Anda di halaman 1dari 37

FIQIH MAWARIS DLM PERSEPTIF

EMPAT MADZHAB

A. Pengertian
B. Dasar Hukum Mawaris
C. Sejarah Waris Pra Islam dan Masa Islam
D. Rukun dan Syarat Mawaris
E. Istilah-istilah Dalam Ilmu Mawaris
F. Ashhabul Furud /Dzawil Furudhdan Pembagiannya
G. Dzawil Arham
H. Ashabah
I. Hijab
A. Pengertian
Kata mawaris berasal dari kata waris atau Al-miirats, waritsa yang
berarti berpindahnya sesuatu yakni harta yang berupa materi dari
seseorang yang disebut sebagai pewaris kepada orang lain yang disebut
sebagai ahli waris. Ilmu yang mempelajari hal-hal yang menyangkut waris
disebut dengan ilmu mawaris atau dikenal juga dengan istilah fara’id (baca
hukum menuntut ilmu). Kata fara’id atau dalam bahasa arab, mafrud’ah,
adalah bagian pada harta peninggalan yang telah ditentukan kadarnya.
sedangkan secara istilah mawaris atau Warisan diartikan sebagai
perpindahan harta atau kepemilikan suatu benda dari orang meninggal
dunia atau pewaris kepada ahli warisnya yang masih hidup.
Harta warisan atau harta peninggalan dalam ilmu mawaris dikenal
dengan sebutan tirkah yang artinya peninggalan. Tirkah diartikan sebagai
sesuatu atau harta yang berupa materi ditinggalkan oleh pewaris atau
orang yang meninggal, dan pembagiannya harus sesuai dengan syariat
Islam.
B. Dasar Hukum Mawaris
Hukum mawaris mengatur hal-hal yang menyangkut harta
peninggalan (warisan) yang ditinggalkan oleh ahli waris atau
orang yang meninggal. Ilmu mawaris dalam islam mengatur
peralihan harta peninggalan dari pewaris kepada nasabnya atau
ahli warisnya yang masih hidup. Adapun dasar-dasar hukum yang
mengatur ilmu mawaris adalah sebagai berikut:

ِ ‫يب ِم َّما ت َ َر َك ْال َوا ِل َد‬


‫ان‬ ٌ ‫َص‬ ِ ‫اء ن‬ ِ ‫س‬ ِ ‫يب ِم َّما ت َ َر َك ْال َوا ِل َد‬
َ ‫ان َو ْاْل َ ْق َربُونَ َو ِل ِلن‬ ٌ ‫َص‬
ِ ‫ِل ِلر َجا ِل ن‬
‫ضا‬ً ‫َصيبًا َم ْف ُرو‬ ِ ‫َو ْاْل َ ْق َربُونَ ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ أ َ ْو َكث ُ َر ۚ ن‬
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian
(pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan”.(QS. An-nisa (4): 7)
ْ ‫سا ًء َف ْوقَ اثْنَتَي ِْن فَلَ ُه هن ثُلُثَا َما ت َ َر َك ۖ َو ِإ ْن َكان‬
‫َت‬ َ ِ‫َّللاُ فِي أ َ ْو ََل ِد ُك ْم ۖ ِللذه َك ِر ِمثْ ُل َح ِظ ْاْل ُ ْنثَيَي ِْن ۚ َفإ ِ ْن ُك هن ن‬
‫وصي ُك ُم ه‬ ِ ُ‫ي‬
ُ‫ُس ِم هما ت َ َر َك ِإ ْن َكانَ لَهُ َولَدٌ ۚ فَإ ِ ْن لَ ْم َي ُك ْن لَهُ َولَدٌ َو َو ِرثَه‬
ُ ‫سد‬ ُّ ‫اح ٍد ِم ْن ُه َما ال‬ ِ ‫ف ۚ َو ِْل َ َب َو ْي ِه ِل ُك ِل َو‬ُ ‫ص‬ ْ ِ‫احدَة ً فَلَ َها الن‬ ِ ‫َو‬
‫وصي بِ َها أ َ ْو دَ ْي ٍن ۗ آبَا ُؤ ُك ْم َوأ َ ْبنَا ُؤ ُك ْم ََل‬
ِ ُ‫صيه ٍة ي‬ِ ‫ُس ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬ ُ ‫سد‬ ُّ ‫ث ۚ فَإ ِ ْن َكانَ لَهُ إِ ْخ َوة ٌ فَ ِِل ُ ِم ِه ال‬ ُ ُ‫أَبَ َواهُ فَ ِِل ُ ِم ِه الثُّل‬
‫ضةً ِمنَ ه‬
‫َّللاِ ۗ ِإ هن ه‬
‫َّللاَ َكانَ َِ ِلي ًما َح ِكي ًما‬ َ ‫ب لَ ُك ْم نَ ْفعًا ۚ فَ ِري‬ ُ ‫ت َ ْد ُرونَ أَيُّ ُه ْم أ َ ْق َر‬

“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)


anakanakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari
dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk
dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;n jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yangmeninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu
tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana”.(QS. An-nisa (4): 11)
C. Sejarah Waris Pra Islam dan Masa
Islam
Pada jaman jahiliyah yakni sebelum datangnya islam, ahli waris yang
berhak mendapatkan warisan hanya laki laki saja, itupun hanya lelaki yang
bisa berperang, seperti yang di ungkapkan oleh Dr Moch Dja’far dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam.“ Yang boleh mewaris hanyalah laki-laki
dewasa yang telah mahir naik kuda dan memanggul senjata ke medan
perang serta memboyong harta ganimah (rampasan perang),’’ Kerabat yang
berhak menerima waris pada jaman itu adalh anak laki-laki,saudara laki-
laki,paman, dan anak laki-laki paman.” Sedangkan perempuan tidak
mendapatkan warisan apapun, inilah yang menjadi salah satu faktor dimana
jaman dulu banyak di lakukan penguburan bayi perempuan hidup-hidup.
Struktur pemerintahan Zaman jahiliyah masih di dominasi dengan
sistem kesukuan, jadi harta dan pusaka yang di milki oleh orang yang
meninggal menjadi milik suku, sehingga seorang laki laki yang bahkan bukan
kerabatnya yang hanya terikat janji setia dalam satu suku lebih berhak
mendapatkan warisan dari pada perempuan yang sudah jelas kerabatnya.
Ada tiga syarat dan sebab untuk menerima dan
mendapatkan waris:
a. Qarabah atau pertalian kerabat
Kerabat ialah hubungan nasab antara orang yang
mewariskan dengan orang yang mewarisi karena disebabkan
kelahiran.
Namun adanya pertalian kerabat saja tidak cukup, juga
harus di sertai dengan kekuatan fisik.
Para ahli waris pada zaman jahiliyah dari golongan kerabat
terdiri atas :
1. Anak laki-laki
2. Saudara laki-laki
3. Paman
4. Anak- anak yang sudah dewasa
b. Muhalafah atau adanya janji setia

Perjanjian akan memilki kekuatan hukum bila


kedua belah pihak telah berikrar.
Perjanjian tidak dapat terealisasi apabila yang
melakukan perjanjian adalah anak yang belum
dewasa apalagi kaum wanita. Akibat dari perjanjian
tersebut adalah apabila ada salah satu pihak yang
kemudian meninggal duna maka pihak lain yang
masih hidup berhak memiliki harta peninggalan pihak
yang sudah mati sebanyak 1/6 harta peninggalan
kemudian sisanya dibagikan ahli waris.
c. Tabany atau adopsi

Seorang yang telah mengambil anak laki-laki


orang lain dan dipelihara kemudian dimasukkan
dalam keluarga yang menjadi tanggungannya dan
menjadi bapak angkat terhadap anak itu dengan
status anak nasab.
Apabila bapak angkat meninggal maka anak nasab
berhak mendapatkan harta waris.
Waris pada masa islam Awal

Masuknya islam bukan berarti dunia kala itu


serta merta berubah menjadi sempurna. Meskipun
masih di dominasi oleh kebiasaan masyarakat jahiliyah,
pengaruh pengaruh islam sedikit demi sedikit mulai
masuk kedalam peradaban kala itu.
Selain karena nasab,ada tiga macam kriteria mandapat
harta pusaka.Yakni,
a. Pengangkatan anak
b. Hijrah dari Makah ke Madinah
c. Persaudaraan antara kaum muhajirin dan anshar
D. Rukun dan Syarat Mawaris
1. Rukun Mawaris:
a. Mayit
b. Ahli Waris
c. Maurus
2. Syarat Mawaris:
a. Yakin adanya ahli waris
b. Harus yakin meninggal si pewaris
c. Harus tau sebabnya mendapatkan warisan
serta terbebas dari penghalang
mendapatkannya
3. Sebab-Sebab mendapatkan warisan

a. Nasab
b. Pernikahan
c. Memerdekakan hamba sahaya
E. Istilah-istilah Dalam Ilmu Mawaris

Mawarits, jama dari mirats, demikian pula irts, wirts, wiratsah dan turats,
yang dimaknakan dengan Mauruts, adalah harta peningalan orang yang
meninggal.
Muwarits atau pewaris, adalah orang yang meninggalkan harta yang
dipusakai
Waris atau ahli waris, adalah orang yang berhak menerima harta pusaka
Fara-idl, jama dari faridlah, diambil dari kata “fardlu”, artinya bagian yang
telah ditetapkan oleh syara’.
Ilmu mawaris atau ilmu faraidh, menurut para fuqaha, adalah “suatu ilmu
yang dengan dialah dapat kita ketahui orang yang menerima pusaka, orang
yang tidak dapat menerima pusaka, kadar yang diterima oleh tiap-tiap waris
dan cara membaginya”.
Tarikah atau tirkah, adalah apa yang ditinggalkan oleh seseorang
sesudah meninggalnya, baik berupa harta, maupun hak-hak
termasuk hutang-hutangya. Bedanya dengan mauruts adalah,
jika tirkah merupakan harta peninggalan yang belum dikurangi
beban-beban yang dikenakan untuk perawatan jenazah, wasiat
maupun pelunasan hutang. Sedangkan mauruts merupakan
selisih dari tirkah dengan beban.

Fardlu, adalah pewarisan kepada ahli waris ashabul furud


menurut bagiannya

Ta’shib, adalah pewarisan kepada ahli waris ashabah

Ahli waris nasabiyah, adalah ahli waris yang bisebabkan oleh


pertalian darah atau hubungan kekeluargaan dengan pewaris
Ahli waris sababiyah, adalah ahli waris yang disebabkan oleh hubungan seperti
pernikahan atau karena memerdekakan budak.

Furudul Muqaddarah, adalah bagian-bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris
dalam menerima harta warisan

Faaridl, Fardli, Faraa-idli, atau Firridl, adalah orang yang pandai dalam ilmu waris

Ashabah ushubah nasabiyah, adalah ahli waris nasabiyah yang tidak mempunyai
bagian tertentu tapi mengambil sisa harta sesudah diberikan pada ahli waris
ashabul furud.

Ashabah ushubah sababiyah, adalah ahli waris sababiyah yang tidak mempunyai
bagian tertentu tapi mengambil sisa harta sesudah diberikan pada ahli waris
ashabul furud.

Ashabul furud atau dzawil furud, adalah ahli waris yang mempunyai bagian yang
telah ditentukan dalam Alqur’an dan ijma’

Ashabah binafsihi, adalah seseorang yang menjadi ashabah karena dirinya sendiri
Ashabah bil ghair atau bighairihi, adalah ahli waris ashabul furud perempuan yang
ditarik oleh ahli waris lahabah binafsih (laki-laki) untuk menerima ashabah secara
berserikat.

Ashabah ma’al ghair atau ma’a ghairihi, adalah ahli waris ashabul furud perempuan
yang memerlukan orang lain dalam menerima ‘ushubah

Jihat bunuwwah, adalah keturunan pewaris (furu’)

Jihat ubuwwah, adalah orang tua pewaris (ushul)

Jihat ukhuwwah, adalah saudar pewaris (hawasyi qaribah)

Jihat umummah, adalah paman pewaris (hawasyi ba’idah)

‘Aul, adalah keadaan kekurangan harta warisan setelah dilakukan pembagian kepada
ahli waris yang hanya ashabul furud

Radd, adalah keadaan kelebihan harta warisan setelah dilakukan pembagian kepada
ahli waris yang hanya ashabul furud
Dzawil arham, adalah ahli waris yang tidak masuk kedalam golongan ashabul furud
dan ashabah

Masalah musytarak, adalah pembagian secara berserikat antara saudara seibu


dengan saudara laki-laki sekandung saja atau bersama saudari perempuan
sekandung

Hjiab, adalah orang yang menghalangi penerimaa warisan baik seluruh atau
sebagian harta kepada ahli waris yang bukan ahli waris utama

Mahjub, adalah orang yang terhalangi dalam penerimaan warisan baik seluruh atau
sebagian

Hijab hirman, adalah terhijabnya ahli waris seluruh bagiannya karena adanya ahli
waris yang lebih utama

Hijab nuqsan, adalah penghalang yang menyebabkan terkuranginya bagian warisan


ahli waris karena ada ahli waris lain

Mafqud, adalah orang yang pergi yang tidak diketahui tempatnya dan tidak pula
diketahui apakah dia masih hidup atau sudah mati
Khuntsa musykil, adalah manusia yang dalam bentuk tubuhnya ada keganjilan,
tidak dapat diketahui apakah dia lelaki atau perempuan, karena tak ada tanda-
tanda yang menunjukkan kepada kepada kelaki-lakiannya atau keperempuanannya
atau samar-samar tanda-tanda itu dan tidak dapat ditarjihkan salah satunya.

Anak zina, adalah anak yang dikandung oleh ibunya daari seseorang laki-laki yang
menggaulinya tanpa nikah yang dibenarkan oleh syara’

Anak li’an, adalah anak yang dilahirkan oleh seseorang istri diatas tempat tidur
suaminya sedang diapun masih dalam ‘ishmah suaminya yang diakui syara’, tetapi si
suami mengatakan bahwa anak itu bukan anaknya

Anak laqith, adalah anak yang dipungut dari jalan raya atau sebagainya yang
ditinggalkan oleh ibu bapaknya, sedang ibu bapaknya itu tidak diketahui
keberadaannya

Wasiat, adalah suatu tasharuf terhadap harta peninggalan yang akan dilaksanakan
sesudah meninggal yang berwasiat.
F. Ashhabul Furud /Dzawil Furudh
dan Pembagiannya

Ashabul Furudh (Zawil


Furudh) adalah bagian-bagian yang telah
ditentukan oleh syariat Islam (al-Qur’an
dan Hadits) berkenaan dengan orang yang
mendapatkan harta warisan. Bagian-
bagian itu adalah:
1. Seperdua (1/2)

Para ahli warisnya adalah 5 (lima) orang, yaitu:

a. Anak Perempuan, apabila hanya seorang diri, jika si


mati tidak meninggalkan anak laki-laki (QS, 4:11)
b. Seorang cucu perempuan dari laki-laki, jika si mati
tidak meninggalkan anak atau cucu laki-laki
c. Seorang saudara perempuan sekandung apabila
seorang diri
d. Seorang saudara perempuan, jika hanya seorang diri
e. Suami, jika tidak ada anak atau susu (QS, 4:12)
2. Seperempat (1/4)

Para ahli warisnya adalah 2 (dua) orang, yaitu:


1. Suami, jika ada anak atau cucu dari anak laki-
laki (QS, 4:11)
2. Istri seorang atau lebih, jika si mayit tidak
meninggalkan anak atau cucu (QS, 4:12)
3. Seperdelapan (1/8)

Para ahli warisnya adalah 1 (satu) orang, yaitu:


1. Istri seorang atau lebih, apabila ada anak atau
cucu (QS, 4:12)
4. Sepertiga (1/3)

Para ahli warisnya adalah 2 (dua) orang, yaitu:

1. Ibu, jika si mati tidak meninggalkan anak atau cucu


dari anak laki-laki atau dua orang saudara (QS,
4:11)

2. Dua orang atau lebih saudara seibu bagi si mati, baik


laki-laki maupun perempuan (QS, 4:12)
5. Dua pertiga (2/3)
Para ahli warinya adalah 4 (empat) orang, yaitu:

1. Dua orang anak perempuan atau lebih, jika mereka tidak


mempunyai saudara laki-laki (QS, 4:11)
2. Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika
mereka tidak ada anak perempuan atau saudara laki-laki
3. Dua orang saudara perempuan sekandung atau lebih, jika si
mati tidak meninggalkan anak perempuan atau cucu
perempuan dari anak laki-laki atau saudara laki-laki mereka
(QS, 4:176)
4. Dua orang saudara perempuan seayah atau lebih, jika tidak
ada yang tersebut nomor 1, 2 dan 3 atau saudara laki-laki
mereka
6. Seperenam (1/6)
Para ahli warisnya adalah 7 (tujuh) orang, yaitu:

1. Ayah, jika si mati meninggalkan anak atau cucu (QS, 4:11)


2. Ibu, jika si mati meninggalkan anak, cucu laki-laki atau saudara laki-
laki/perempuan lebih dari seorang
3. Kakek, jika si mati meninggalkan anak, cucu dan tidak meninggalkan
Bapak.
4. Nenek, jika si mati tidak ada ibu
5. Cucu perempuan dari anak laki-laki jika bersama-sama seorang anak
perempuan
6. Saudara perempuan seayah atau lebih bila ia bersama-sama saudara
perempuan sekandung
7. Saudara seibu baik laki-laki/perempuan, jika si mati tidak meninggalkan
anak, bapak atau datuk
G. Dzawil Arham

Menurut Ulama Sunni kelompok dzawil


arham adalah semua orang yang mempunyai
hubungan kekerabatan dengan pewaris tetapi
tidak menerima warisan karena terhijab oleh
ahli waris dzawil furudh dan ashabah. Antara
lain:
1. Cucu dari keturunan anak perempuan dan
seterusnya ke bawah (laki-laki maupun
perempuan).
2. Anak dari cucu perempuan dari keturunan anak
laki-laki dan seterusnya ke bawah (laiki-laki
maupun perempuan).
3. Anak-anak dari saudara perempuan kandung,
seayah, seibu, baik laki-laki maupun perempuan.
4. Anak perempuan dari saudara laki-laki
sekandung, seayah, seibu, dan seterusnya ke
bawah.
5. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu, dan
seterusnya ke bawah.
Perbedaan pendapat imam mazhab
tentang dzawil arham

Menurut pendapat Imam Malik dan Syafi'i


rahimahumullah yaitu, golongan ini
berpendapat bahwa dzawil arham atau para
kerabat tidak berhak mendapat waris. Lebih
jauh mereka mengatakan bahwa bila harta waris
tidak ada ashhabul furudh atau 'ashabah yang
mengambilnya, maka seketika itu dilimpahkan
kepada baitulmal kaum muslim untuk disalurkan
demi kepentingan masyarakat Islam pada
umumnya.
Dan Menurut pendapat Imam Abu Hanifah dan
Ahmad bin Hambal rahimahumullah. golongan
kedua ini berpendapat bahwa dzawil arham
(kerabat) berhak mendapat waris, bila tidak ada
ashhabul furudh, ataupun 'ashabah yang
menerima harta pewaris. Lebih jauh golongan
kedua ini mengatakan bahwa dzawil arham adalah
lebih berhak untuk menerima harta waris
dibandingkan lainnya, sebab mereka memiliki
kekerabatan dengan pewaris. Karena itu mereka
lebih diutamakan untuk menerima harta tersebut
daripada baitulmal.
H. Ashabah
Dari segi perolehan bagiannya, 'ashabah dibagi
menjadi 3 bagian, yaitu :
a. 'Ashabah bi al-nafsi, yaitu menerima sisa
harta karena dirinya sendiri, bukan karena sebab
lain. Termasuk ashabah binafsihi adalah semua
ahli waris laki-laki kecuali saudara laki-laki seibu.
yang termasuk 'ashabah bi al-nafsi adalah :
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari jalur laki-laki (anak laki-laki dari anak
laki-laki) dan seterusnya ke bawah dari garis laki-laki
3. Bapak
4. Kakek shahih (yaitu bapaknya bapak) dan seterusnya ke
atas dari garis laki-laki
5. Saudara laki-laki kandung
6. Saudara laki-laki sebapak
7. Anak laki-laki sekandung
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9. Paman sekandung (saudara laki-laki bapak sekandung)
10. Paman sebapak (saudara laki-laki sebapak)
11. Anak laki-laki paman sekandung
12. Anak laki-laki paman sebapak
13. Orang laki-laki yang memerdekakan budak
b. 'Ashabah bil ghair, yaitu ahli waris yang menerima
sisa harta karena bersama dengan ahli waris laki-laki
yang setingkat dengannya.
Termasuk 'ashabah ini adalah ahli waris
perempuan yang bersamanya ahli waris laki-laki
yaitu :
1. Anak perempuan, jika bersamanya anak laki-
laki
2. Cucu perempuan jika bersamanya cucu laki-laki
3. Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya
saudara laki-laki kandung
4. Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya
saudara laki-laki sebapak
c. 'Ashabah ma'al ghair, yaitu menjadi ashabah karena bersama-sama
dengan ahli waris perempuan dalam
garis lain, yakni mereka yang menerima harta sebagai ashabul
furudl.Jadi, bersama dengan ahli waris lain yang tidak
setingkat.
Termasuk 'ashabah ini adalah ahli waris perempuan yang
bersamanya ada ahli waris perempuan yang tidak
segaris/setingkat, yaitu :

1. Saudara perempuan kandung, jika bersamanya ada ahli


waris :
- anak perempuan (satu orang atau lebih), atau;
- cucu perempuan (satu orang atau lebih)
2. Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya ada ahli
waris :
- anak perempuan (satu orang atau lebih), atau ;
- anak perempuan (satu orang atau lebih)
I. Hijab
Hijab dilihat dari segi akibatnya, hijab dibagi 2
macam:
1. Hijab Nuqson, yaitu menghalangi yang berakibat
mengurangi bagian ahli waris yang mahjub, seperti
suami, yang seharusnya menerima bagian 1/2,
karena bersama anak baik laki-laki maupun
perempuan, bagianya terkurangi menjadi 1/4. Ibu
yang sedianya menerima bagian 1/3, karena
bersama dengan anak, atau saudara 2 orang atau
lebih, terkurangi bagianya menjadi 1/6.
NO Ali Waris Bagian Terkurangi Oleh Menjadi

01 Ibu 1/3 Anakatau cucu 2 saudara atau 1/6


1/3 lebih 1/6

02 Bapak ‘ashabah Abak laki-laki 1/6


‘ashabah Anak perempuan 1/6 +
‘ashabah

03 Istri ¼ Anak atau cucu 1/8

04 Suami ½ Anak atau cucu ¼

05
Saudara(pr). Skd/seayah _”_ 2 ½ Anak atau cucu perempuan _”_ ‘amg
+ 2/3 ‘amg

06 Cucu (pr) grs. Laki-laki ½ Seorang anak perempuan 1/6

07 Saudara (pr) seayah ½ Seorang saudara (pr) skd 1/6


2. Hijab Hirman, adalah hijab yang
menghalangi secara total. Akibatnya hak-
hak waris ahli waris yang termahjub
tertutup sama sekali denga adanya ahli
waris yang menghalangi. Misalnya, saudara
perempuan kandungyang semula berhak
menerima bagian 1/2, tetapi karena
bersama dengan anak laki-laki, menjadi
tertutup sama sekali atau tidak mendapat
bagian.
NO Ahli Waris Bagian Terhalang Oleh Menjadi

01 Kakek 1/6 Ayah -


01 Nenek garis ibu 1/6 Ibu -
03 Nenek garis ayah 1/6 Ayah dan ibu -
04 Cucu (lk) grs. Laki-laki ‘ashabah Anak laki-laki -
05 Cucu (pr) grs. Laki-laki ½ Anak laki-laki -
Cucu (pr). Grs. Laki-laki 2 2/3 Anak (pr) 2+
+

06 Saudara (lk) skd ‘ashabah Anak (lk), cucu (lk), dan -


Saudara (pr) skd 1/2 ayah
Saudara (pr) skd 2 + 2/3

07 Saudara seayah (lk) ‘ashabah Anak (lk), cucu (lk), ayah, -


Saudra (pr) seayah 1/2 sdr (lk) skd, sdr. (pr) skd
Saudara (pr) seayah 2 + 2/3 bersama anak/cucu (pr)
08 Saudara lk/pr seibu 1/6 Anak laki2 dan anak (pr)cucu lk2 -
Saudara lk/pr seibu 2 + 1/3 dan cucu pr. Ayah dan kakek
09 Anak (lk) sdr. Laki2 skd ‘ashabah Anak (lk), cucu laki2, ayah/kakek, -
saudara lk2 skd/seayah, saudara (pr)
skd/seayah yang menerima ‘ashabah
ma’al ghair
10 Anak (lk) sdr. Seayah ‘ashabah Anak/cucu lk2, ayah/kakek, sdr lk2 -
skd/ seayah, anak lk2 sdr lk2 skd, sdr
pr skd/ seayah yng menerima
‘ashabah ma’al ghair
11 Paman sekandung ‘ashabah Anak/cucu lk2, ayah/kakek, sdr lk2 -
skd/ seayah, anak lk2 sdr lk2 skd, sdr
pr skd/ seayah yng menerima
‘ashabah ma’al ghair
12 Paman seayah ‘ashabah Anak/cucu lk2, ayah/kakek, sdr lk2 -
skd/ seayah,anak lk2 sdr lk2 skd, sdr
pr skd/ seayah yng menerima
‘ashabah ma’al ghair dan paman
sekandung
13 Paman seayah ‘ashabah Anak/cucu lk2, ayah/kakek, sdr lk2 -
Anak (lk) paman skd skd/seayah, anak lk2 sdr lk2 skd, sdr
pr skd/ seayah yng menenerima
‘ashabah ma’al ghair dan paman skd/
seayah
14 Anak (lk) paman seayah ‘ashabah Anak/cucu lk2, ayah/kakek, saudara -
lk2 skd/ seayah, anak lk2 sdr lk2 skd,
saudara pr skd/ seayah yang
menerima ‘ashabah ma’al ghair,
paman skd/ seayah dan anak lk2
paman skd

Anda mungkin juga menyukai