Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PENGARUH POLIGAMI TERHADAP KEHARMONISAN RUMAH


TANGGA TINJAUAN PENDIDIKAN ISLAM
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memenuhi Ujian Akhir Semester Mata Ujian Figh
Dosen Pengajar: Dra Hj. Sri Haningsih, M. Ag

Disusun Oleh:
Huzaimah Aspuri Hamsa (16422138)
Kelas: C
No.Urut: 21

PROGRAM SARJANA PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
penulis panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah Fiqh.
Penulis selaku penyusun makalah mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra
Hj.Sri Haningsih selaku dosen Fiqh program studi Pendidikan Agama Islam
Universitas Islam Indonesia yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam
pembuatan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis menyadari masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis tidak menutup diri dari para pembaca akan saran dan kritik
yang sifatnya membangun demi perbaikan dan peningkatan kualitas penyusunan
makalah di masa yang akan datang.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah Pengaruh Poligami Terhada
Keharmonisan Rumah Tangga Tinjauan Pendidikan Islam untuk masyarakat dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Yogyakarta, Juli 2018

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................. 1
BAB II TEORI………………………………………………………………………..2
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................ 4
BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 7
REFRENSI.............................................................................................................................8

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam adalah agama yang mensyariatkan pernikahan bagi umatnya. Menikah dalam
Islam merupakan ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang
bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawadah warohmah dalam menjalani
kehidupan rumah tangga yang diridhoi oleh Allah SWT selaras dengan firman-Nya dalam
QS. Ar-Rum ayat 21
‫َو ِم ۡن َءا َٰيَتِ ِ ٓۦه أَ ۡن َخلَقَ لَ ُكم ِم ۡن أَنفُ ِس ُك ۡم أ َ ۡز َٰ َوجا ِلت َۡس ُكنُ ٓواْ إِلَ ۡي َها َو َجعَ َل َب ۡي َن ُكم َّم َودَّة‬
ًۚ
ٖ َ‫َو َر ۡح َمة إِ َّن فِي َٰذ َلِكَ ََل ٓ َٰي‬
َ‫ت ِلقَ ۡو ٖم يَتَ َف َّك ُرون‬
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-
isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan
dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum [30]: 21)
Kebolehan menikah dengan wanita lain dalam syariat Islam disebut pelogami. Poligami
dalam masyarakat muslim Indonesia tak pernah berhenti diperdebatkan, sehingga membuat
keresahan dan kekhawatiran kaum perempuan akan dampaknya bagi keharmonisan rumah
tangga yang selama ini telah mereka bina.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh poligami terhadap keharmonisan rumah tangga?

1
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan dalam arti luas adalah “suatu ikatan antara laki-laki dan perempuan, untuk
hidup bersama dalam suatu rumah tangga dan keturunan yang dilangsukan menurut
ketentuan-ketentuan syariat Islam”1
pernikahan mempunyai berbagai fungsi dalam kehidupan masyarakat manusia, antara
lain, memberi perlindungan kepada anak-anak hasil pernikahan itu, memenuhi kebutuhan
manusia akan seorang teman hidup, memenuhi kebutuhan akan harta, dan memelihara
hubungan baik dengan kelompok kelompok kerabat tertentu.
Bentuk-bentuk pernikahan dibagi menjadi 2(dua) diantaranya monogami yaitu
pernikahan antara seseorang laki-laki dengan seseorangperempuan, poligami yaitu
pernikahan antara seorang lelaki yang mempunyai beberapa istri.
B. Pengertian Poligami
“Poligami berasal dari bahasa Yunani, poly atau polus yang berarti banyak dan kata
gamein atau gamos yang berarti kawin atau perkawinan.”2 Dalam bahasa Arab, poligami
diistilahkan dengan ta’addud al-zaujat.3
“poligami secara istilah berarti ikatan perkawinan dimana salah satu pihak memiliki
atau mengawini beberapa lawan jenisnya dalam waktu yang bersamaan. Walaupun dalam
pengertian di atas terdapat kalimat “salah satu pihak”, akan tetapi karena istilah perempuan
yang memiliki banyak suami dikenal dengan poliandri, maka yang dimaksud poligami
disini adalah ikatan perkawinan, dimana seorang suami punya beberapa istri dalam waktu
bersamaan.”4 Ayat al-qur’an yang menjadi dasar diperbolehkannya poligami surat An-Nisa
ayat 3

‫ع‬ َ ‫اء َمثْنَى َوث ُ ََل‬


َ ‫ث َو ُربَا‬ ِ ‫س‬َ ِ‫اب لَ ُك ْم ِمنَ الن‬
َ ‫ط‬َ ‫طوا فِي ْاليَت َا َمى فَا ْن ِك ُحوا َما‬ ُ ‫َوإِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أ َ ََّّل ت ُ ْق ِس‬
‫َت أَ ْي َمانُ ُك ْم‬
ْ ‫احدَة أَ ْو َما َملَك‬
ِ ‫فَإ ِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أََّل تَ ْع ِدلُوا فَ َو‬
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yang yatim (bilamana kamu mengawini- nya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu

1
Sri Haningsih dan Moh.Mizan Habibi, Fiqh Mu’amalat Munakahat Mawaris, (Yogyakarta: UII Press,
2017), h,58.
2
Depdiknas, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hove, 2006), h,789.
3
Ahmad Warson Al-Munawir, Kamus al-Munawir Arab- Indonesia, (Jakarta: Pustaka Progresif, 1985),
h. 970.
4
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Islam, h. 1185.

2
senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.” (QS. An-Nisa [4]: 3)

Menurut al-Maragi dalam kitab Tafsir al-Maragi, kebolehan poligami yang disebutkan
dalam Surat al-Nisâ ayat 3 (tiga) merupakan kebolehan yang dipersulit dan diperketat.
Menurutnya, poligami diperbolehkan hanya dalam keadaan darurat yang hanya diperbolehkan
bagi orang-orang yang benar-benar membutuhkan dengan syarat dapat dipercaya menegakan
keadilan dan aman dari perbuatan yang melewati batas. Untuk itu merupakan suatu kewajiban
bagi para hakim dan pemberi fatwa yang telah mengetahui, bahwa menolak kerusakan harus
lebih diprioritaskan dari pada menarik kemaslahatan.

“Islam tidak mensyari`atkan adanya poligami. Dan poligami bukan datang pertama kali
dibawa oleh Islam. Jauh sebelum Islam, poligami telah dipraktikkan bangsa-bangsa di seluruh
belahan bumi. Poligami dipraktikkan bangsa Yunani, Cina, India, Babilonia, Assyiria, Mesir,
dan tempat lain. Bahkan umat Yahudi dan Kristen pada sejarah awal memperkenankan dan
mempraktikkan poligami. Nabi-nabi yang disebutkan dalam kitab Taurat semuanya
berpoligami. Nabi Sulaiman as. sendiri diriwayatkan dalam kitab mereka beristeri 700 orang
dari perempuan merdeka dan 300 orang perempuan budak”5

Berdasarkan teori yang berpandukan diatas, penulis menyimpulkan bahwa Islam tidak
mewajibkan/memerintahkan serta tidak menganjurkan berpoligami, melainkan Islam hanya
memperbolehkan dengan syarat adil. Jika seorang laki-laki tidak mampu bersikap adil, maka
Islam hanya menganjurkan satu pasangan saja, karena itu dapat merugikan salah satu pihak.
Islam memberi hak kepada laki-laki untuk berpoligami hanya dengan syarat atau kondisi
tertentu.

5
Faqihuddin Abdul Kodir, Memilih Monogami, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005) h. 64

3
BAB III
PEMBAHASAN

A. Poligami dan Keharmonisan Rumah Tangga

Keharmonisan rumah tangga adalah idaman semua keluarga. Keharmonisan berarti


adanya keserasian, kesepadanan, kerukunan antara suami dan Istri dalam rumah tangga.
“Untuk menjaga keharmonisan di dalam perkawinan poligami maka suami dituntut untuk
mampu secara ekonomi dan harus berlaku adil terhadap semua istrinya bila keadilan tidak
terjadi besar kemungkinan keluarga poligami tersebut akan pecah dan dalam pertikaian
bahkan konflik yang intens.”6

Poligami memang disebutkan dalam literal ayat Al-Qur’an, namun tidak semua yang
disebutkan di dalam Al-Qur’an bisa langsung disimpulkan sebagai anjuran dan tuntunan.
Akan tetapi, yang berkembang di masyarakat muslim terutama pada saat ini adalah yang
sebaliknya. Poligami menjadi Mode tersendiri dalam perkembangan pemikiran keagamaan
umat Islam. Dewasa ini tidak sedikit dari mereka yang menyatakan bahwa Poligami adalah
ibadah, tuntunan Alquran, ladang berkah, memudahkan orang masuk surga, dan
menganggapnya sebagai keutamaan dibanding dengan Perkawinan monogami. Mereka
menganggap orang-orang berperilaku poligami sebagai orang yang berpekerti baik, mulia,
kuat, dan banyak pahala.

‫َت أَ ْي َمانُ ُك ْم‬


ْ ‫احدَة أَ ْو َما َملَك‬
ِ ‫فَإ ِ ْن ِخ ْفت ُ ْم أََّل تَ ْع ِدلُوا فَ َو‬
“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang
saja” (QS. An-Nisa [4]: 3)
7
“Struktur bahasa ayat ke 3 surat an-nisa lebih menekankan pada pentingnya keadilan
dalam relasi perkawinan Oleh karena itu perkawinan monogami bisa lebih baik untuk
menghindari kehadiran ketidakadilan jika dibandingkan dengan perkawinan poligami”

“Allah SWT membolehkan berpoligami sampai 4 (empat) orang istri dengan syarat
berlaku adil kepada mereka, yaitu adil dalam melayani istri, giliran dan segala hal yang
bersifat lahiriyah, jika tidak bisa berlaku adil maka cukup satu istri saja (monogami).”8

6
Elfi Sahara, Upaya Membangun Keluarga Harmonis, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2013), hlm,25
7
Faqihuddin Abdul Kodir, Memilih Monogami, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005) h. 96
8
Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008), hlm.130.

4
Dalam hukum Islam poligami dibenarkan dengan syarat dapat berlaku adil di antara
istri-istri dalam rangka melindungi wanita sebagai kaum ibu dan Untuk menghindarkan
perzinahan bukan semata-mata untuk kepentingan lelaki melainkan juga untuk kepentingan
kaum perempuan dan masyarakat.

“Perhatian penuh Islam terhadap poligami sebagaimana dalam surat An-Nisa’ ayat: 3
tidak samata-mata tanpa syarat. Islam menetapkan poligami dibolehkan dengan syarat
yaitu, keadilan dan hak untuk hidup bahagia. Adapun pembatasan jumlah menjadi syarat
karena jika tidak dibatasi, maka keadilan akan sulit ditegakkan. Pembatasan ini juga
memberikan toleransi yang tinggi baik kepada laki-laki maupun perempuan. Laki-laki
dengan segala kelebihannya dapat saja beristri lebih dari empat, tetapi Islam memberikan
jalan tengah dengan beristri maksimal empat saja. Bagi perempuan dengan adanya
pembatasan tersebut dapat membuat lebih terjaganya kehidupan dan kebahagiaan,
dibandingkan dengan tanpa ada pembatasan jumlah”9

Sistem pernikahan yang lebih disenangi manusia di dunia ialah pernikahan seorang
laki-laki dengan seorang istri (monogami). Pernikahan monogami sangat menguntungkan
bagi anak-anak pasangan keluarga. Konsentrasi pendidikan dan pemeliharaan anak lebih
terjamin. Suami istri dapat menumpahkan kasih sayang mereka secara penuh kepada anak-
anak. Bahkan cinta kasih spiritual suami istri akan lebih utuh dan terpusat hanya kepada
satu orang, yakni suami atau istri saja. Berbeda dengan sistem pernikahan dengan banyak
istri, suami akan membagi-bagi perhatiannya kepada banyak istri dan banyak rumah
tangga. Pasti cinta kasihnya tidak utuh, melainkan terpecah-pecah. Bisa saja cintanya akan
terpusat pada satu orang istri saja, biasanya istri termuda, sedang istri yang lain yang lebih
tua akan kurang mendapat perhatian. Keadaan seperti ini akan menimbulkan kecemburuan
diantara para istri, bahkan dapat menimbulkan perkelahian dan pertikaian. Anak-anak
Mereka pun bisa saja terpengaruh dan menimbulkan perkelahian.

“Secara umum seorang istri akan keberatan dengan kata poligami. Apalagi yang
mengatakan itu adalah suaminya sendiri. Apapun motifnya, poligami adalah “mimpi
buruk” bagi sebagian besar istri. “Suatu bukti nyata bahwa secara sosial perilaku poligami
sulit diterima masyarakat tidak hanya di Indonesia tapi juga secara universal. Itulah
sebabnya ulama fiqih kontemporer yang dikenal moderat seperti Yusuf Qardhawi pun

9
Rodli Makmun, Poligami dalam Tafsir Muhammad Syahrur, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, cet-
1, 2009), hlm. 18

5
menyerukan agar para suami cukup menikah dengan satu istri saja kecuali dalam keadaan
dan situasi yang khusus itupun disertai sejumlah syarat yang harus dipenuhi seperti adil
mampu memberi nafkah sepengetahuan Wali dan diumumkan secara terbuka”10

“poligami dapat memberikan dampak psikologis pada semua istri mereka akan merasa
terganggu dan sakit hati melihat suaminya berhubungan dengan perempuan selain
dirinya.”11

“Faktor yang mempengaruhi keharmonisan rumah tangga bisa dilihat dari sikap dan
sifat seorang Istri terhadap Suaminya yang melakukan poligami, keadaan ekonomi yang
menunjang terlaksananya pemenuhan semua kebutuhan poligami yang dilaksanakan secara
terbuka dan tidak ditutupi, berusaha untuk tidak pilih kasih, tidak saling mencampuri
urusan pendapatan antara istri yang satu dengan yang lain dan komunikasi yang terjalin
dengan baik serta hal yang paling penting adalah restu dari para istri ketika suami hendak
menikah lagi. Jika melihat fakta poligami di atas, terlihat tidak adanya keharnonisan rumah
tangga, terjadi pertengkaran, bahkan terjadi kekerasan dalam rumah tangga.”12 Oleh
sebab itu, Asumsi bahwa poligami lebih berpotensi mendatangkan kehancuran rumah
tangga, tampaknya sulit didebat.

10
A. Fatih Syuhud, Merajut Rumah Tangga Bahagia, (Malang: Pustaka Al-Khoirot, 2014), hlm,58.
11
Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami (Jakarta: LKAJ The Asia Foundation, 1999),
hlm,49J
12
Khoirul Abror, Poligami dan Relevansinya dengan Keharmonisan, (Lampung: UIN Raden Intan Press,
2008), hlm,231

6
BAB III
PENUTUP

Berpijak Pada Pemaparan di atas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pilihan
monogami bukan soal pengharaman sesuatu yang dihalalkan Allah, bukan soal pembiaran
terhadap nasib perempuan yang dianggap berjumlah lebih banyak daripada laki-laki, juga
bukan soal ajaran Barat dan Timur, melainkan soal implementasi perintah Alquran terhadap
keharusan berlaku adil dan larangan tindakan aniaya dalam pernikahan.

Poligami diperbolehkan dalam Islam, akan tetapi dengan syarat dan ketentuan tertentu.
Sebagai manusia yang memiliki sifat egois, poligami sulit diterima oleh kaum hawa, sebab
poligami dapat menimbulkan permasalahan yang berpengaruh terhadap keharmonisan
rumah tangga.

7
REFERENSI

Abdul Rahman Ghozali, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2008.

Elfi Sahara, Upaya Membangun Keluarga Harmonis, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2013.

Faqihuddin Abdul Kodir, Memilih Monogami, Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2005.

Fatih Syuhud, Merajut Rumah Tangga Bahagia, Malang: Pustaka Al-Khoirot, 2014.

Khoirul Abror, Poligami dan Relevansinya dengan Keharmonisan, Lampung: UIN Raden Intan Press, 2010.

Musdah Mulia, Pandangan Islam tentang Poligami, Jakarta: LKAJ The Asia Foundation, 1999.

Rodli Makmun, Poligami dalam Tafsir Muhammad Syahrur, Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, cet-1, 2009.

Sri Haningsih, Moh.Mizan Habibi, Fiqh Mu’amalat Munakahat Mawaris, Yogyakarta: UII Press, 2017.

Anda mungkin juga menyukai