Anda di halaman 1dari 18

Makalah Hukum Perdata

Ahli Waris dan Harta Waris

Dosen Pengampu; Muhammad,M.SI


Disusun oleh :
1. Fauzan Al Asari (2091014117)
2. Mulya Wibisono (2091014066)
3. Ahmad syarif hidayatulloh (2091014062)

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS HASYIM ASY’ARY
TEBUIRENG JOMBANG
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala


rahmat-Nya yang telah memberikan kami kemudahan sehin
gga kami bisa menuelesaikan makalah ini dengan tepat wakt
u.
Kami berharap makalah ini dapat memberikan pengetah
uan dan manfaat bagi pembaca. Kami menyampaikan terima
kasih kepada segenap pihak yang telah memberikan dukung
an baik materi maupun pemikirannya.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman
kami, kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah
ini, oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan sa
ran yang membangun dari pembaca agar kita bisa memperba
iki demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................2
DAFTAR ISI........................................................................3
BAB l....................................................................................4
PENDAHULUAN................................................................4
A. Latar Belakang Masalah.........................................4
B. Rumusan Masalah....................................................5
C. Tujuan Masalah.......................................................5
BAB ll...................................................................................6
PEMBAHASAN..................................................................6
A. Pengertian Ahli Waris.............................................6
B. Persyaratan Sah Dan Tidaknya Menjadi Ahli
Waris.................................................................................8
C. Pembagian Golongan Ahli Waris dan Cara
Mewaris..........................................................................11
a) Ahli waris Golongan I (Pertama)......................11
b) Ahli waris Golongan ke II (kedua),..................11
c) Ahli Waris Golongan ke III (ketiga).................14
d) Ahli Waris Golongan IV (Keempat).................15
D. Harta waris.............................................................15
BAB lll................................................................................17
PENUTUP..........................................................................17
A. Kesimpulan.............................................................17
B. Daftar pusaka.........................................................18
BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Waris merupakan salah satu bagian dari hukum perdata


secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari
hukum kekeluargaan. Hukum waris sangat erat kaitannya
dengan ruang lingkup kehidupan manusia, bahwa setiap
manusia akan mengalami peristiwa yang merupakan hukum
yang lazimnya disebut dengan meninggal dunia. Apabila
ada peristiwa hukum, yaitu meninggalnya seseorang
sekaligus menimbulkan akibat hukum, yaitu bagaimana
tentang pengurusan dan kelanjutan hak-hak dan kewajiban
seseorang yang meninggal dunia
Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, termasuk dalam lapangan atau bidang
hukum perdata. Semua cabang hukum yang termasuk dalam
bidang hukum perdata yang memiliki kesamaan sifat dasar,
antara lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan.
Namun untuk hukum waris perdata, meski letaknya dalam
bidang hukum perdata, ternyata terdapat unsur paksaan
didalamnya.
Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya
ketentuan pemberian hak mutlak (legitime portie) kepada
ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari harta warisan
atau ketentuan yang melarang pewaris telah membuat
ketetapan seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta
warisannya, maka penerima hibah mempunyai kewajiban
untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan
kepadanya ke dalam harta warisan guna memenuhi bagian
mutlak (legitimeportie) ahli waris yang mempunyai hak
mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal 1086 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, tentang hibah-hibah yang
wajib inbreng (pemasukan).
Meskipun di dalam hukum waris perdata, terdapat unsur
paksaan, namun posisi hukum waris perdata, sebagai salah
satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur tidak
berpengaruh. Konsekwensi dari hukum waris perdata,
sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat
mengatur, adalah apa saja yang dibuat oleh pewaris terhadap
hartanya semasa ia masih hidup adalah kewenangannya,
namun kalau pelaksanaan kewenangan itu melampui batas
yang diperkenankan oleh Undang-Undang, maka harus ada
resiko hukum yang dikemudian hari akan terjadi terhadap
harta warisannya setelah ia meninggal dunia.
B. Rumusan Masalah
1. Menjelaskan Pengertian Ahli Waris
2. Menjelaskan Persyaratan Sah Dan Tidaknya Menjadi
Ahli Waris
3. Menjelaskan Harta warisan
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui Pengertian Ahli Waris
2. Mengetahui Persyaratan Sah Dan Tidaknya Menjadi
Ahli Waris
3. Mengetahui Harta warisan
BAB ll

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ahli Waris

Ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta


peninggalan dari pewaris. Ahli waris terdiri atas ahli waris
asli, ahli waris karib, dan ahli waris sah. Waris asli adalah
ahli waris yang sesungguhnya, yaitu anak dan istri/suami
dari pewaris. Waris karib adalah ahli waris yang dekat
dengan kerabat-kerabatnya dengan pewaris. Sedangkan ahli
waris sah adalah ahli waris yang diakui dan/diatur menurut
hukum undang-undang, hukum agama, atau hukum adat.
Ahli waris menurut undang-undang (abintestato),
yaitu karena kedudukannya sendiri menurut undang-undang,
demi hukum dijamin tampil sebagai ahli waris, sedangkan
ahli waris menurut surat wasiat (ad Testamento), yaitu ahli
waris yang tampil karena “ kehendak terakhir” dari si
pewaris, yang kemudian dicatatkan dalam surat wasiat
(testament). Ahli waris yang tampil menurut surat wasiat,
atau testamentair erfrecht, dapat melalui dua cara yaitu
Erfstelling, yang artinya penunjukan satu/beberapa orang
menjadi ahli waris untuk mendapatkan sebagian atau
seluruh harta peninggalan, sedangkan orang yang ditunjuk
dinamakan testamentair erfgenaam, yang kemudian dicatat
dalam surat wasiat, cara kedua yaitu Legaat (hibah wasiat),
adalah pemberian hak kepada seseorang atas dasar
testament/wasiat yang khusus, orang yang menerima legat
disebut legataris. Pemberian dalam wasiat tersebut baru
dapat dilaksanakan, setelah pemberi hibah wasiat (pewaris)
meninggal dunia.
Manakah yang lebih didahulukan dan diutamakan,
ahli waris menurut undang-undang atau ahli waris menurut
surat wasiat. Dalam pelaksanaan dari hukum waris perdata,
ahli waris menurut surat wasiat yang lebih diutamakan,
dengan pengecualian selama isi dan pembagian dalam surat
wasiat tidak bertentangan dengan undang-undang.
Pertimbangan hukumnya karena surat wasiat merupakan
“kehendak terakhir” dari si pewaris terhadap harta
Ahli waris yang memiliki bagian mutlak disebut juga
legitimaris, artinya selama ahli waris yang bagiannya
ditetapkan dalam surat wasiat tidak merugikan bagian
mutlak ahli waris legitimaris, wasiat tersebut bias
dilaksanakan, kalaupun bagian mutlak ahli waris legitimaris
dirugikan oleh ahliwaris testamentair, maka harus
dikembalikan kepada ahli waris legitimaris, sesuai dengan
bagian yang seharusnya mereka dapatkan. Dalam hukum
waris BW (Perdata) suatu pewarisan terdapat tiga unsur
penting, yaitu:
1) adanya orang yang meninggal dunia selaku
pewaris,
2) adanya harta kekayaan yang ditinggalkan
3) adanya ahli waris. Yang dimaksud dengan
pewaris adalah orang yang meninggal dunia
dengan meninggalkan harta kekayaan.
Sedangkan yang dimaksud ahli waris adalah orang-
orang yang menggantikan kedudukan si pewaris dalam
bidang hukum harta kekayaan, karena meninggalnya
pewaris. Selanjutnya yang dimaksud warisan adalah harta
kekayaan yang dapat berupa kumpulan aktiva dan pasiva
dari si pewaris yang berpindah kepada para ahli waris.
B. Persyaratan Sah Dan Tidaknya Menjadi Ahli
Waris

Selanjutnya agar dapat menjadi ahli waris harus


memenuhi beberapa persyaratan, yaitu :
1) Harus ada orang yang meninggal dunia.
2) Ahli waris harus ada pada saat si pewaris
meninggal dengan tetap memperhatikan pasal
2 KUH Perdata yang menyatakan bahwa
anak yang masih dalam kandungan seorang
ibu, dianggap sebagai telah lahir bilamana
kepentingan si anak tersebut menghendaki,
dan apabila anak ini lahir meninggal maka ia
dianggap tidak pernah ada.
3) Seorang ahli waris harus cakap serta berhak
mewarisi dalam arti tidak dinyatakan oleh
undang-undang sebagai seseorang yang tidak
patut mewarisi karena kematian, atau
dianggap sebagai tidak cakap untuk menjadi
ahli waris.
Mengenai kriteria ahli waris yang dinyatakan tidak
patut menjadi ahli waris menurut J. Satrio, adalah :
1) Mereka yang telah dihukum karena
dipersalahkan telah membunuh atau mencoba
membunuh si pewaris.
2) Mereka yang dengan putusan hakim pernah
dipersalahkan karena fitnah telah mengajukan
bahwa si pewaris telah melakukan kejahatan
yang diancam dengan hukuman penjara 5
tahun atau lebih.
3) Mereka yang dengan kekerasan atau
perbuatan telah mencegah si pewaris untuk
membuat surat wasiat.
4) Mereka yang telah menggelapkan, merusak
atau memalsukan surat wasiat dari si pewaris.
Ketentuan dalam pasal 839 KUHPerdata
mewajibkan seorang ahli waris yang tidak patuh itu untuk
mengembalikan apa yang telah ia ambil dari barang-barang
warisan semenjak warisan jatuh terluang.
Ahli waris yang tidak dapat menjadi ahli waris atau tidak
patut jadi ahli waris (pasal 838 BW) yaitu;

1. Orang yang telah dihukum karena membunuh atau


mencoba membunuh pewaris. Dalam hal ini sudah
ada keputusan hakim,akan tetapi jika sebelum
keputusan hakim dijatuhkan, sipembunuh telah
meninggal dunia, maka ahli warisnya dapat
menggantikan kedudukan nya. Pengampunan (grasi)
tidak dapat menghapuskan keadaan tidak dapat patut
mewaris.
2. orang yang dengan keputusan hakim, pernah
dipersalahkan memfitnah pewaris, berupa fitnah
dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih
berat. Dlam hal ini harus ada keputusan hakim yang
menyatakan, bahwa yang bersangkutan bersalah
karena memfitnah

3. Orang yang karena kekerasan atau perbuatan telah


mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut
surat wasiatnya.

4. Orang yang menggelapkan,merusak atau


memalsukan surat wasiat pewaris.
Akan tetapi selain hal tersebut ada juga akibat penolakan
warisan,yaitu ahli waris melakukan penetapan pengadilan
(Pasal 1057 BW) tidak menginginkan warisan dari si
pewaris (pasal 1058 BW) yaitu si waris yang menolak
warisannya, dianggap tidak pernah telah menjadi waris.
Harta warisan adalah seluruh harta benda beserta hak
dan kewajiban pewaris dalam lapangan Hukum harta
kckayaan yang dapat dinilai dengan uang.
Dalam pembahagian harta warisan menurut Hukum
perdata setelah terpenuhinya ketiga syarat tersebut maka
dilihat golongan ahli waris yang hidup. Dalam Hukum waris
perdata dibagi atas empat golongan yaitu:
1. Ahli waris golongan I yaitu meliputi anak-anak garis
lurus ke bawah(pasal 852 BW),suami atau isteri,anak
luar kawin yang di akui sah,anak adopsi yang
diangkat dengan penetapan pengadilan dan
dipersamakan dengan anak sah.
2. Ahli Waris golongan ke II yaitu ayah dan ibu garis
lurus keatas dan saudara saudari(Pasal 854,857,dan
859 BW).
3. Ahli waris golongan ke III yaitu, kakek dan nenek
garis lurus ke atas (Pasal 850,853 BW).
4. Ahli waris golongan ke IV yaitu saudara saudari dari
kedua orang tua si pewaris atau dapat juga golongan
ke III dan ke IV bersamaan mewaris (Pasal 858
BW).

C. Pembagian Golongan Ahli Waris dan


Cara Mewaris
a) Ahli waris Golongan I (Pertama)

Pasal 852 KUHPerdata dimana dalam pasal ini di


jelaskan bahwa baik anak laki-laki dan anak perempuan
itu memiliki hak yang sama atau di kenal dengan bagi
rata.Yang berbeda adalah bahagian anak luar kawin atau
anak adopsi yang dalam penetapan pengadilan tidak
disebutkan dengan tegas kedudukannya sama dengan
anak sah.
b) Ahli waris Golongan ke II (kedua),

Ahli waris golongan kedua ini yaitu keluarga dalam


garis lurus ke atas Meliputi orang tua,saudara-saudara
laki-laki dan perempuan dan keturunannya.
Pembahagian harta peninggalan ini diatur dalam pasal
854,855,857,859 KUHPerdata. dalam pasal 854 apabila
seseorang meninggal dunia tanpa meninggalkan keturunan
ataupun suami/istri, sedangkan ayah dan ibunya masih
hidup,yang berhak mewaris adalah ayah, ibu, dan
saudaranya, yaitu :
1. Ayah dan ibu masing-masing mendapat
sepertiga dari harta warisan jika yang
meninggal itu hanya mempunyai seorang
saudara, yang mendapat sepertiga lebihnya.
2. Ayah dan ibu masing-masing mendapat
seperempat dari harta warisan jika yang
meninggal itu mempunyai lebih dari seorang
saudara, yang mendapat dua perempat
lebihnya.

Selanjutnya, dalam pasal 855 KUHPdt


ditentukkan bahwa apabila orang yang
meninggal dunia itu tanpa meninggalkan
keturunan ataupun suami/istri, sedangkan ayah
atau ibunya masih hidup, maka:

1. Ayah atau ibu mendapat seperdua


dari harta warisan jika yang
meninggal itu hanya mempunyai 8 .
Effendi Perangin, hukum waris
,Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
hlm 29-30 seorang saudara, yang
mendapat seperdua lebihnya.
2. Ayah atau ibu mendapat sepertiga
dari harta warisan jika yang
meninggal itu mempunyai dua orang
saudara yang mendapat dua pertiga
lebihnya
3. Ayah atau ibu mendapat seperempat
dari harta warisan jika yang
meninggal itu mempunyai lebih dari
dua oranga saudara, yang mendapat
tiga perempat lebihnya.

Jika ayah dan ibu telah meniggal dunia,


seluruh harta warisan menjadi bagian saudara-
saudara (pasal 856 KUHPdt). Pembagian antara
semua saudara adalah sama jika mereka itu
mempunyai ayah dan ibu yang ssama. Menurut
ketentuan pasal 857 KUHPdt, apabila mereka
berasal dari perkawinan yang berlainan (ayah
sama, tetapi lain ibu atau ibu sama, tetapi lain
ayah), setelah ayah dan ibu meninggal dunia,
harta warisan dibagi dua :

1. Bagian yang kesatu adalah bagian bagi garis


ayah.
2. Bagian yang kedua adalah bagian dari garis
ibu.
3. Saudara-saudara yang mempunyai ayah dan
ibu yang sama mendapat bagian bagi garis
ayah dan bagian dari garis ibu.
4. Saudara-saudara yang seayah mendapat
bagian dari bagian garis ayah saja.
5. Saudara-saudara yang seayah mendapat
bagian dari bagian garis ibu saja.

Apabila orang yang meninggal itu tidak


meninggalkan keturunan, suami/istri, ataupun
saudara, sedangkan ayah atau ibunya masih
hidup, ayah dan ibunya yang masih hidup itu
mewarisi seluruh warisan anaknya yang
meninggal dunia itu. (pasal859KUHPdt).
c) Ahli Waris Golongan ke III (ketiga)

Ahli waris golongan kectiga ini yaitu keluarga


sedarah dalam garis lurus keatas jika sipewaris tidak
meninggalkan keturunan maupun suami atau isteri,orang
tua,saudara saudari maupun keturunannya. Hal ini di
atur dalam pasal 850 BW dan pasal 853 ayat(1) dan
ayat(3) BW,bahwa harta peninggalan harus di bagi dua
bahagian sama besarnya,satu bagian untuk semua
keluarga sedarah dalam garis lurus keatas,dan satu
bahagian lagi untuk semua keluarga sedaarah dalam
garis si ibu.
Menurut pasal 853 dan 858 KUHPdt, apabila orang
yang meninggal dunia itu tidak meninggalkan, baik
keturunan istri atau suami, saudarasaudara, maupun
orang tua, harta warisan jatuh pada kakek dan nenek.
Dalam hal ini, harta warisan dibagi menjadi dua bagian,
satu bagian diberikan kepada kakek dan nenek yang
menurunkan ibu. Apabila kakek dan nenek tidak ada,
harta warisan jatuh pada orang tua kakek dan nenek
(puyang). Apabila yang tidak ada itu hanya kakek atau
nenek, bagian warisannya jatuh pada garis keturunannya
dan menjadi bagian warisan yang masih hidup. Ahli
waris yang terdekat derajatnya dalam garis lurus keatas
mendapat setengah warisan dalam garisnya dengan
menyampingkan semua ahli waris lainnya. Semua
keluarga sedarah dalam garis lurus keatas dalam derajat
yang sama mendapat bagian warisan orang demi orang
(bagian yang sama).
d) Ahli Waris Golongan IV (Keempat).

Dalam hal ini pasal 858 KUHPerdata,Menentukan


bahwa dalam hal tidak adanya saudara saudara laki laki
dan perempuan dann tidak adanya pula keluarga dalam
garis lurus keatas,setengah bagian dari warisan menjadi
bagian sekallian keluarga dalam garis keatas yang masih
hidup,sedangkan ssetengah bagian lainnya,kecuali dalam
hal tersebut masih hidup,sedangkan setengah bagian
lainnya kecuali dalam hal tersebut dalam pasal 859
menjadi bagian para sanak saudara dalam garis lain.Ahli
waris dalam golongan keempat ini yaitu keluarga
lainnya dalam garis menyamping yang dibatasi sampai
dengan derajat keenam,baik dari pihak ayah maupun
dari pihak Ibu.

D. Harta waris
Harta peninggalan dalam bahasa hukum Islam
disebut tirkah. Harta peninggalan tidak dapat dilepaskan dari
sistem hukum kewarisan Islam, maka hukum kewarisan
Islam dapat diartikan sebagai proses pemindahan harta
peninggalan seseorang yang telah meninggal, baik berupa
benda maupun hak-hak kebendaan kepada keluarganya yang
dinyatakan berhak menurut hukum.
Dalam hukum pewarisan. Unsur-unsur pewarisan
terbagi menjadi beberapa macam, yaitu : Pewaris, Warisan,
dan Ahli Waris. Pewaris adalah orang yang memberi
pusaka, yakni orang yang meninggal dunia dan
meninggalkan sejumlah harta kekayaan. Warisan adalah
harta peninggalan
Harta warisan tersebut harus segera dibagikan dan
setiap Ahli waris mendapatkan pembagian warisan untuk
dapat menguasai atau memiliki harta warisan menurut
bagian-bagiannya masing-masing. Adapun harta warisan ini
kemudian diadakan pembagian yang berakibat para waris
dapat menguasai dan memiliki bagian-bagian tersebut untuk
dinikmati, diusahakan, ataupun dialihkan kepada sesama
Ahli waris, anggota kerabat, ataupun orang lain. Begitu
pewaris wafat, harta warisan harus segera dibagikan atau
dialihkan kepada ahli warisnya. Pasal 833 KUHPerdata
menyatakan bahwa sekalian ahli waris dengan sendirinya
secara hukum memperoleh hak waris atas barang, segala
hak, dan segala piutang dari pewaris. Berkaitan dengan hak
tersebut setiap ahli waris dapat menuntut agar harta warisan
yang belum dibagikan untuk segera dibagikan, meskipun
ada perjanjian yang bertentangan dengan itu.
Konflik akibat perebutan harta warisan masih
banyak terjadi di masyarakat. Bahkan, konflik itu kerap
mencuat sebelum pewarisnya meninggal dunia. Pemicu
konflik itu selain disebabkan oleh kesadaran hukum
masyarakat terhadap pembagian harta warisan masih
rendah, juga disebabkan oleh problem yuridis yang
berkenaan dengan hukum waris yang berlaku di Indonesia.
Kontradiksi yuridis tentang waris yang dimaksud adalah
masih belum seragamnya penggunaan hukum waris di
Indonesia.
Mengenai hukum, terutama hukum kewarisan selalu
menarik untuk dikaji, terlebih dalam hubungannya dengan
kondisi sosio kultural masyarakat di Indonesia. Hal ini
terjadi karena hukum kewarisan yang berlaku di Indonesia
masih bersifat pluralistik, artinya masing-masing golongan
masyarakat mempunyai hukum sendiri-sendiri.
Konfigurasi hukum yang beragam tersebut tentunya
akan membawa konsekuensi lebih lanjut. Ahli waris bisa
dihadapkan pada minimal tiga pilihan yuridis. Jika masing-
masing ahli waris dalam sebuah sebuah keluarga memilih
sistem hukum waris yang berbeda, tentunya memungkinkan
terjadinya polemik antar ahli waris dan problem yuridis.
Akan kian pelik dan rumit manakala ditambah dengan
persoalan wasiat dan bagian warisan kepada anggota
keluarga yang berbeda agama dan kepercayaan serta
kewarganegaraannya. Hal ini terjadi karena masing-masing
ahli waris mempunyai argumen yang sangat kuat tentang
keyakinannya terhadap penentuan/pilihan dalam hukum
waris.

BAB lll

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan di atas,maka dapat disimpulkan


bahwa
Ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta
peninggalan dari pewaris. Ahli waris terdiri atas ahli waris
asli, ahli waris karib, dan ahli waris sah. Waris asli adalah
ahli waris yang sesungguhnya, yaitu anak dan istri/suami
dari pewaris. Waris karib adalah ahli waris yang dekat
dengan kerabat-kerabatnya dengan pewaris. Sedangkan ahli
waris sah adalah ahli waris yang diakui dan/diatur menurut
hukum undang-undang, hukum agama, atau hukum adat.
harta warisan adalah kepemilikan bersama yang
sangat rentan dengan perkara. tentu setiap ahli waris harus
benar-benar dapat melaksanakan pembagian dengan baik
sebagai bukti bahwa kita berbakti atau menghormati pewaris
yang merupakan orang yang sangat kita cintai. dan kalaupun
setiap ahli waris menginginkan pembagian di luar ketentuan
yang telah di tetapkan asal semua sepakat hal ini juga di
perbolehkan

B. Daftar pusaka

http://siat.ung.ac.id/files/wisuda/2018-2-3-74201-1011415044-
bab1-31072019024950.pdf

http://eprints.ums.ac.id/47355/3/BAB%20I.pdf

http://eprints.ums.ac.id/30645/2/BAB_1.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/146510-ID-
none.pdf

http://eprints.ums.ac.id/30645/2/BAB_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai