Anda di halaman 1dari 18

FIQIH MAWARIS

“Kewarisan Orang Hilang (Mafqud) Dalam Perspektif Hukum Islam”

Ahmad Maulana
2202106004

Prodi Ilmu Hukum, Universitas Islam Negeri Ar-Raniry, Banda Aceh

Abstrak

Penelitian ini menyelidiki perspektif Islam terkait kewarisan orang hilang.


Dengan membahas aspek hukum waris dalam hukum isalm, kajian ini
menguraikan prinsip-prinsip yang mengatur pendistribusian harta pusaka bagi
mereka yang tidak dapat ditemukan atau telah menghilang. Selain itu, penelitian
ini mengeksplorasi nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial dalam warisan
Islam yang berkaitan dengan orang hilang, serta mencari solusi kontemporer
untuk menghadapi tantangan hukum dan etika yang mungkin muncul dalam
konteks ini. Hasilnya diharapkan dapat memberikan panduan yang lebih jelas bagi
masyarakat Muslim dan pemangku kepentingan hukum terkait dengan
penanganan kewarisan orang yang hilang dalam kerangka nilai-nilai Islam.
A. Pendahuluan
Indonesia adalah Negara yang berpendudukan mayoritas beragama
Islam. Berbagaipersoalan yang menimpa bangsa Indonesia sejak dulu sampai
sekarang datang silih berganti, mulai dari bencana alam, seperti banjir, tanah
longsor, tsunami, gunung meletus dan lainnya yang memakan banyak korban
ada yang ditemukan atau korban tersebut hilang dan tidak dapat dipastikan
bahwa orang itu masih dalam keadaan selamat atau tidak.
Ada pun di Indonesia banyak terdapat kasus penculikan seperti yang
baru-baru terjadi sekarang ini yaitu penculikan yang dilakukan oleh para
anggota OPM terhadap seorang pilot dari maskapai Susi Air yang tidak tahu
jelas bagaimana kondisinya saat ini. Dan ada juga orang Indonesia yang
bekerja di luar negeri untuk mencari nafkah. Namun pada saat dia bekerja
disana keluarga kehilangan kontak dengannya yang tidak tahu bagaimana
keadaannya sekarang apakah masi hidup atau sudah meninggal dunia seperti
yang terjadi di kampung saya pada beberapa tahun yang lalu.
Dalam ranah fiqih mawaris, kewarisan orang hilang merupakan
dimensi yang memerlukan pemahaman mendalam terhadap prinsip-prinsip
hukum Islam. Konsep waris mencakup bagaimana harta pusaka diperoleh dan
didistribusikan sesuai ajaran agama. Namun, ketika seorang individu
menghilang, timbul pertanyaan kompleks terkait bagaimana hak warisnya
diatur dalam kerangka hukum Islam. Artikel ini bertujuan untuk
mengeksplorasi pandangan fiqih mawaris terkait kewarisan orang hilang,
membahas hukum-hukum yang mengatur hal ini, dan memberlakukannya
dalam konteks nilai dan norma Islam.

B. Hukum Kewarisan Islam


a. Pengertian
Secara Etimologi hukum waris/faraid berasal dari kata “mawarith” yang
besal dari jamak kata “mirath” yang merupakan masdar dari kata waratha,
yarithu, wirathatan, wa mirathan, yang artinya peninggalan.1 Secara
Terminologi Wahbah Az-Zuhaili mendefinisikan hukum waris yaitu: kaidah-

1
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: Penerbit Buku Pustaka
Radja,2016), hlm 1

1
kaidah fiqih dan cara perhitungan yang dengannya dapat diketahui bagian
semua ahli waris dari harta peninggalan.2
Dapat disimpulkan bahwa hukum waris adalah hukum yang mengatur
tentang kemana harta seseorang yang telah meninggal dunia berpindah atau
dengan kata lain yaitu hukum yang mengatur pemindahan harta yang
diakibatkan seseorang meninggal dunia. Hukum waris sangat diperlukan
dalam mengatur untuk siapa saja yang berhak mendapatkan harta warisan.
Hukum waris islam secara tegas diatur didalam al-quran dan hadis. Namun
pada pelaksanaanya sering kali hukum waris ini dalam hal cara pembagian,
jumlah bagian, dan yang berhak menerima warisan itu berdasarkan kebiasaan
yang dianut oleh masyarakat itu sendiri. Karena itu dalam penerapan
memunculkan wacana baru dikalangan ulama, sehingga membutuhkan
rumusan hukum yang bersifat normatif. 3

b. Dasar Hukum Waris


a. Al-Quran
1. QS. An-Nisa ayat 7

Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua
dan kerabatnya, dan bagi perempuan ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau
banyak menurut bagian yang telah ditetapkan. 4

2. QS. An-Nisa ayat 8


2
Ibid Hlm 4
3
Maimun Nawawi, Pengantar Hukum Kewarisan Islam, (Surabaya: Penerbit Buku Pustaka Radja),
2016, hlm 2
4
https://www.tokopedia.com/s/quran/an-nisa/ayat 7(diakses pada tanggal 15 November 2023)

2
Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir beberapa kerabat, anak-
anak yatim dan orang-orang miskin, maka berilah mereka dari harta
itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang
baik. 5

3. QS. An-Nisa ayat 11

Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian


warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki
sama dengan bagian dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu
semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak
perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta
yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing -
masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang
meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak
mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja),

5
https://www.tokopedia.com/s/quran/an-nisa/ayat 8 (diakses pada tanggal 15 November 2023)

3
maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal)
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam.
(Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang
tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara
mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan
Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. 6

4. An-Nisa ayat 12

Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang


ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak.
Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah
(dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar)
utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu

6
https://www.liputan6.com/quran/an-nisa/11 (diakses pada tanggal 15 November 2023)

4
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan
setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-
laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak
meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika
saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-
sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang
dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak
menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah.
Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun. 7

5. QS. An-Nisa ayat 176

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalālah). Katakanlah,


“Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalālah, (yaitu) jika
seseorang meninggal dan dia tidak mempunyai anak, tetapi
mempunyai seorang saudara perempuan, bagiannya (saudara
perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya. 8
b. Hadist
1. Hadis riwayat Imam Bukhari

7
https://www.merdeka.com/quran/an-nisa/ayat-12 (diakses pada tanggal 15 November 2023)
8
https://quran.nu.or.id/an-nisa%27/176 (diakses pada tanggal 15 November 2023)

5
: ‫عن بن عباس رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫الحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو األولى رجل ذكر‬

Dari Ibnu Abbas ra. Dari Nabi saw, berkata ia: berikanlah faraidh
(bagian yang telah ditentukan dalam al-Qur‟an) kepada yang berhak
dan sisanya berikanlah kepada keluarga laki-laki yang terdekat”.9

2. Hadist Riwayat Abu Daud

ْ ُ‫ح َو َمخَلَّد ُ ْبنُ َح َل ِل ٍد َوهَذَا َح ِديْت‬


َ ‫محلَ ٍد َوه َُو َّاَّل‬
‫ش َب ُع‬ ٍ ‫صا ِل‬ َ ُ‫َحدَّثَنَا أ َ ْح َمدُ ْبن‬
‫طا َو ِس َع ْن أَ ِبي ِه َع ْن‬
َ ‫الر َرا فِي َحدَّثَنَا َم ْع َم ٌر َع ْن ا ْب ِن‬َّ ُ‫قَا ََّل َحدَّثَنَا َع ْبد‬
َ‫سلَّ َم ا ْق ِس ُم ْال َما َل َبيْن‬
َ ‫صلَّى هللا َعلَ ْي ِه َو‬ ِ َّ ‫سو ُل‬
َ ‫َّللا‬ ُ ‫ قُ ْل َر‬: ‫ قُ ْل‬، ‫اب ِْن َعباس‬
‫ ( رواه‬.‫ض فَ ََل َولَى ذَ َك ٍر‬ ِ ِ‫َّللا فَما تَ َر َكنَّا ْالفَ َرائ‬ ِ ‫ض َعلَى ِكتَا‬
ِ َّ ‫ب‬ ِ ِ‫أَ ْه ِل ْالفَ َرائ‬
) ‫ابوداود‬

Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Shalih, dan Makhlad


bin Khalid, dan ini adalah hadits Makhlad dan hadits tersebut lebih
bagus (patut diterima). Mereka berdua mengatakan; telah
menceritakan kepada kami Abdurrazzaq, telah menceritakan kepada
kami Ma'mar dari Ibnu Thawus dari ayahnya dari Ibnu Abbas, ia
berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: "bagikan
harta diantara para pemilik faraidh (bagian harta waris) berdasarkan
kitab Allah. Maka bagian. harta yang tersisa setelah pembagian
tersebut, lebih utama diberikan kepada (ahli waris) laki-laki". (HR.
Abu Daud) 10

9
Saidul Iskandar, Dasar Hukum Penetapan Status Hukum Mafqud Dalam Kewarisan Di
pengadilan Agama Yogyakarta Dan Kediri (Skripsi), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), hlm 19
10
https://ilmuislam.id/hadits/2445/hadits-abu-daud-nomor-2511 (Diakses pada tanggal 15
November 2023)

6
c. Ijma’
Dalam hal ijma’, peran sahabat, imam mazhab dan para mujtahid
sangatlah besar. Dimana para sahabat, imam mazhab dan para
mujtahid memiliki andil yang sangat besar dalam memecahkan
masalah-maslah yang terjadi di dalam hukum waris yang belum ada
didalam nash-nash yang sharih. 11 Ijma, dan ijtihad para sahabat,
imam mazhab, dan para mujtahid menjelaskan permasalahan-
permasalahan yang terjadi didalam kewarisan yang belum dijumpai
didalam al-Quran dan Hadist. Oleh karena itu ijma’ menjadi
landasan hukum kewarisan setelah al-Quran dan Hadist.

c. Orang yang berhak mendapat harta warisan

Adapaun golongan ahli waris dari kalangan laki-laki ada sepuluh


diantanya adalah:

 Anak laki-laki
 Cucu laki-laki dari anak laki-laki
 Ayah
 Kakek terus keatas
 Saudara laki-laki sekandung
 Saudara laki-laki sebapak
 Saudara laki-laki seibu
 Paman
 Suami
 Tuan laki-laki yang memerdekakan budak

Adapaun golongan ahli waris dari kalangan perempuan ada tujuh


diantanya adalah:

 Anak perempuan
11
Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1981), hlm. 33
(Nash sharih ialah kehendak Allah yang tegas dan jelas sehingga tidak menerima pentakwilan.
Nash Sharir ini adalah nash yang sudah ditetapkan dan tidak bisa diganggu gugat lagi)

7
 Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya kebawah
 Ibu
 Nenek
 Saudara perempuan
 Istri
 Tuan wanita yang memerdekakan budak 12

Ada lima ahli waris yang tidak pernah gugur mendapatkan warisan yaitu
diantaranya:

 Suami
 Isteri
 Ibu
 Ayah
 Anak yang langsung dari pewaris

Adapun yang ashabah yaitu:

 Anak laki-laki
 Cucu dari anak laki-laki
 Ayah
 Kakek dari pihak ayah
 Saudara laki-laki seayah dan seibu
 Saudara laki-laki seayah
 Anak laki-laki dari saudara laki seayah dan seibu
 Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah
 Paman
 Anak laki-laki paman
 Jika Ashabah tidak ada, maka tuan yang memerdekakan budaklah
yang mendapatkannya13

C. Mafqud

12
Ahmad Rofiq, Fiqh Mawaris, (Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada,2005), hlm.4
13
Mustafa Bid Al-Bugha, Fiqih Islam Lengkap, (Surakarta: Media Zikir, 2009), hlm 327-328

8
a. Pengertian Mafqud

Kata mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar Faqada yang
berarti hilang. Menurut para Faradhiyun mafiqud itu diartikan dengan orang
yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya, tidak diketahui
domisilinya, dan tidak diketahui tentang hidup dan matinya. Selain itu, ada
yang mengartikan mafqud sebagai orang yang tidak ada kabarnya, dan tidak
diketahui apakah ia masih hidup atau sudan meninggal.14
Dapat disimpulkan bahwa mafqud adalah orang yang belum diketahui
dengan jelas tentang hidup atau meninggalnya seseorang dikarenakan hilang
tanpa diketahui keberadaannya dimana. Dalam hal ketidak jelasan hidup atau
meninggalnya seseorang ini perlu langkah-langkah untuk mencari kejelasan
tentang seseorang yang hilang tersebut, paling tidak untuk menetapkan status
hukumnya, baik dengan cara melapor kepada pihak yang berwajib, membuat
pengumuman di media masa, atau dengan cara-cara yang lainnya. Sehingga
dengan demikian dapat ditentukan hukum kewarisannya apakah dibagi atau
tidak.

b. Penentuan Batas Waktu Mafqum


Dalam kewarisan orang hilang, para ulama menetapkan hukum bahwa
yaitu harta si mafqum tidak boleh dibagi-bagikan, atau dibelanjakan hartanya
sampai keadaanya jelas diketahui apakah si mafqum masih hidup atau tidak.
Dengan kata lain, hukum asal si mafqum adalah “hidup” sesuai dengan
kaidah ‫ االصل بقاء مكان ما علي كان‬: dan oleh karenanya hartanya tidak boleh
15
dibelanjakan sampai ada kejelasan tentang kematiannya.
Adapun pendapat daripada Imam Mazhab mengenai mafqud ini, yaitu
sebagai berikut:
Imam Hanafi berpendapat bahwa dianggap mafqud meninggal dunia
apabila orang yang hidup semasa dengan dia di daerah asalnya telah
meninggal dunia. Apabila tidak ada teman segenerasinya yang masih hidup,

14
M. Syukri Albani Nasution, Hukum Waris, (Medan: CV. Manhaji, 2015, Cet I), hlm 87
15
Tarsi, Kewarisan Orang Hilang (Al-Mafqud), hlm 3

9
maka dapat dipastikan si mafqum telah meninggal dunia. Adapun penetapan
jangka waktu daripada mafqum ini adalah 90 tahun.
Imam Maliki berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang dinyatakan
meninggal dunia adalah adalah 70 tahun. Ini sesuai dengan hadist Rasulullah
yang diriwayatkan oleh Muhammad Ibn al-Musayyab ibn Ishaq, “Rasulullah
SAW bersabda: Usia Umatku berkisar antara 60 hingga 70 tahun. Sedikit
sekali yang melebihi usia tersebut. Hadist tersebut menjadi landasa Imam
Malik menetapkan yang demikian.
Imam Syafi’i berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang dinyatakan
meninggal dunia adalah 90 tahun sesuai dengan orang-orang yang semasa
dengannya. Namun, pendapat yang shahih dikalangan ulama mazhab as-
Syafi’I adalah mafqum yang dinyatakan meninggal ditentukan oleh keputusan
hakim, karena hakim telah berijtihad dengan kemampuan yang dia miliki.
Imam Hanbali berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang telah
meninggal dunia adalah 90 tahun dari kelahirannya dan menyerahkan
masalahnya kepada hakim dengan ijtihadnya memutuskan perkara itu.
Namun, Imam Hanbali mengecualikan mafqum yang disebabkan oleh
peperangan atau terjadinya suatu kecelakaan seperti karamnya kapal atau
kecelakaan pesawat yang memungkin mafqum itu meninggal dunia, maka
Imam Maliki berpendapat bahwa yang disebabkan oleh hal tersebut harus
menunggu penyelidikan atau pencarian selama 4 tahun, setelah itu harta
tersebut boleh dibagikan kepada ahli waris atau dibelanjakan.16

16
Sariani, Penyelesaian Waris Bagi Ahli waris Mafqud Menurut Hukum Waris Islam (Skripsi),
(Bandar Lampung: Universitas Lampung, 2018), hlm 26

10
c. Peran Hakim dalam Memutuskan Kewarisan Mafqud

Hakim dalam mengutus perkara mafqud ini baik mulai dari pemeriksaan,
pembuktian sampai mengutuskan perkara hakim berpegang pada hukum
acara yang berlaku. Sedangkan pendapat para fuqaha dijadikan bahan
pertimbangan dalam berijtihad oleh hakim untuk memvonis orang yang tidak
diketahui keberadaannya apakah dia telah meninggal dunia atau masih hidup.
Karena dengan berijtihad hakim dapat menemukan titik terang untuk
mengutus perkara, sehingga dengan putusan yang dikeluarkan ini
memunculkan kemaslahatan bersama. Selain itu hakim dapat mengutus suatu
perkara dengan indikasi yang namak atau dapat mengutus perkara itu dengan
alasan-alasan (dalil) yang jelas.

Hakim dalam memutuskan hukum bagi si mafqud dieta yang sekarang ini
yang dinamakan era reformasi dan teknologi modern, dan degan dukungan
perangkat negara yag memadai, hakim harus tetap memperhatikan
prtimbangan-pertimbangan yang telah disebutkan diatas dan perlu ketelitian
dalam mengutus perkara tersebut. Fasilitas yang digunakan oleh hakim baik
media cetak maupun elektronik sangat membantu hakim dalam menetapkan
status si mafqud apakah ia masih hidup atau telah meninggal duni. 17

Hakim menetapkan meninggalnya si mafqud berdasarkan bukti-bukti


yang ada, maka tanggal kematiannya ditetapkan berdasarkan bukti-bukti yang
ada. Namun, apanila hakim menetapkan si mafqud meninggal dunia dengan
berijtihad dan dugaan hakim, maka terdapat beberapa pendapat ulama:

 Tanggal meninggalnya dihitung sejak hari ia menghilang. Adapun


yang terjadi kewarisan pada kerabatnya yaitu apabila kerabatnya
meninggal dunia sebelum ia menghilang, maka kerabat tersebut tidak
mendapatkan warisan. Dan apabila kerabatnya meninggal dunia
setelah ia menghilang maka ia berhak mendapat warisan baik ia
masih hidup atau sudah meninggal dunia. Pendapat ini dikemukakan
oleh Malikiyah dan Hanafiyah

17
Akhmad Faqih Mursid, Arifin Hamid, Muammar Bakry, Penyelesaian Perkara Mafqud Di
Pengadilan Agama, Hlm 6

11
 Tanggal meninggalnya dihitung sejak dikeluarkannya keputusan
hakim. Mafqud dapat mewarisi harta kerabatnya yang meninggal
sebelum tanggal itu dan hartanya juga dapat diwarisi oleh kerabatnya
yang masi hidup pada saat putusan itu keuar. Pendapat ini
dikemukakan oleh Syafi’iyah dan Hanabilah. 18

d. Kedudukan Waris Orang Mafqud


Akibat hukum yang ditimbulkan baik dia sebagai pewaris atau ahli waris
yang mafqud adalah hartanya harus ditahan terlebih dahulu tidak boleh
dibagikan sampai ada kejelasan si mafqum masi hidup atau sudah meninggal
dunia atau sampai batas waktu yang telah ditetapkan oleh hakim mengenai si
mafqum ini. Dalam kedudukan dari mafqum ini ada 2 diantanya sebagi
berikut:
1) Sebagi Pewaris
Hartanya itu masi miliknya dan tidak dibagi kepada ahli waris
sampai ada kejelasan tentang hidup atau meninggalnya simafqud.
Apabila ia kembali ia berhak mengambil kembali hartanya. Dan apabila
simafqud sudah diputuskan meninggal dunia oleh hakim maka hartanya
boleh dibagikan kepada ahli warisnya.19 Namun pada kasus tertentu ada
kalanya si mafqum kembali lagi dan masih hidup setelah ditetapkan oleh
hakim bahwa dia telah meniggal dan harta warisannya sudah dibagikan
oleh ahli waris, maka harta tersebut tidak bisa diambil lagi karena hakim
telah memutuskan bahwa dia telah meninggal dunia.
2) Sebagai Ahli waris
Hartanya yang menjadi bagian si mafqud harus ditahan terlebih
dahulu sampai ada kejelasan mengenai si mafqud ini. Apabila ia masih
hidup maka dia berhak mendapatkan hartnya dan apabila ia dinyatakan
oleh hakim bahwa si mafqud meninggal dunia maka yang mendapatkan
adalah ahli waris yang lain. Dan apabila ia kembali setelah di tetapkan

18
Hamda Sulfinadia, Jurna Petri Rozi, Penyelesaian Kasus Mafqud (Studi Atas kelanjutan
perkawinan dankewarisan), Vol 7, No 1, 2022 Hlm 23-24
19
Agung Widya Yudihistira, Febrian, Anna Sagita, Akibat Hukum Orang Hilang (Mafqud)
Terhadap Harta Benda Dan Penyelesaian Kewarisan Dalam Islam, Vol 10, No 2, 2021, Hlm. 140

12
oleh hakim dia meninggal dunia maka dia mendapatkan sisa harta dari
ahli waris yang lain yang telah ditetapkan mendapatkan harta warisnya. 20
Adapun seseorang mati dan ia mempunyai ahli waris, yang dimana
diantara ahli waris itu ada yang hilang, maka hilangnya itu menimbulkan
dua keadaan:21
 Keadaan pertama yaitu adakalanya ahli waris yang hilang itu
menghijab orang yang bersamanya dengan hijab hirman (terhijab
karena kekerana ada ahli waris lain yang lebih dekat kekerabatannya
kepada si mayit). Seluruh hartanya harus disimpan, ahli waris
lainnya dilarang mengambil harta warisan tersebut sampai
mengetahui dengan jelas bahwa kondisi si mafqum masih hidup
atau sudah meninggal. Apabila ahli waris itu masi hidup maka harta
warisan itu miliknya dan apabila hakim menetapkan ahli waris itu
meninggal dunia maka harta tersebut jatuh kepada ahli waris yang
lain.
 Adakalanya dia tidak menghijab orang yang bersamanya, namun ia
bersekutu dengannya dalam kewarisan. Dalam hal ini yang di tahan
adalah bagian dari si mafqum, sedangkan untuk ahli waris yang
lainnya tetap dibagikan sesuai dengan nisab yang terjadi pada diri si
mafqum. Maka dari itu setiap ahli waris yang belum memiliki
kejelasan apakah dia masi hidup atau meninggal hanya boleh
diberikan bagian kecil dari dua perkiraan yaitu perkiraan untuk si
mafqum apakah masi hidup atau sudah meninggal.

Contoh dari pembagian hartanya

1. Seorang meninggal dunia meninggalkan dengan harta warisnya yaitu Rp


20.000.000 dengan meninggalkan ahli waris seorang anak laki-laki dan dan
seorang anak laki-laki sekandung. Berapakah bagian masing-masing yang
didapatkan oleh ahli waris.

Jawaban:
20
Ibid Hlm. 141
21
Saidul Iskandar, Dasar Hukum Penetapan Status Hukum Mafqud Dalam Kewarisan Di
pengadilan Agama Yogyakarta Dan Kediri (Skripsi), (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2017), hlm 28

13
 Apabila anak laki-laki yang mafqud masi hidup, maka pembagiannya
sebagai berikut:
 Anak laki-laki (ashabah) mendapat seluruh harta yaitu Rp
20.000.000
 Saudara laki-laki sekandung terhijab oleh anak laki-laki dan tidak
mendapatkan apa-apa
 Apabila anak laki-laki yang mafqud diputuskan meninggal dunia, maka
pembagiannya sebagai berikut:
Saudara laki-laki sekandung mendapatkan seluruh harta dari si mayit
karena anak saudara laki-laki masuk kedalam ashabah binafsih yaitu
mendapatkan Rp 20.000.000

2. Contoh lainnya yaitu seorang minggal dunia meninggalkan harta warisan


sebear Rp 80.000.000 dengan maninggalkan ahli waris seorang isteri dan dua
anak laki-laki yang diantara anak laki-laki itu ada yang mafqud, berapakah
yang masing-masing didapat oleh ahli waris tersebut.

Jawaban:

 Apabila anak laki-laki mafqud masih hidup


 Isteri mendapat 1/8 jadi, 1/8 X Rp 80.000.000 = Rp 10.000.000
 2 anak laki-laki (ashabah) jadi, Rp 80.000.000. – Rp 10.000.000 =
Rp 70.000.000, jadi Rp 70.000.000 dibagi dua, maka masing-
masing anak laki-laki mendapatkan Rp 35.000.000
 Apabila anak laki-laki mafqud diputuskan meninggal dunia
 Isteri 1/8, jadi, 1/8 X Rp 80.000.000 = Rp 10.000.000
 Anak laki (ashabah) mendapat sisanya yaitu Rp 80.000.000 – Rp
10.000.000 = Rp. 70.000.000

14
KESIMPULAN

 Kata mafqud dalam bahasa Arab berasal dari kata dasar Faqada yang
berarti hilang. Menurut para Faradhiyun mafiqud itu diartikan dengan
orang yang sudah lama pergi meninggalkan tempat tinggalnya, tidak
diketahui domisilinya, dan tidak diketahui tentang hidup dan matinya.
Selain itu, ada yang mengartikan mafqud sebagai orang yang tidak ada
kabarnya, dan tidak diketahui apakah ia masih hidup atau sudan meninggal
 Adapun pendapat daripada Imam Mazhab mengenai mafqud ini, yaitu
sebagai berikut:
 Imam Hanafi berpendapat bahwa dianggap mafqud meninggal
dunia apabila orang yang hidup semasa dengan dia di daerah
asalnya telah meninggal dunia. Adapun penetapan jangka waktu
daripada mafqum ini adalah 90 tahun.
 Imam Maliki berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang
dinyatakan meninggal dunia adalah adalah 70 tahun.
 Imam Syafi’i berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang
dinyatakan meninggal dunia adalah 90 tahun sesuai dengan orang-
orang yang semasa dengannya.
 Imam Hanbali berpendapat bahwa umur dari si mafqud yang telah
meninggal dunia adalah 90 tahun dari kelahirannya dan
menyerahkan masalahnya kepada hakim dengan ijtihadnya
memutuskan perkara itu. Namun pada kasus tertentu sepeti dalam
peperangan atau terjadi kecelakaan kapal atau pesawat atau
sebagainya imam Hanbali menetapkan untuk perkara tersebut
jangka waktunya 4 tahun.
 Hakim dalam mengutus perkara mafqud ini baik mulai dari pemeriksaan,
pembuktian sampai mengutuskan perkara hakim berpegang pada hukum
acara yang berlaku. Sedangkan pendapat para fuqaha dijadikan bahan
pertimbangan dalam berijtihad oleh hakim untuk memvonis orang yang
tidak diketahui keberadaannya apakah dia telah meninggal dunia atau
masih hidup. Karena dengan berijtihad hakim dapat menemukan titik

15
terang untuk mengutus perkara, sehingga dengan putusan yang
dikeluarkan ini memunculkan kemaslahatan bersama.
 Akibat hukum yang ditimbulkan baik dia sebagai pewaris atau ahli waris
yang mafqud adalah hartanya harus ditahan terlebih dahulu tidak boleh
dibagikan sampai ada kejelasan si mafqum masi hidup atau sudah
meninggal dunia atau sampai batas waktu yang telah ditetapkan oleh
hakim mengenai si mafqum ini.

REFERENSI

Buku

Maimun Nawawi. 2016. Pengantar Hukum Kewarisan Islam. Surabaya: Penerbit


Buku Pustaka Radja.

Fathur Rahman.1981. Ilmu Waris. Bandung: PT. Al-Ma‟arif.

Ahmad Rofiq. 2005. Fiqih Mawaris. Jakarta Utara: PT Raja Grafindo Persada.

Mustafa Bid Al-Bugha. 2009. Fiqih Islam Lengkap. Surakarta: Media Zikir.
M. Syukri Albani Nasution. 2015. Hukum Waris. Medan: CV. Manhaji. Cet I

Artikel Jurnal
Tarsi. Kewarisan Orang Hilang (Al-Mafqud)
Akhmad Faqih Mursid. Arifin Hamid. Muammar Bakry. Penyelesaian Perkara
Mafqud Di Pengadilan Agama.
Hamda Sulfinadia. Jurna Petri Rozi. 2022. Penyelesaian Kasus Mafqud (Studi
Atas kelanjutan perkawinan dankewarisan). Vol 7. No 1.
Agung Widya Yudihistira. Febrian. Anna Sagita. Akibat Hukum Orang Hilang
(Mafqud) Terhadap Harta Benda Dan Penyelesaian Kewarisan Dalam
Islam. Vol 10. No 2. 2021.

16
Skripsi

Saidul Iskandar. 2017. Dasar Hukum Penetapan Status Hukum Mafqud Dalam
Kewarisan Di pengadilan Agama Yogyakarta Dan Kediri (Skripsi).
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.

Sariani. 2018. Penyelesaian Waris Bagi Ahli waris Mafqud Menurut Hukum
Waris Islam (Skripsi). Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Web/link

https://www.tokopedia.com/s/quran/an-nisa/ayat7 (diakses pada tanggal 15


November 2023)

https://www.tokopedia.com/s/quran/an-nisa/ayat8 (diakses pada tanggal 15


November 2023)
https://www.liputan6.com/quran/an-nisa/11 (diakses pada tanggal 15 November
2023)
https://www.merdeka.com/quran/an-nisa/ayat-12 (diakses pada tanggal 15
November 2023)
https://quran.nu.or.id/an-nisa%27/176 (diakses pada tanggal 15 November 2023)
https://ilmuislam.id/hadits/2445/hadits-abu-daud-nomor-2511 (Diakses pada
tanggal 15 November 2023)

17

Anda mungkin juga menyukai