Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM ISLAM

“Pembagian Warisan Menurut Al-Quran dan


Definisi Ashabah”

Kelompok 5 :
 Doni Prasyatio
 Endy Widodo
 M Azriel Wijaya
 Tari Rebeka
 Ade Yessica Ramadina
Dosen Pembimbing : JUNAIDI, S.H,.M.H

SEKOLAH TINGGI ILMU HUKUM


RAHMANIYAH SEKAYU
TAHUN AJARAN 2021/2022
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN.........................................................................................

1. Latar Belakang ......................................................................................................

2. Rumusan Masalah..................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN..........................................................................................

1. Pembagian Waris Menurut Al-Quran....................................................................

2. Ashabah..................................................................................................................

BAB III.PENUTUP....................................................................................................

Kesimpulan................................................................................................................
KATA PENGANTAR

Pujin syukur atas kehadirat Allah swt. Karena atas limpahan rahmat dan hidayah-nya,
makalah dengan judul “Pemabagian waris menurut Al-quran dan Definisi Ashabah” dapat
kami selesaikan dengan baik dan tepat waktu. Adapun maksud penyusunan karya tulis ini
untuk memenuhi tugashukum islam. Rasa terima kasih saya ucapkan kepada yang terhormat
dosen bidang study selaku pembimbing materi dalam makalah ini.

Harapan kami bahwa karya tulis ini dapat bermanfaat bagi para pembaca untuk
menambah wawasan dan pengetahuan tentang pemabagaian wari menurut Al-quran dan
deinisi Ashabah yang materinya kami ambil dari beberapa para narasumber, seperti internet,
buku, dan lain-lain. kami menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kata sempurna
dengan kerbatasan yang kami milikiuntuk itu kami harapkan kritit dan saran.
BAB I
PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Seorang muslim dituntut menjalankan syariat islam sesuai dengan apa yang
telah di gariskan Al-Quran dan As-Sunnah. Setiap muslim haruslah mentaati semua
perintah ataupun larangan Allah swt sebagai bukti konsistensinnya memegang aturan-
aturan ilahi. Demikian halnya saat syariat islam mengatur hal-hal yang terkait dengan
pembagian harta waris sehingga dalam beberapa kasus kerap kali ditemui terjadi
perselisihan antara anggota keluarga terkait dengan pembagian harta warisan.
Pembagian warisan dalam islam sendiri berpedoman pada Al-Quran, baik itu
pembagianya dan yang berhak mendapatkan bagian warisan.

Selain pembagian warisan ada juga ashabah. Ashabah sendiri bentuk jamak
dari kata “ashib” yang artinya mengikat, menguatkan hubungan kerabat/nasab.
Menurut syara` ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi bisa
mendapatkan semua harta atau sisa harta setelah harta yang dibagi kepada ahli waris.

2. RUMUSAN MASALAH

a. Pambagian waris menurut Al-quran.


b. Definisi Ashabah.
BAB II
PEMABAHASAN
1. PEMBAGIAN WARISAN MENURUT AL-QURAN

Warisan sendiri adalah sebuah kata dalam bahasa indonesia yang diambil dari
kata”wari”, dalam KBBI waris adalah orang yang berhak menerima harta pusaka dari orang
yang telah meninggal. Dalam beberapa kasus kerap kali ditemui terjdi perselisihan antara
anggota keluarga terkait dengan pembagian harta warisan . maka dari itu islam memberikan
solusi berupa aturan-aturan yang mengatur tentang pembagian warisan dengan dasar aturan
islam.

A) JUMLAH PEMBAGIAN WARISAN MENURUT ISLAM

i) Setengah
Setengah berarti warisan akan dibagikan kepada setidaknya 5 orang yang
berhak mendapatkannya, sebagai contoh satu dari kelompok laki-laki dan empat
perempuan. Ada sebuah istilah dalam pembagian harta warisan dalam jumlah
setengah, yakni ashabul furudh yang meliputi suami, anak perempuan, cucu
perempuan keturunan anak laki-laki, saudara kandung perempuan, dan saudara
perempuan seayah.

ii) Seperempat
Harta warisan dengan jumlah seperempat berhak diberikan kepada dua orang,
suami atau istri.

iii) Seperdelapan
Jumlah seperdelapan diberikan hanya ke satu pihak, yakni istri. Ia akan
menerima seperdelapan harta suami, bila sang suami memiliki anak atau cucu, baik
lahir dari rahimnya maupun istri lain.

iv) Duapertiga
Ahli waris yang berhak mendapatkan duapertiga dari jumlah harta warisan
terbagi menjadi 4 orang dan seluruhnya adalah wanita. Yakni anak kandung (dua atau
lebih), cucu perempuan keturunan anak laki-laki (dua atau lebih). Lalu saudara
kandung perempuan (dua atau lebih) dan saudara perempuan se-ayah (dua atau lebih).

v) Sepertiga
Kemudian hak waris yang berhak menerima jumlah sepertiga adalah ibu dan
dua saudara, baik laki-laki ataupun perempuan yang satu ibu.

vi) Seperenam
Terdapat tujuh orang yang dinyatakan berhak untuk mendapatkan hak waris sebesar
seperenam, yakni ayah, kakek (bapak dari ayah), ibu, cucu perempuan keturunan.
Selain itu, merujuk pada beberapa ketentuan dalam Ilmu Fiqih yang lebih spesifik
terkait dengan pembagian waris antara lain adalah:

1) Asal Masalah

Asal Masalah adalah: ‫أقل عدد يصح منه فرضها أو فروضها‬


Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian secara benar.” (Musthafa Al-
Khin, al-Fiqhul Manhaji, Damaskus, Darul Qalam, 2013, jilid II, halaman 339). Adapun yang
dikatakan “didapatkannya bagian secara benar” atau dalam ilmu faraidl disebut Tashhîhul
Masalah adalah:
‫ يتأتى منه نصيب كل واحد من الورثة صحيحا من غير كسر‬h‫أقل عدد‬
Artinya: “Bilangan terkecil yang darinya bisa didapatkan bagian masing-masing ahli waris
secara benar tanpa adanya pecahan.” (Musthafa Al-Khin, 2013:339)
Ketentuan Asal Masalah bisa disamakan dengan masing-masing bagian pasti ahli waris yang
ada.

2) Adadur Ru’ûs (‫)عدد الرؤوس‬

Secara bahasa ‘Adadur Ru’ûs berarti bilangan kepala.


Asal Masalah sebagaimana dijelaskan di atas ditetapkan dan digunakan apabila ahli warisnya
terdiri dari ahli waris yang memiliki bagian pasti atau dzawil furûdl. Sedangkan apabila para
ahli waris terdiri dari kaum laki-laki yang kesemuanya menjadi ashabah maka Asal Masalah-
nya dibentuk melalui jumlah kepala/orang yang menerima warisan.

3) Siham (‫)سهام‬

Siham adalah nilai yang dihasilkan dari perkalian antara Asal Masalah dan bagian pasti
seorang ahli waris dzawil furûdl.

4) Majmu’ Siham (‫)مجموع السهام‬

Majmu’ Siham adalah jumlah keseluruhan siham dalam menghitung pembagian warisan:
Penentuan ahli waris yang ada dan berhak menerima warisan.

 Penentuan bagian masing-masing ahli waris, contoh istri 1/4, Ibu 1/6, anak laki-laki
sisa (ashabah) dan seterusnya.
 Penentuan Asal Masalah, contoh dari penyebut 4 dan 6 Asal Masalahnya 24
 Penentuan Siham masing-masing ahli waris, contoh istri 24 x 1/4 = 6 dan seterusnya
 Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam hukum kewarisan dijelaskan sebagai
hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta peninggalan (tirkah)
pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli waris dan berapa
bagiannya masing-masing.

Pewaris adalah orang yang pada saat meninggal berdasarkan putusan Pengadilan
beragama Islam, meninggalkan ahli awaris dan harta peninggalan.Ahli waris adalah orang
yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan
dengan pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum unutk menjadi ahli waris.
Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa
harta benda yang menjadi hak miliknya maupun hak-haknya.Harta warisan adalah harta
bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris
selama sakit sampai meninggalnya, biaya pengurusan jenazah, pembayaran hutang dan
pemberian untuk kerabat.Namun demikian, selain memperoleh hak waris, ahli waris juga
memiliki kewajiban menurut ketentuan pasal 175 KHI yakni untuk mengurus dan
menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai. Menyelesaikan baik hutang-hutang
berupa pengobatan, perawatan termasuk kewajiban pewaris maupun menagih
piutang.Menyelesaiakan wasiat pewaris. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang
berhak.

Para ahli waris baik secara bersama-sama atau perseorangan dapat mengajukan
permintaan kepada ahli waris yang tidak menyetujui permintaan itu, maka yang bersangkutan
dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Agama untuk dilakukan pembagian harta
warisan (pasal 188 KHI) dengan ketentuan sebagaiman berikut ini
:
 Bila pewaris tidak meninggalkan ahli waris sama sekali, atau ahli warisnya tidak
diketahui ada atau tidaknya, maka harta tersebut atas putusan Pengadilan Agama
diserahkan penguasaannya kepada Baitul Maal untuk kepentingan agama Islam dan
kesejahteraan umum (Pasal 191 KHI).

 Bagi pewaris yang beristeri dari seorang, maka masing-masing isteri berhak mendapat
bagian dagi gono-gini dari rumah tangga dengan suaminya sedangkan keseluruhan
bagian pewaris adalah menjadi hak milik para ahli warisnya (Pasal 190 KHI).

 Duda mendapat separuh bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan bila
pewaris meninggalkan anak, maka duda mendapat seperempat bagian (Pasal 179
KHI).

 Janda mendapat seperempat bagian, bila pewaris tidak meninggalkan anak, dan
apabila pewaris meninggalkan anak, maka janda mendapat seperempat bagian (Pasal
180 KHI).

Masalah waris mewaris dikalangan ummat Islam di Indonesia, secara jelas diatur dalam
pasal 49 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, bahwa Pengadilan Agama berwenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara-perkara kewarisan. Sedangkan menurut
hukum Islam hak waris itu diberikan baik kepada keluarga wanita (anak-anak perempuan,
cucu-cucu perempuan, ibu dan nenek pihak perempuan, saudara perempuan sebapak seibu,
sebapak atau seibu saja). Para ahli waris berjumlah 25 orang, yang terdiri dari 15 orang dari
pihak laki-laki dan 10 dari pihak perempuan. Ahli waris dari pihak laki-laki ialah:

 Anak laki-laki (al ibn).


 Cucu laki-laki, yaitu anak laki-laki dan seterusnya kebawah (ibnul ibn) .
 Bapak (al ab).
 Datuk, yaitu bapak dari bapak (al jad).
 Saudara laki-laki seibu sebapak (al akh as syqiq).
 Saudara laki-laki sebapak (al akh liab).
 Saudara laki-laki seibu (al akh lium).
 Keponakan laki-laki seibu sebapak (ibnul akh as syaqiq).
 Keponakan laki-laki sebapak (ibnul akh liab).
 Paman seibu sebapak.
 Paman sebapak (al ammu liab).
 Sepupu laki-laki seibu sebapak (ibnul ammy as syaqiq).
 Sepupu laki-laki sebapak (ibnul ammy liab).
 Suami (az zauj).
 Laki-laki yang memerdekakan, maksudnya adalah orang yang memerdekakan seorang
hamba apabila sihamba tidak mempunyai ahli waris.
 Sedangkan ahli waris dari pihak perempuan adalah:
 Anak perempuan (al bint).
 Cucu perempuan (bintul ibn).
 Ibu (al um).
 Nenek, yaitu ibunya ibu ( al jaddatun).
 Nenek dari pihak bapak (al jaddah minal ab).
 Saudara perempuan seibu sebapak (al ukhtus syaqiq).
 Saudara perempuan sebapak (al ukhtu liab).
 Saudara perempuan seibu (al ukhtu lium).
 Isteri (az zaujah).
 Perempuan yang memerdekakan (al mu’tiqah).

Sedangkan bagian masing-masing ahli waris adalah isteri mendapat ¼ bagian apabila
sipewaris mati tidak meninggalkan anak atau cucu, dan mendapat bagian 1/8 apabila si
pewaris mempunyai anak atau cucu, dan isteri berhak mendapatkan juga bagian warisnya.

B) PENYEBAB GUGURNYA HAK WARIS

vii) Budak
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak berhak untuk mendapatkan hak
waris, hal ini didasari aturan bahwa segala sesuatu yang dimiliki oleh budak tersebut
maka menjadi pemilik tuannya.

viii) Pembunuhan
Pembunuhan di sini menjelaskan keadaan dimana pemilik warisan (ayah)
meninggal karna dibunuh oleh anaknya, maka dapat dipastikan bahwa sang anak tidak
dikategorikan sebagai hak waris. Sesuai dengan yang diriwayatkan oleh Rasulullah:
"Tidaklah seorang pembunuh berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya."

ix) Perbedaan Agama


Perbedaan agama juga menjadi faktor dibatalkannya seseorang untuk menjadi
seorang hak waris, artinya warisan yang diberikan oleh seorang Muslim maka harus
diberikan kepada sesama Muslim. Hal ini sudah dijelaskan melalui salah satu sabda
Rasulullah yang berbunyi:"Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir dan
tidak pula orang kafir mewarisi muslim." (HR. Bukhari dan Muslim).
2. ASHABAH

A) PENGERTIAN ASHABAH

Secara bahasa, ashabah artinya: pembela, penolong dan pelindung bagi


keluarga.Adapun secara istilah, ashabah artinya: laki-laki yang sangat dekat hubungannya
dengan si mati, dan tidak diselangi oleh perempuan.

Ashabah itu adalah:


 Anak laki-laki
 Cucu laki-laki dari anak laki-laki,hingga kebawah
 Bapak
 Kakek, hingga keatas
 Saudara laki-laki seibu-sebapak
 Saudara laki-laki sebapak
 Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki seibu-sebapak
 Keponakan laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
 Paman dari pihak bapak, yang paman itu merupakan saudara seibu-sebapak dengan
bapak
 Paman dari pihak bapak, yang paman itu merupakan saudara sebapak dengan bapak
 Saudara sepupu dari bapak, yang merupakan anak dari paman dari pihak bapak, yang
paman itu merupakan saudara bapak seibu-sebapak dengan bapak
 Saudara sepupu dari bapak, yang merupakan anak dari paman dari pihak bapak, yang
paman itu merupakan saudara bapak sebapak dengan bapak
 Orang yang memerdekakan dari perbudakan, baik laki-laki maupun perempuan
 Ashabah laki-laki yang memerdekakan

B) BAGIAN WARISAN ASHABAH

Dalam ilmu waris, seorang ashabah memperoleh warisan dengan salah satu dari beberapa
kemungkinan sebagai berikut:

1. Mewarisi seluruh harta si mati

Hal ini terjadi, apabila si mati tidak meninggalkan ahli waris selain dirinya (si
ashabah). Atau ada ahli waris yang lain, namun terhijab oleh dirinya (oleh ashabah
bersangkutan).

Contoh kasus 1:
Pak Ahmad meninggal dunia, dan tidak meninggalkan ahli waris, selain
seorang anak laki-laki.Maka seluruh harta peninggalan Pak Ahmad menjadi bagian
anak laki-lakinya itu.

Contoh kasus 2:
Pak Ahmad meninggal dunia, dan meninggalkan seorang anak laki-laki dan
seorang saudara laki-laki.Maka seluruh harta peninggalkan Pak Ahmad menjadi
bagian anak laki-laki itu. Karena saudara laki-laki Pak Ahmad terhijab oleh anak laki-
laki Pak Ahmad.
2. Mewarisi harta si mati bersama ashabah lain yang sederajat dengan dibagi rata

Hal ini terjadi, apabila si mati meninggalkan beberapa ashabah yang sederajat.
Misalnya, si mati meninggalkan dua orang anak laki-laki, tanpa ada anak perempuan.
Atau si mati meninggalkan dua orang saudara laki-laki.

Contoh kasus 1:
Pak Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan tiga orang anak laki-laki.
Istrinya sudah meninggal dunia lima tahun yang lalu. Maka seluruh harta Pak Ahmad
diwarisi oleh ketiga anaknya dengan dibagi secara rata.

Contoh kasus 2:
Pak Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan saudara laki-laki sebanyak
dua orang. Dia tidak punya istri maupun anak. Maka seluruh hartanya diwarisi kedua
orang saudaranya dengan cara dibagi rata.

3. Mendapat dua bagian dibandingkan perempuan yang sederajat dengannya

Hal ini terjadi, apabila si mati meninggalkan ashabah bersama seorang


perempuan yang sederajat dengan ashabah tersebut. Misalnya seorang anak laki-laki
dan seorang anak perempuan. Atau seorang bapak dan seorang ibu.

Contoh kasus:
Pak Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan seorang anak laki-laki dan
seorang anak perempuan, dan tidak meninggalkan ahli waris yang lain. Maka seluruh
harta Pak Ahmad menjadi warisan bagi kedua anaknya. Dengan catatan, anak laki-
laki memperoleh dua bagian, sedangkan anak perempuan memperoleh satu bagian.

4. Mewarisi sisa harta si mati setelah dibagi untuk ahli waris yang lain

Hal ini terjadi apabila si mati meninggalkan ahli waris selain dirinya yang
merupakan dzawil furudh. Maka dia memperoleh sisa warisan si mati setelah dibagi
untuk ahli waris yang lain tersebut.

Contoh kasus:
Pak Ahmad meninggal dunia dengan meninggalkan seorang istri dan seorang
anak laki-laki. Maka istri Pak Ahmad memperoleh bagian seperdelapan. Sisanya,
tujuh per delapan, menjadi bagian anaknya.

5. Batal jadi ashabah

Seorang ashabah batal menjadi ashabah, apabila terdapat ashabah yang lebih
dekat kepada si mati. Misalnya, seorang bapak batal menjadi ashabah, apabila ada
seorang anak laki-laki.
C) Macam-macam Ashabah
Ashabah itu ada tiga macam, yaitu:

1. Ashabah bin nafsi

Artinya: orang yang menjadi ashabah dengan sendirinya. Inilah ashabah yang
sebenarnya. Ashabah yang asli. Adapun ashabah jenis yang lain menjadi ashabah karena
bersama ashabah jenis yang asli ini.

2. Ashabah bil ghair

Yaitu seorang atau beberapa perempuan yang menjadi ashabah karena ada ahli waris
yang sederajat dengannya dan menjadi ashabah.Jadi sebenarnya mereka ini bukan ashabah.
Tapi mereka menjadi ashabah karena ada ahli waris yang sederajat dengannya menjadi
ashabah, Mereka adalah:

 Anak perempuan
 Cucu perempuan
 Saudara perempuan seibu-sebapak
 Saudara perempuan sebapak

Bila si mati meninggalkan seorang anak perempuan saja, maka anak perempuan itu
memperoleh setengah harta warisan.Namun bila si mati meninggalkan dua orang anak
perempuan atau lebih, maka mereka memperoleh dua per tiga dari harta warisan.Adapun bila
si mati meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang anak laki-laki, maka mereka
menjadi ashabah. Dengan catatan, anak perempuan memperoleh bagian setengah dari bagian
anak laki-laki.Hal yang sama berlaku bagi cucu perempuan, saudara perempuan seibu-
sebapak, dan saudara perempuan sebapak.

3. Ashabah ma’al ghair

Mereka ini sebenarnya bukan ashabah. Tapi bagian mereka menghabiskan sisa yang
ada. Sehingga mereka ini menjadi mirip ashabah.Jadi mereka ini sebenarnya adalah dzawil
furudh, tapi menjadi seperti ashabah dalam kondisi khusus.

Mereka adalah:

a. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu-sebapak, bersama seorang anak


perempuan atau lebih.

b. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu-sebapak, bersama seorang cucu


perempuan atau lebih.

c. Seorang atau beberapa saudara perempuan sebapak, bersama seorang anak perempuan atau
lebih.

d. Seorang atau beberapa saudara perempuan sebapak, bersama seorang cucu perempuan atau
lebih.
e. Seorang atau beberapa saudara perempuan seibu-sebapak, bersama seorang anak
perempuan dan seorang cucu perempuan.

Bila si mati meninggalkan seorang anak perempuan dan seorang saudara perempuan
seibu-sebapak, maka anak perempuan itu memperoleh separuh harta warisan. Sedangkan
saudara perempuan seibu-sebapak itu juga memperoleh separuh.Baik anak perempuan
maupun saudara perempuan seibu-sebapak itu sebenarnya dzawil furudh semua. Namun
dalam keadaan ini keduanya seperti menjadi ashabah.Hal yang sama berlaku untuk ashabah
ma’al ghair yang lain.
BAB III
PENUTUPAN

KESIMPULAN
a) Pembagian warisan menurut Islam berdasarkan hukum yang ada di dalam Al-Quran,
bagi seorang Muslim tentunya sudah mengetahui bahwa setiap masalah kehidupan
sudah diberikan solusinya di dalam Al-Quran. Begitu pula dengan pembagian warisan
menurur Al-Quran dibagi menjadi 6 yaitu : setengah, seperempat, seperdelapan,
duapertiga, sepertiga, dan seperenam. Selain pembagian ada juga hal yang dapat
mengugurkan hak waris adalah : budak, pembunuhan, dan perbedaan agama.
b) Ashabah adalah pembela, penolong, dan pelindung bagi keluarga.ashabah sendiri
terbagi menjadi 3 macam, yaitu : ashabah bin nafsi, ashabah bil ghair, dan ashabah
ma`al ghair.

Anda mungkin juga menyukai