Anda di halaman 1dari 17

1

PROPOSAL SKRIPSI

“KONSEP PUSAKO TINGGI DALAM ADAT MINANGKABAU

MENURUT PANDANGAN TAFSIR MAQASHIDI”

Rohana Mukaromah
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Al-Qur’an merupakan kitab suci yang didalamnya membahas tentang
segala urusan di segala aspek, baik duniawi maupun ukhrowi. Bagi umat
Islam Al-Qur’an merupakan kitab suci yang menjadi dasar dan pedoman
dalam menjalani kehidupan. Dalam kehidupan sehari-hari umat Islam
umumnya telah melakukan praktik resepsi terhadap Al-Qur’an, baik dalam
bentuk membaca, memahami dan mengamalkan, maupun dalam bentuk sosio-
kultural. Itu semua karena umat Islam mempunyai belief (keyakinan) bahwa
berinteraksi dengan Al-Qur’an secara maksimal akan memperoleh kebahagian
dunia akhirat.1
Pesan-pesan Alquran yang universal seringkali berhadapan dengan realitas
kehidupan bermasyarakat yang beragam. Karenanya diperlukan berbagai
pendekatan dalam merefleksikan nilai-nilai Alquran agar aktualisasi nilai-nilai
Alquran di dalam masyarakat berjalan seiring dengan keuniversalannya.2
Kewarisan adalah hal yang sangat erat dan dekat dengan kehidupan
manusia. Hal ini dikarenakan kewarisan adalah hal yang tidak bisa
dihindarkan ketika terjadi kematian. Salah satu asas kewarisan adalah asas
ijbiiri yang menjelaskan mengenai mestinya peralihan harta dari pewaris
kepada ahli waris setelah terjadi kematian. Dalam pandangan Islam kewarisan

1
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, cet. II, (Yogjakarta : Idea Press
Yogyakarta, 2015), 103.
2
M. Solahudin, “Dalam Penafsiran Alquran,” Pendekatan Tekstual Dan Kontekstual Dalam
Penafsiran Alquran 2, Desember (2016): 115–130.
2

termasuk salah satu bagian dari fikih atau ketentuan yang harus dipatuhi umat
Islam dan dijadikan pedoman dalam menyelesaikan harta peninggalan
seseorang yang telah mati. Allah menetapkan ketentuan tentang kewarisan ini
karena ia menyangkut dengan harta yang di satu sisi kecenderungan manusia
kepadanya dapat menimbulkan persengketaan dan di sisi lain Allah tidak
menghendaki manusia memakan harta yang bukan haknya.3
Dalam hukum Islam juga terdapat istilah furudul muqoddaroh (Bagian-
bagian yang sudah ditentukan) yaitu 2/3,1/3,1/6,1/2,1/4, dan 1/8. Menurut
hukum waris Islam, bagian seorang anak laki-laki sebesar dua kali bagian
seorang anak perempuan, atau bagian seorang anak perempuan setengah dari
bagian seorang anak laki-laki.4 Sebagaimana ketentuan Faraidh dijelaskan
dalam al-Qur’an surat an-Nisā’ ayat 7:

‫ِلل ِّر َج ا ِل َنِص ي ٌب ِم َّم ا َتَر َك ا ْلَو ا ِل َد ا ِن َو اَأْلْقَر ُب و َن َو ِللِّنَس ا ِء َنِص ي ٌب ِم َّم ا‬

‫َتَر َك ا ْلَو ا ِلَد ا ِن َو اَأْلْقَر ُبو َن ِم َّم ا َقَّل ِم ْن ُه َأْو َك ُثَر ۚ َنِص ي ًبا َم ْف ُر و ًض ا‬
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
telah ditetapkan.”

Selain itu, sumber hukum waris Islam dalam hadis diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas yang artinya:
“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah Saw. bersabda, bagilah harta warisan
diantara ahli waris sesuai dengan ketentuan kitabullah.” ( H.R. Muslim).

Sedangkan dalil untuk pembagian harta warisan terdapat pula pada Qs. An-
Nisā’ ayat 11-12:

3
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media. Cet. II, 2005), 148
4
Sumarman Usman, Ikhtiar Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek), (Serang : Darul Ulum Press. 1993), hlm. 43
3

‫ُيوِص يُك ٱلَّل ُه ِف َأْو َٰل ِدُك ۖ ِلل َّذ َك ِر ِم ْث َح ِّظ ٱُأْلنَثَيِنْي ۚ َف ِإن ُكَّن ِن ٓا َف َق ٱْثَنَتِنْي‬
‫َس ًء ْو‬ ‫ُل‬ ‫ْم‬ ‫ُم‬
‫َفَلُه َّن ُثُلَث ا َم ا َتَر َك ۖ َو ِإن َك اَنْت َٰو ِح َد ًة َفَلَه ا ٱلِّنْص ُف ۚ َو َأِلَبَو ْي ِه ِلُك ِّل َٰو ِح ٍد ِّم ْنُه َم ا‬

‫ٱلُّسُد ُس َّمِما َتَر َك ِإن َك اَن َل ۥُه َو َلٌد ۚ َفِإن ْمَّل َيُك ن َّل ۥُه َو َلٌد َو َو ِر َث ٓۥُه َأَبَو اُه َفُأِلِّم ِه ٱلُّثُلُث ۚ َفِإن‬
‫ِم ِد ِص ٍة ِص‬ ‫ِه‬ ‫ِإ‬
‫َك اَن َل ٓۥُه ْخ َو ٌة َفُأِلِّم ٱلُّسُد ُس ۚ ۢن َبْع َو َّي ُيو ى َهِبٓا َأْو َدْيٍن ۗ َءاَبٓاُؤ ُك ْم َو َأْبَنٓاُؤ ُك ْم‬
۞ ‫اَل َتْد ُر وَن َأُّيُه ْم َأْقَر ُب َلُك ْم َنْف ًع اۚ َفِر يَض ًة ِّم َن ٱلَّل ِهۗ ِإَّن ٱلَّل َه َك اَن َعِليًم ا َح ِكيًم ا‬

‫ِإ‬ ‫ِإ‬ ‫ِن‬


‫َو َلُك ْم ْص ُف َم ا َتَر َك َأْز َٰو ُج ُك ْم ن ْمَّل َيُك ن ُهَّلَّن َو َل ٌد ۚ َف ن َك اَن ُهَلَّن َو َل ٌد َفَلُك ُم ٱلُّر ُبُع‬
‫َّمِما َتَر ْك َن ۚ ِم ۢن َبْع ِد َو ِص َّيٍة ُيوِص َني َهِبٓا َأْو َدْيٍن ۚ َو ُهَلَّن ٱلُّر ُب ُع َّمِما َتَر ْك ُتْم ِإن ْمَّل َيُك ن‬
‫ِد ِص ٍة‬
‫َّلُك ْم َو َلٌد ۚ َفِإن َك اَن َلُك ْم َو َلٌد َفَلُه َّن ٱلُّثُمُن َّمِما َتَر ْك ُتمۚ ِّم ۢن َبْع َو َّي ُتوُص وَن َهِبٓا َأْو‬
‫َدْيٍن ۗ َو ِإن َك اَن َرُج ٌل ُي وَر ُث َك َٰل َل ًة َأِو ٱْم َر َأٌة َو َل ٓۥُه َأٌخ َأْو ُأْخٌت َفِلُك ِّل َٰو ِح ٍد ِّم ْنُه َم ا‬
‫ِث ِم ِد ٍة‬ ‫ِم ِل‬
‫ٱلُّس ُد ُس ۚ َفِإن َك اُنٓو َأْك َثَر ن َٰذ َك َفُه ْم ُش َر َك ٓاُء ىِف ٱلُّثُل ۚ ۢن َبْع َو ِص َّي ُيوَص ٰى‬
‫۟ا‬

‫ِل ِل‬ ‫ِهۗ َو ٱلَّل‬ ‫َّيًة ِّم َن ٱلَّل‬ ‫ٓاٍّر ۚ ِص‬


‫ُه َع يٌم َح يٌم‬ ‫َو‬ ‫َهِبٓا َأْو َدْيٍن َغْيَر ُم َض‬

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian harta pusaka untuk) anak-


anakmu. Yaitu: bagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua anak
perempuan, dan jika ank itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan, jika anak perempuan itu
seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-
bapak masingmasingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang
meninggal itu mempunyai anak, jika orang yang meninggal itu tidak
mempunyai anak dan ia diwarfisi oleh ibu-bapaknya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga, jika yang meninggal mempunyai beberapa saudara,
maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas)
4

sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa’atnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.(11) Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Penyantun.”

Dari ayat diatas dapat disepakati bahwa satu orang anak perempuan
mendapatkan setengah dari bagian laki-laki.5
Pelaksanaan pembagian waris terkadang berbeda antara satu daerah dan
daerah lainnya. Hal ini dikarenakan berbedanya adat dan kebiasaan yang
dipakai oleh daerah tersebut. Adanya ketentuan pembagian waris dalam Islam
adalah sebagai solusi apabila terjadi persengketaan dalam pembagian ahli
waris. Di Indonesia pada prinsipnya berlaku hukum adat. Dalam hal ini
terdapat perbedaan antara satu daerah lingkungan hukum adat di satu pihak
5
Wahyuni Retnowuandari, Hukum Waris Islam Dalam Masyarakat Minang Kabau, Skripsi
Universitas Trisakti, Jakarta, ( 2010) , hlm. 60.
5

dengan daerah lingkungan hukum adat lainnya. Di pihak lain, di sebabkan


adanya perbedaan sifat kekeluargaan masing-masing. Daerah lingkungan
hukum adat yang susunan kekeluargaannya bersifat Patriarchaat (kebapakan),
berbeda dengan daerah lingkungan hukum adat yang susunan
kekeluargaannya berlingkungan Matriarchaat (keibuan) dan berbeda pula
dengan hukum adat yang susunan kekeluargaannya bersifat Parentil (keibu-
bapakan).6 Seperti pembagian waris yang sering dipakai di tengah-tengah
masyarakat suku Minangkabau yang sangat dipengaruhi oleh sistem
kekerabatannya yang bersifat matrilinial.7
Matriarkat atau Matrilineal mempunyai asal kata dari “matri” yang dapat
diartikan sebagai ibu dan kata dari “lineal” mempunyai arti sebagai garis,
sehingga jika digabungkan maka memiliki arti “garis ibu”. Sedangkan
pengertian Matriarkat atau Matrilineal secara istilah adalah merupakan sistem
pengelompokkan sosial yang mengenai hubungan garis keturunan melalui
garis ibu atau kerabat wanita.8
Dalam adat Minangkabau harta secara umum diklasifikasikan menjadi dua
jenis, yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Harta pusaka tinggi
adalah harta kaum yang diterima secara turun temurun dari ninik ke mamak,
dari mamak ke kemenakan menurut garis keturunan ibu. Sedangkan harta
pusaka rendah adalah harta yang berasal dari usaha sendiri. Selain itu ada juga
yang menyebutnya dengan harta bersama, artinya harta yang diperoleh selama
hidup berumah tangga.9
Hubungan kewarisan mamak dan kemenakan ini adalah ciri khas dari
hukum kewarisan adat Minangkabau, kewarisan mamak ke kemenakan
didasarkan kepada pemikiran bahwa harta adalah milik kaum dan
dipergunakan hanya untuk kepentingan kaum. Pewarisan harta pusaka tinggi
dari mamak kepada kemenakan di Minangkabau ini telah menjadi sebab
terjadinya perdebatan panjang di kalangan tokoh dan ulama Minangkabau.
6
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, (Yogyakarta: PT Al-Ma’arif Bandung, 1987), hlm. 27
7
Minangkabau Di, Kanagarian Icurai, and Alfi Husni, “Tinjauan Hukum Islam Terbadap Prak.Tik
Pembagian w Aris” (2011).
8
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa.
9
Adeb Davega Prasna, “Pewarisan Harta di Minangkabau Dalam Perspektif Kompilasi Hukum
Islam”, (Koordinat, Vol. 17, No. I (April 2018), h. 40. Lihat
http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/kordinat/article/view/8094, diakses pada 29 Mei 2022.
6

Di antara ulama yang sejalan dengan sistem kewarisan Minangkabau ini


adalah Syekh Abdul Karim Amrullah atau yang dikenal dengan sebutan Haji
Rasul (ayah dari Buya Hamka). Menurut Syekh Abdul Karim pewarisan harta
pusaka tinggi yang ia sebut dengan harta tua tidak dapat diterapkan padanya
hukum kewarisan Islam, beliau menganggap bahwa harta tersebut sama
dengan harta musabbalah. Pendapat ini diterima dan didukung oleh beberapa
ulama Minangkabau terutama kaum tua.10
Seorang ulama asal Minangkabau yang menjadi guru besar dan mufti
Mazhab Syafi'i di Masjid al-Haram Makah, Syekh Ahmad Khatib al-
Minangkabawi (w.1916) melontarkan kritik keras terhadap sistem pembagian
harta pusaka di Minangkabau, tanah kelahirannya sendiri. Menurut Ahmad
Khatib, harta pusaka di Minangkabau tergolong harta syubhat dan haram
dimakan hasilnya, karena pewarisannya bertentangan dengan hukum Islam.
Pendapat Ahmad Khatib diikuti oleh dua sepupunya, H. Agus Salim dan
Syekh Tahir Jalaluddin al-Azhari.11
Munawir Sadzali (mantan Menteri Agama RI) memiliki pendapat yang
sama dengan pendapat sebelumnya. Menurutnya, pembagian 1: 2 seharusnya
direaktualisasikan dan disesuaikan dengan perkembangan ruang dan waktu.
Ide yang dilontarkannya ini bertujuan agar dalam pembagian waris umat Islam
di Indonesia memberikan bagian yang sama terhadap anak laki-laki dan
perempuan. Alasan yang dipegangnya adalah dahulu pada masa sebelum
Islam wanita sama sekali tidak mendapat bagian warisan.12
Berbeda dengan pendapat yang kontra diatas, buya hamka yang
merupakan ulama tafsir berdarah Minangkabau justru pro dan menganggap
hal ini tidak bertentangan dengan Syari’at. Menurutnya, ahli waris adalah anak
kandung, ayah kandung, ibu kandung, dan saudara kandung pewaris (jika
pewaris meninggal dunia dalam keadaan tidak meninggalkan anak, ayah dan
ibu). Saudara perempuan (seibu sebapak) yang kalalah mendapat separuh,

10
Moh. Ahsin, “Studi Pemikiran Syekh Ahmad Khatȋb Al-Minangkabawi Tentang Pembagian
Harta Warisan Di Minangkabau Dalam Kitab Al-Dâ`Ȋ Al-Masmȗ`,” UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 53, no. 9 (2020): 1689–1699.
11
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Masyarakat Minangkabau
(Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982), hlm.275.
12
Joko Utama, Muhammad Faridh, Mashadi, Al-Qur’an Al Karim dan Terjemahnya, (Semarang :
CV. Putra Toha ,Semarang), hlm.62
7

kalau dia berdua mendapat sepertiga. Kalau mereka banyak ada yang laki-laki
dan perempuan maka juga mendapat dua pertiga. Kalau yang tinggal itu hanya
saudara seibu, mereka mendapat seperenam kalau seorang dan mendapat
sepertiga kalau lebih dari seorang. Sedangkan saudara tiri, ayah tiri, dan ibu
tiri tidak termasuk ke dalam kategori ahli waris menurut penafsiran Buya
Hamka, dikarenakan tidak adanya hubungan darah di antara mereka. Melihat
dari pembagian harta warisan dalam adat Minangkabau bahwa perincian
pembagiannya kepada pihak tertentu saja, seperti : harta pusaka diwarisi orang
yang tinggal di rumah tersebut, harta bawaan suami hanya berhak diwarisi
oleh keluarganya saja, harta suami dan istri hanya diwarisi13
Dari pemaparan diatas penulis tertarik meneliti tentang bagaimana
sebenarnya konsep harta Pusako Tinggi pada Adat Minangkabau menurut
Pandangan Maqashidi hingga mencapai kemaslahatan bersama tanpa
mengubah teks Maqashidi Syari’ahnya. Maka dari itu, penelitian ini diberi
judul “Konsep Pusako Tinggi Dalam Adat Minangkabau Menurut
Pandangan Tafsir Maqashidi”

B. Permasalahan
Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini ialah Bagaimana
Konsep Pusako Tinggi dalam adat Minangkabau menurut Tafsir Maqashidi?
Permasalahan utama ini, dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan
penelitian, yaitu:
1. Bagaimana Konsep Pusako Tinggi dalam Adat Minangkabau?

2. Bagaimana gambaran metode Tafsir Maqashidi?

3. Bagaimana Penerapan Tafsir Maqashidi dalam Konsep Harta Pusako

Tinggi pada Adat Minangkabau?

C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, membahas tentang Konsep Harta Warisan Pusako
Tinggi Adat Minangkabau menurut pandangan Tafsir Maqashidi, penelitian
13
U T Prayetno, M T Rahman, and H Habibullah, “PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM
ADAT MINANGKABAU (Tela’ah Penafsiran Buya HAMKA Pada Surah An-Nisa’Ayat 11-12)”
(2019),
8

ini dibatasi oleh ayat ayat Warisan dalam Al-Qur’an dan Pendekatan
Maqashidi Syariah.
Selain itu, dalam penelitian ini penulis memilih Q.S An-Nisa’ ayat 11-12
untuk menjadi pokok utama dalam mengetahui Konsep Pusako Tinggi dalam
adat Minangkabau menurut Tafsir Maqashidi. Pembatasan masalah ini
bertujuan agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat pada
tujuan yang ingin diperoleh. Kemudian agar mampu mencegah dari hal
pelebaran masalah yang dapat menyebabkan pembahasan tidak konsisten.

D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian


Penelitian ini secara umum memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana
Penafsiran ayat-ayat Waris dalam hal Harta Waris Pusako Tinggi dalam Adat
Minangkabau dalam Tinjauan Tafsir Maqhasidi. Sedangkan secara khusus
penelitian ini memiliki tujuan, antara lain ialah:
1. Untuk mengetahui bagaimana Konsep Pusako Tinggi dalam Adat
Minangkabau
2. Untuk mengetahui gambaran metode Tafsir Maqashidi
3. Untuk mengetahui bagaimana Penerapan Tafsir Maqashidi dalam Konsep
Harta Pusako Tinggi pada Adat Minangkabau

Adapun, penelitian ini pula diharapkan mampu menjangkau kegunaan


baik secara teoritis ataupun praktik. Secara teoritis penulis mengharapkan
penelitian ini mampu memberikan kegunaan, diantaranya yaitu:

1. Secara khusus mampu memberikan wawasan yang lebih luas dan


memperkaya wacana keilmuan dalam kajian Al-Qur’an tentang kajian
Pustaka terkait pembagian Harta Warisan pada Adat Minangkabau.
2. Dapat menjadi manfaat dalam upaya pengembangan keilmuan Fakultas
Ushuluddin dan Studi Agama khususnya pada Prodi Ilmu Al Quran dan
Tafsir Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

Sedangkan secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan


kegunaan yakni:
9

1. Mampu memberikan pemahaman yang utuh bagi masyarakat mengenai


Pembagian Harta Warisan pada Adat Minangkabau
2. Memberikan panutan bagi peneliti selanjutnya terhadap penelitian tentang
Pembagian Harta Warisan pada Adat Minangkabau dalam perspektif Al
Quran agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut yang semakin baik.
3. Menjadi salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana agama
(S.Ag) pada prodi Ilmu Al Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan
Studi Agama Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.

E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka memuat berbagai literatur penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan topik yang akan diangkat dalam penelitian yang dilakukan
dengan tujuan agar dapat memberikan pencerahan dalam penguasaan materi
penelitian. Tinjauan Pustaka sebagai sarana mendemonstrasikan bahwa
peneliti telah membaca dan memahami penelitian terdahulu dan
perkembangannya dalam bidang kajian yang serupa.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan, ditemukan
beberapa penelitian yang mengkaji topik tentang “Harta Warisan Adat
Minangkabau”, baik dalam bentuk karya ilmiah, buku, dan artikel. Namun
bidang pembahasannya lebih fokus kepada pendapat ulama-ulama tafsir
mengenai hal tersebut.
Sejauh penelusuran yang telah dilakukan terhadap literature-literatur dan
penelitian-penelitian, baik dari buku, skripsi, tesis, maupun artikel/jurnal,
peneliti menentukan dalam penelitian ini terdapat beberapa tinjauan Pustaka
diantaraya adalah:
Tesis Moh. Ahsin “Studi Pemikiran Syekh Ahmad Khatȋb Al-
Minangkabawi Tentang Pembagian Harta Warisan Di Minangkabau Dalam
Kitab Al-Dâ`Ȋ Al-Masmȗ`”. Dalam tesis ini, penulis menjelakan tentang
Pandangan salah satu imam besar yang berasal dari Minangkabau mengenai
Pembagian Harta Warisan di Minangkabau dalam Kitabnya Al-Da’I Al
Masmu’. Pembahasan dalam tesis ini terfokus kepada pemikiran Syekh
Ahmad Khatȋb Al-Minangkabawi yang mengaggap bahwa pembagian harta
10

warisan pada adat Minangkabau melanggar Syariat yang tertulis dalam Al-
Qur’an mengenai hak-hak dan ketentuan pembagian warisan dalam Islam.14
Skripsi Prayetno “Pembagian Harta Warisan Dalam Adat Minangkabau
(Tela’ah Penafsiran Buya Hamka Pada Surah An-Nisa’ Ayat 11-12)”. Dalam
skripsi ini, penulis menjelaskan tentang pembagian harta warisan dalam adat
minangkabau menurut penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar. Dan
pembahasan dalam skrispsi ini hanya sebatas menelaah dan bukan melakukan
penafsirkan melalui pendekatan Maqashidi.15
Skripsi Monica Mulyana “Hak Waris Perempuan Pada Masyarakat
Minangkabau (Dalam Tinjauan Tafsir Mahmud Yunus dan Hamka)”. Sama
seperti tinjauan pustaka sebelumnya, skripsi inipun lebih membahas tentang
pandangan MUfassir perihal harta waris pada adat Minangkabau. Lebih
tepatnya dalam Skripsi ini, penulis memaparkan tentang Bagaimana Hak
Waris Perempuan Pada Masyarakat Minangkabau dari tinjauan 2 Mufassir
Indonesia yaitu Mahmud Yunus dan Hamka.16
Skripsi Alfi Husni “Tinjauan Hukum Islam Terbadap Praktik Pembagian
Waris Harta Pusaka Rendah Tidak Bergerak. Dalam Masyarakat Minangkabau
Di Kanagarian Icurai” . Dalam skripsi ini, inti permasalahan yang diangkat
penulis adalah bagaimana Harta Pusaka Rendah yang tidak bergerak dalam
salah satu Masyarakat di Minangkabau yaitu di kanagarian Icurai dan terfokus
pada hukum dari fenomena tersebut tanpa menelaah dari segi penafsirannya.17
Dalam bentuk artikel, ada Amalia Putri Fiddini , Aceng Zakaria , Syaeful
Rokhim “Konsep Matriarkat Pada Suku Minangkabau Menurut Alquran”.
Dalam artikel ini, penulis memfokuskan pembahasan tentang konsep
Matriarkat oada Suku Minangkabau yang mana sistem atau adat ini yang
mendorong adanya pembagian harta waris dalam adat Minangkabau.18

14
Ahsin, “Studi Pemikiran Syekh Ahmad Khatȋb Al-Minangkabawi Tentang Pembagian Harta
Warisan Di Minangkabau Dalam Kitab Al-Dâ`Ȋ Al-Masmȗ`.” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53, no. 9 (2020): 1689–1699.
15
Prayetno, Rahman, And Habibullah, “PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM ADAT
MINANGKABAU (Tela’ah Penafsiran Buya HAMKA Pada Surah An-Nisa’Ayat 11-12).” (2019)
16
Monica Mulyana, “Hak Waris Perempuan Pada Masyarakat Minangkabau (Dalam Tinjauan
Tafsir Mahmud Yunus dan Hamka)”.
17
Di, Icurai, and Husni, “Tinjauan Hukum Islam Terbadap Prak.Tik Pembagian w Aris.”
18
Amalia Putri Fiddini, dkk, “Konsep Matriarkat Pada Suku Minangkabau Menurut Alquran”
11

Dalam artikel lain, Linda Firdawaty “Pewarisan Harta Pusaka Tinggi


Kepada Anak Perempuan Di Minang Kabau Dalam Perspektif Perlindungan
Terhadap Perempuan Dan Hukum Islam”. Pada artikel ini, penulis
memfokuskan kajian pembahasan kepada Pewarisan Adat Minangkabau dari
segi perlindungan terhadap perlindungan terhadap perempuan dan hukum
islam bukan pada kajian tafsir.19

F. Metodologi Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan (library research)
dikarenakan dilihat dari objek pada penelitian ini ialah berupa teks Al Quran,
kitab, buku, jurnal, artikel, serta literatur lainnya yang akan dianalisis dan
dibuktikan dalam bentuk tulisan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode deskriptif-analitis. Hal yang dilakukan pertama ialah memaparkan ayat
Al-Quran yang telah dipilih, lalu dianalisis prespektifnya terhadap konteks
Harta Warisan pada adat Minangkabau menggunakan pendekatan yang telah
ditentukan.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan Maqhasidi. Penafsiran dengan
pendekatan Maqhasidi ialah Tafsir yang menjelaskan maksud-maksud dari
ayat yang didefinisikan terlebih dahulu untuk mendapatkan pengertian yang
utuh.20 Pendekatan yang dilakukan dengan cara mencari teks-teks Syariah dan
hukum-hukumnya dengan kemashlahatan umat, pengumpulkan teks-teks Al-
Qur’an dan sunah yang shahih, mengumpulkan metode induksi dan hukum
persial, mendatangkan kemashlahatan dan mencegah kerusakan, dan
mempertimbangkan akibat suatu hukum. Pendekatan Maqhasidi merupakan
pendekatan yang tepat untuk dipilih dalam tema yang diusung oleh penulis
1. Sumber dan Jenis Data
a. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini berupa sumber data yang berasal dari
dokumen. Sumber data dokumen adalah berbagai referensi maupun
data-data yang digunakan sebagai bahan rujukan yang berkaitan
19
Linda Firdawaty “Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Kepada Anak Perempuan Di Minang Kabau
Dalam Perspektif Perlindungan Terhadap Perempuan Dan Hukum Islam”
20
M. Ainur Rifqi and A. Halil Thahir, ‘Tafsir Maqasidi: Membangun Paradigma Tafsir
Berbasis Mashlahah’, Millah, 18.2 (2019), 56-335
12

dengan masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, data yang


digunakan adalah sumber data documenter yang berupa dokumen
perpustakaan tertulis, seperti kitab, buku ilmiah, dan referensi tertulis
lainnya,
b. Jenis Data
Pada umumnya penelitian kualitatif memiliki dua sumber satu,
diantaranya data primer dan data sekunder.21
1) Data primer yaitu data pokok yang memberikan data kepada
peneliti, dalam mengumpulkan data. Dalam penelitian ini data
primer yang menjadi objek utama serta rujukan pokok dalam
penelitian ialah ayat Al Qur’an.
2) Data sekunder dalam penelitian ini ialah berupa berbagai literatur
penunjang maupun pelengkap dari data primer. Dalam penelitian
ini, yang menjadi data sekunder antara lain seperti buku, kitab,
jurnal, artikel, dan literatur lainnya.
2. Metode Pengumpulan Data
Tujuan utama dalam suatu penelitian yaitu mendapatkan data.
Adapun pada penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan
peneliti adalah dengan mengumpulkan data-data yang diperlukan untuk
melakukan penelusuran kepustakaan serta mengkaji dan menelaah
berbagai referensi yang bersumber pada berbagai tulisan-tulisan seperti
teks ayat al quran, kitab, buku, jurnal, artikel, dan lainnya. Pengumpulan
data dilakukan dengan cara menghimpun data tentang pokok permasalahan
yang sedang diteliti, selanjutnya data-data yang terkumpul tersebut
dianalisis sehingga dapat memberikan pengertian dan kesimpulan sebagai
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang menjadi pokok penelitian.
3. Teknik Analisis Data
Setelah mengumpulkan data, maka langkah selanjutnya ialah menganalisis
semua data yang telah diperoleh. Pada penelitian ini metode yang
digunakan ialah analisis isi (content analysis). Cara yang ditempuh ialah
dengan menganalisis setiap data yang memiliki sangkut paut terhadap
21
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2007). 157.
13

tema yang diusung oleh peneliti. Dalam hal ini, analisis isi ini
dipergunakan untuk menganalis penafsiran ayat Al-Qur’an Q.S An- Nisa
ayat 11-12 terhadap konteks Harta Warisan Adat Minangkabau. Dalam
menerapkan analisis isi perlu melakukan beberapa langkah sebagai
berikut:
a. Identifikasi Ayat

b. Identifikasi Makna

c. Eksplorasi Maqashid Syariah

d. Kontekstualisasi Ayat

e. Penarikan Kesimpulan

G. Sistematika Penulisan
Agar penelitian ini tersusun secara sistematis, peneliti memutuskan
sistematika penulisan kedalam beberapa bab, antara lain sebagai beriku:
Bab I, berisikan pembahasan yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan permasalahan, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, bagian ini membahas definisi Pusako Tinggi dalam Adat
Minangkabau, Pandangan Mufassir dan Ahli Hukum terhadap konsep Pusako
Tinggi dalam adat Minangkabau.
Bab III, bagian ini diarahkan untuk menelusuri serta memaparkan secara
mendalam tentang definisi Tafsir Maqashidi, langkah kerja Tafsir Maqashidi,
serta pandangan ulama-ulama terhadap Metode Tafsir Maqashidi.
Bab IV, bab ini merupakan pembahasan inti dari pada penelitian ini, yaitu
memaparkan tentang bagaimana penerapan Tafsir Maqashidi dalam Konsep
Harta Pusako Tinggi pada Adat Minangkabau hingga akhirnya mendapatkan
hasil yang maslahah.
Bab V, yakni penutup penelitian, berisikan pemaparan terhadap
kesimpulan akhir penelitian, serta saran-saran penulis yang bertaut dengan
14

Harta Warisan Pusako Tinggi pada Adat Minangkabau dalam pandangan


Tafsir Maqashidi.

OUTLINE (DAFTAR ISI SEMENTARA)

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
D. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Metodologi Penelitian
1. Sumber dan Jenis Data
2. Metode Pengumpulan Data
3. Tekhnik Analisis Data
G. Sistematika Penulisan

BAB II KONSEP PUSAKO TINGGI DALAM ADAT MINANGKABAU

A. Definisi Pusako Tinggi dalam Adat Minangkabau


B. Pandangan Mufassir terhadap konsep Pusako Tinggi dalam adat
Minangkabau
C. Pandangan Ahli Hukum terhadap konsep Pusako Tinggi dalam adat
Minangkabau

BAB III METODE TAFSIR MAQASHIDI DALAM MENAFSIRKAN


ALQUR’AN

A. Definisi Tafsir Maqashidi


B. Langkah kerja Tafsir Maqashidi
C. Pandangan Ulama terhadap Metode Tafsir Maqashidi
15

BAB IV TAFSIR MAQASHIDI DALAM KONSEP HARTA PUSAKO


TINGGI PADA ADAT MINANGKABAU

A. Ayat-ayat waris
B. Penerapan langkah kerja Tafsir Maqashidi

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
16

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Al Hikmah Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandung: CV.


Penerbit Dipenogoro, 2014
J. Moleong Lexy, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2007
Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, cet. II, Yogjakarta : Idea
Press Yogyakarta, 2015
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Prenada Media. Cet. II, 2005
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Masyarakat
Minangkabau , Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982
Sumarman Usman, Ikhtiar Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata (Burgerlijk Wetboek), Serang : Darul Ulum Press. 1993
Fatchur Rahman, Ilmu Waris, Yogyakarta: PT Al-Ma’arif Bandung. 1987
Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Moh. Ahsin, “Studi Pemikiran Syekh Ahmad Khatȋb Al-Minangkabawi Tentang
Pembagian Harta Warisan Di Minangkabau Dalam Kitab Al-Dâ`Ȋ Al-
Masmȗ`,” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 53, no. 9, 2020
U T Prayetno, M T Rahman, and H Habibullah, “Pembagian Harta Warisan
Dalam Adat Minangkabau (Tela’ah Penafsiran Buya Hamka Pada Surah An-
Nisa’ayat 11-12)” UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi, 2019
Monica Mulyana, “Hak Waris Perempuan Pada Masyarakat Minangkabau
(Dalam Tinjauan Tafsir Mahmud Yunus dan Hamka)”. UIN Sunan Gunung
Djati Bandung, 2018
Solahudin, M Dalam Penafsiran Alquran,” Pendekatan Tekstual Dan Kontekstual
Dalam Penafsiran Alquran 2 Desember 2016
Ainur Rifqi, “Tafsir Maqashidi; Building Interpretation Paradigm Based on
Mashlalah,” Millah: Jurnal Studi Agama Vol. 18, No. 2, 2019
Adeb Davega Prasna, “Pewarisan Harta di Minangkabau Dalam Perspektif
Kompilasi Hukum Islam”, Koordinat, Vol. 17, No. I, April 2018
Amalia Putri Fiddini, dkk, “Konsep Matriarkat Pada Suku Minangkabau Menurut
Alquran”
17

Linda Firdawaty “Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Kepada Anak Perempuan Di


Minang Kabau Dalam Perspektif Perlindungan Terhadap Perempuan Dan
Hukum Islam”

Anda mungkin juga menyukai