Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

Agama Islam mengatur ketentuan pembagian warisan secara rinci dalam AlQuran agar tidak terjadi perselisihan antara sesama ahli waris sepeninggal orang yang
meninggal dunia dan hartanya diwarisi.
Agama Islam menghendaki dan meletakkan pinsif adil dan keadilan sebagai
salah satu sendi pembentuk dan pembinaan masyarakat dapat ditegakkan. Maka dala
makalah ini kami berusaha menjelaskan tentang pembagian harta warisan, rukun, sebab,
syarat-syarat, dan lain sebagainya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Faraidh
Kata waris secara etimologis adalah bentuk jamak dari kata tunggal mirats
artinya warisan. Mawaris juga disebut faraidh, bentuk jamak dari kata faridah atau
farada yang artinya ketentuan, atau menentukan.
Faraid atau faridah artinya adalah ketentuan-ketentuan tentang siapa-siapa yang
mendapatkannya, dan berapa bagian yang dapat diterima oleh mereka.
Kata waris dalam bahasa arab berasal dari kata :


Dia mewarisi warisan
Kata waris menurut bahasa artinya berpindah sesuatu sari seseorang kepada
orang lain. Sedangkan menurut istilah fiqih pengertian waris ialah berpindahnya hak
milik dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik berupa
harta benda, tanah maupun suatu dari hak-hak syara.
Harta waris adalah sesuatu yang ditinggalkan oleh seseorang setelah ia
meninggal, berupa harta benda, hak-haknya, atau yang bukan bersifat kebendaan.
Menurut istilah sebagian besar ulama fiqih qarisan disebut tirkah.
B.

Rukun Waris dan Sebab-sebab Memperoleh Warisan


1. Rukun Waris

Rukun waris ada 3 :


a.

Al-muwaris, orang yang diwarisi harta peninggalan atau orang yang

b.

mewariskan hertanya.
Al-waris/ahli waris, orang yang dinyatakan mempunyai hubungan

c.

kekerabatan.
Al-maurus atau al-miras, harta peninggalan si mati.

2. Sebab-sebab memperoleh warisan.

Dalam ketentuan Islam, sebab-sebab untuk dapat menerima warisan ada tiga:
a. Hubungan kekerabatan
b. Hubungan perkawinan
c. Hubungan karena sebab memerdekakan budak atau hamba sahaya.
C. Syarat-syarat Pewarisan
Syarat-syarat pewarisan ada tiga, yaitu:
1. Seseorang meninggal secara hakiki atau secara hukum
2. Ahli waris secara pasti masih hidup ketika pewaris meninggal
3. Mengetahui golongan ahli waris.1
D. Macam-macam penghalang mendapat warisan
1. Pembunuhan
Pembunuhan yang dilakukan ahli waris terhadap al-mawaris, menyebabkannya
tidak dapat mewarisi harta peninggalan orang yang diwarisinya. Adapun dasar hukum
yang melarang ahli waris yang membunuh untuk mewarisi harta peninggalan si mati
adalah sabda Rasulullah saw :





()
Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa membunuh seorang kurban, maka
sesungguhnya ia tidak dapat mewarisinya, walaupun koraban tidak mempunyai
ahli waris selain dirinya sendiri, (begitu juga) walaupun korban itu adalah
orang tuanya atau anaknya sendiri, maka bagi pembunuh tidak berhak
menerima warisan.


()
Rasulullah saw bersabda: tidak ada hak bagi pembunuh sedikitpun untuk mewarisi.
2. Berlainan agama
Berlainan agama menjadi penghalang mewarisi adalah apabila antara ahli waris
dan al-muwaris, salah satunya beraga Islam, yang lain bukan Islam. Misalnya

1 Dr. Ahmad Robia, MA. 2001. Fiqh Mawaris. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

ahli waris beragama Islam, muwarisnya beragama keristen, atau sebaliknya.


Demikian kesepakatan mayoritas ulama.
Dasar hukumnya adalah hadits Rasulullah saw

( )
Orang Islam tidak mewarisi harta orang kafir, dan orang kafir tidak mewarisi
harta orang Islam (Muttafaq alaih).
Hadits riwayat Ashab al-sunnan (penulis kitab-kitab al-sunan) sebagai berikut :

( )
Tidak dapat saling mewarisi antara dua orang pemeluk agama yang berbedabeda. (HR. Ashab al-sunan)
Hal ini diperkuat lagi dengan petunjuk umum Surah An-Nisa ayat 141:

Dan sekali-kali tidak akan memberikan suatu jalan bagi orang-orang kafir
(untuk menguasai orang mukmih). (QS. An-Nisa :141
3. Perbudakan
Perbudakan

menjadi

penghalang

mewarisi,

bukanlah

karena

status

kemanusiaannya tetapi semata-mata keran status formalnya sebagai hamba sahaya


(budak). Mayoritas ulama sepakat bahwa seorang budak terhalang untuk menerima
warisan karena dianggap sidak cakap melakukan perbuatan hukum. Firman Allah SWT
menunjukkan

Allah telah membuat perumpamaan (yakni) seorang budak (hamba sahaya)


yang dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatu pun
(QS. Al-Nahl :75)
Seorang hamba sahaya secara yuridis dipandang tidak cakap melakukan
perbuatan hukum, karena hak-hak kebendaannya berada pada tuannya. Oleh karena itu
ia tidak bisa menerima bagian warisan dari tuannya. Demikian pula jika ia sebagai
muearis, ia tidak bisa mewariskan hartanya sebelum ia merdeka.
E.

Orang yang berhak menerima warisan dan pembagiannya


Apabila dicermati, ahli wa ris ada dua macam:
1. Ahli waris karena nasabiyah, yaitu ahli waris karena hubungan kekeluargaannya
timbul karena hubungan darah.
2. Ahli waris sababiyah, yaitu hubungan kewarisan yang timbul karena sebab
tertentu, yaitu :
1) Perkawinan yang sah;
2) Memerdekakan budak sahaya.
Ahli waris dilihat dari segi bagian-bagian yang diterima mereka, ahli waris dapat

dibedakan kepada :
a. Ahli waris Ashab al-furuth, yaitu ahli waris yang menerima bagian yang besar
kecilnya telah ditentukan dalam al-quran.
b. Ahli waris asabah, yaitu ahli waris yang bagian yang diterimanya adalah sisa
setelah harta warisan dibagikan kepada ahli waris as-hab al-furudh.
c. Ahli waris zawi al-arham, yaitu ahli waris yang sesungguhnya memiliki
hubungan darah, akan tetapi menurut ketentuan Al-Quran, tidak berhak
menerima bagian warisan.2
Jumlah keseluruhan ahli waris yang secara hukum berhak menerima warisan baik
ahli waris nasabiyah maupun sababiyah apabila dirinci seluruhnya ada 25 orang. 15
orang ahli waris laki-laki dan 10 ahli waris perempuan.
Ahli waris dari pihak laki-laki mereka adalah :
a. Anak laki-laki
2 Syekh Muhammad Ali ash Shabuni. 1995. Hukum Waris Menurut Al-Quran dan Hadits. Bandung:
Trigenda Karya.

b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.

Cucu laki-laki dari anak laki-laki


Ayah
Kakek
Saudara laki-laki seibu seayah
Saudara laki-laki seayah
Saudara laki-laki seibu
Anak saudara laki-laki seayah
Anak saudara laki-laki seayah
Saudara laki-laki seibu seayah
Saudara laki-laki seayah
Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah seayah seibu
Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah seayah
Suami
Orang laki-laki yang memerdekakan (mutiq)

Ahli waris dari pihak perempuan adalah:


a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.

Anak perempuan
Ibu
Cucu perempuan dari anak laki-laki
Ibu dari bapak
Ibu dari ibu (ibunya ibu)
Saudara perempuan seibu seayah
Saudara perempuan seayah
Saudara perempuan seibu
Istri
Perempuan yang memerdekakan.

Adapun bagian-bagian yang diterima adalah sebagai berikut:


a. Ahli waris yang mendapat bagian separo
1) Suami, bila istrinya yang meninggal tidak memiliki anak atau cucu laki-laki dari
anak laki-laki, baik dari dirinya maupun dari suami yang lain.Ketentuan ini
berdasarkan QS. Annisa ayat 12.
Dan bagimu (suami-saumi) separo bagian harta ditinggalkan oleh istriistrimu. Jika mereka tidak mempunyai anak(QS. An-Nisa: 12)
2) Anak perempuan, apabila tidak bersama-sama dengan saudara laki-laki, dan ia
seorang diri. Ketentuan ini berdasarkan QS. Annisa ayat 11
Apabila dia (anak perempuan) sendirian, maka dia mendapat bagian separo
harta. (QS. An-Nisa: 11)

3) Anak perempuan dari anak laki-laki, apabila tidak bersama-sama dengan saudara
laki-laki, anak perempuan tadi sendirian, tidak ada anak perempuan kandung
atau anak laki-laki.
4) Saudara perempuan seibu seayah atau seayah saja, apabila saudara perempuan
seibu sebapak tidak ada ia hanya separo saja. Berdasarkan QS Annisa ayat 176
Dan jika ia (yang meninggal) mempunyai saudara perempuan maka bagi
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya.
(QS. An-Nisa: 176)
b. Ahli waris yang mendapatkan bagian seperempat
1. Suami, apabila istri mempunyai anak baik laik-laki maupun perempuan atau
cucu dari anak laki-laki, baik darinya ataupun dari suaminya yang lain.
Berdasarkan ayat :
Apabila mereka mempunyai anak, maka bagimu seperempat dari harta yang
mereka tinggalkan. (QS. An-Nisa: 12)
2. Istri, apabila suami tidak mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dari
istrinya yang manapun. Maka apabila istrinya itu berbilang, seperempat itu
dibagi rata diantara mereka. Firman Allah :
Dan para istri memperoleh seperempat dari harta yang kamu tinggalkan, jika
kamu tidak mempunyai anak. (QS. An-Nisa: 12)

c. Ahli waris yang mendapatkan seperdelapan


Bagian

1
8

1
8

merupakan bagian tertentu bagi seorang istri atau beberapa istri

dengan syarat suami mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dari istri manapun.
Ketentuan ini berdasarkan ayat :
Jika kamu mempunyai anak, maka para istri itu meperoleh seperdelapan dari harta
yang ditinggalkan. (QS. An-Nisa: 12)

d. Yang mendapatkan dua pertiga

2
3

1. Dua anak perempuan atau lebih apabila tidak bersama-sama dengan saudara
laki-lakinya. Firman Allah :
Apabila anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka
mendapat dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. (QS. An-Nisa: 11)
2. Dua cucu perempuan dari anak laki-laki atau lebih dengan syarat tidak ada si
pewaris, tidak ada dua anak perempuan, tidak bersama-sama dengan saudara
laki-laki yang mendapat bagian ashabah.
3. Dua saudara perempuan seibu seayah atau lebih apabila tidak ada anak, ayah
atau kakek, tidak ada laki-laki yang mendapat bagian ashabah yaitu saudara lakilaki seibu seayah, tidak ada anak perempuan atau cucu perempuan dan anak
laki-laki, baik satu orang maupun lebih. Firman Allah :
Apabila mereka berdua, maka bagi mereka dua pertiga dari apa yang
ditinggalkan. (QS. An-Nisa: 176)
4. Dua saudara perempuan seayah atau lebih, apabila tidak ada anak lak-laki, ayah
atau kakek, tidak ada laki-laki yang mendapat bagian ashabah yaitu saudara lakilaki seayah, tidak ada anak-anak perempuan atau cucu, cucu perempuan dari
anak laki-laki atau saudara laki-laki seibu seayah atau saudara perempuan seibu
seayah.

e. Yang mendapatkan bagian sepertiga

1
3

1. Ibu, apabila yang meninggal tidak meninggalkan anak atau cucu dari anak lakilaki, dan tidak meninggalkan dua orang sadara, baik laki-laki ataupun
perempuan, baik seibu sebapak, ataupun sebapak saja atau seibu saja. Firman
Allah :
Apabila si mayit tidak mempunyai anak, dan yang mewarisi kedua orang
tuanya, maka ibunya mendapat sepertiga bagian, jika yang meninggal itu
mempunyai beberpa saudara maka ibunya mendapat seperenam.
(QS.An-Nisa: 11)
2. Dua orang saudara atau lebih dari saudara yang seibu, baik laki-laki maupun
perempuan. Firman Allah :
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu.

(QS. An-Nisa: 12)

f.

Yang mendapat seperenam

1
6

1. Ibu, apabila ia beserta anak, beserta anak dari anak laki-laki, atau beserta dua
saudara atau lebih, baik saudara laki-laki ataupun saudara laki-laki ataupun
saudara perempuan, seibu sebapak, sebapak saja atau seibu saja. Firman Allah :
Dan untuk dua orang ibu bapak bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.
(QS. An-Nisa: 11)
Jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam.
(QS. An-Nisa: 11)
2. Bapak si mayit, apabila yang meninggal mempunyai anak dari anak laki-laki,
baik laki-laki maupun perempuan (berdasarkan Surah An-Nisa ayat 11)
3. Cucu perempuan dari anak laki-laki, baik seorang ataupun lebih, apabila
bersama seorang anak perempuan tetapi apabila anak perempuan berbilang maa
cucu perempuan tadi tidak mendapatkan pusaka. Hadits Nabi :
( )












Nabi saw telah memberikan seperenam untuk seorang anak perempuan dari
anak laki-laki beserta anak perempuan. (HR. Bukhari)
4. Saudara-saudara seibu, baik laki-laki maupun perempuan, masing-masing
mendapat seperenam apabila sendirian, berdasarkan Surah An-Nisa ayat 12.
dalam kewarisan disyaratkan tidak ada ayah dan seterusnya, juga tidak ada si
pewaris.
5. Saudara perempuan yang seayah, baik sendiri maupun lebih, apabila beserta
saudara perempuan yang seibu sebapak. Adapun apabila saudara sebapak tidak
mendapat pusaka.
6. Nenek, (dari pihak ayah atau dari pihak ibu) apabila ibu tidak ada. Hadits nabi:

Sesungguhnya Nabi saw telah menetapkan bagian nenek seperenam dari harta.

7. Kakek (ayah dari ayah) apabila beserta anak atau anak dari anak laki-laki,
sedangkan bapak tidak ada (berdasarkan ijma ulama)3
F. Ashabah
Ashabah ialah bagian sisa setelah diberikan kepada ahli waris ashabah al-furud.
Sebagai ahli waris penerima bagian sisa, ahli waris ashabah terkadang menerima bagian
banyak, terkadang menerima sedikit, tetapi terkadang tidak menerima bagian sama
sekali, karena telah habis diberikan kepada ahli waris ashab al-furudh. Didalam
pembagian sisa harta warisan, ahli waris yang memiliki hubungan kekerabatan yang
terdekatlah yang dahulu menerimanya.
1. Pembagian ashabah
Warisan adalah ashabah dibagi menjadi dua bagian, warisan ashabah keturunan
dan warisan ashabah karena sabab.
Warisan ashabah karena keturunan adalah karena adanya hubungan keturunan,
sedangkan warisan ashabah karena sebab adalah kerna memerdekakannya.[9]
2. Macam-macam ashabah menurut garis keturunan
Adapun macam-macam ahli waris ashabah ada tiga macam, yaitu:
1. Ashabah binafsih (ashabah dengan sendirinya)
Yaitu ahli waris yang karena kedudukan dirinya sendiri berhak menerima
bagian ashabah. Ahli waris kelompok ini semuanya laki-laki, kecuali
mutiqah (orang perempuan yang memerdekakan hamba sahaya) yaitu:
a. Anak laki-laki
b. Cucu laki-laki dari garis laki-laki
c. Bapak
d. Kakek (dari garis bapak)
e. Saudara laki-laki sekandung
f. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
g. Saudara laki-laki seayah
h. Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
i. Paman sekandung
j. Paman seayah
k. Anak laki-laki paman sekandung
l. Anak laki-laki paman seayah
m. Mutiq dan atau mutiqah (orang laki-laki / perempuan yang
memerdekakan hamba sahaya)
2. Ashabah bi al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karean
bersama-sama dengan ahli waris yang lain yang telah menerima bagian sisa
apabila ahli waris penerima sisa tidak ada, maka ia tetap menerima bagian
3 Dr. Ahmad Robiq, MA. Fiqih Mawaris. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2001, hlm: 100-1001

tertentu (furud al-muqaddarah) ahli waris penerima ashabah bi al-ghair


tersebut adalah :
1. Anak perempuan bersama-sama dengan anak laki-laki
2. Cucu perempuan sekandung bersama dengan cucu laki-laki garis
laki-laki
3. Saudara perempuan sekandung bersama saudara laki-laki
sekandung
4. Saudara perempuan seayah bersama dengan saudara laki-laki
seayah.
Ketentuan yang berlaku apabila mereka bergabung menerima bagian
ashabah, maka bagian ahli waris laki-laki adalah dua kali bagian perempuan.
Firman Allah :
Allah telah menetapkan bagian waris anak-anakmu untuk seorang anak
laki-laki sama dengan dua anak perempuan.
(QS. An-Nisa: 11)
3. Ashabah maa al-ghair, yaitu ahli waris yang menerima bagian sisa karena
bersama-sama dengan ahli waris lain yang tidak menerima bagian sisa.
Apabila ahli waris tidak ada, maka ia menerima bagian tertentu (al-furud almuqaddarah) ahli waris yang menerima bagian ashabah maa al-ghair
adalah :
1) Saudara perempuan sekandung (seorang atau lebih) bersama dengan
anak perempuan atau cucu perempuan garis laki-laki (seorang atau
lebih).
2) Saudara perempuan seayah (seorang atau lebih) bersama dengan anak
atau cucu perempuan (seorang atau lebih).4

4 Drs. Sudarsono, SH. 2001. Pokok-pokok Hukum Islam. Jakarta: Rieneka Cipta. Departemen Agama.
1986. Ilmu Fiqih.

DAFTAR PUSTAKA

Dr. Ahmad Robia, MA. 2001. Fiqh Mawaris. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Syekh Muhammad Ali ash Shabuni. 1995. Hukum Waris Menurut Al-Quran dan
Hadits. Bandung: Trigenda Karya.
H. Sulaiman Rasyid. 1994. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Drs. Sudarsono, SH. 2001. Pokok-pokok Hukum Islam. Jakarta: Rieneka Cipta.
Departemen Agama. 1986. Ilmu Fiqih.
Dr. Ahmad Robiq, MA. Fiqih Mawaris. Jakarta. PT Raja Grafindo Persada. 2001, hlm:
100-1001

Anda mungkin juga menyukai