Ahmad Maulana
2202106004
Abstrak
1
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: Penerbit Buku Pustaka
Radja,2016), hlm 1
1
kaidah fiqih dan cara perhitungan yang dengannya dapat diketahui bagian
semua ahli waris dari harta peninggalan.2
Dapat disimpulkan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur
tentang kemana harta seseorang yang telah meninggal dunia berpindah atau
dengan kata lain yaitu hukum yang mengatur pemindahan harta yang
diakibatkan seseorang meninggal dunia. Hukum waris sangat diperlukan
dalam mengatur untuk siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisan.
Hukum waris islam secara tegas diatur didalam al-quran dan hadis. Namun
pada pelaksanaanya sering kali hukum waris ini dalam hal cara pembagian,
jumlah bagian, dan yang berhak menerima warisan itu berdasarkan kebiasaan
yang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Karena itu dalam penerapan
memunculkan wacana baru dikalangan ulama, sehingga membutuhkan
rumusan hukum yang bersifat normatif. 3
Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua
dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. 4
2
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-
anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta
itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik. 5
5
https://www.tokopedia.com/s/quran/an-nisa/ayat 8 (diakses pada tanggal 15 November 2023)
3
maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal)
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. 6
4. An-Nisa ayat 12
6
https://www.liputan6.com/quran/an-nisa/11 (diakses pada tanggal 15 November 2023)
4
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan
setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-
sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang
dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak
menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah.
Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. 7
7
https://www.merdeka.com/quran/an-nisa/ayat-12 (diakses pada tanggal 15 November 2023)
8
https://quran.nu.or.id/an-nisa%27/176 (diakses pada tanggal 15 November 2023)
5
: عن بن عباس رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال
الحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو األولى رجل ذكر
Dari Ibnu Abbas ra. Dari Nabi saw, berkata ia: berikanlah faraidh
(bagian yang telah ditentukan dalam al-Qur‟an) kepada yang berhak
dan sisanya berikanlah kepada keluarga laki-laki yang terdekat”.9
9
Saidul Iskandar, Dasar Hukum Penetapan Status Hukum Mafqud Dalam Kewarisan Di
pengadilan Agama Yogyakarta Dan Kediri (Skripsi), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), hlm 19
10
https://ilmuislam.id/hadits/2445/hadits-abu-daud-nomor-2511 (Diakses pada tanggal 15
November 2023)
6
c. Ijma’
Dalam hal ijma’, peran sahabat, imam mazhab dan para mujtahid
sangatlah besar. Dimana para sahabat, imam mazhab dan para
mujtahid memiliki andil yang sangat besar dalam memecahkan
masalah-maslah yang terjadi di dalam hukum waris yang belum ada
didalam nash-nash yang sharih. 11 Ijma, dan ijtihad para sahabat,
imam mazhab, dan para mujtahid menjelaskan permasalahan-
permasalahan yang terjadi didalam kewarisan yang belum dijumpai
didalam al-Quran dan Hadist. Oleh karena itu ijma’ menjadi
landasan hukum kewarisan setelah al-Quran dan Hadist.
Anak laki-laki
Cucu laki-laki dari anak laki-laki
Ayah
Kakek terus keatas
Saudara laki-laki sekandung
Saudara laki-laki sebapak
Saudara laki-laki seibu
Paman
Suami
Tuan laki-laki yang memerdekakan budak
Anak perempuan
11
Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1981), hlm. 33
(Nash sharih ialah kehendak Allah yang tegas dan jelas sehingga tidak menerima pentakwilan.
Nash Sharir ini adalah nash yang sudah ditetapkan dan tidak bisa diganggu gugat lagi)
7
Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah
Ibu
Nenek
Saudara perempuan
Istri
Tuan wanita yang memerdekakan budak 12
Ada lima ahli waris yang tidak pernah gugur mendapatkan warisan yaitu
diantaranya:
Suami
Isteri
Ibu
Ayah
Anak yang langsung dari pewaris
Anak laki-laki
Cucu dari anak laki-laki
Ayah
Kakek dari pihak ayah
Saudara laki-laki seayah dan seibu
Saudara laki-laki seayah
Anak laki-laki dari saudara laki seayah dan seibu
Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
Paman
Anak laki-laki paman
Jika Ashabah tidak ada, maka tuan yang memerdekakan budaklah
yang mendapatkannya13
C. Mafqud
12
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada,2005), hlm.4
13
Mustafa Bid Al-Bugha, Fiqih Islam Lengkap, (Surakarta: Media Zikir, 2009), hlm 327-328
8
a. Pengertian Mafqud
Kata mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar Faqada yang
berarti hilang. Menurut para Faradhiyun mafiqud itu diartikan dengan orang
yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya, tidak diketahui
domisilinya, dan tidak diketahui tentang hidup dan matinya. Selain itu, ada
yang mengartikan mafqud sebagai orang yang tidak ada kabarnya, dan tidak
diketahui apakah ia masih hidup atau sudan meninggal.14
Dapat disimpulkan bahwa mafqud adalah orang yang belum diketahui
dengan jelas tentang hidup atau meninggalnya seseorang dikarenakan hilang
tanpa diketahui keberadaannya dimana. Dalam hal ketidak jelasan hidup atau
meninggalnya seseorang ini perlu langkah-langkah untuk mencari kejelasan
tentang seseorang yang hilang tersebut, paling tidak untuk menetapkan status
hukumnya, baik dengan cara melapor kepada pihak yang berwajib, membuat
pengumuman di media masa, atau dengan cara-cara yang lainnya. Sehingga
dengan demikian dapat ditentukan hukum kewarisannya apakah dibagi atau
tidak.
14
M. Syukri Albani Nasution, Hukum Waris, (Medan: CV. Manhaji, 2015, Cet I), hlm 87
15
Tarsi, Kewarisan Orang Hilang (Al-Mafqud), hlm 3
9
maka dapat dipastikan si mafqum telah meninggal dunia. Adapun penetapan
jangka waktu daripada mafqum ini adalah 90 tahun.
Imam Maliki berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang dinyatakan
meninggal dunia adalah adalah 70 tahun. Ini sesuai dengan hadist Rasulullah
yang diriwayatkan oleh Muhammad Ibn al-Musayyab ibn Ishaq, “Rasulullah
SAW bersabda: Usia Umatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit
sekali yang melebihi usia tersebut. Hadist tersebut menjadi landasa Imam
Malik menetapkan yang demikian.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang dinyatakan
meninggal dunia adalah 90 tahun sesuai dengan orang-orang yang semasa
dengannya. Namun, pendapat yang shahih dikalangan ulama mazhab as-
Syafi’I adalah mafqum yang dinyatakan meninggal ditentukan oleh keputusan
hakim, karena hakim telah berijtihad dengan kemampuan yang dia miliki.
Imam Hanbali berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang telah
meninggal dunia adalah 90 tahun dari kelahirannya dan menyerahkan
masalahnya kepada hakim dengan ijtihadnya memutuskan perkara itu.
Namun, Imam Hanbali mengecualikan mafqum yang disebabkan oleh
peperangan atau terjadinya suatu kecelakaan seperti karamnya kapal atau
kecelakaan pesawat yang memungkin mafqum itu meninggal dunia, maka
Imam Maliki berpendapat bahwa yang disebabkan oleh hal tersebut harus
menunggu penyelidikan atau pencarian selama 4 tahun, setelah itu harta
tersebut boleh dibagikan kepada ahli waris atau dibelanjakan.16
16
Sariani, Penyelesaian Waris Bagi Ahli waris Mafqud Menurut Hukum Waris Islam (Skripsi),
(Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2018), hlm 26
10
c. Peran Hakim dalam Memutuskan Kewarisan Mafqud
Hakim dalam mengutus perkara mafqud ini baik mulai dari pemeriksaan,
pembuktian sampai mengutuskan perkara hakim berpegang pada hukum
acara yang berlaku. Sedangkan pendapat para fuqaha dijadikan bahan
pertimbangan dalam berijtihad oleh hakim untuk memvonis orang yang tidak
diketahui keberadaannya apakah dia telah meninggal dunia atau masih hidup.
Karena dengan berijtihad hakim dapat menemukan titik terang untuk
mengutus perkara, sehingga dengan putusan yang dikeluarkan ini
memunculkan kemaslahatan bersama. Selain itu hakim dapat mengutus suatu
perkara dengan indikasi yang namak atau dapat mengutus perkara itu dengan
alasan-alasan (dalil) yang jelas.
Hakim dalam memutuskan hukum bagi si mafqud dieta yang sekarang ini
yang dinamakan era reformasi dan teknologi modern, dan degan dukungan
perangkat negara yag memadai, hakim harus tetap memperhatikan
prtimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan diatas dan perlu ketelitian
dalam mengutus perkara tersebut. Fasilitas yang digunakan oleh hakim baik
media cetak maupun elektronik sangat membantu hakim dalam menetapkan
status si mafqud apakah ia masih hidup atau telah meninggal duni. 17
17
Akhmad Faqih Mursid, Arifin Hamid, Muammar Bakry, Penyelesaian Perkara Mafqud Di
Pengadilan Agama, Hlm 6
11
Tanggal meninggalnya dihitung sejak dikeluarkannya keputusan
hakim. Mafqud dapat mewarisi harta kerabatnya yang meninggal
sebelum tanggal itu dan hartanya juga dapat diwarisi oleh kerabatnya
yang masi hidup pada saat putusan itu keuar. Pendapat ini
dikemukakan oleh Syafi’iyah dan Hanabilah. 18
18
Hamda Sulfinadia, Jurna Petri Rozi, Penyelesaian Kasus Mafqud (Studi Atas kelanjutan
perkawinan dankewarisan), Vol 7, No 1, 2022 Hlm 23-24
19
Agung Widya Yudihistira, Febrian, Anna Sagita, Akibat Hukum Orang Hilang (Mafqud)
Terhadap Harta Benda Dan Penyelesaian Kewarisan Dalam Islam, Vol 10, No 2, 2021, Hlm. 140
12
oleh hakim dia meninggal dunia maka dia mendapatkan sisa harta dari
ahli waris yang lain yang telah ditetapkan mendapatkan harta warisnya. 20
Adapun seseorang mati dan ia mempunyai ahli waris, yang dimana
diantara ahli waris itu ada yang hilang, maka hilangnya itu menimbulkan
dua keadaan:21
Keadaan pertama yaitu adakalanya ahli waris yang hilang itu
menghijab orang yang bersamanya dengan hijab hirman (terhijab
karena kekerana ada ahli waris lain yang lebih dekat kekerabatannya
kepada si mayit). Seluruh hartanya harus disimpan, ahli waris
lainnya dilarang mengambil harta warisan tersebut sampai
mengetahui dengan jelas bahwa kondisi si mafqum masih hidup
atau sudah meninggal. Apabila ahli waris itu masi hidup maka harta
warisan itu miliknya dan apabila hakim menetapkan ahli waris itu
meninggal dunia maka harta tersebut jatuh kepada ahli waris yang
lain.
Adakalanya dia tidak menghijab orang yang bersamanya, namun ia
bersekutu dengannya dalam kewarisan. Dalam hal ini yang di tahan
adalah bagian dari si mafqum, sedangkan untuk ahli waris yang
lainnya tetap dibagikan sesuai dengan nisab yang terjadi pada diri si
mafqum. Maka dari itu setiap ahli waris yang belum memiliki
kejelasan apakah dia masi hidup atau meninggal hanya boleh
diberikan bagian kecil dari dua perkiraan yaitu perkiraan untuk si
mafqum apakah masi hidup atau sudah meninggal.
Jawaban:
20
Ibid Hlm. 141
21
Saidul Iskandar, Dasar Hukum Penetapan Status Hukum Mafqud Dalam Kewarisan Di
pengadilan Agama Yogyakarta Dan Kediri (Skripsi), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), hlm 28
13
Apabila anak laki-laki yang mafqud masi hidup, maka pembagiannya
sebagai berikut:
Anak laki-laki (ashabah) mendapat seluruh harta yaitu Rp
20.000.000
Saudara laki-laki sekandung terhijab oleh anak laki-laki dan tidak
mendapatkan apa-apa
Apabila anak laki-laki yang mafqud diputuskan meninggal dunia, maka
pembagiannya sebagai berikut:
Saudara laki-laki sekandung mendapatkan seluruh harta dari si mayit
karena anak saudara laki-laki masuk kedalam ashabah binafsih yaitu
mendapatkan Rp 20.000.000
Jawaban:
14
KESIMPULAN
Kata mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar Faqada yang
berarti hilang. Menurut para Faradhiyun mafiqud itu diartikan dengan
orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya, tidak
diketahui domisilinya, dan tidak diketahui tentang hidup dan matinya.
Selain itu, ada yang mengartikan mafqud sebagai orang yang tidak ada
kabarnya, dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau sudan meninggal
Adapun pendapat daripada Imam Mazhab mengenai mafqud ini, yaitu
sebagai berikut:
Imam Hanafi berpendapat bahwa dianggap mafqud meninggal
dunia apabila orang yang hidup semasa dengan dia di daerah
asalnya telah meninggal dunia. Adapun penetapan jangka waktu
daripada mafqum ini adalah 90 tahun.
Imam Maliki berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang
dinyatakan meninggal dunia adalah adalah 70 tahun.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang
dinyatakan meninggal dunia adalah 90 tahun sesuai dengan orang-
orang yang semasa dengannya.
Imam Hanbali berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang telah
meninggal dunia adalah 90 tahun dari kelahirannya dan
menyerahkan masalahnya kepada hakim dengan ijtihadnya
memutuskan perkara itu. Namun pada kasus tertentu sepeti dalam
peperangan atau terjadi kecelakaan kapal atau pesawat atau
sebagainya imam Hanbali menetapkan untuk perkara tersebut
jangka waktunya 4 tahun.
Hakim dalam mengutus perkara mafqud ini baik mulai dari pemeriksaan,
pembuktian sampai mengutuskan perkara hakim berpegang pada hukum
acara yang berlaku. Sedangkan pendapat para fuqaha dijadikan bahan
pertimbangan dalam berijtihad oleh hakim untuk memvonis orang yang
tidak diketahui keberadaannya apakah dia telah meninggal dunia atau
masih hidup. Karena dengan berijtihad hakim dapat menemukan titik
15
terang untuk mengutus perkara, sehingga dengan putusan yang
dikeluarkan ini memunculkan kemaslahatan bersama.
Akibat hukum yang ditimbulkan baik dia sebagai pewaris atau ahli waris
yang mafqud adalah hartanya harus ditahan terlebih dahulu tidak boleh
dibagikan sampai ada kejelasan si mafqum masi hidup atau sudah
meninggal dunia atau sampai batas waktu yang telah ditetapkan oleh
hakim mengenai si mafqum ini.
REFERENSI
Buku
Ahmad Rofiq. 2005. Fiqih Mawaris. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada.
Mustafa Bid Al-Bugha. 2009. Fiqih Islam Lengkap. Surakarta: Media Zikir.
M. Syukri Albani Nasution. 2015. Hukum Waris. Medan: CV. Manhaji. Cet I
Artikel Jurnal
Tarsi. Kewarisan Orang Hilang (Al-Mafqud)
Akhmad Faqih Mursid. Arifin Hamid. Muammar Bakry. Penyelesaian Perkara
Mafqud Di Pengadilan Agama.
Hamda Sulfinadia. Jurna Petri Rozi. 2022. Penyelesaian Kasus Mafqud (Studi
Atas kelanjutan perkawinan dankewarisan). Vol 7. No 1.
Agung Widya Yudihistira. Febrian. Anna Sagita. Akibat Hukum Orang Hilang
(Mafqud) Terhadap Harta Benda Dan Penyelesaian Kewarisan Dalam
Islam. Vol 10. No 2. 2021.
16
Skripsi
Saidul Iskandar. 2017. Dasar Hukum Penetapan Status Hukum Mafqud Dalam
Kewarisan Di pengadilan Agama Yogyakarta Dan Kediri (Skripsi).
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Sariani. 2018. Penyelesaian Waris Bagi Ahli waris Mafqud Menurut Hukum
Waris Islam (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Web/link
17