NAMA : M. EQMAL
NPM : 151010614
HILIR
diharapkan atau belum terpolakan secara jelas (Muchith A. Karim, 2010:Xi). Sebagai
menjadi dasar Negara, tetapi Islam setara dengan agama lain dan mendapat tempat
Negara sekuler dan bukan Negara agama, hukum Islam tidaklah mungkin dapat
secara formil/ langsung menjadi sumber otoritatif satu-satunya bagi hukum nasional
Hukum kewarisan adalah salah satu bagian dari hukum perdata secara
keseluruhan dan merupakan bagian kecil dari hukum kewarisan adalah bagian dari
1
hukum kekeluargaan yang memegang peranan sangat penting, bahkan menentukan
dan mencerminkan sistem dan bentuk hukum yang berlaku dalam masyarakat
sehingga hukum kewarisan sangat erat kaitannya dengan ruang lingkup kehidupan
manusia, sebab setiap manusia pasti akan mengalami peristiwa hukum yang di
namakan kematian. Dengan demikian, akan timbul akibat hukum dengan terjadinya
peristiwa hukum kematian seseorang, yakni masalah pengurusan dan kelanjutan hak –
hak dan kewajiban – kewajiban seseorang yang telah meninggal dunia terhadap orang
– orang yang termasuk keluarga yang ditinggalkan. Peristiwa hukum adalah peristiwa
yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. Akibat yang diatur oleh hukum ini,
dalam bidang hukum perdata, terutama berupa terjadi dan lenyapnya hak (Doland
yang di atur oleh hukum kewarisan. Hukum kewarisan memuat peraturan tentang
berbagai hal yang mencakup dengan hak dan kewajiban mengenai kekayan seseorang
pada saat iya meninggal dunia akan beralih pada orang lain yang masih hidup
(Syamsul Bahri Salihima, 2015:2). Hukum Islam menetapkan bahwa peralihan harta
seseorang kepada orang lain dengan menggunakan istilah kewarisan hanya berlaku
Sistem hukum kewarisan Islam adalah system hukum kewarisan yang diatur
dalam Al-Quran, Sunnah atau Hadist dan Ijma serta Ijtihad. Pewarisan menurut
2
seseorang yang telah meninggal dunia, baik berupa hak-hak kebendaan maupun hak-
hak lainnya kepada ahli warisnya yang dinyatakan berhak oleh hukum.
faridhah yang diambil dari kata fardh yang artinya taqdir (Ketentuan), dalam istilah
syarak fardh adalah bagian yang telah ditentukan bagi ahli waris, dan ilmu mengenai
(waris) menurut istilah, yaitu : “Berpindahnya hak kepemilikan dari seseorang yang
meninggal pada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang ditinggalkan itu berupa
harta (uang), atau tanah, atau apa saja yang berupa hak milik secara syar’i.
Pada pasal 171 huruf a Kompilasi Hukum Islam (KHI) disebutkan bahwa,
“Hukum kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hal pemilikan
harta peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa siapa yang berhak menjadi ahli
menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur. Al-Quran menjelaskan
dan memerinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan
tanpa mengabaikan hak seorangpun. Bagian yang harus diterima dijelaskan dengan
3
tegas sesuai kedudukan nasab atau keturunan terhadap pewaris, maka sumber utama
QS.An-nisa’(4): Ayat 11
untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya
lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika
dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang
harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang
meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa
atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh,
QS.An-nisa’(4): Ayat 12
oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya
setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya.
4
Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak
mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu
buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan
anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara
perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu
seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka
mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat)
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan
(kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha
Penyantun”.
QS.An-nisa’(4): Ayat 33
“Dan tiap-tiap dari kalian itu Kami jadikan wali-wali (ahli waris) dari apa-
apa yang ditinggalkan kedua orang tua dan kaum kerabat. Dan orang-orang yang
memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan
5
saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan
tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi
keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika
mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat.
Al-Quran diatas maka dapat pula di temukan dasar atau sumber hukum kewarisan
Islam didalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) dijabarkan pada pasal 176 sampai
dengan 183 Kompilasi Hukum Islam (KHI). Rancangan Kompilasi Hukum Islam
yang terdiri dari tiga buku yaitu buku I tentang Hukum Perkawinan, buku II tentang
Hukum Kewarisan, dan buku III tentang Hukum Perwakafan, selaras dengan
wewenang utama Peradilan Agama, yang telah diterima baik oleh para ulama dan
Tahun 1991 tanggal 10 Juni 1991 telah ditentukan sebagai pedoman bagi instansi
6
Sumber- sumber hukum kewarisan Islam selain dalam Al-Quran juga terdapat
dalam beberapa hadist Rasulullah Saw. beberapa hadist yang diriwayatkan mengenai
kewarisan diantaranya :
Hadist Nabi dari Utsmah bin Zaid menurut riwayat al-Bukhariy, Muslim, Abu
”Dari Usamah bin Zaid (semoga Allah meridhainya) bahwa Nabi SAW
Hadist Nabi Sawdari Abu Hurairahmenurut riwayat Abu Dawud dan Ibnu
Majah.
Hukum kewarisan Islam mendapat perhatian besar, karena soal warisan sering
menimbulkan akibat – akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga yang ditingal
mati pewarisnya. Naluriah manusia yang menyukai harta benda tidak jarang
Kenyataan demikian telah ada dalam sejarah umat manusia, hingga sekarang.
Sebuah perstiwa pada zaman Nabi Muhammad Saw, “Sa’ad ibn al-Rabi’
tewas (di medan peraang sebagai syahid) meninggalkan dua orang anak perempuan
dan seorang istri serta seorang saudara laki-laki. Kemudian saudara laki-lakinya itu
7
mengambil harta (peninggalannya) seluruhnya. Maka datanglah istri (janda) Sa’ad,
dan berkata kepada Rasulullah Saw. : “ Wahai Rasulullah Saw., ini adalah dua anak
perempuan Sa’ad, dan Sa’ad tewas di medan peperangan, pamanya telah mengambil
harta kedua anak seleruhnya”. Maka Rasulullah Saw. Bersabda: “kembalilah kamu,
barangkali Allah akan memberi putusan dalam masalah ini”. Maka setelah itu
kembalilah istri Sa’ad tersebut, dan menangis. Maka turunlah ayat ini(QS An-
bersabda: “Berilah kedua anak Sa’ad dua pertiga (al-tsulutsain), ibunya seperdelapan
Tanzil,Jus 1:141-142)
bagian warisan dalam Islam. Dalam riwayat Ahmad, al-Nisa’I dan Daruquthni
“Pelajarilah o;eh kalian Al-Qur’an dan ajarkanlah kepada orang lain, dan
pelajarilah ilmu fara’id dan ajarkanlah kepada orang lain. Karena aku adalah
manusia yang bakal terenggut (kematian), sedangkan ilmu akan dihilangkan. Hampir
dua orang yang bertengkar tentang pembagian warisan tidak mendapakan seorang
pun yang dapat memberi fatwa kepada mereka.”([Riwayat Ahmad, al-Nasa’I, dan al-
Darruquthni)
pembagian warisan atas harta si mati tidak jarang menjadi pemicu terjadinya
pertengkaran. Karena itulah, Islam mengatur agar misi ajaranya dapat memberi rasa
keadilan dan kesejahteran bagi pemeluknya. Allah mengutus Rasul-Nya adalah untuk
8
menebar rahmat kepada seluruh alam ini (QS Al-Anbiya”[21];107). Sejauh mana
hukum kewarisan Islam dapat dipahami telah dapat mewujudkan rasa keadilan,
menentukan bagian yang diterima perempuan (QS Al-Nisa’ [4]: 11-12). Untuk itu
system sosial dan system hukum yang melingkupi ketika awal Islam diturunkan.
Wacana kesejahteraan, secara sepintas akan dikemukakan pada bagian lain tulisan ini
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aturan yang ditetapkan Allah
pada umumnya mudah dipahami dan dijalankan oleh umat Islam yang berlatar
belakang budaya dan bangsa yang berbeda-beda itu. Maka dalam penerpan,
penyesuian dari aturan kewarisan menurut adat lama kepada ketentutan baru yang
sebagian umat yang hidup dalam lingkungan dan budaya tertentu mengalami
kesulitan dalam melaksanaknnya. Hanya karena ketentuan ini adalah hukum agama
Disamping itu, dasar aturan penyelesaian warisan disebut faraid atau hukum
kewarisan Islam adalah beberapa ayat Al-Qur’an dan sedikit tambahan dari hadist
Sayangnya, hukum kewarisan tersebut terlanjur diasumsikan sebagai suatu yang sulit
9
Bila diperhatikan dengan seksama, akan ditemukan jawaban sementara atas
sebegitu sulitnya beberapa umat dalam lingkungan budaya tertentu menyesuaikan diri
dan menerima fraid sebagai hukum warisan yang mengurus penyelesaian warisan itu,
dan mengapa hukum tersebut menjadi sulit dibaca dan dipahami oleh mayoritas umat.
Diantara kesulitan dalam penerapan dalam lingkungan budaya tertentu itu ialah
meskipun dasar kewarisan Islam adalah firman Allah dan sabda Nabi, namun
Kurangnya pemahaman masyarakat mengenai ilmu faraid saat ini, dan masih
membuat kurang maksimalnya pelaksanaan hukum kewarisan Islam. Oleh sebab itu
B. Rumusan Masalah
10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian :
Indragiri Hilir
2. Manfaat penelitian :
D. Tinjauan Pustaka
hubungan antar per orangan maka antar hukum waris digolongkan kedalam
pembagian hukum waris adalah sistem hukum adat, maka disebut sebagai hukum
11
perdata adat. Apabila yang digunakan adalah sistem hukum islam, maka disebut
hukum perdata islam. Atau apabila yang digunakan adalah sistem perdata umum,
a. Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima
mendapatkan warisan, ahli waris yang demikian itu disebut zawu al-
arham.
yaitu orang yang meninggal dunia, baik itu meninggal secara hakiki
atau karena melalui putusan pengadilan, seperti orang yang hilang (al-
c. Al-irs, artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah
melaksanakan wasiat.
d. Warasah, yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris.
12
utang, dan pelaksanaan wasiat yang dilakukan oleh orang yang
Secara bahasa, kata waratsa asal kata kewarisan digunakan dalam Al-Qur’an.
Dalam Al-Qur’an dan dirinci dalam sunnah Rasulullah SAW hukum kewarisan Islam
ditetapkan. Secara bahasa, kata warasta memiliki beberapa arti; pertama mengganti
(Mardani, 2014:12).
Islam yang penggunaan kata ‘hukum’ diawalnya mengandung arti seperangkat aturan
yang mengikat dan penggunaan kata Islam dibelakang mengandung arti ‘dasar yang
menjadi rujukan’. Dengan demikian dengan segala titik lemahnya, Hukum kewarisan
Islam itu dapat diartikan dengan :”Seperangkat peraturan tertulis berdasarkan wahyu
Allah dan sunnah Nabi tentang hal ihwal peralihan harta atau berujud harta dari yang
telah mati kepada yang masih hidup, yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat
Hukum kewarisan sering dikenal dengan istilah faraid. Bentuk jamak dari kata
tunggal faridlah, artinya ‘ketentuan’. Hal ini karena, bagian-bagian warisan yang
menjadi hak ahli waris telah dibakukan dalam Al-Qur’an. Meskipun dalam
realisasinya, sering tidak tepat secara persis nominalnya, seperti masalah rad Iatau
13
Ayat-ayat Al-Quran yang berkaitan dengan masalah kewarisan, baik secara
langsung maupun tidak langsung di dalam Al-Quran dapat dijumpai dalam beberapa
a. QS.An-Nisa(4) : 7
b. QS.An-Nisa(4): 8
c. QS.An-Nisa(4): 9
d. QS.An-Nisa(4): 10
e. QS.An-Nisa(4): 11
f. QS.An-Nisa(4): 12
g. QS.An-Nisa(4): 13
h. QS.An-Nisa(4): 14
i. QS.An-Nisa(4): 33
j. QS.An-Nisa(4): 176
k. QS.Al-Anfal(8): 75
yang terdekat.”
b. Hadist Nabi dari Jabir menurut riwayat Abu Dawud al-Tarmizi, Ibnu Majah
dan Ahmad
14
“Dari jabir bin Abdullah berkata : janda sa’ad dating kepada Rasul
Allah SWT. Bersama dua orang anak perempuany. Lalu iya berkata : “Ya
Rasull Allah, ini dua orang anak perempuan Sa’ad yang telah gugur secara
Keduanya tidak dapat kawan tanpa harta.” Nabi berkata: “Allah akan
untuk dua orang anak Sa’ad, seperdelapan untuk istri Sa’ad dan selebihnya
ambil untukmu.””
c. Hadist Nabi dari ‘Umran bin Husein menurut riwayat Ahmad, Abu Dawud
dan al-Tarmizi
sambil berkata: “bahwa anak dari anak laki-laki saya meninggal dunia, apa
yang saya dapat dari harta warisannya.” Nabi berkata: ”Kamu mendapat
sperenam.””
d. Hadist Nabi dari Usamah bin Zaid menurut riwayat al-Bukhariy, Muslim,
e. Hadist Nabi dari Ibnu ’Amir al-Husaini menurut riwayat Abu Dawud, al-
15
“Dari ‘Amir bin Muslim dari Thawus, dari’Aisyah yang berkata:
bersabda Rasul Allah: “ Saudara laki-laki inu menjadi ahli waris bagi yang
berbagai asaas yang dalam beberapa hal berlaku pula dalam hukum kewarisan yang
bersumber dari akal manusia. Disamping itu hukum kewarisan Islam dalam hal
tertentu mempunyai corak tersendiri, berbeda dengan hukum kewarisan yang lain.
Berbagai asas hukum ini memperlihatkan bentuk karakteristik dari hukum kewarisan
Islam itu. Adapun asas-asas hukum kewarisan Islam yang dapat disalurkan dari Al-
a. Asas Ijbari
Asas ijbari yang terdapat dalam hukum kewarisan Islam mengandung arti
bahwa pemindahan harta dari seorang yang meninggal dunia kepada ahli
kewarisan Islam itu terlihat, terutama dari kewajiban ahli waris untuk
dengan bagian yang telah ditentukan oleh Allah yang termuat dalam Al-
Qur’an yang berada di luar kehendak manusia itu sendiri (Amir Syarifudin,
2008:16-17).
16
b. Asas Bilateral
harta itu dikalangan ahli waris. Asas bilateral dalam kewarisan mengandung
arti baha harta warisan beralih kepada atau melalui dua arah. Hal ini berarti
bahwa setiap orang menerima hak kewarisan dari kedua belah pihak gris
Syarifudin, 2008:20).
c. Asas Individual
dengan ahli waris yang lain. Keseluruhan harta warisan dinyatakan dalam
kepada setiap ahli waris yang berhak menurut kadar bagian masing-masing
antara hak dan kewajiban dan keseimbangan antara yang diperoleh dengan
gender tidak menentukan hak kewarisan dalam Islam Artinya sebagai mana
pria, wanita pun berhak mendapatkan hak yang sama kuat untuk mendapatkan
17
warisan dengan catatan hak yang sama dalam mendapatkan warisan bukan
mempunyai harta meninggal dunia. Asas ini berarti bahwa harta seseorang
tidak dapat beralih kepada orang lain dengan nama waris selama yang
mempunyai harta masih hidup. Juga berarti bahwa segala bentuk peralihan
harta seseorang yang masih hidup baik secara langsung, maupun terlaksana
setelah dia mati, tidak termasuk ke dalam istilah kewarisan menurut hukum
menjelaskan ahli waris ialah orang yang pada saat meninggal dunia
beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.
18
Dari pasal KHI di atas, secara garis besar dilihat dari jenis kelamin ahli
waris, golongan ahli waris ada tiga macam (Beni Ahmad Saebani dan Samsul
Falah,2011:217) :
a. Anak laki-laki
c. Ayah
d. Kakek
e. Saudara laki-laki
h. Suami
a. Anak perempuan
c. Ibu
d. Nenek perempuan
e. Saudara perempuan
f. Istri
19
3. Waris dalam keadaan bercampur (laki-laki dan perempuan) ada kalanya
tidak bercampur. Waris yang tidak bercampur, dari laki-laki ada dua
jalan, yaitu jalan yang panjang dan jalan yang pendek. Dari jalan yang
panjang ahli waris laki-laki ada 15 yaitu:
a. Anak laki-laki
c. Ayah
d. Kakek
E. Konsep Operasional
a. Pelaksanaan adalah proses, atau cara, atau perbauatan melaksanakan
rancangan, keputusan, dalam hal ini pelaksanaan hukum kewarisan Islam
(Dep Diknas, 2008:774).
20
b. Hukum Kewarisan Islam adalah seperangkat aturan yang bersumber dari Al-
Qur’an dan Hadist mengenai perlihan harta milik orang yang telah meninggal
(pewaris) kepada orang yang masih hidup (ahli waris)
c. Masyarakat Banjar adalah sekumpulan orang yang bertempat tinggal atau
mendiami suatu wilayah tertentu yang bersuku bangsa Banjar
d. Kecamatan Tembilahan adalah salah satu kecamatan yang terdapat di
Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, yang mana Tembilahan merupakan
ibu kota dari Kabupaten Indragiri Hilir.(Wikipedia;2003;
https://id.wikipedia.org/wiki/Tembilahan,_Indragiri_Hilir;diakses pada 9
Februari 2019).
e. Kabupaten Indragiri Hilir adalah salah satu kabupaten yang terdapat di
Provinsi.Riau.(Wikipedia;2003;https://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Indra
giri_Hilir;diakses pada 9 Februari 2019).
F. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data yang akurat dan relevan agar sesuai dengan yang
diharapkan, maka dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan metode
penelitian sebagai berikut:
penelitian ilmiah ini. Yang mana penelitian ini dilihat dari sifatnya, sifat
21
serta menunjukan keadaan yang sebenarnya terhadap suatu objek.
Soekanto 2008:10).
2. Lokasi Penelitian
kewarisan Islam yang tidak sesuai dengan syariat islam atau ketentuan
Populasi merupakan jumlah keseluruhan dari objek yang akan diteliti yang
22
Sedangkan sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi
sendiri karakteristik orang yang akan dijadikan kuisioner. Hal ini dilakukan
b. Kepla Keluarga
c. Lurah/Kepala Desa.
Tabel 1.1
Jumlah 721 27 - -
Data Primer atau data utama penulis peroleh dari Responden. Berdasarkan
sampel yaitu responden Pemuka agama islam seorang ustad, ulama, yang
memahami ilmu faraid, dan kepala keluarga yang pernah menjadi Ahli waris
23
selanjutnya Lurah/Kepala desa yang menjadi saksi atas pelaksanaan hukum
kewarisan Islam.
Muhammad SAW. data sekunder juga penulis peroleh dari skripsi, jurnal dan
lain-lain.
6. Analisis Data
7. Penarikan Kesimpulan
bersifat umum, yang mengarah kepada hal-hal yang bersifat khusus yang
24
kewarisan Islam pada masyarakat Banjar Kecamatan Tembilahan Kabupaten
Indragiri Hilir.
G. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
B. Masalah pokok
D. Tinjauan pustaka
E. Konsep operasional
F. Metode penelitian
masyarakat Tembilahan
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Ali, Mohammad Daud. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Islam di Indonesia.
Jakarta. PT RajaGrafindo Persada
Dep Diknas. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, PT Gramedia Pustaka
Utama, cetakan 1, edisi IV, 2008.
Harun, Badriyah. 2009. Panduan Praktis Pembagian Waris. Yogyakarta : Penerbit
Pustaka Yustisia
Rafiq, Ahmad. 2002. Fiqh Mawaris Cet. Keempat .Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Rumoko, Doland Albert. 2016. Pengantar Ilmu Huku. Jakarta:PT Rajawali Pers.
26
Saebani, Beni Ahmad dan Falah, Samsul. 2011. Hukum Perdata Islam di Indonesia.
Bandung : Pustaka Setia
Internet
27