Anda di halaman 1dari 96

HUKUM WARIS ISLAM

Oleh :

Abdul Ghofur Anshori


MATERI PEMBELAJARAN
I. Pendahuluan
II. Sumber-sumber Hukum Kewarisan Islam
III. Eksistensi & Adabtabilitas Hukum Kewarisan
Islam
IV. Unsur-unsur Kewarisan Islam
V. Pembagian Warisan
VI. Wasiat, Hibah dan waqaf
VII. Contoh Soal Pembagian Waris
I. PENDAHULUAN

1. Pengertian
Hukum Kewarisan Islam adalah hukum
yang mengatur tentang pemindahan hak
pemilikan harta peninggalan pewaris,
menentukan siapa-siapa yang berhak
menjadi ahli waris dan berapa bagiannya
masing-masing.
2. Kewenangan Pengadilan Agama (PA) dalam Perkara
Kewarisan.
PA bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :
perkawinan, kewarisan, wasiat dan hibah serta perkara
wakaf dan shadaqah yang dilakukan berdasarkan
hukum Islam; ( ps 49 : 1 UU No. 7/1989)
Perkembangannya UU PA telah diubah dg UU No. 3
Tahun 2006, dg menambah kewenangan PA di bidang
Ekonomi Syariah. Terakhir diubah kembali dengan UU
No. 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
II. SUMBER HUKUM
KEWARISAN ISLAM
1. AL QURAN :
 Qs An Nisaa : 1, 7, 8, 11, 12, 33, 176
 Qs Al Baqarah : 180, 233, 240
 Qs Al Anfal : 75
 Qs Al Ahzab : 4, 5, 6
 Qs Ath Thalaaq : 7
Qs An Nisaa ayat 7

“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta


peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi
orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit
atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.”
Qs An Nisaa ayat 11

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian


pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia
memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang
ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak;……….
……….jika orang yang meninggal tidak mempunyai
anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka
ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal
itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia
buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang
lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini
adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”
Qs An Nisaa ayat 12

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang


ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak
mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat
atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika
kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak,
maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat
atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu…………
………..Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara
seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam
yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan
yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari
Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
Qs An Nisaa ayat 33

“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang


ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami jadikan
pewaris-pewarisnya. Dan (jika ada) orang-orang yang
kamu telah bersumpah setia dengan mereka, maka berilah
kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah
menyaksikan segala sesuatu.”
2. As Sunnah
Sunnah yang berhubungan dengan kewarisan antara lain :
 Hadits Nabi dari Ibnu Abbas, riwayat Bukhari dan Muslim :
Nabi SAW bersabda : “Berikanlah bagian-bagian tertentu kepada
orang-orang yang berhak, sesudah itu sisanya untuk orang laki-
laki yang lebih utama”.

 Hadits Nabi dari Jabir, riwayat Abu Daud, At Tarmidzi, Ibnu


Majah dan Ahmad : “Berikan dua pertiga untuk dua anak Sa’ad,
seperdelapan untuk jandanya dan yang sisanya adalah untukmu
(paman)”.
 Hadits Nabi dari Sa’ad ibn Waqas, riwayat Bukhari dan
Muslim tentang batas maksimal pelaksanaan wasiat.
Jawab Rosul : “sepertiga, sepertiga adalah banyak atau besar,
sungguh kamu jika meninggalkan ahli warismu dalam keadaan
yang cukup adalah lebih baik daripada meninggalkan mereka
dalam keadaan miskin yang meminta-minta kepada orang
banyak”
3. Ijtihad
Salah satu metode Ijtihad adalah Ijma’ (kesepakatan
semua mujtahid dalam usaha menggali dan
merumuskan hukum)
KHI dapat dikatakan sebagai Ijma’ / kesepakatan para
alim ulama Indonesia (dalam lokakarya Alim Ulama
Indonesia pada tgl 5 Januari 1988)

Lihat Juga  Buku II Pedoman Pelaksana Tugas dan


Administrasi Peradilan Agama melalui Keputusan Ketua
MA RI No : KMA/032/SK/IV/2006 yang menjelaskan hukum
terapan kewarisan islam adalah KHI.
III. Eksistensi dan
Adaptabilitas Hukum
Kewarisan Islam di
Indonesia
 Hukum Islam dianggap sebagai hukum
yang bersifat transendental dan karenanya
dianggap abadi, Bagaimana hukum Islam
menghadapi tantangan perubahan sosial
atau budaya dalam masyarakat?
Ada dua pandangan:

1. Kelompok yang berpendapat hukum Islam tidak bisa


beradaptasi dengan perubahan sosial. Pandangan ini
beralasan karena dilihat dari sisi konsep sifat dan
metodologinya hukum Islam adalah hukum yang abadi.
Pendapat ini dikemukakan oleh sebagian besar
orientalis C. Snouck Hurgronje, Von vollenhoven,
Vanderplas, Ter Haar dan kebanyakan tradisionalis
Islam.
2. Kelompok yang berpendapat bahwa hukum Islam dapat
beradaptasi dengan perubahan sosial. Kelompok ini
beralasan karena dalam hukum Islam mengenal prinsip
maslahah (human good), fleksibilitas hukum dan ijtihad.
Pandangan ini terutama dikemukakan oleh kaum
reformis muslim, mulai dari gerakan revivalisme
pramodernis pada abad ke-18 dan ke-19 di Arabia,
sampai pada gerakan modernisme dan neomodernisme
yang dimotori Fazlur Rahman, Munawir Sadzali,
Masdar, dan Z. Subkhan.
Snouck Hurgronje:

 Hukum Islam itu tidak bisa beradaptasi dengan


perkembangan masyarakat. Hukum Islam yang sudah
ada dalam kenyataan sudah diresepsi oleh tradisi lokal
masyarakat dan mengalami perubahan. Hukum Islam
yang sudah diresepsi oleh masyarakat tersebut bukan
lagi hukum Islam tetapi menjadi hukum adat. Oleh
karena itu hukum Islam tidak ada dalam kenyataan
yang ada adalah hukum adat.
Fazlur Rahman:

 Hukum Islam bisa beradaptasi dengan perubahan sosial


yang terjadi dalam masyarakat. Sebab Islam selalu
menuntut pemeluknya untuk berijtihad. Dengan melalui
perumusan kembali garis-garis kebijaksanaan (hukum
Islam) sesuai dengan kebutuhan kontemporer
berdasarkan petunjuk sosial dan moral Islam, maka
umat Islam akan mampu menjadi lokomotif peradaban
zaman.
IJTIHAD SEBAGAI BENTUK METODOLOGIS DAN INSTRUMEN
ADAPTABILISASI HUKUM KEWARISAN ISLAM

Hukum Islam, khususnya hukum kewarisan selain


didasarkan pada Al Qur’an dan Sunnah Rasul,
juga pada ijtihad, yaitu suatu usaha
mempergunakan segala kemampuan berfikir guna
mengeluarkan hukum syara’ dari dalil Al Qur’an
dan Sunnah Rasul.
Dengan ijtihad memungkinkan umat Islam
mampu memformulasi hukum baru yang
relevan dengan kebutuhan masyarakat yang
mengalami perubahan sosial, sehingga
hukum kewarisan Islam yang bersifat
universal akan dapat diteruskan tanpa
mengenal batas teritorial dan lingkungan
sosial.
Dengan ijtihad ini pula, hukum kewarisan
Islam akan memiliki fleksibilitas dan daya
adaptasi dengan baik pada perubahan
sosial yang sedang terjadi dalam
masyarakat (Mas’ud, 1984-1985: 4).
Fungsi Ijtihad
 Sebagai penafsir dan penjelas terhadap
nash zhany baik dalam Al Qur’an maupun
Sunnah Rasul.
 Sebagai sumber yang membentuk hukum
sendiri jika tidak ada nash dalam Al Qur’an
dan Sunnah Rasul (Mukhtar Yahya, 1989:
374).
1. Ijtihad Terhadap Nash Zhanny

 Ijtihad dalam persoalan yang bersifat zhanny (pengertian ganda)


akal masih diberi kebebasan yang terbatas dalam menetapkan
hukum di bidang kewarisan yang hakiki dan dikehendaki syari’at.
Penafsiran sifatnya terbatas pada usaha memilih hukum yang paling
relevan dengan kandungan nash (Abdul Wahhab Khallaf, 1984: 4)
 Contohkan dengan batas minimal banyaknya perempuan yang
mendapat proporsi 2/3 atau 1/2 jika tidak bersamaan dengan anak
laki-laki. Menurut penafsiran Ibnu Abbas terhadap kalimat “Fawqa
isnatayni” dalam QS An-nisa’ (4): 11 berarti dua orang lebih anak
perempuan, sehingga kalau ada 2 orang lebih anak perempuan
masih mendapat proporsi sebagaimana disebutkan di atas (1/2).
Sedangkan menurut Jumhur Ahlus Sunnah mengartikan dengan 2
anak perempuan. Sehingga 1 anak perempuan saja sudah
mendapat proporsi 1/2 dan 2 orang sudah berhak mendapat 2/3.
2. Ijtihad Terhadap Nash Qath’i

 Untuk menghadapi persoalan yang hukumnya secara


jelas terdapat dalam nash qath’i, maka tidak ada
keterbukaan bagi manusia untuk berijtihad, khususnya
dalam bidang kewarisan. Karena itu pula, tidak berlaku
penafsiran atas dasar pertimbangan sosiologis atau
perubahan sosial budaya yang sedang berkembang.
Misalnya mengenai bagian-bagian harta warisan yang
harus diterima ahli waris (Abdul Wahhab Khallaf, 1984 :
4).
3. Ijtihad Dalam Persoalan yang Tidak Ada
Dalam Nash
 Pada ijtihad jenis ini, umat Islam diberi keleluasaan. Tapi
sudah barang tentu harus dibimbing oleh ruh syar’iat,
yaitu mengembalikan pada dasar dan petunjuk yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah Rasul. Ijtihad ini
dalam bidang kewarisan lebih leluasa untuk dapat
disesuaikan kondisi masyarakat sebagai akibat adanya
perubahan sosial.
 Contoh misalnya, tentang bagian warisan banci, warisan
zina, warisan anak angkat, warisan orang mati bersama,
warisan orang yang hilang, biaya penyelenggaraan
jenazah dan hal-hal yang sekiranya akan timbul dalam
masyarakat semakin kompleks dengan permasalahan.
Metode Ijtihad

 Ijma’
 Deduksi analogis (qiyas)
 Adat istiadat
 Maslahah
 Darurat.
Ijma’
Adalah interaksi pendapat (ijtihad) yang secara terus
menerus sehingga dicapai suatu kesepakatan di kalangan
mujtahid.
Contoh: Pelaksanaan wasiat sebelum orang meninggal
dunia, di mana sejak zaman Rasulullah sampai
saat ini Umat Islam banyak menjalankan wasiat,
tanpa adanya keingkaran seseorang mengenai
hal itu menunjukkan adanya keingkaran
seseorang mengenai hal itu menunjukkan adanya
ijma’ (Faturrahman, 1981: 51).
Qiyas
Adalah suatu usaha yang ditempuh oleh mujtahi untuk
menemukan kepastian hukumnya dalam kedua sumber
legislasi tersebut. Dengan demikian, ada empat komponen
qiyas yaitu: pokok yang menjadi pangkal merupakan
hukum pokok atau ketentuan yang terdapat pada pokok,
dan ‘illat hukum atau yang menjadi alasan adanya
ketentuan hukum pada yang pokok (Ahmad Azhar Basyir,
1983: 17 - 18).

Contoh: Orang yang membunuh pemberi wasiat


menyebabkan tidak mendapatkan harga yang
diwasiatkan. Hal ini diqiyaskan kepada orang
yang membunuh pewaris.
Maslahah
 Adalah usaha menetapkan hukum dalam suatu
persoalan yang berdasarkan pada kemaslahatan umum.

 Penggunaan maslahah sebagai metodologi hukum


dalam muamalah diakui valid oleh Imam Ahmad bin
Hanbal dan Imam Malik Ath Thufi (Abdul Wahab Khallaf,
1984: 154 - 160), dengan mendasarkan kepada Sabda
Rasulullah yang artinya, “tidak boleh membahayakan diri
sendiri dan orang lain” (HR, Ibnu Majah dan Daruquthni,
Hadi & Hasan)
Kualifikasi yang harus dipenuhi maslahah yaitu :

 Penetapannya dilakukan setelah diadakan penelitian


tentang suatu persoalan sehingga dapat diketahui
benar tidaknya sesuatu dan mengandung manfaat
atau mudlarat dengan cara membandingkan di
antara keduanya.
 Bersifat umum bukan individual, yaitu jika
diterapkan hukum dalam suatu persoalan itu akan
bermanfaat bagi seluruh atau sebagian besar umat
manusia atau masyarakat.
 Tidak bertentangan dengan nash (Hasbi Ash-
Siddieqy, 1963 : 154).
Darurat
Merupakan bentuk metode yang digunakan untuk
menetapkan hukum berdasar pertimbangan kemanfaatan
dan kemaslahatan. Metode ini hampir tidak berbeda
dengan maslahah bahkan keduanya merupakan dua sisi
dari sekeping uang logam. Perbedaannya hanya terletak
pada adanya unsur keterpaksaan yang lebih menonjol pada
metode darurat, sehingga jika dalam keadaan darurat
seseorang dapat menerapkan hukum yang berbeda dengan
nash.
Adat istiadat
Ada empat prinsip, yaitu :
 Hukum Islam melegalisir hukum adat untuk berlaku seterusnya. Hal
ini jika adat itu tidak bertentangan dengan hukum Islam. Dalam hal
ini berlaku teori bahwa, hukum adat dapat berlaku jika telah
diresepsi oleh hukum Islam, bukan sebaliknya hukum Islam baru
berlaku jika diresepsi hukum adat.
 Hukum Islam menerima hukum adat pada hal yang prinsip,
kendatipun dalam pelaksanaannya berbeda dan karenanya harus
disesuaikan. Teknik ini berlaku jika hukum adat tidak bertentangan
dari segi prinsipnya dengan prinsip hukum kewarisan Islam.
 Hukum Islam lebih diutamakan dibandingkan dengan hukum adat
jika terjadi perbedaan prinsip antara hukum Islam dengan hukum
adat itu. Misalnya asas kolektif pada masyarakat Minangkabau dan
asas kolektif pewarisan semasa calon pewaris masih hidup di
masyarakat Jawa yang berbeda dengan asas pewarisan karena
kematian.
 Islam menolak terhadap hukum adat lama karena adat itu tidak
sesuai dengan hukum Islam, terutama jika memperhatikan terhadap
kemaslahatan dan kemudlaratan yang ditimbulkan oleh hukum adat
itu.
KESIMPULAN
 Bahwa hukum kewarisan Islam memiliki daya adaptasi relatif
cukup tinggi dalam kaitannya dengan perkembangan sosial dalam
masyarakat.
 Penyebab adanya adaptabilitas yang relatif cukup tinggi itu
dikarenakan pada sistem hukum kewarisan Islam di samping
telah ada ketentuan-ketentuan nash qath’i, juga karena jumlah
nash qath’i itu sendiri hanya sedikit dan hanya mengatur hal-hal
yang pokok.
 Di samping itu dikarenakan adanya prinsip ijtihad dalam Islam
dengan semua bentuk metodologisnya, telah memberikan
keleluasaan bagi umat untuk memformulasi sistem hukum
kewarisan menurut waktu dan tempat tertentu. Hanya saja dalam
kerangka ijtihad dengan menggunakan metodologi tertentu harus
tetap memperhatikan nash qath’i dan perkembangan sosial yang
terjadi dalam masyarakat. Tidak boleh salah satu dari keduanya
harus dikorbankan, khususnya nash-nash qath’i dari ajaran dan
tujuan hukum Islam secara umum.
 Dalam konteks perkembangan sosial, maka bentuk metodologi
yang dapat menjadi pertimbangan dalam penetapan hukum
kewarisan ialah maslahah, dan adat kebiasaan yang telah
mengikat anggota masyarakat, di samping menggunakan qiyas.
IV. UNSUR-UNSUR
HUKUM KEWARISAN ISLAM

1. Pewaris.
2. Ahli Waris.
3. Harta Warisan.
1. Pewaris
yaitu orang yang pada saat meninggalnya
atau yang dinyatakan meninggal
berdasarkan putusan Pengadilan Agama
beragama Islam, meninggalkan ahli waris
dan harta peninggalan. (Pasal 171 huruf b)
2. Ahli Waris
Yaitu orang yang pada saat meninggal
dunianya pewaris mempunyai hubungan
darah atau hubungan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam, dan tidak
terhalang oleh hukum menjadi ahli waris.
(Pasal 171 huruf c)
 Ahli waris dipandang beragama Islam
apabila diketahui dari Kartu Identitas atau
pengakuan atau amalan atau kesaksian,
sedangkan bagi bayi yang baru lahir atau
anak yang belum dewasa, beragama
menurut ayahnya atau lingkungannya.
(Pasal 172)
 Seorang terhalang menjadi ahli waris apabila
dengan putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, dihukum karena :

1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba


membunuh atau menganiaya berat pada pewaris;
2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan
pengaduan bahwa pewaris telah melakukan suatu
kejahatan yang diancam dengan hukuman 5 tahun
penjara atau hukuman yang lebih berat.

(Pasal 173)
Kewajiban Ahli Waris terhadap Pewaris

(Pasal 175 ayat (1))

1. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazahnya


selesai;
2. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan,
perawatan, termasuk kewajiban pewaris maupun menagih
hutang;
3. Menyelesaikan wasiat pewaris;
4. Membagi harta warisan diantara ahli waris yang berhak.

Catatan : Tanggungjawab ahli waris terhadap hutang atau


kewajiban pewaris hanya terbatas pada jumlah atau
nilai harta peninggalannya. (Pasal 175 ayat (2))
Kelompok-kelompok Ahli Waris
(Pasal 174)
Menurut hubungan darah
 Laki-laki : ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman,
kakek.
 Perempuan : ibu, anak perempuan, saudara perempuan,
nenek.

Menurut hubungan perkawinan


 Duda, atau

 Janda
Menurut bagiannya, ahli waris
dibedakan :
1. Ahli waris dzawil furudl, yakni ahli
waris yang menerima bagian yang telah
ditentukan besar kecilnya secara pasti.
2. Ahli waris ashabah, yakni ahli waris
yang bagiannya tidak ditentukan.
3. Harta Warisan

Harta warisan adalah harta bawaan ditambah


bagian dari harta bersama setelah digunakan
untuk keperluan pewaris selama sakit sampai
meninggalnya, biaya pengurusan jenasah,
pembayaran hutang dan pemberian untuk kerabat.
(Pasal 171 huruf e)

Harta peninggalan adalah harta yang


ditinggalkan oleh pewaris baik yang berupa harta
benda yang menjadi miliknya maupun hak-haknya.
(Pasal 171 huruf d)
IV. Pembagian Warisan
Dalam perhitungan harta warisan terdapat :
(Pasal 192 dan 193)
1. Asal masalah (am), yaitu angka persekutuan terkecil diantara
penyebut pecahan bagian ahli waris.
2. Aul, yaitu jumlah bagian ahli waris lebih besar drpd asal
masalahnya, maka (am) dinaikkan sesuai jumlah bagian ahli waris.
3. Radd, kebalikan dengan aul, penyelesaian = aul, asal masalah
sesuai dengan jumlah bagian ahli waris.
4. Koreksi asal masalah (kam), yaitu adanya pecahan saat
pembagian bagian ahli waris khususnya pembagian per kepala,
maka jalan keluarnya dengan (kam), yaitu dikalikan jumlah kepala.
Besarnya Bagian Masing-Masing
Ahli Waris Pasal
Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak
mendapat warisan hanya : Anak, Ayah, Ibu, Janda atau
Duda. (Pasal 174 ayat (2))

Ahli Waris Dzawil Furudl


1. Anak Perempuan  Pasal 176
½ bagian bila hanya seorang
2/3 bagian bila dua orang atau lebih
2:1 (ashabah) bila bersama dengan anak laki-
laki
2. Ayah  Pasal 177
1/3 bagian bila tidak ada anak
1/6 bagian bila ada anak
(ashabah) bila seorang diri

3. Ibu  Pasal 178


1/3 bagian bila tidak ada anak atau 2 org saudara atau
lebih
1/6 bagian bila ada anak atau 2 orang saudara atau
lebih
1/3 bagian dari sisa sesudah diambil bagian janda atau
duda bila bersama dengan ayah (tidak ada anak
atau 2 saudara atau lebih)
4. Duda  Pasal 179
½ bagian bila tidak ada anak
¼ bagian bila ada anak

5. Janda  Pasal 180


¼ bagian bila tidak ada anak
1/8 bagian bila ada anak
Ahli Waris Ashabah
1. Anak Laki-laki beserta keturunannya (cucu- sebagai
ahli waris pengganti);
2. Ayah apabila seorang diri;
3. Saudara Laki-laki beserta keturunannya (kemenakan –
sebagai ahli waris pengganti);
4. Kakek dari Ayah;
5. Paman dari ayah sekandung dan seayah.

Catatan : Ashabah yang lebih kuat menutup ashabah yang


lebih lemah.
Bagian Ahli Waris (2)
6. Saudara Perempuan
½ bila hanya seorang
2/3 bila dua orang atau lebih
2 : 1 bila bersama dengan saudara laki-laki

7. Saudara aki-laki
2:1 (ashabah) bila bersama saudara perempuan

Sesuai dengan yurisprudensi MARI menyamakan saudara


seibu dengan saudara kandung atau saudara seayah.
Catatan :
 Saudara Sekandung dan Seayah mempunyai
kedudukan yang sejajar. Oleh karenanya,
Saudara Laki-laki Seayah (SLA) dapat menarik
Saudara Perempuan Kandung (SPK) menjadi
ashabah dan demikian pula sebaliknya.
 Apabila dalam suatu kasus, Saudara Laki-laki
Kandung (SLK) mewaris bersama-sama dengan
Saudara Laki-laki Seibu (SLI), dan hasilnya
diketahui bahwa bagian SLI > SLK, maka
penyelesaiannya, bagian keduanya
digabungkan dan kemudian dibagi rata.
Bagian Ahli Waris (3)
8. Kakek dari ayah
1/6 bagian, bila tidak ada ayah

9. Nenek dari ayah


1/6 bagian, bila tidak ada ayah
ditarik sebagai ashabah apabila bersama kakek dari
ayah
10. Kakek dari Ibu
1/6 bagian, bila tidak ada ayah dan Ibu

11. Nenek dari Ibu


1/6 bagian, bila tidak ada Ibu

12. Paman dari ayah seibu


1/6 bagian, apabila tidak ada janda atau duda, anak,
ayah, ibu, saudara, kakek, nenek

13. Bibi dari ayah


1/6 bagian, bila tidak ada AW yang lain
menjadi ashabah bila bersama paman dari ayah
sekandung dan seayah
14. Paman dari ayah sekandung dan seayah
menjadi asabah, tertutup oleh anak laki-
laki, ayah, kakek dari ayah, saudara laki-
laki kandung dan seayah.
AHLI WARIS PENGGANTI
(Pasal 185)
(1) Ahli Waris yang meninggal lebih dahulu dari si
pewaris maka kedudukannya dapat diganti oleh
anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam
Pasal 173.
(2) Bagian ahli waris pengganti tidak boleh
melebihi dari bagian ahli waris yang sederajat
dengan yang diganti.
WASIAT
1. Pengertian
Adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada
orang lain atau lembaga yang akan berlaku setelah
pewaris meninggal dunia. (Pasal 171 huruf f)

2. Dasar Hukum
a. Al Quran Surat 2 : 180
“Bagian Ahli Waris terhadap harta warisan setelah
dikurangi hutang mayit dan melaksanakan wasiatnya”
b. Sunnah
* HR Ad Daraquthni dari Muadz bin Jabal
* HR Al Jama’ah dari Sa’ad ibn Abi Waqqash
c. KHI
Pasal 194 sampai dengan Pasal 209
Ketentuan Wasiat yang Berkaitan dengan
Tugas Notaris
Pasal 195

(1)Wasiat dilakukan secara lisan di hadapan dua orang


saksi, atau tertulis di hadapan dua orang saksi, atau di
hadapan notaris.
(2)Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya
sepertiga dari harta warisan kecuali apabila semua ahli
waris menyetujuinya.
(3)Wasiat kepada ahli waris hanya berlaku bila disetujui oleh
semua ahli waris.
(4)Pernyataan persetujuan pada ayat (2) dan (3) pasal ini
dibuat secara lisan di hadapan dua orang saksi atau
tertulis di hadapan dua orang saksi atau di hadapan
notaris.
Pasal 197

(1)Wasiat menjadi batal apabila calon penerima wasiat berdasarkan


putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap tetap
dihukum karena :
a.dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau
menganiaya berat pada pewasiat.
b.dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan
bahwa pewaris melakukan kejahatan yang diancam dengan
hukuman 5 tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.
c.dipersalahkan dengan kekerasan atau ancaman mencegah pewasiat
untuk membuat atau mencabut atau merubah wasiat untuk
kepentingan calon penerima wasiat.
d.dipersalahkan telah menggelapkan atau merusak atau memalsukan
surat wasiat dari pewasiat.
(2) Wasiat menjadi batal apabila orang yang ditunjuk untuk
menerima wasiat itu :
a.tidak mengetahui adanya wasiat itu sampai ia
meninggal duia sebelum meninggalnya pewasiat.
b.mengetahui adanya wasiat tersebut, tapi ia menolak
untuk menerimanya.
c.mengetahui adanya wasiat itu, tetapi tidak pernah
menyatakan menerima atau menolak sampai ia
meninggal sebelum meninggalnya pewasiat.

(3) Wasiat yang berupa hasil dari suatu benda ataupun


pemamfataan suatu benda harus diberikan jangka waktu
tertentu.
Pasal 199

(1)Pewasiat dapat mencabut wasiatnya selama calon


penerima wasiat belum menyatakan persetujuannya atau
sudah menyatakan persetujuannya tetapi kemudian
menarik kembali.
(2)Pencabutan wasiat dapat dilakukan secara lisan dengan
disaksikan oleh dua orang saksi atau tertulis dengan
disaksikan oleh dua orang saksi atau berdasarkan akte
notaris bila wasiat terdahulu dibuat secara lisan.
(3)Bila wasiat dibuat secara tertulis maka hanya dapat
dicabut dengan cara tertulis dengan disaksikan oleh dua
orang saksi atau berdasarkan akte notaris.
(4)Bila wasiat dibuat berdasarkan akte notaris, maka hanya
dapat dicabut berdasarkan akte notaris.
Pasal 203

(1)Apabila surat wasiat dalam keadaan tertutup, maka


penyimpanannya di tempat notaris yang membuatnya
atau di tempat lain, termasuk surat-surat yang ada
hubungannya.
(2)Bilamana suatu surat wasiat dicabut sesuai dengan pasal
199 maka surat wasiat yang telah dicabut itu diserahkan
kembali kepada pewasiat.
Pasal 204

(1)Jika pewasiat meninggal dunia, maka surat wasiat yang


tertutup dan disimpan pada Notaris, dibuka olehnya di
hadapan ahli waris, disaksikan dua orang saksi dan
dengan membuat berita acara pembukaan surat wasiat
itu.
(2)Jika surat wasiat yang tertutup disimpan bukan kepada
Notaris maka penyimpan harus menyerahkan kepada
Notaris setelmpat atau Kantor Urusan Agama setempat
dan selanjutnya Notaris atau Koantor Urusan Agama
tersebut membuka sebagaimana ditentukan dalam ayat
(1) pasal ini.
(3)Setelah semua isi serta maksud surat wasiat itu diketahui
maka oleh Notaris atau Kantor Urusan Agama diserahkan
kepada penerima wasiat guna penyelesaian selanjutnya.
Pasal 208

Wasiat tidak berlaku bagi Notaris dan saksi-


saksi pembuat akte tersebut.
3. Unsur-unsur Wasiat Dan Syarat Masing-masing
a. Orang yang Berwasiat ( Mushi)
(1) Baligh, 21 tahun;
(2) Berakal sehat;
(3) Atas kehendak sendiri secara bebas/tidak ada paksaan.
Mushi tidak harus beragama Islam

b. Orang atau lembaga yang dituju dalam wasiat (Mushalahu)


(1) Harus dapat diketahui dengan jelas;
(2) Telah wujud ketika wasiat dinyatakan;
(3) Bukan tujuan kemaksiatan.

c. Mushabihi
(1) Hak dari pewasiat;
(2) Dapat berlaku sebagai harta warisan atau dapat menjadi
obyek perjanjian.
4. Sighat Wasiat
 Bisa lisan atau tulisan, dihadapan 2 orang saksi atau dihadapan
notaris;
 Bisa pula dengan isyarat;

 Sebanyak-banyaknya 1/3 dari harta warisan kecuali semua ahli


waris setuju.
Wasiat untuk Ahli Waris
 Wasiat kepada ahli waris berlaku apabila disetujui oleh
semua ahli waris. (Pasal 195 ayat (3))
 Wasiat hanya diperbolehkan sebanyak-banyaknya 1/3
dari harta warisan kecuali apabila semua ahli waris
menyetujui. (Pasal 195 ayat (2))
Pernyataan persetujuan ahli waris dibuat secara lisan
atau tertulis dengan 2 orang saksi atau dihadapan
notaris. (Pasal 195 ayat (4))
 Apabila wasiat melebihi 1/3 dari harta warisan
sedangkan ada ahli waris yang tidak setuju maka wasiat
hanya dilaksanakan sampai 1/3 harta warisan (Pasal
201)
Wasiat Tidak Berlaku Bagi :
 Orang yang melakukan pelayanan
perawatan bagi seseorang
 Orang yang memberi tuntunan kerohanian
sewaktu sakit sampai meninggalnya
kecuali ditentukan dengan jelas dan tegas
untuk membalas jasa
 Notaris dan saksi-saksi pembuat akta
(Pasal 207 dan Pasal 208)
WASIAT WAJIBAH
Pasal 209
(1) Harta peninggalan anak angkat dibagi berdasarkan
pasal-pasal 176 sampai dengan 193 tersebut diatas,
sedngkan terhadap orang tua angkat yang tidak
menerima wasiat diberi wasiat wajibah sebanyak-
banyaknya 1/3 dari warisan anak angkatnya.
(2) Terhadap anak angkat yang tidak menerima wasiat
diberi wasiat wajibah sebanyak-banyaknya 1/3 dari
harta warisan orang tua angkatnya.
Perkembangan
Wasiat Wajibah
Sebelumnya :
1. Ketentuan ahli waris yang berbeda agama tidak dihitung sebagai
AW (Pasal 171 huruf c);
2. Anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak tercatat dan anak
tiri tidak dihitung sebagai AW

Perkembanganya :
1. Putusan MA RI No. 51.K/AG/1999 tanggal 29 September 1999 
MA memutusakan AW yang tidak beragama islam (dalam
kapasitasnya sebagai AW pengganti) berhak mendapatkan harta
pewaris berdasarkan wasiat wajibah;
2. Rapat Kerja Nasional Mahkamah Agung RI bulan Oktober 2012 
Menyatakan Anak yang dilahirkan dari perkawinan yang tidak
tercatat dan anak tiri dapat dihitung sebagai AW
HIBAH
 Pengertian
“Pemberian suatu benda secara sukarela dan
tanpa imbalan dari seseorang kepada orang lain
yang masih hidup untuk dimiliki” (Pasal 171
huruf g)

 Unsur-unsur
1. Penghibah : - baligh, 21 tahun;
- berakal sehat;
- tidak ada paksaan.
2. Penerima Hibah
“Orang atau lembaga dihadapan 2 orang saksi”

3. Benda yang dihibahkan


a. maximal 1/3 dari harta warisan
b. harus merupakan hak dari penghibah
Beberapa Catatan Terkait Hibah
• Hibah Orang Tua kepada anaknya dapat diperhitungkan
sebagai warisan (Pasal 211)
• Hibah tidak dapat ditarik kembali kecuali hibah orang tua
kepada anaknya (Pasal 212)
• Hibah yang diberikan pada saat pemberi hibah dalam
keadaan sakit yang dekat dengan kematian, maka harus
mendapat persetujuan dari ahli waris (Pasal 213)
CONTOH SOAL PEMBAGIAN WARIS
SOAL 1
Seorang suami meninggal dunia dengan
meninggalkan ahli waris: janda, 1 orang anak laki-
laki, ayah, dan ibu. Pewaris mempunyai harta
peninggalan sebesar Rp.75.000.000,-. Biaya
pengurusan jenazah Rp.1.000.000,-. Biaya
perawatan selama pewaris sakit sebesar
Rp.14.000.000,-. Hitunglah bagian masing-masing
ahli waris !
Diket. AW = Janda, 1 AL, Ayah, Jawab.
dan Ibu HW = HP – (Biaya jenazah + RS)
HP = Rp.75.000.000,- = Rp.75.000.000,- – (Rp.1.000.000,- +
Biaya jenazah = Rp.1.000.000,- Rp.14.000.000,-)
Biaya RS = Rp.14.000.000,- = Rp.75.000.000,- – Rp.15.000.000,-
= Rp.60.000.000,-
Ditanyakan = Bagian masing-
masing AW?

AW am=24
Janda 1/8 3-----3/24 x Rp.60.000.000,- = Rp. 7.500.000,-
Ayah 1/6 4---- 4/24 x Rp.60.000.000,- = Rp.10.000.000,-
Ibu 1/6 4---- 4/24 x Rp.60.000.000,- = Rp. 10.000.000,-
1 AL ash 13----13/24 x Rp.60.000.000,- = Rp. 32.500.000,-
24
SOAL 2
Diketahui ahli waris yang ada adalah janda, 2 anak
perempuan, ayah, dan ibu. Pewaris mempunyai
hutang berjumlah Rp.1.000.000,-. Biaya
pengurusan jenazah Rp.1.000.000,- dan biaya
perawatan selama sakit Rp.4.000.000,-. Hitunglah
bagian masing-masing ahli waris apabila pewaris
meninggalkan harta bawaan berupa tabungan
sebesar Rp. 10.000.000,- dan jumlah harta
bersama adalah Rp. 100.000.000,- !
Diket. AW = Janda, 2 AP, Ayah, Jawab.
dan Ibu HW = HBw + ½ HBr –
HBw = Rp.10.000.000,- (jenazah +RS + Hutang)
HBr = Rp.100.000.000,- = Rp.10.000.000,- + Rp.50.000.000,- –
Biaya jenazah = Rp.1.000.000,- (Rp.1.000.000 + Rp.4.000.000 +
Biaya RS = Rp.4.000.000,- Rp.1.000.000)
Hutang = Rp.1.000.000,- = Rp.60.000.000 – Rp.6.000.000
= Rp.54.000.000,-
Ditanyakan. = Bagian masing -
masing AW ?

AW am=24 aul= 27
Janda 1/8 3-----3/27 x Rp.54.000.000,- = Rp. 6.000.000,-
Ayah 1/6 4---- 4/27 x Rp.54.000.000,- = Rp. 8.000.000,-
Ibu 1/6 4---- 4/27 x Rp.54.000.000,- = Rp. 8.000.000,-
2 AP 2/3 16----16/27 x Rp.54. 000.000,- =Rp.32.000.000,-
27(aul)
1 AP = 1/2XrP. 32.000.000,-= Rp. 16.000.000,-
SOAL 3
Diketahui Ahli Waris adalah Duda, Ayah, Ibu, 1
Anak Perempuan dan 2 Anak Laki-Laki. Harta
peninggalan berjumlah Rp.100.000.000,-. Hutang
Rp.28.000.000,- dan wasiat untuk anak angkat
sebesar Rp.24.000.000,-. Hitunglah berapa bagian
masing-masing Ahli Waris !
Diket. AW = Duda, Ayah, Ibu, 1AP +2 AL Jawab.
HP = Rp.100.000,- HW = HP – Hutang – (wasiat)
Hutang = Rp.28.000.000,- = Rp.100.000.000,- -
Wasiat = Rp.24.000.000,- Rp.28.000.000,- – Rp.24.000.000,-
= Rp.72.000.000,- –
Ditanyakan = Bagian masing-masing Rp.24.000.000,- (max 1/3)
AW? = Rp.48.000.000,-

AW AM =12
Duda ¼ 3------ 3/12 x Rp.48.000.000,- = Rp. 12.000.000,-
Ayah 1/6 2---- - 2/12 x Rp.48.000.000,- = Rp 8.000.000,-
Ibu 1/6 2--- - 2/12 x Rp.48.000.000,- = Rp 8.000.000,-
1AP >Ash 5----- 5/12 x Rp.48.000.000,- = Rp. 20.000.000,-
2 AL
2AL + 1AP= Rp. 20.000.000,-
4AP + 1AP= Rp. 20.000.000,-
Jadi, bagian 1 anak perempuan [AP] =Rp. 4.000.000,-,
Bag 1 AL = 2 AP= 2x Rp. 4.000.000,-= Rp. 8.000.000, -
SOAL 4
Diketahui Ahli Waris yang ada adalah Duda, Ayah,
dan Ibu. Harta Peninggalan Pewaris berjumlah
Rp.40.000.000,-. Hutang Rp.3.500.000,- dan biaya
pengurusan jenazah Rp.500.000,- ribu rupiah.
Pewaris juga meninggalkan wasiat untuk anak
angkatnya sebesar Rp.15.000.000,-. Hitunglah
bagian masing-masing Ahli Waris !
Diket. AW = Duda, Ayah, Jawab.
Ibu HW = HP – (Hutang +Jenazah) – wasiat
HP = Rp.40.000.000,- = Rp.40.000.000,- – (Rp.3.500.000,- +
Hutang = Rp.3.500.000,- Rp.500.000,-) - wasiat
Biaya jenazah = Rp.36.000.000,- – wasiat max. 1/3x36
=Rp.500.000,- = Rp.36.000.000,- – Rp.12.000.000,-
Wasiat = Rp.15.000.000,- (Rp.15.000.000,- tdk boleh krn > dr 1/3 )
= Rp.24.000.000,-
Ditanyakan = Bagian
masing-masing AW?

AW am = 6
Duda 1/2 3-----3/6 x Rp.24.000.000,- =Rp.12.000.000,-
Ayah 1/3 2---- 2/6 x Rp.24.000.000,- = Rp.8.000.000,-
Ibu 1/3(6-3) 1---- 1/6 x Rp.24.000.000,- = Rp.4.000.000,-
6
Soal 5
Diketahui Ahli Waris yang ada adalah Ayah, Ibu, 1
Anak Perempuan dan 1 Saudara Perempuan
Seibu. Harta peninggalan berjumlah
Rp.60.000.000,-. Hutang Rp.20.000.000,- Biaya
Rumah Sakit Rp.3.500.000,- dan biaya
pengurusan jenazah sebesar Rp.500.000,-
Pewaris meninggalkan wasiat untuk anak
angkatnya sebesar Rp.15.000.000,- Hitunglah
bagian para Ahli Waris !
Diket. AW = Ayah, Ibu, 1AP + Jawab.
1 SPI HW = HP– (Hutang+jenz.+RS) - wasiat
HP =Rp.60.000.000,- =Rp.60.000.000,- – (Rp.20.000.000+
Hutang = Rp.20.000.000,- Rp.500.000 + Rp.3.500.000) - wasiat
Biaya Jenazah = Rp.500.000,- = Rp.36.000.000 – Rp.12.000.000 (max.
Biaya RS = Rp.3.500.000,- 1/3x36)
Wasiat Rp.15.000.000,- = Rp.24.000.000,-

Ditanyakan = Bagian masing-


masing AW?
AW am=6 Rad=5
Ayah 1/6 1---- 1/5 x Rp.24.000.000,- = Rp. 4.800.000,-
Ibu 1/6 1---- 1/5 x Rp.24.000.000,- = Rp 4.800.000,-
1AP 1/2 3---- 3/5 x Rp.24.000.000,- = Rp 14.400.000,-
1 SPI x ----
5 [rad]
Soal 6
Seorang Istri meninggal dunia dengan
meninggalkan Ahli Waris : Duda, Ibu, 1 Saudara
Perempuan Seayah (SPA), dan 1 Saudara Laki-laki
Kandung (SLK). Harta Peninggalan berjumlah
Rp.100.000.000,- Hutang yang harus dibayar
Rp.20.000.000,- Biaya Rumah Sakit Rp.7.000.000,-
dan biaya pengurusan jenazah Rp.1.000.000,-
Hitunglah bagian para Ahli Waris!
Diket. AW = Duda, Ibu, 1 SPA + 1 SLK Jawab.
HP =Rp.100.000.000,- HW = HP– (Hutang + jenz.+ RS)
Hutang = Rp.20.000.000,- = Rp.100.000.000 – (Rp.20.000.000
Biaya Jenazah = Rp.500.000,- + Rp.1.000.000 + Rp.7.000.000)
Biaya RS =Rp.7.000.000,- = Rp.100.000.000 – Rp.28.000.000
= Rp.72.000.000,-
Ditanyakan = Bagian masing-masing
AW?
AW am=6
Duda 1/2 3---- 3 = 3/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.36.000.000,-
Ibu 1/6 1---- 1 = 1/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.12.000.000,-
1SPA > ASH 2---- 2 = 2/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.24.000.000,-
1 SLK
6

1 SPA + 1 SLK = Rp.24.000.000,-


1 SPA + 2 SPA = Rp.24.000.000,- , 3 SPA = Rp.24.000.000,- maka
1 SPA mendapat Rp.8.000.000,-, 1 SLK mendapat Rp.16.000.000,-
Soal 7
Seorang Istri meninggal dunia dengan
meninggalkan Ahli Waris : Duda, Ibu, 2 Saudara
Laki-laki Seibu (SLI), 1 Saudara Laki-laki Kandung.
Harta warisan berjumlah Rp.72.000.000,-
Hitunglah bagian para Ahli Waris !
Diket. AW = Duda, Ibu, 2 SLI + 1 SLK
HW = Rp.72.000.000,-

Ditanyakan = Bagian masing-masing


AW?

AW am=6
Duda 1/2 3-----3 /6 x Rp.72.000.000,- = Rp.36.000.000,-
Ibu 1/6 1---- 1/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.12.000.000,-
2 SLI 1/3 2---- 2/6 x Rp.72.000.000,- = Rp.24.000.000,-
1 SLK ash -
6
Tampak bagian 2 SLI > 1 SLK, maka Rp.24.000.000,- kemudian
dibagi 3, sehingga masing-masing saudara laki-laki mendapat
Rp.8.000.000,- (1 SLI = 1 SLK = Rp.8.000.000,-)
Soal 8
Seorang Istri meninggal dunia dengan
meninggalkan AW : Duda, 1 Anak Perempuan,
1Anak Laki-Laki, Ibu, 1 Saudara Perempuan
Kandung, dan 1 Saudara Laki-laki Kandung. Harta
Bawaan berjumlah Rp.20.000.000,- Harta bersama
berjumlah Rp.100.000.000,- Hutang sebesar
Rp.9.000.000,- dan biaya pengurusan jenazah
Rp.1.000.000,- Hitunglah bagian para Ahli Waris !
Diket. AW = Duda, 1 AP, 1 AL, Ibu, Jawab.
1 SLK, 1 SPK HW = HB + ½ HBers – (jenz.+Hutang)
HB = Rp.20.000.000,- = Rp.20.000.000 + Rp.50.000.000 –
HBers = Rp.100.000.000,- (Rp.1.000.000 + Rp.9.000.000)
Biaya Jenazah = Rp.1.000.000,- = Rp.70.000.000 – Rp.10.000.000
Hutang = Rp.9.000.000,- = Rp.60.000.000,-

Ditanyakan = Bagian masing-


masing AW!

AW am=12 kam 12x3=36


Duda 1/4 3---- 3x3= 9/36 x Rp.60.000.000,- = Rp.15.000.000,-
Ibu 1/6 2---- 2x3= 6/36 x Rp.60.000.000,- = Rp.10.000.000,-
1AL Ash 7----7x3= 21/36 x Rp.60.000.000,-= Rp.35.000.000,-
1AP
1 SLK X
1 SPK X __
12

1 AP = Rp.11.670.000,- 1 AL = Rp.23.330.000,-
Soal 9
Seorang Istri meninggal duia dengan
meninggalkan ahli waris Duda, Kakek dari ayah,
Ayah, satu cucu perempuan dari Anak Laki-Laki
yang telah meninggal dunia sebelum Pewaris, satu
cucu laki-laki dari AP yang meninggal dunia sblm
pewaris, dan seorang Anak Perempuan. Harta
peninggalan berjumlah Rp.30.000.000,-dan hutang
sebesar Rp.6.000.000,- Hitunglah berapa bagian
masing-masing ahli waris yang berhak!
Diket. AW = Duda, Kakek dari ayah, Jawab.
Ayah, 1 CP dr AL, 1 CL HW = HP – Hutang
dr AP, 1 API = Rp.30.000.000 – Rp.6.000.000
HP = Rp.30.000.000,- = Rp.24.000.000,-
Hutang = Rp.6.000.000,-
Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!
AW am=12
Duda 1/4 3---- 3/12 x Rp.24.000.000 = Rp.6.000.000,-
Ayah 1/6 2---- 2/12 x Rp.24.000.000 = Rp.4.000.000,-
1CP dr AL
1CL dr AP Ash 7---- 7/12 x Rp.24.000.000 = Rp.14.000.000,-
1 AP
Kakek dr ayah X
12
1 CP (AL)+ 1CL(AP) + 1AP = Rp. 14.000.000,- maka
1 CP mendapat Rp. 7.000.000,-, 1 CL mendapat Rp. 3.500.000,- dan 1 AP
mendapat Rp. 3.500.000,-
1 CP > 1 AP, maka bagiannya dibg rata; Rp. 10.500.000,- : 2 = Rp. 5.250.000,-.
Jadi masing-masing, CP dan AP mendapat Rp.5.250.000,-
Soal 10
Seorang Suami meninggal dunia dengan
meninggalkan para AW : Ayah, Janda, 1 Cucu
Perempuan dan 1 Cucu Laki-laki dari Anak Laki-
laki yang telah meninggal dunia sebelum Pewaris,
1 Anak Perempuan, dan 1 Saudara Perempuan
Seibu. Harta peninggalan berjumlah
Rp.100.000.000,- Biaya RS dan pengurusan
jenazah sebesar Rp.4.000.000,- Hitunglah bagian
masing-masing AW !
Diket. AW = Janda, Ayah, 1 AP, 1 CL Jawab.
+ 1 CP dr AL, 1 SPI HW = HP – (RS + biaya jenz.)
HP = Rp.100.000.000,- = Rp.100.000.000 – Rp.4.000.000
Biaya RS + jenz. = Rp.4.000.000,- = Rp.96.000.000,-
Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!
AW am=24 kam 24x2=48
Janda 1/8 3---- 3x2=6---6/48 x Rp.96.000.000,- = Rp.12.000.000,-
Ayah 1/6 4---- 4x2=8---8/48 x Rp.96.000.000,- = Rp.16.000.000,-
2 AP
1CL+1CP (AL) 17----17x2=34--34/48 x Rp.96.000.000,- = Rp.68.000.000,-
1 SPI X
24
2 AP + 1 CL + 1 CP(AL) = 68 juta, 1AL + 1 CL +1 CP(AL) = Rp. 68.000.000,-,
maka 2 AP mendpt Rp. 34.000.000,-, masing-masing Rp. 17.000.000,-
1 CL + 1 CP = Rp. 34.000.000,-, 1 CL = 2/3 x Ro. 34 juta = Rp. 22,67 juta, 1
CP=1/3xRp. 34jt=Rp. 11,33 juta krn 1 CL > AP, maka 1CL + 2 AP = (22,67 + 34)
juta :3 = 18,888 juta
Soal 11
Seorang Istri meninggal dunia dengan meninggalkan ahli
waris Duda, Ibu, satu Kemenakan Laki-laki dan satu
kemenakan perempuan dari saudara laki-laki seayah yang
meninggal sebelum pewaris, satu kemenakan perempuan
dari saudara perempuan kandung yang meninggal dunia
sebelum pewaris, dan 1 saudara perempuan seayah.
Hitunglah berapa bagian masing-masing ahli waris apabila
harta peninggalan berjumlah Rp.50.000.000,- dan hutang
serta biaya pengurusan jenazah berjumlah Rp.2.000.000,-!
Diket. AW = Duda, Ibu, 1 KL+1Kp Jawab.
dr SLA, 1KP dr SPK dan 1 SPA HP HW = HP – (Hutang + biaya jenz.)
= Rp.50.000.000,- = Rp.50.000.000 – Rp.2.000.000
Hutang + jenz. = Rp.2.000.000,- = Rp.48.000.000,-
Ditanyakan = Bagian masing-masing
AW
AW am=6 kam 6x2=12
Duda 1/2 3---- 3x2=6---6/12 x Rp.48.000.000 = Rp.24.000.000,-
Ibu 1/6 1---- 1x2=2---2/12 x Rp.48.000.000 = Rp.8.000.000,-
1KL+1Kp (SLA)
1KP (SPK) Ash 2---- 2x2=4---4/12 x Rp.48.000.000 = Rp.16.000.000,-
1 SPA ___
6
1KL+1Kp (SLA) + 1Kp (SPK) + 1 SPA = Rp. 16.000.000,-
maka 1KL + 1 Kp mendpt : ½ x Rp. 16.000.000,- = Rp. 8.000.000,-
1 KL : 2/3 x 8 jt = 5,33 jt sedangkan 1 Kp : 1/3 x Rp. 8.000.000,- = Rp. 2,67
juta
1 Kp (SPK) dan 1 SPA, masing-masing Rp. 4.000.000,-
karena KL > SPA, maka dikoreksi : Rp. 5,33 juta + Rp. 4 juta = Rp. 4,63 juta
2
Soal 12
Diketahui ahli waris yang ada adalah janda, ayah, ibu, 1
cucu perempuan dari anak laki-laki yang telah meninggal
sebelum pewaris, 1 cucu laki-laki dari anak perempuan
yang meninggal dunia sebelum pewaris, 1 anak
perempuan, kakek dari ayah, dan satu saudara laki-laki
kandung. Harta bawaan berjumlah Rp.10.000.000,- harta
bersama berjumlah Rp.80.000.000,- biaya rumah sakit dan
perawatan jenazah Rp.2.000.000,- Hitung bagian masing-
masing ahli waris yang berhak!
Diket. AW = Janda, Ayah, Ibu, 1 CP Jawab.
dr AL, 1 CL dr AP, 1AP, Kakek dr HW = HB +1/2HBers – (RS + biaya
ayah, 1 SLK jenz )
HB = Rp.10.000.000,- = Rp.10.000.000 + Rp.40.000.000
Hbers = Rp.80.000.000,- – Rp.2.000.000
Biaya RS + jenz. = Rp.2.000.000,- = Rp.48.000.000,-
Ditanyakan. Bagian masing-masing
AW!
AW am=24 kam 24x2=48
Janda 1/8 3---- 3x2=6---6/48 x Rp.48.000.000 =Rp. 6.000.000,-
Ayah 1/6 4---- 4x2=8---8/48 x Rp.48.000.000 = Rp. 8.000.000,-
Ibu 1/6 4---- 4x2=8---8/48 x Rp.48.000.000 = Rp.8.000.000,-
1 CP (AL)
1 CL(AP) Ash 13---13x2=26—26/48 x Rp.48.000.000 = Rp.26.000.000,-
1 AP
Kakek dr ayah X
1 SLK X ___
24
1CP (AL) + 1 CL (AP) +1 AP = Rp. 26.000.000,-, maka 1 CP (AL) mendapat ½ x Rp.
26.000.000,-= Rp. 13.000.000,-
1 CL (AP) + 1 AP = Rp. 13.000.000,- maka masing-masing mendapat Rp. 6.500.000,-
1 CP > 1 AP maka bagiannya dikoreksi CP + AP = Rp. 13 juta + Rp. 6,5 juta = Rp. 9,75 Juta
2 2

Anda mungkin juga menyukai