
2. Mekonium Dalam Air Ketuban
Mekonium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi
pada prosentase kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan
terus timbul kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada
prosentase kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan
bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan pH Pada Janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat serviks
dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil contoh darah
janin. Darah ini diperiksa pH-nya adanya asidosis menyebabkan turunnya
pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai

11
tanda bahaya. Dengan penilaian pH darah janin dapat ditemukan derajat
asfiksia yaitu :

Tabel 1.1. Penilaian pH Darah Janin

NO Hasil Apgar Score Derajat Asfiksia Nilai pH


1. 0–3 Berat < 7,2
2. 4–6 Sedang 7,1 – 7,2
3. 7 – 10 Ringan > 7,2
Sumber : Wiroatmodjo, 1994

4. Dengan Menilai Apgar Skor


Cara yang digunakan untuk menentukan derajat asfiksia yaitu
dengan penilaian Apgar Skor. Apgar mengambil batas waktu 1 menit
karena dari hasil penyelidikan sebagian besar bayi baru lahir mempunyai
Apgar terendah pada umur tersebut dan perlu dipertimbangkan untuk
melakukan tindakan resusitasi aktif. Sedangkan nilai Apgar lima menit
untuk menentukan prognosa dan berhubungan dengan kemungkinan
terjadinya gangguan neurologik di kemudian hari. Ada lima tanda (sign)
yang dinilai oleh Apgar, yaitu :
Tabel 1.2 Apgar Skor

Tanda-tanda
Nilai = 0 Nilai = 1 Nilai = 2
Vital
1. Appearance Seluruh tubuh Warna kulit tubuh Warna kulit
(warna kulit) bayi berwarna normal, tetapi seluruh tubuh
kebiru-biruan atau tangan dan kaki normal
pucat berwarna kebiruan
2. Pulse Tidak ada <100 x/ menit >100 x/ menit
(denyut
jantung)
3. Grimace Tidak ada Menyeringai/ Meringis,
(Respons meringis menarik, batuk,
reflek) atau bersin saat
stimulasiMeringis,
menarik, batuk,
atau bersin saat
stimulasi
4. Activity Lemah, tidak ada Lengan dan kaki Bergerak aktif dan

12
(tonus otot) gerakan dalam posisi fleksi spontan
dengan sedikit
gerakan

5. Respirati Tidak bernapas Menangis lemah, Menangis kuat,


on terdengar seperti pernapasan baik
(usaha merintih, dan teratur
bernafas) pernapasan lambat
dan tidak teratur

Dari kelima tanda diatas yang paling penting bagi jantung karena
peninggian frekuensi jantung menandakan prognosis yang peka. Keadaan akan
memburuk bila frekuensi tidak bertambah atau melemah walaupun paru-paru telah
berkembang. Dalam hal ini pijatan jantung harus dilakukan. Usaha nafas adalah
nomor dua. Bila apnea berlangsung lama dan ventilasi yang dilakukan tidak
berhasil maka bayi menderita depresi hebat yang diikuti asidosis metabolik yang
hebat. Sedang ketiga tanda lain tergantung dari dua tanda penting tersebut.

Ada 3 derajat Asfiksia dari hasil Apgar Skor diatas yaitu :


1. Nilai Apgar 7-10, Vigorous baby atau asfiksia ringan.
Bayi dalam keadaan merintih, adanya retraksi sela iga, dengan nafas
takipnea ( >60x/menit), bayi tampak sianosis, adanya pernafasan cupping
hidung, bayi kurang aktifitas, pada pemeriksaan auskultasi terdapat
.ronchi, rales, dan wheezing.
2. Nilai Apgar 4-6 Mild Moderat atau asfiksia sedang.
Pada pemeriksaan fisik akan dilihat frekuensi jantung menurun menjadi
(60 – 80x/menit), usaha nafas lambat, tonus otot baik, bayi masih bereaksi
terhadap rangsangan, bayi sianosis, tidak terjadi kekurangan O2 yang
bermakna selama proses persalinan.

3. Nilai Apgar 0-3, asfiksia berat

13
Pada pemeriksaan ditemukan frekuensi jantung kecil ( <40x/menit),tidak
ada usaha nafas, tonus otot lemah bahkan hampir tidak ada, bayi tidak
dapat memberikan reaksi jika diberikan rangsangan, bayi pucat, terjadi
kekurangan O2 yang berlanjut sebelum atau sesudah persalinan..

2.2.5 Pelaksanaan Resusitasi


Segera setelah bayi baru lahir perlu diidentifikasi atau dikenal secara cepat
supaya bisa dibedakan antara bayi yang perlu diresusitasi atau tidak.
Tindakan ini merupakan langkah awal resusitas bayi baru lahir. Tujuannya
supaya intervensi yang diberikan bisa dilaksanakan secara tepat dan cepat
(tidak terlambat).

1. Membuka Jalan Nafas


Tujuan : Untuk memastikan terbuka tidaknya jalan nafas.
Metode :
a. Meletakkan bayi pada posisi yang benar.
Letakkan bayi secara terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi/
tengadah. Perhatikan leher bayi agar tidak mengalami ekstensi yang
berlebihan atau kurang. Ekstensi karena keduanya akan menyebabkan
udara yang masuk ke paru-paru terhalangi.
Letakkan selimut atau handuk yang digulung dibawah bahu sehingga
terangkat 2-3 cm diatas matras.
Apabila cairan/lendir terdapat bar dalam mulut, sebaiknya kepala bayi
dimiringkan supaya lendir berkumpul di mulut (tidak berkumpul di
farings bagian belakang) sehingga mudah disingkirkan.

b. Membersihkan Jalan Nafas


Apabila air ketuban tidak bercampur mekonium, hisap cairan dari
mulut dan hidung, mulut dilakukan terlebih dahulu kemudian hidung.
Apabila air ketuban tercampur mekonium, hanya hisap cairan dari
trakea, sebaiknya menggunakan alat pipa endotrakel (pipa ET).

14
Urutan kedua metode membuka jalan nafas ini bisa dibalik,
penghisapan terlebih dahulu baru meletakkan bayi dalam posisi yang
benar, pembersihan jalan nafas pada semua bayi yang sudah
mengeluarkan mekoneum, segera setelah lahir (sebelum baru
dilahirkan) dilakukan dengan menggunakan keteter penghisap no 10 F
atau lebih. Cara pembersihannya dengan menghisap mulut, farings dan
hidung.

2. Mencegah Kehilangan Suhu Tubuh / Panas


Tujuan : Mencegah komplikasi metabolisme akibat kehilangan panas.
Metode :
Meletakkan bayi terlentang dibawah pemancar panas (Infant
warmer) dengan temperatur untuk bayi aterm 34°C, untuk bayi
preterm 35°C.
Tubuh dan kepala bayi dikeringkan dengan menggunakan handuk
dan selimut hangat, keuntungannya bayi bersih dari air ketuban,
mencegah kehilangan suhu tubuh melalui evaporosi serta dapat
pula sebagai pemberian rangsangan taktik yang dapat
menimbulkan atau mempertahankan pernafasan.
Untuk bayi sangat kecil (berat badan kurang dari 1500 gram) atau
apabila suhu ruangan sangat dingin dianjurkan menutup bayi
dengan sehelai plastik tipis yang tembus pandang.

3. Pemberian Tindakan VTP (Ventilasi Tekanan Positif)


Tujuan : untuk membantu bayi baru lahir memulai pernafasan.
Metode :
Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar.
Agar VTP efektif kecepatan memompa (Kecepatan Ventilasi dan
tekanan ventilasi harus sesuai, kecepatan ventilasi sebaiknya 40-60
kali/menit.
Tekanan ventilasi yang dibutuhkan sebagai berikut :
 Nafas pertama setelah lahir membutuhkan 30-40 cm H2O.

15
 Setelah nafas pertama membutuhkan 15-20 cm H2O.
 Bayi dengan kondisi / penyakit paru-paru yang berakibat
turunnya compliance membutuhkan 20-40 cm H2O.
 Tekanan ventilasi hanya dapat diukur apabila digunakan
balon yang mempunyai pengukur tekanan.

4. Observasi gerak dada bayi


Adanya gerakan dada bayi naik turun merupakan bukti bahwa sungkup
terpasang dengan baik dan paru-paru mengembang. Bayi seperti menarik
nafas dangkal. Apabila dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik
nafas panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang, yang berarti
tekanan diberikan terlalu tinggi. Hal ini dapat menyebabkan
pneumotoraks.

5. Observasi gerak perut bayi


Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman ventilasi yang efektif.
Gerak perut mungkin disebabkan masuknya udara kedalam lambung.

6. Penilaian suara nafas bilateral


Suara nafas didengar dengan menggunakan stetoskop. Adanya suara nafas
di kedua paru-paru merupakan indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi
yang benar.

7. Observasi pengembangan dada bayi


Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan dengan mengurangi
meremas balon. Apabila dada kurang berkembang, mungkin disebabkan
oleh salah satu sebab berikut yakni perlekatan sungkup kurang sempurna,
arus udara terhambat, atau tidak cukup tekanan.

16
2.2.6 Pemberian Obat-Obatan Penunjang
Obat-obatan diperlukan apabila frekuensi jantung bayi tetap 80 per menit
walaupun telah dilakukan ventilasi adekuat (dengan oksigen 100%) dan
kompresi dada untuk paling sedikit 30 detik atau frekuensi jantung nol.

Obat-obatan yang diperlukan pada bayi asfiksia :


a. Beri adrenalin (larutan 1 : 10.000) dengan dosis 0,1-0,3 ml/kg berat
badan, apabila bayi mengalami bradikardia menetap diberikan
sublingual atau diberikan intravena, sementara NaHCO3 tetap
diberikan, disertai pernafasan buatan.
b. Natrium bicarbonat (NaHCO3) diberikan dengan dosis 2 ml/kg
berat badan (cairan 7,5%) dilarutkan dengan Dextrose 10% dalam
perbandingan 1 : 1 disuntikkan perlahan-lahan kedalam Vena
umbilikus dalam waktu 5 menit.
c. Infus NaCl 0,9% atau Ringer laktat 10 ml/kg berat badan.

2.2.7 Penatalaksanaan Berdasarkan Penilaian Apgar Skor


a. Apgar skor menit I : 0-3
 Jaga agar bayi tidak kedinginan, sebab dapat menimbulkan hipotermis
dengan segala akibatnya. Jangan diberi rangsangan taktil, jangan
diberi obat perangsang nafas lekukan resusitasi.
 Lakukan segera intubasi dan lakukan mouth ke tube atau pulmanator
to tube ventilasi. Bila intubasi tidak dapat, lakukan mouth to mouth
respiration kemudian dibawa ke ICU.
 Ventilasi Biokemial
 Dengan melakukan pemeriksaan blood gas, kalau perlu dikoreksi
dengan Natrium Bicarbonat. Bila fasilitas Blood gas tidak ada, berikan
Natrium Bicarbonat pada asfiksia berat dengan dosis 2-4 mcg/kg BB,
maksimum 8 meg/kg BB / 24 jam. Ventilasi tetap dilakukan. Pada
detik jantung kurang dari 100/menit lakukan pijat jantung 120/menit,
ventilasi diteruskan 40 x menit. Cara 3-4x pijat jantung disusul 1x
ventilasi.

17
b. Apgar skor menit I : 4-6
 Seperti yang diatas, jangan dimandikan, keringkan seperti diatas.
 Beri rangsangan taktil dengan tepukan pada telapak kaki, maksimum
15-30 detik.
 Bila belum berhasil, beri O2 dengan atau tanpa corong (lebih baik O2
yang dihangatkan).
 Skor apgar 4-6 dengan detik jantung kurang dari 100 kali permenit
lakukan bag dan mask ventilation dan pijat jantung.

c. Apgar skor menit I : 7-10


 Bersihkan jalan nafas dengan kateter dari lubang hidung dahulu
(karena bayi adalah bernafas dengan hidung) sambil melihat adakah
atresia choane, kemudian mulut, jangan terlalu dalam hanya sampai
fasofaring. Kecuali pada bayi asfiksia dengan ketuban mengandung
mekonium, suction dilakukan dari mulut kemudian hidung karena
untuk menghindari aspirasi paru.
 Bayi dibersihkan (boleh dimandikan) kemudian dikeringkan, termasuk
rambut kepala, karena kehilangan panas paling besar terutama daerah
kepala.
 Observasi tanda vital sampai stabil, biasanya 2 jam sampai 4 jam.

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul akibat asfiksia adalah:
a. Sembab Otak
b. Pendarahan Otak
c. Anuria atau Oliguria
d. Hyperbilirubinemia
e. Obstruksi usus yang fungsional
f. Kejang sampai koma
g. Komplikasi akibat resusitasinya sendiri : Pneumothorax

18
2.2.9 Prognosa
a. Asfiksia ringan / normal : Baik
b. Asfiksia sedang tergantung kecepatan penatalaksanaan bila cepat
prognosa baik.
c. Asfiksia berat dapat menimbulkan kematian pada hari-hari pertama,
atau kelainan syaraf permanen. Asfiksia dengan pH 6,9 dapat
menyebabkan kejang sampai koma dan kelainan neurologis yang
permanent misalnya cerebal palsy, mental retardation.

2.2.10 Upaya dan peran bidan dalam penanganan Asfiksia


Langkah-langkah resusitasi :
1) Letakkan bayi di lingkungan yang hangat kemudian keringkan tubuh
bayi dan selimuti tubuh bayi untuk mengurangi evaporasi.
2) sisihkan kain yang basah kemudian tidurkan bayi terlentang pada alas
yang datar.
3) Ganjal bahu dengan kain setinggi 1 cm (snifing positor).
4) Hisap lendir dengan penghisap lendir de lee dari mulut, apabila mulut
sudah bersih kemudian lanjutkan ke hidung.
5) Lakukan rangsangan taktil dengan cara menyentil telapak kaki bayi
dan mengusap-usap punggung bayi.
6) Nilai pernafasanJika nafas spontan lakukan penilaian denyut jantung
selama 6 detik, hasil kalikan 10. Denyut jantung > 100 x / menit, nilai
warna kulit jika merah / sinosis penfer lakukan observasi, apabila biru
beri oksigen. Denyut jantung < 100 x / menit, lakukan ventilasi
tekanan positif.
 Jika pernapasan sulit (megap-megap) lakukan ventilasi tekanan
positif.
 Ventilasi tekanan positif / VTP dengan memberikan O2 100 %
melalui ambubag atau masker, masker harus menutupi hidung
dan mulut tetapi tidak menutupi mata, jika tidak ada ambubag
beri bantuan dari mulur ke mulut, kecepatan PPV 40 – 60 x /
menit.

19
 Setelah 30 detik lakukan penilaian denyut jantung selama 6
detik, hasil kalikan 10.
 100 hentikan bantuan nafas, observasi nafas spontan.
 60 – 100 ada peningkatan denyut jantung teruskan pemberian
PPV.
 60 – 100 dan tidak ada peningkatan denyut jantung, lakukan
PPV, disertai kompresi jantung.
 < 10 x / menit, lakukan PPV disertai kompresi jantung.
 Kompresi jantung
7) perbandingan kompresi jantung dengan ventilasi adalah 3 : 1, ada 2
cara kompresi jantung :
 Kedua ibu jari menekan stemun sedalam 1 cm dan tangan lain
mengelilingi tubuh bayi.
 Jari tengah dan telunjuk menekan sternum dan tangan lain
menahan belakang tubuh bayi.
 Lakukan penilaian denyut jantung setiap 30 detik setelah
kompresi dada.
 Denyut jantung 80x./menit kompresi jantung dihentikan,
lakukan PPV sampai denyut jantung > 100 x / menit dan bayi
dapat nafas spontan.
 Jika denyut jantung 0 atau < 10 x / menit, lakukan pemberian
obat epineprin 1 : 10.000 dosis 0,2 – 0,3 mL / kg BB secara IV.
 Lakukan penilaian denyut jantung janin, jika > 100 x / menit
hentikan obat.
 Jika denyut jantung < 80 x / menit ulangi pemberian epineprin
sesuai dosis diatas tiap 3 – 5 menit.
 Lakukan penilaian denyut jantung, jika denyut jantung tetap /
tidak rewspon terhadap di atas dan tanpa ada hiporolemi beri
bikarbonat dengan dosis 2 MEQ/kg BB secara IV selama 2
menit.

20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Defenisi Infeksi Payudara (Mastitis) adalah suatu infeksi pada jaringan
payudara. Pada infeksi yang berat atau tidak diobati, bisa terbentuk abses
payudara (penimbunan nanah di dalam payudara).Mastitis adalah peradangan
pada payudara. Mastitis ini dapat terjadi kapan saja sepanjang periode menyusui,
tapi paling sering terjadi antara hari ke-10 dan hari ke-28 setelah kelahiran.
Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhkan adalah payudara membesar,
keras, nyeri, kulit murah dan membisul (abses) dan yang pada akhirnya pecah
menjadi borok disertai dengan keluarnya nanah bercampur air susu, dapat disertai
dengan suhu badan naik, menggigil. Jika sudah ditemukan tanda-tanda seperti ini
maka pemberian ASI pada bayi jangan dihentikan, tetapi sesering mungkin
diberikan.
Dan pada dasarnya penyebab asfiksia dapat disebabkan oleh hal-hal
sebagai berikut yaitu perdarahan, infeksi, kelahiran preterm/bayi berat lahir
rendah, asfiksia, hipotermi, perlukaan kelahiran dan lain-lain. Bahwa 50%
kematian bayi terjadi dalam periode neonatal yaitu dalam bulan pertama
kehidupan, kurang baiknya penanganan bayi baru lahir yang lahir sehat akan
menyebabkan kelainan-kelainan yang dapat mengakibatkan cacat seumur hidup
bahkan kematian.
Umur ibu pada waktu hamil sangat berpengaruh pada kesiapan ibu
sehingga kualitas sumber daya manusia makin meningkat dan kesiapan untuk
menyehatkan generasi penerus dapat terjamin. Kehamilan di usia muda/remaja
(dibawah usia 20 tahun) akan mengakibatkan rasa takut terhadap kehamilan dan
persalinan, hal ini dikarenakan pada usia tersebut ibu mungkin belum siap untuk
mempunyai anak dan alat-alat reproduksi ibu belum siap untuk hamil. Begitu juga
kehamilan di usia tua (diatas 35 tahun) akan menimbulkan kecemasan terhadap
kehamilan dan persalinannya serta alat-alat reproduksi ibu terlalu tua untuk hamil.

21
3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini, kita menjadi lebih memahami tentang
mastitis Dan kita semua dapat lebih memahami masalah asfiksia pada bayi baru
lahir, dan semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nani Lia Dewi, Vivian.2012. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas.Jakarta:


SalembaMedika
Saleha,Sitti.2009.Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.Jakarta:SalembaMedika
Sarwono.2010.Ilmu Kandungan.Jakarta
Aminullah Asril. 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina pustaka Sarwono
Prawirohardjo
Effendi Nasrul. 2012. Pengantar Proses Keperawatan. EGC : Jakarta.
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2011. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC
Talbot Laura A. 2007, Pengkajian Keperawatan, EGC : Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai