b.
Masing-masing ahli waris harus dapat di ketahui posisinya secara pasti, supaya bagianbagian harta warisan itu dapat di peroleh sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Sebab
ketentuan hukum pewrisan selalu berubah-ubah sesuai dengan tingkatan ahli waris.
Rukun Pewarisan
a. Muwaris
Yaitu Orang yang meninggal dunia atau orang yang meninggalkan harta kepada orangorang yang berhak menerimanya sesuai dengan syariat Islam
b. Waris
Yaitu Orang yang berhak menerima harta peninggalan dari Muwarits karena sebab-sebab
tertentu. Waris di sebut juga dengan Ahli Waris.
c. Miras
Yaitu Harta yang di tinggalkan oleh muwaris yang akan di bagikan kepada orang-orang
yang berhak menerimanya ( ahli waris ). Miras itu bermacam-macam harta, misalnya
tanah, rumah, uang, kendaraan, dan lain sebagainya.
B. Sebab-sebab Menerima harta warisan dan penghalang mendapatkan warisan.
Dalam Agama islam sebab-sebab menerima harta warisan, adalah sebagai berikut:
Hubungan kekeluargaan
Dalam hubungan kekeluargaan tidak membedakan antara ahli waris laki-laki dan
perempuan, orang tua dan anak-anak, orang yang kuat dan Lemah. Sesuai ketentuan yang
berlaku semuanya harta warisan.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, Dalam Alquran surah An-nisa ayat 7 :
Artinya; Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapak dan kerabatnya,
baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan.
Hubungan kekeluargaan ini bila di lihat dari penerimaannya ada tiga kelompok:
1. Dzawil Furudh
Yaitu ahli waris yang memperoleh bagian tertentu seperti suami mendapat seperdua bila
orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan mendapat seperempat bila orang yang
meninggal mempunyai anak.
2. Dzawil arham
Yaitu keluarga yang hubungan kekeluargaan nya jauh, mereka tidak termasuk ahli waris
yang mendapat bagian tertentu, tetapi mereka mendapat warisan jika ahli waris yang dekat tidak
ada.
3. Ahlul Ashabah
Yaitu Ahli waris yang mendapat sisa harta atau menghabiskan sisa, setelah ahli waris
yang memperoleh bagian tertentu mengambil bagian masing-masing.
Hubungan perkawinan
Selama perkawinan masih utuh bisa menyebabkan adanya saling waris mewarisi. Akan
tetapi, jika perkawinan sudah putus maka gugurlah saling waris mewarisi, kecuali istri dalam
keadaan masa iddah pada talak raji.
Hubungan wala ( memerdekakan budak )
Seseorang yang telah memerdekakan budak bisa menyebabkan memperoleh warisan. Jika
budak yang di merdekakan itu meninggal dunia, maka orang yang memerdekakan itu berhak
menerima warisan. Akan tetapi, jika orang yang memerdekakan itu meninggal dunia maka budak
yang telah di merdekakan itu tidak berhak mendapatkan apa-apa.
Hubungan Agama
Apabila ada orang yang meninggal dunia tidak mempunyai ahli waris, baik dari
hubungan kekeluargaan, perkawinan, wala, maka harta warisannya itu di berikan kepada kaum
muslimin, yaitu diserahkan ke baitul Mal untuk kemashlahatan umat islam.
C. Meraih Berkah Dengan Mawaris
Kecenderungan manusia kepada harta kekayaan, jabatan dan kehidupan dunia pada
umumnya secara berlebihan, memicu munculnya berbagai konflik dan persengkataan. Pada
kondisi itulah diperlukan sebuah tatanan hukum dan peraturan yang bisa memberi jalan keluar
secara damai. Dan tentu saja yang paling memahami kondisi manusia adalah pencipta manusia
itu sendiri yaitu Tuhan Yang Maha Kuasa. Tuhan telah menciptakan buku manual berupa
kitabullah sebagai panduan melakukan berbagai kegiatan kehidupan sehari-hari di dunia. Buku
manual berupa kitabullah tersebut sangat sesuai sebagai pemberi jalan keluar bagi berbagai
macam konflik dan pertikaian yang terjadi diantara sesama manusia. Sekalipun dalam
4
prakteknya karena berbagai sebab, tak sedikit manusia yang menolak hidupnya diatur oleh
kitabullah yang merupakan buku manual untuk menjalani kehidupan di dunia. Tidak
mengherankan bila pada gilirannya kehidupan dunia semakin semrawut dan kacau balau. Salah
satu diantaranya adalah menolak penerapan hukum waris Islam dalam keluarga, sekalipun semua
paham hukum waris Islam akan memberi keadilan kepada seluruh anggota keluarga.
Pentingnya Hukum Waris Islam
Dalam Islam, setiap orang yang telah meninggal dunia maka diwajibkan untuk segera
menyelesaikan beberapa hal penting diantaranya menyelesaikan pembayaran hutang si ahli
kubur, menunaikan wasiat yang telah diberikan dan melaksanakan nazar ahli kubur. Pelunasan
terhadap hutang piutang yang dimiliki oleh ahli kubur, diambil dari harta yang ditinggalkan.
Namun demikian, bila ternyata tidak memiliki harta benda yang mencukupi, maka keluarganya
lah yang berhak membayarkan hutang-hutang si ahli kubur. Bagaimanakah dengan pembagian
waris Islam itu sendiri? Perlukah disegerakan atau menunggu masa tertentu? Hal ini sebetulnya
relatif. Artinya tidak ada keterangan kuat bahwa pembagian waris dalam Islam harus
disegerakan, juga tidak keterangan yang sama kuat untuk mengabaikan atau menunda-nunda
pembagian waris. Idealnya adalah ketika seluruh anggota keluarga dan ahli waris berkumpul,
kemudian seluruh kewajiban kepada yang meninggal telah dilaksanakan termasuk melunasi
seluruh hutang piutangnya, kemudian berkumpul untuk membagikan harta warisan. Dengan
demikian tak seorang pun dari ahli waris yang akan terganggu atau teraniaya hak-haknya.
Namun sekali lagi tidak ada anjuran waktu mutlak dalam Islam untuk melaksanakan
pembagian harta waris. Hanya saja Islam menganjurkan, apabila dikhawatirkan terjadi berbagai
konflik internal dalam keluarga, maka dianjurkan untuk segera melakukan pembagian harta
warisan tersebut.
Pertanyaan berikutnya yang muncul adalah apakah pembagian harta waris tersebut harus
mutlak berdasarkan pembagian harta waris Islam atau sesuai dengan aturan ilmu mawaris
(Faraid)? Bagaimana hukumnya dengan mereka yang terbiasa melakukan pembagian harta
warisan dengan memakai hukum suku atau hukum adat?
Pembagian harta warisan menurut hukum adat jelas sangat jauh berbeda dengan hukum
Islam. Ada juga yang membagikan harta warisan secara kekeluargaan. Di sana disepakati bagian
masing-masing ahli waris secara damai tanpa mengundang berbagai pertikaian sesama ahli
waris. Yang manakah lebih utama dari hal di atas?
Pembagian waris Islam mutlak diterapkan sebagai upaya pencegahan terjadinya konflik
pertikaian yang dapat muncul akibat rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh para ahli waris
terhadap bagian masing-masing. Jadi apabila sesama ahli waris mampu berdamai untuk
melakukan pembagian dengan keridhaan masing-masing tanpa adanya konflik sengketa, hukum
pembagian waris Islam bisa untuk tidak dilaksanakan. Namun kembali kepada pemahaman
masing-masing anggota keluarga dan bukan memandang dari sisi manfaat serta madharatnya.
Warisan merupakan harta orang lain yang diperoleh atas usaha jerih payah orang lain
sewaktu ada di dunia. Harta pemberian orang lain tak akan senikmat harta jerih payah kita
sendiri. Terlebih jika cara memperolehnya dilakukan dengan cara-cara yang tidak halal dan tidak
baik. Tentu saja dengan mengharap mendapat harta warisan dari orang seperti ini, bukanlah
perbuatan terpuji.
Namun tidak bisa dipungkiri bila salah satu kebiasaan buruk manusia adalah terlalu
berharap dan menggantungkan nasib hidup terhadap harta warisan keluarganya, padahal ia
sendiri masih mampu melakukan usaha-usaha halal lainnya yang itu akan lebih mengangkat
harkat dan martabat diri sendiri.
Ingatlah bahwa orang yang kaya karena harta warisan keluarganya, tidak akan terlalu
dipandang di tengah-tengah masyarakat. Tentu saja akan begitu gampang menerima tudingan
soal kekayaannya itu, karena orang akan selalu berpikir, dia kaya karena harta warisan
keluarganya. Bandingkan dengan seseorang yang memperoleh kekayaan dari hasil jerih keringat
sendiri. Ia akan lebih dewasa saat menderita kemiskinan yang mungkin akan dialaminya di
kemudian hari. Begitu pula akan lebih bertanggung jawab dalam menggunakan dan
memanfaatkan harta kekayaannya itu.
Tapi terlepas dari masalah itu semua, hukum waris Islam menawarkan jalan keluar yang
baik untuk semua pihak. Sehingga akan terhindari dari kasus adanya yang teraniaya hak atau
perasaan ketidak adilan. Kenyataan tersebut apabila tidak memperoleh jalan keluar yang baik,
akan menyebabkan timbulnya rasa tidak enak. Apabila terus dipelihara akan semakin
memunculkan konflik bahkan pada akhirnya menjurus kepada pertikaian, padahal masih sesama
keluarga.
mati oleh seseorang akan mendapatkan warisan . Hal yang perlu diperhatikan apabila kita orang
muslim mengetahui pertalian darah, hak dan pembagiannya apabila mendapatkan warisan dari
orang tua maupun orang lain.
B. Saran
Bagi para pembaca setelah membaca makalah ini diharapkan lebih memahami mawaris dalam
kehidupan keluarga maupun orang lain sesuai dengan ajaran agama islam dimana hukum
memahami mawaris adalah fardhu kifayah.