PROPOSAL SKRIPSI
Rohana Mukaromah
Fakultas Ushuluddin dan Studi Agama
Universitas Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
PENDAHULUAN
1
Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, cet. II, (Yogjakarta : Idea Press
Yogyakarta, 2015), 103.
2
M. Solahudin, “Dalam Penafsiran Alquran,” Pendekatan Tekstual Dan Kontekstual Dalam
Penafsiran Alquran 2, Desember (2016): 115–130.
2
termasuk salah satu bagian dari fikih atau ketentuan yang harus dipatuhi umat
Islam dan dijadikan pedoman dalam menyelesaikan harta peninggalan
seseorang yang telah mati. Allah menetapkan ketentuan tentang kewarisan ini
karena ia menyangkut dengan harta yang di satu sisi kecenderungan manusia
kepadanya dapat menimbulkan persengketaan dan di sisi lain Allah tidak
menghendaki manusia memakan harta yang bukan haknya.3
Dalam hukum Islam juga terdapat istilah furudul muqoddaroh (Bagian-
bagian yang sudah ditentukan) yaitu 2/3,1/3,1/6,1/2,1/4, dan 1/8. Menurut
hukum waris Islam, bagian seorang anak laki-laki sebesar dua kali bagian
seorang anak perempuan, atau bagian seorang anak perempuan setengah dari
bagian seorang anak laki-laki.4 Sebagaimana ketentuan Faraidh dijelaskan
dalam al-Qur’an surat an-Nisā’ ayat 7:
ِلل ِّر َج ا ِل َنِص ي ٌب ِم َّم ا َتَر َك ا ْلَو ا ِل َد ا ِن َو اَأْلْقَر ُب و َن َو ِللِّنَس ا ِء َنِص ي ٌب ِم َّم ا
َتَر َك ا ْلَو ا ِلَد ا ِن َو اَأْلْقَر ُبو َن ِم َّم ا َقَّل ِم ْن ُه َأْو َك ُثَر ۚ َنِص ي ًبا َم ْف ُر و ًض ا
“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapak dan
kerabatnya dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan
ibu-bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bagian yang
telah ditetapkan.”
Selain itu, sumber hukum waris Islam dalam hadis diriwayatkan oleh Ibnu
Abbas yang artinya:
“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah Saw. bersabda, bagilah harta warisan
diantara ahli waris sesuai dengan ketentuan kitabullah.” ( H.R. Muslim).
Sedangkan dalil untuk pembagian harta warisan terdapat pula pada Qs. An-
Nisā’ ayat 11-12:
3
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Prenada Media. Cet. II, 2005), 148
4
Sumarman Usman, Ikhtiar Hukum Waris Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(Burgerlijk Wetboek), (Serang : Darul Ulum Press. 1993), hlm. 43
3
ُيوِص يُك ٱلَّل ُه ِف َأْو َٰل ِدُك ۖ ِلل َّذ َك ِر ِم ْث َح ِّظ ٱُأْلنَثَيِنْي ۚ َف ِإن ُكَّن ِن ٓا َف َق ٱْثَنَتِنْي
َس ًء ْو ُل ْم ُم
َفَلُه َّن ُثُلَث ا َم ا َتَر َك ۖ َو ِإن َك اَنْت َٰو ِح َد ًة َفَلَه ا ٱلِّنْص ُف ۚ َو َأِلَبَو ْي ِه ِلُك ِّل َٰو ِح ٍد ِّم ْنُه َم ا
ٱلُّسُد ُس َّمِما َتَر َك ِإن َك اَن َل ۥُه َو َلٌد ۚ َفِإن ْمَّل َيُك ن َّل ۥُه َو َلٌد َو َو ِر َث ٓۥُه َأَبَو اُه َفُأِلِّم ِه ٱلُّثُلُث ۚ َفِإن
ِم ِد ِص ٍة ِص ِه ِإ
َك اَن َل ٓۥُه ْخ َو ٌة َفُأِلِّم ٱلُّسُد ُس ۚ ۢن َبْع َو َّي ُيو ى َهِبٓا َأْو َدْيٍن ۗ َءاَبٓاُؤ ُك ْم َو َأْبَنٓاُؤ ُك ْم
۞ اَل َتْد ُر وَن َأُّيُه ْم َأْقَر ُب َلُك ْم َنْف ًع اۚ َفِر يَض ًة ِّم َن ٱلَّل ِهۗ ِإَّن ٱلَّل َه َك اَن َعِليًم ا َح ِكيًم ا
sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya.
(Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa’atnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana.(11) Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta
yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang
kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah
dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak,
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang
saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu
sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Penyantun.”
Dari ayat diatas dapat disepakati bahwa satu orang anak perempuan
mendapatkan setengah dari bagian laki-laki.5
Pelaksanaan pembagian waris terkadang berbeda antara satu daerah dan
daerah lainnya. Hal ini dikarenakan berbedanya adat dan kebiasaan yang
dipakai oleh daerah tersebut. Adanya ketentuan pembagian waris dalam Islam
adalah sebagai solusi apabila terjadi persengketaan dalam pembagian ahli
waris. Di Indonesia pada prinsipnya berlaku hukum adat. Dalam hal ini
terdapat perbedaan antara satu daerah lingkungan hukum adat di satu pihak
5
Wahyuni Retnowuandari, Hukum Waris Islam Dalam Masyarakat Minang Kabau, Skripsi
Universitas Trisakti, Jakarta, ( 2010) , hlm. 60.
5
10
Moh. Ahsin, “Studi Pemikiran Syekh Ahmad Khatȋb Al-Minangkabawi Tentang Pembagian
Harta Warisan Di Minangkabau Dalam Kitab Al-Dâ`Ȋ Al-Masmȗ`,” UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta 53, no. 9 (2020): 1689–1699.
11
Amir Syarifuddin, Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dalam Masyarakat Minangkabau
(Jakarta: PT. Gunung Agung, 1982), hlm.275.
12
Joko Utama, Muhammad Faridh, Mashadi, Al-Qur’an Al Karim dan Terjemahnya, (Semarang :
CV. Putra Toha ,Semarang), hlm.62
7
kalau dia berdua mendapat sepertiga. Kalau mereka banyak ada yang laki-laki
dan perempuan maka juga mendapat dua pertiga. Kalau yang tinggal itu hanya
saudara seibu, mereka mendapat seperenam kalau seorang dan mendapat
sepertiga kalau lebih dari seorang. Sedangkan saudara tiri, ayah tiri, dan ibu
tiri tidak termasuk ke dalam kategori ahli waris menurut penafsiran Buya
Hamka, dikarenakan tidak adanya hubungan darah di antara mereka. Melihat
dari pembagian harta warisan dalam adat Minangkabau bahwa perincian
pembagiannya kepada pihak tertentu saja, seperti : harta pusaka diwarisi orang
yang tinggal di rumah tersebut, harta bawaan suami hanya berhak diwarisi
oleh keluarganya saja, harta suami dan istri hanya diwarisi13
Dari pemaparan diatas penulis tertarik meneliti tentang bagaimana
sebenarnya konsep harta Pusako Tinggi pada Adat Minangkabau menurut
Pandangan Maqashidi hingga mencapai kemaslahatan bersama tanpa
mengubah teks Maqashidi Syari’ahnya. Maka dari itu, penelitian ini diberi
judul “Konsep Pusako Tinggi Dalam Adat Minangkabau Menurut
Pandangan Tafsir Maqashidi”
B. Permasalahan
Permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian ini ialah Bagaimana
Konsep Pusako Tinggi dalam adat Minangkabau menurut Tafsir Maqashidi?
Permasalahan utama ini, dapat dirumuskan menjadi beberapa pertanyaan
penelitian, yaitu:
1. Bagaimana Konsep Pusako Tinggi dalam Adat Minangkabau?
C. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini, membahas tentang Konsep Harta Warisan Pusako
Tinggi Adat Minangkabau menurut pandangan Tafsir Maqashidi, penelitian
13
U T Prayetno, M T Rahman, and H Habibullah, “PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM
ADAT MINANGKABAU (Tela’ah Penafsiran Buya HAMKA Pada Surah An-Nisa’Ayat 11-12)”
(2019),
8
ini dibatasi oleh ayat ayat Warisan dalam Al-Qur’an dan Pendekatan
Maqashidi Syariah.
Selain itu, dalam penelitian ini penulis memilih Q.S An-Nisa’ ayat 11-12
untuk menjadi pokok utama dalam mengetahui Konsep Pusako Tinggi dalam
adat Minangkabau menurut Tafsir Maqashidi. Pembatasan masalah ini
bertujuan agar penelitian dapat dilaksanakan dengan baik dan tepat pada
tujuan yang ingin diperoleh. Kemudian agar mampu mencegah dari hal
pelebaran masalah yang dapat menyebabkan pembahasan tidak konsisten.
E. Tinjauan Pustaka
Tinjauan Pustaka memuat berbagai literatur penelitian terdahulu yang
berkaitan dengan topik yang akan diangkat dalam penelitian yang dilakukan
dengan tujuan agar dapat memberikan pencerahan dalam penguasaan materi
penelitian. Tinjauan Pustaka sebagai sarana mendemonstrasikan bahwa
peneliti telah membaca dan memahami penelitian terdahulu dan
perkembangannya dalam bidang kajian yang serupa.
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang penulis lakukan, ditemukan
beberapa penelitian yang mengkaji topik tentang “Harta Warisan Adat
Minangkabau”, baik dalam bentuk karya ilmiah, buku, dan artikel. Namun
bidang pembahasannya lebih fokus kepada pendapat ulama-ulama tafsir
mengenai hal tersebut.
Sejauh penelusuran yang telah dilakukan terhadap literature-literatur dan
penelitian-penelitian, baik dari buku, skripsi, tesis, maupun artikel/jurnal,
peneliti menentukan dalam penelitian ini terdapat beberapa tinjauan Pustaka
diantaraya adalah:
Tesis Moh. Ahsin “Studi Pemikiran Syekh Ahmad Khatȋb Al-
Minangkabawi Tentang Pembagian Harta Warisan Di Minangkabau Dalam
Kitab Al-Dâ`Ȋ Al-Masmȗ`”. Dalam tesis ini, penulis menjelakan tentang
Pandangan salah satu imam besar yang berasal dari Minangkabau mengenai
Pembagian Harta Warisan di Minangkabau dalam Kitabnya Al-Da’I Al
Masmu’. Pembahasan dalam tesis ini terfokus kepada pemikiran Syekh
Ahmad Khatȋb Al-Minangkabawi yang mengaggap bahwa pembagian harta
10
warisan pada adat Minangkabau melanggar Syariat yang tertulis dalam Al-
Qur’an mengenai hak-hak dan ketentuan pembagian warisan dalam Islam.14
Skripsi Prayetno “Pembagian Harta Warisan Dalam Adat Minangkabau
(Tela’ah Penafsiran Buya Hamka Pada Surah An-Nisa’ Ayat 11-12)”. Dalam
skripsi ini, penulis menjelaskan tentang pembagian harta warisan dalam adat
minangkabau menurut penafsiran Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar. Dan
pembahasan dalam skrispsi ini hanya sebatas menelaah dan bukan melakukan
penafsirkan melalui pendekatan Maqashidi.15
Skripsi Monica Mulyana “Hak Waris Perempuan Pada Masyarakat
Minangkabau (Dalam Tinjauan Tafsir Mahmud Yunus dan Hamka)”. Sama
seperti tinjauan pustaka sebelumnya, skripsi inipun lebih membahas tentang
pandangan MUfassir perihal harta waris pada adat Minangkabau. Lebih
tepatnya dalam Skripsi ini, penulis memaparkan tentang Bagaimana Hak
Waris Perempuan Pada Masyarakat Minangkabau dari tinjauan 2 Mufassir
Indonesia yaitu Mahmud Yunus dan Hamka.16
Skripsi Alfi Husni “Tinjauan Hukum Islam Terbadap Praktik Pembagian
Waris Harta Pusaka Rendah Tidak Bergerak. Dalam Masyarakat Minangkabau
Di Kanagarian Icurai” . Dalam skripsi ini, inti permasalahan yang diangkat
penulis adalah bagaimana Harta Pusaka Rendah yang tidak bergerak dalam
salah satu Masyarakat di Minangkabau yaitu di kanagarian Icurai dan terfokus
pada hukum dari fenomena tersebut tanpa menelaah dari segi penafsirannya.17
Dalam bentuk artikel, ada Amalia Putri Fiddini , Aceng Zakaria , Syaeful
Rokhim “Konsep Matriarkat Pada Suku Minangkabau Menurut Alquran”.
Dalam artikel ini, penulis memfokuskan pembahasan tentang konsep
Matriarkat oada Suku Minangkabau yang mana sistem atau adat ini yang
mendorong adanya pembagian harta waris dalam adat Minangkabau.18
14
Ahsin, “Studi Pemikiran Syekh Ahmad Khatȋb Al-Minangkabawi Tentang Pembagian Harta
Warisan Di Minangkabau Dalam Kitab Al-Dâ`Ȋ Al-Masmȗ`.” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53, no. 9 (2020): 1689–1699.
15
Prayetno, Rahman, And Habibullah, “PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM ADAT
MINANGKABAU (Tela’ah Penafsiran Buya HAMKA Pada Surah An-Nisa’Ayat 11-12).” (2019)
16
Monica Mulyana, “Hak Waris Perempuan Pada Masyarakat Minangkabau (Dalam Tinjauan
Tafsir Mahmud Yunus dan Hamka)”.
17
Di, Icurai, and Husni, “Tinjauan Hukum Islam Terbadap Prak.Tik Pembagian w Aris.”
18
Amalia Putri Fiddini, dkk, “Konsep Matriarkat Pada Suku Minangkabau Menurut Alquran”
11
F. Metodologi Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian kepustakaan (library research)
dikarenakan dilihat dari objek pada penelitian ini ialah berupa teks Al Quran,
kitab, buku, jurnal, artikel, serta literatur lainnya yang akan dianalisis dan
dibuktikan dalam bentuk tulisan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode deskriptif-analitis. Hal yang dilakukan pertama ialah memaparkan ayat
Al-Quran yang telah dipilih, lalu dianalisis prespektifnya terhadap konteks
Harta Warisan pada adat Minangkabau menggunakan pendekatan yang telah
ditentukan.
Pada penelitian ini digunakan pendekatan Maqhasidi. Penafsiran dengan
pendekatan Maqhasidi ialah Tafsir yang menjelaskan maksud-maksud dari
ayat yang didefinisikan terlebih dahulu untuk mendapatkan pengertian yang
utuh.20 Pendekatan yang dilakukan dengan cara mencari teks-teks Syariah dan
hukum-hukumnya dengan kemashlahatan umat, pengumpulkan teks-teks Al-
Qur’an dan sunah yang shahih, mengumpulkan metode induksi dan hukum
persial, mendatangkan kemashlahatan dan mencegah kerusakan, dan
mempertimbangkan akibat suatu hukum. Pendekatan Maqhasidi merupakan
pendekatan yang tepat untuk dipilih dalam tema yang diusung oleh penulis
1. Sumber dan Jenis Data
a. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini berupa sumber data yang berasal dari
dokumen. Sumber data dokumen adalah berbagai referensi maupun
data-data yang digunakan sebagai bahan rujukan yang berkaitan
19
Linda Firdawaty “Pewarisan Harta Pusaka Tinggi Kepada Anak Perempuan Di Minang Kabau
Dalam Perspektif Perlindungan Terhadap Perempuan Dan Hukum Islam”
20
M. Ainur Rifqi and A. Halil Thahir, ‘Tafsir Maqasidi: Membangun Paradigma Tafsir
Berbasis Mashlahah’, Millah, 18.2 (2019), 56-335
12
tema yang diusung oleh peneliti. Dalam hal ini, analisis isi ini
dipergunakan untuk menganalis penafsiran ayat Al-Qur’an Q.S An- Nisa
ayat 11-12 terhadap konteks Harta Warisan Adat Minangkabau. Dalam
menerapkan analisis isi perlu melakukan beberapa langkah sebagai
berikut:
a. Identifikasi Ayat
b. Identifikasi Makna
d. Kontekstualisasi Ayat
e. Penarikan Kesimpulan
G. Sistematika Penulisan
Agar penelitian ini tersusun secara sistematis, peneliti memutuskan
sistematika penulisan kedalam beberapa bab, antara lain sebagai beriku:
Bab I, berisikan pembahasan yang meliputi latar belakang masalah,
rumusan permasalahan, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II, bagian ini membahas definisi Pusako Tinggi dalam Adat
Minangkabau, Pandangan Mufassir dan Ahli Hukum terhadap konsep Pusako
Tinggi dalam adat Minangkabau.
Bab III, bagian ini diarahkan untuk menelusuri serta memaparkan secara
mendalam tentang definisi Tafsir Maqashidi, langkah kerja Tafsir Maqashidi,
serta pandangan ulama-ulama terhadap Metode Tafsir Maqashidi.
Bab IV, bab ini merupakan pembahasan inti dari pada penelitian ini, yaitu
memaparkan tentang bagaimana penerapan Tafsir Maqashidi dalam Konsep
Harta Pusako Tinggi pada Adat Minangkabau hingga akhirnya mendapatkan
hasil yang maslahah.
Bab V, yakni penutup penelitian, berisikan pemaparan terhadap
kesimpulan akhir penelitian, serta saran-saran penulis yang bertaut dengan
14
BAB I : PENDAHULUAN
A. Ayat-ayat waris
B. Penerapan langkah kerja Tafsir Maqashidi
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
16
DAFTAR PUSTAKA