Anda di halaman 1dari 9

HUKUM MAWARIS

Makalah ini diajukan Guna mengganti UTS Mata Kuliah Perdata I

Di susun oleh: Rizal Panatagama Iskandar NIM: (10340061)


Dosen Pengampu:

Sri Wahyuni

PRODI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA 2011

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Dalam keilmuan Islam ada dua istilah ilmu yang membahas pembagian harta warisan, yaitu ilmu mawaris dan ilmu fara'id. Meskipun objek pembahasan keduanya sama tetapi istilahnya jelas berbeda. Kata mawarits adalah jama' dari mirats. Miras sendiri adalah jamak dari waratsa-yaritsu-miyraatsan. Secara etimoloi kata mirats memiliki arti diantarnaya: yang kekal, yang berpindah dan Al mauruts yang maknanya at-tirkah" harta peninggalan orang yang meninggal dunia. ketiga arti tersebut lebih menekankan kepada objek dari pewarisan yaitu harta peninggalan pewaris. Kata fara`id secara bahasa adalah bentuk jama' dari kata faridhoh. kata ini berasal dari kata fardu yang mempunyai arti cukup banyak. Oleh par aulama kata fara`id diartikan sebagai al-mafrudhoh yang berarti al muqaddarah, bagian yang telah ditentukan. Dalam kontek kewarisan adalah bagain par ahli waris. Apabila dibandingkan kedua istilah diatas dalam pengertian bahasa kata mawaris mengandung pengertian yang lebih luas dan menampung untuk menyebut ilmu yang membahas tata cara pembagian harta peninggalan orang yang meninggal dunia dibandinkan dengan fara`id. Apabila ditelusuri sejarah pemakaian kedua istilah itu di kalangan para ulama, tampaknya pada awalnya lebih banyak digunakan kata fara`id dari pada mawarits. Hal ini dapat dilihat dari fikih-fikih klasik. Adapun pada masa belakangan ini menunjukan kebalikannya. Seacara terminologi ada beberapa rumusan yang dikemukakan oleh para ulama. Syaikh al Khatib As Syarbini: " Ilmu fikih yang berpautan dengan pembagian harta warisan dan pengetahuan tentang perhitungan yang dapat menyampaikan kepada pembagian harta warisan tersebut, dan pengetahuan tentan bagian-bagian yang wajib dari harta warisan bagi semua pihak yang memiliki hak."Wahbah Az Zuhaily: "kaidah-kaidah fikih dan perhitungan yang dengannya dapat diketahui bagian semua ahli waris dari harta peninggalan". Allah Swt. memerintakan agar setiap orang yang beriman mengikuti ketentuanketentuan Allah menyangkut hukum kewarisan sebagaimana yang termaktub dalam kitab suci Al-Qur'an dan menjanjikan siksa neraka bagi orang yang melanggar peraturan ini.1 Dalam Q.S. An-Nisa' ayat 13 dan 14 Allah berfirman: Artinya : Hukum-hukum tersebut adalah ketentuan-ketentuan dari Allah, barang siapa yang ta'at pada (hukum-hukum) Allah dan RasulNya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka (akan) kekal di dalamnya. Dan yang demikian tersebut merupakan kemenangan yang besar. Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan RasulNya, serta melanggar ketentuan (hukum-hukum) Allah dan rasulNya, niscaya Allah akan memasukkannya ke dalam
1

Mahmud Yunus, Hukum Warisan Dalam Islam, (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), hlm. 5.

api neraka, sedangkan mereka akan kekal di dalamnya, dan baginya siksa yang amatmenghinakan. Ayat tersebut merupakan ayat yang mengiringi hukum-hukum Allah menyangkut penentuan para ahli waris, tahapan pembagian warisan serta forsi masing-masing ahli waris, yang menekankan kewajiban melaksanakan pembagian warisan sebagaimana yang ditentukan Allah, yang disertai ancaman bagi yang melanggar ketentuan tersebut. Sebaliknya bagi hamba yang mengikuti ketentuanNya, Allah menjanjikan surga. Rasulullah Saw. bersabda: Artinya : Barangsiapa yang tidak menerapkan hokum waris yang telah diatur Allah SWT, maka ia tidak akan mendapat warisan surga,(muttafak alaih) Dalam tradisi Arab pra Islam, hukum yang diberlakukan menyangkut ahli waris mereka menetapkan bahwa wanita dan anak-anak tidak memperoleh bagian warisan, dengan alasan mereka tidak atau belum dapat berperang guna mempertahankan diri, suku atau kelompoknya2, oleh karena itu yang berhak mewarisi adalah laki-laki yang berfisik kuat dan dapat memanggul senjata untuk mengalahkan musuh dalam setiap peperangan3. Konsekwensinya perempuan, anak-anak dan orang tua renta tidak berhak mewarisi harta peninggalan kerabatnya. Islam datang membawa panji keadilan persamaan kedudukan laki-laki dan perempuan, anak-anak, orang dewasa, orang yang tua renta, suami, isteri saudara laki-laki dan saudara perempuan sesuai tingkatan masing-masing. Dari berbagai ketentuan dalam hukum kewarisan Islam, setidaknya ada lima azas (doktrin) yang disepakati sebagai sesuatu yang dianggap menyifati hukum kewarisan Islam, yaitu bersifat Ijbari, bilateral, individual, keadilan yang berimbang dan akibat kematian. Makalah ini akan membahas tentang "Keadilan Dalam Hukum Waris Islam", menyangkut forsi laki-laki dan perempuan dalam satu tingkatan. B. Rumusan Masalah

1. Penjelasan Hukum Waris? 2. Yang menghalangi dalam pembagian Waris? 3. Bagaimana cara pembagian waris?

Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, (Surabaya: Mutiara Ilmu, tt.), hlm. 15. 3 Ahmad Rofik, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 6.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Hukum Waris Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada yang berhak, seperti keluarga dan masyarakat yang lebih berhak. Hukum Waris Islam adalah suatu hukum yang mengatur pembagian harta peninggalan seseorang yang berdasarkan Al-Qur'an dan Hadis. Sumber utama dalam Hukum Waris Islam adalah Al Quran surat An-Nisa' ayat 11-124

B. Dasar Hukum Dalam Al-Quran di jelaskan dalam surat An-Nisa :180 Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara maruf , (ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertaqwa.(Q.S. An-Nisa:180). Apabila orang yang meninggal mewasiatkan hal yang melanggar hukum waris maka yang melaksanakannya akan berdosa. misalnya : seorang ayah meninggal dan berwasiat agar salah satu anaknya tidak mendapatkan harta warisnya maka yang melaksanakan wasiat ini akan berdosa begitu juga orang yang berwasiat tersebut. Banyak terjadi di kalangan masyarakat kita yang memberikan seluruh harta warisannya kepada anak pungut/anak adopsi sementara dalam islam menghukumi bahwa anak pungut/anak adopsi tidak mendapatkan warisan (karena dia bukan ahli waris) kecuali orang yang meninggal tersebut meninggalkan wasiat tapi anak pungut hanya boleh mendapatkan 1/3 dari harta tersebut, haram hukumnya anak pungut mengambil seluruh harta. Yang menghalangi mendapat warisan : 1. Berbeda agama 2. Pembunuhan, si pembunuh haram hukumnya mendapatkan warisan 3. Jadi budak 4. Tidak jelas kematiannya

Siapa saja yang berhak dapat warisan :


4

Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta; PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 3-4.

- Ahli Waris laki-laki 1. anak laki-laki 2. cucu laki-laki dari anak laki-laki 3. bapak dari yang meninggal 4. kakek dari yang meninggal 5. saudara laki-laki seibu sebapak dari yang meninggal 6. saudara laki-laki sebapak dari yang meninggal 7. saudara laki-laki seibu dari yang meninggal 8. keponakan laki-laki saudara laki-laki sekandung dari yang meninggal 9. keponakan laki-laki saudara laki-laki sebapak dari yang meninggal 10. Paman seibu sebapak dari yang meninggal 11. Paman sebapak dari yang meninggal 12. Sepupu dari yang meninggal seibu sebapak 13. Sepupu dari yang meninggal sebapak 14. Suami 15. Mutia/ Tuan - Ahli Waris Perempuan : 1. Anak perempuan 2. Cucu perempuan dari anak laki-laki yang meninggal 3. Ibu dari yang meninggal 4. nenek dari yang meninggal 5. nenek dari bapak yang meninggal 6. saudara perempuan sekandung dari yang meninggal 7. saudara perempuan seibu 8. mutiqoh

Cara Pembagian warisan sesuai dengan An-Nisa 11,12,176 Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan ; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua , maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibubapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya memperoleh seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya 5. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteriisterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris) . (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun. Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan),jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
5

Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta; PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 5-7

Dan bagi yang tidak melaksankannya Allah mengancam di dalam An-Nisa ayat 13-14 (Hukum-hukum tersebut) itu adalah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.6

Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta; PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995), hlm. 8

KESIMPULAN
1. Kata waris/fara`id secara bahasa adalah bentuk jama' dari kata faridhoh. kata ini berasal dari kata fardu yang mempunyai arti cukup banyak. Oleh par aulama kata fara`id diartikan sebagai almafrudhoh yang berarti al muqaddarah, bagian yang telah ditentukan. Dalam kontek kewarisan adalah bagain par ahli waris 2. Yang menghalingi untuk mendapatkan waris dalam hukum islam yaitu: Berbeda agama, Pembunuhan, si pembunuh haram hukumnya mendapatkan warisan, jadi budak, dan Tidak jelas kematiannya 3. bagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan ; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua , maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibubapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya memperoleh seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Rofik, Fiqh Mawaris, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1998). Ahmad Zahari, Tiga Versi Hukum Kewarisan Islam: Syafi'i, Hazairin dan KHI, (Pontianak: Romeo Grafika, 2003). Idris Djakfar dan Taufik Yahya, Kompilasi Hukum Kewarisan Islam (Jakarta; PT. Dunia Pustaka Jaya, 1995). Muhammad Ali Ash-Shabuni, Ilmu Hukum Waris Menurut Ajaran Islam, (Surabaya: Mutiara Ilmu, tt.).

Anda mungkin juga menyukai