Anda di halaman 1dari 23

Tugas Kelompok Dosen Pengampu

Masailul Fiqhiyyah Nor Fadillah Lc., M.H.

Abortus, Sterilisasi, dan Menstrual Regulation

Oleh:

KELOMPOK III

Ahmad Muqaffi : 170101010154

Abdul Sukri : 170101010580

Sri Wahyuni Agustin : 170101010383

Jurusan Hukum Keluarga Islam


Fakultas Syariah
UIN ANTASARI BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah menciptakan kita dan senantiasa meridhoai semua amal
ibadah kita. Sholawat serta salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Besar
Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah yang berjudul
“ABORTUS, STERILISASI, dan MENSTRUAL REGULATION”, makalah ini kami buat untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Masailul Fiqhiyyah.

Penulis sadar bahwa karya ini masih sangat jauh dari harapan. Tetapi, inilah karya
maksimal penulis yang dapat dilakukan hingga saat ini. Terima kasih kepada semua pihak yang
turut serta membantu dalam mendorong penulis untuk mewujudkan karya ini.

Akhirnya, hanya Allah jualah yang dapat memberikan balasan yang setimpal terhadap
amal ibadah kita. Semoga amal ibadah dan jerih payah kita senantiasa mendapat ridho dan
ampunan dari-Nya . Amiin.

Banjarmasin, September 2019

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i

DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................. 1

a. Latar Belakang ...................................................................................................... 1

b. Rumusan Masalah ................................................................................................. 2

c. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................. 3

a. Pengertian Abortus Sterilisasi dan Menstrual Regulation .................................... 3


b. Hukum Positif dan Hukum Islam Abortus Sterilisasi dan Menstrual Regulation 4
c. Dampak Negatif Abortus Sterilisasi dan Menstrual Regulation ........................... 17

BAB III PENUTUP ........................................................................................................ 19

A. KESIMPULAN ................................................................................................... 19

B. SARAN ............................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhir-akhir ini banyak bermunculan kasus aborsi, tidak hanya terjadi
di negara berkembang bahkan di negara maju. Jadi perlu dideklarasikan
bahwa aborsi bukanlah semata masalah medis atau kesehatan masyarakat,
melainkan juga problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan
(freedom/liberalism) yang dianut suatu masyarakat. Paham asing ini tak
diragukan lagi telah menjadi pintu masuk bagi merajalelanya kasus-kasus
aborsi, dalam masyarakat mana pun. Data-data statistic yang ada telah
membuktikanya. Di Indonesia berdasarkan data dari BKBN ada sekitar 2 juta
kasus per tahun. Sedangkan di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua
badan utama, yaitu Federal Centers of Disease Control (FCDC) dan Alan
Guttmacher Institute (AGI), telah mengumpulkan data aborsi yang
menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di
Amerika yaitu 2 juta jiwa lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang
dibunuh dalam perang mana pun dalam sejarah negara itu. Sebagai gambaran,
jumlah kematian orang Amerika Serikat dari tiap-tiap perang adalah Perang
Dunia II 407.316 jiwa. Secara total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian
karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang meninggal dalam semua
perang jika digabungkan sekaligus. Berarti ada sekitar 2 juta nyawa yang
dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak
Sterilisasi. Dalam Al-Qur’an dan Hadist tidak ditemukan dalil nash
yang melarang ataupun memerintah menggunakan alat kontrasepsi, karena
dalil penggunaan alat kontrasepsi dikembalikan pada kaidah hokum islam
yang mengatakan “ pada dasarnya segala sesuatu / perbuatan itu boleh,
sehingga ada dalil yang menunjukkan keharamannya”. Jadi secara umum
pencegahan kehamilan itu dibolehkan, jika memenuhi ketentuan-ketentuan

1
yang dibenarkan syara’ yaitu, mencegah kehamilan bukan karena dilandasi
takut tidak akan mendapat rejeki, karena bila alasannya seperti ini, berarti
telah kufur terhadap salah satu sifat Allah SWT, yaitu Ar-Razzaq. Dan yang
kedua adalah metode yang digunakan untuk mencegah kehamilan haruslah
menggunakan metode / cara yang dibenarkan syara’.
Menstrual Regulation dan Abortus dalam Perspektif Hukum Islam.
Sebagaimana dijelaskan pada makalah sebelumnya tentang hukum bolehnya
mengikuti program Keluarga Berencana (KB) dengan tujuan mengatur
kehamilan dan haramnya melakukan sterilisasi kecuali dalam keadaan darurat,
maka pada kajian kali ini dibahas pula tentang abortus dan menstrual
regulation dalam perspektif hukum Islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Abortus, Sterilisasi, dan Menstrual
Regulation?
2. Bagaimana hukum Abortus, Sterilisasi, dan Menstrual Regulation yang
berlaku di Indonesia dan hukum Islam?
3. Apa saja dampak negatif yang ditimbulkan oleh Abortus, Sterilisasi, dan
Menstrual Regulation ?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui pengertian dari Abortus, Sterilisasi, dan Menstrual
Regulation
2. Untuk Mengetahui hukum Abortus, Sterilisasi, dan Menstrual Regulation
yang berlaku di Indonesia dan hukum Islam
3. Untuk Mengetahui dampak negatif yang ditimbulkan oleh Abortus,
Sterilisasi, dan Menstrual Regulation

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Abortus, Sterilisasi, dan Menstrual Regulation


1. Abortus
Abortus menurut Sardikin Ginaputra (Fakultas Kedokteran UI), ialah
pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Menurut Moryono Reksodipura (Fakultas Hukum UI) ialah
pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat lahir
secara alamiah).
Abortus (pengguguran) ada 2 (dua) macam:
1. Abortus spontan (spontaneus abortus), ialah abortus yang tidak disengaja.
Abortus spontan bisa terjadi karena penyakit syphilis, kecelakaan dan
sebagainya.
2. Abortus yang disengaja (abortus provocatus/induced proabortion). Abortus
macam kedua ini ada 2 (dua) macam:
a. Abortus artificialis therapicus, yakni abortus yang dilakukan oleh dokter
atas dasar indikasi medis. Misalnya jika kehamilan diteruskan bisa
membahayakan jiwa si calon ibu, karena misalnya penyakit-penyakit yang
berat, antara lain TBC yang berat dan penyakit ginjal yang berat.
b. Abortus provocatus criminalis, ialah abortus yang dilakukan tanpa dasar
indikasi medis. Misalnya abortus yang dilakukan untuk meniadakan hasil
hubungan seks di luar perkawinan atau untuk mengakhiri kehamilan yang
tidak dikehendaki.1

2. Sterilisasi
Sterilisasi (Vasektomi/Tubektomi), yaitu operasi pemutusan operasi atau
pengikat saluran/pembuluh yang menghubungkan testis (Pabrik sperma) dengan
kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki, atau

1
M. Iqbal Al- Haitami, Married By Accident, (Jakarta: Agro Media Pustaka, 2004), hal. 137

3
tubectomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium tidak dapat
masuk ke dalam rongga rahim, sementara sperma laki-laki yang masuk ke dalam
vagina tidak mengandung spermatozoa sehingga tidak akan terjadi kehamilan
walaupun coitus tetap normal tanpa gangguan apa pun. Akibat dari sterilisasi ini
akan menjadi mandul selamanya.2

3. Menstrual Regulation
Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/datang
bulan/haid, tetapi dalam praktek, menstrual regulation ini dilaksanakan terhadap
wanita yang merasa terhambat waktu menstruasi, dan berdasarkan hasil
pemeriksaan labortis ternyata positif dan mulai mengandung, kemudian ia minta
“dibereskan janinnya” itu. Maka jelaslah bahwa menstrual regulation pada
hakikatnya adalah abortus provocatus criminalis, sekalipun dilakukan oleh
dokter. Karena itu, abortus dan menstrual regulation itu pada hakikatnya adalah
pembunuhan janin secara terselebung.3

B. Hukum Abortus, Sterilisasi, dan Menstrual Regulation yang berlaku di Indonesia


dan hukum Islam
1. Hukum Positif Indonesia Mengenai Abortus dan Menstrual Regulation
Berdasarkan Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 299,346,348 dan 349
negara melarang abortus, termasuk menstrual regulation dan sanksi hukumnya
cukup berat, bahkan hukumnya tidak ditujukan kepada wanita yang
bersangkutan, tetapi semua orang yang terlibat dalam kejahatan ini, seperti
dokter, duku bayi, tukang obat dan sebagainya yang mengobati, menyuruh,
membantu atau yang melakukannya sendiri.
Yang berkaitan dengan Abortus (pengguguran) sebagai berikut:
Pasal 229.

2
H. MA. Tihami dan Sohari Sahrani, Masail Al Fiqhiyah (Jakarta: Diadit Media, 2007), hal. 28
3
M. Iqbal Al- Haitami, op.cit. hal. 139

4
1. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seseorang wanita atau menyuruhnya
supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa
dengan pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana
penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau
menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika ia
sebagai tabib, bidan atau juru obat, pidananya akan ditambah sepertiga.
3. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan
pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu.
Pasal 346
 Seseorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya
atau menyuruh orang lain melakukan itu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
Pasal 347
1. Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana
penjara paling lama lima belas tahun.
Pasal 348
1. Barangsiapa menggugurkan kandungan atau mematikan seorang wanita dengan
persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam
bulan.
2. Jika perbuatan itu mengakibatkan metinya wanita tersebut, maka diancam paling
lama tujuh tahun.
Pasal 349
 Jika seorang dokter, bidan, atau juru obat membantu melakukan kejahatan
tersebut pasal 346, atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang

5
diterangkan dalam pasal 347 dan 348 maka pidana yang ditentukan pada pasal itu
akan ditambah sepertiga atau dicabut hak untuk menjalankan pencarian dalam
mana kejahatan dilakukan.
Pasal-pasal tersebut merumuskan dengan tegas tanpa mengecualikan
bahwa barang siapa memenuhi unsur-unsur kejahatann tersebut, diancam human
sampai lima belas tahun. Bahkan bagi dokter, bidan atau tukang obat yang
melakukan ataumembantu melakukan abortus, piananya bias ditambah sepertiga
dan dicabut hak untuk melakukan praktek profesinya.
Teuku Amir Hamzah dalam disertainya berjudul: segi-sigi Hukum Pidana
pengaturan Hukum Kehamilan dan Pengguguran Kandungan menganggap
perumusan KUHP tersebut sangat ketat dan kaku, dan hal ini sangat tidak
menguntungkan bagi profesi dokter serta dapat menimbulkan rasa cemas dalam
melakukan profesinya.
Disitu pihak dokter harus senantiasa mengingatkan kewajibannya
melindungi hidup manusia ssuai dengan sumpahnya. Namun dilain pihak dokter
dibayangi ancaman hukuman. Menurut Hamzah ada beberapa alas an yang
membenarkan pengguguran kandungan dengan pertimbangan berdasarkan
kesehatan , antara lain sebagai berikut:
 Ajaran sifat melawan hukum materiil sesuai dengan Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI nomor 24k/Kr 29965 tanggal 8 januari 1996 dan Yurisprudensi
Mahkamah Agung RI nomor 81k/Kr 1973 tanggal 30 maret 1977. Ajaran sifat
melawan hukum materiil yang dimaksud adalah, “sesuatu tindakan pada
umumnya dapat hilang sifatnya sebagai melawan hukum bukan hanya
berdasarkan sesuatu ketentuan dalam perundang-undangan, melainkan juga
berdasarkan asas-asas keadilan atau asas hukum yang tidak tertulisdan bersifat
umum yang mengandung unsur-unsur Negara dirugikan. Kepentingan umum
dilayani dan terdakwa tidak mendapat keuntungan.

6
 Penjelasan pasal 10 kode etik kedokteran Indonesia 1983, yang menyatakan,
larangan pengguguran kandungan tidak mutlak sifatnya, dan dapat dibenarkan
sebagai tndakan pengobatan, yaitu sebagai satu-satunya jalan untuk menolong si
ibu.
Akhirnya, Hamzah agar menyarankan agar dibuat pengecualian dalam
KUHP sehingga pengguguran kandungan yang dilakukan dokter atas
pertimbangan kesehatan dapat dibenarkan dan bukan merupakan perbutan yang
melawan hukum.
Tetapi, sementara ini dikalagan ahli hukum di Indonesia, yang mempunyai
ide atau saran agar abortus itu dapat dilegalisasi seperti di Negara maju/sekuler,
berdasarkan pertimbangan antara lain: bahwa kenyataan abprtus tetapi dilakukan
secara legal dimana-mana dan kebnayaaan dilakukan oleh tenaga-tenaga non-
medis, seperti dukun, sehingga bias membawa resiko besar berupa kematian atau
cacat berat bagi wanita yang bersangkutan. Maka sekitarnya abortus dapat
dilegalisasi dan dapat dilakukan oleh dokter yang ahli, maka risiko tersebut dapat
dihindari atau dikurangi.
Pendukung ide legalisasi abortus itu menghendaki pasal-pasal KUHP yang
melarang abortus dengan sanksi-sanksinya itu hendak direvisi, karena dapat juga
dipandang bisa menghambat pelaksanaan program keluarga bencana dan
kependudukan.
Menurut Masjfuk Zuhdi, pasal-pasal KUHP yang melarang abortus
hendaknya tetap dipertahankan dan penulis dapat menyetujui saran Hamzah agar
dibuat dalam pengecualian dalam KUHP, sehingga pengguguran kandungan
yang benar-benar dilakukan atas indikasi medis dapat dibenarkan. Apalagi tanpa
indikasi medis, maka abortus juga menstrual regulation merupakan perbuatan
yang tidak manusiawi, bertentangan dengan moral pancasila dan moral agama,
dan mempunyai dampak yang sangat negative berupa dekadensi moral terutama
dikalangan remaja dan pemuda, sebab legalisasi abortus dapat mendorong

7
keberanian untuk melakuaan hubungan seksual sebelum nikah (free sex, kumpul
kebo)4
2. Abortus dan Menstrual Regulation Penurut Pandangan Islam

           

   

31. dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan.


kamilah yang akan memberi rezki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.

Dari Ayat diatas jelaslah bahwa abortus maupun menstrual regulation itu haram.
Karena abortus maupun menstrual regulation pada hakikatnya yaitu membunuh
janin.
Apabila abortus dilakukan sebelum janin (embrio) diberi ruh/nyawa, yaitu
sebelum berumur empat bulan,ada beberapa endapat. Ada ulamma yang
membolehkan abortus, antara lain Muhammad Ramli dalam kitab Al-Nihayah
(wafat 1596) dengan alasan, karena belum ada mahluk yang bernyawa. Ada
ulama yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang
mengalami pertumbuhan. Dan adapula yang mengharamkannya antara lain Ibnu
Hajar (wafat 1567) dalam kitabnya Al-Tuhfah dan Al-Ghazali dalam kitabnya,
Ihya Ulumuddin. Apabila abortus dilakukan sesudah janin bernyawa atau
berumur empat bulan, maka dikalangan ulama telah ada ijma’ (konsensus)
tentang haramnya abortus.

4
Ibid., hal. 139-145

8
Menurut Masjfuk Juhdi, pendapat yang benar adalah seperti yang
diuraikan oleh Muhammad Syaltut eks rektor Universitas Al-Azhar Mesir, bahwa
sejak bertemunya sel seperma dengan ovum (sel telur wanita), maka
pengguguran adalah satu kejahatan yang haram hukumnya, sekalipu si janin
belum diberi nyawa. Sebab sudah ada kehidupan dalam kandungan yang sedang
megalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang
bernyawa bernama manusia, yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya.
Makain jahat dan makin besar dosanya apabila pengguguran dilakukan setelah
janin bernyawa. Sangat besar dosanya kalau sampai bayi yang baru lahir dibunuh
atau dibuang dari kandungan.
Namun, apabila pengguguran itu dilakukan benar-benar terpaksa demi
melindungi atau menyelamatkan si ibu, maka islam membolehkan, bahkan
mengharuskan, karena islam mempunyai prinsip :

‫ار ْي ِن َوا ِجة‬


َ ‫ض َر‬ ِّ ‫إِرْ تِ َكابُ أَ َخ‬
َ ‫ف‬
“menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang berbahya
itu adalah wajib”.
Jadi, islam tidak membenarkan tindakan menyelamatkan janin dengan
mengorbankan si calon ibu, eksistensi si ibu lebih diutamakan mengingat dia
merupakan tiang/sendi keluarga (rumah tangga) dan dia telah mempunyai
beberapa hak dan kewajiban, baik terhadap tuhan maupun terhadap sesame
makhluk. Berbeda dengan si janin, selama ini berlum lahir didunia dalam
keadaan hidup, ia tidak atau belu mempunyai hak, seperti hak waris, dan juga
belum mempunyai kewajiban apapun.

Mengenai menstrual regulation, Islam juga melarangnya, karena pada


hakikatnya sama dengan abortus, merusak/menghancurkan janin calon manusia
yang dimuliakan oleh Allah, karena ia tetap berhak lahir dalam keadaan hidup,
sekalipun dalam eksisteninya hasil dari hubungan tidak sah (diluar pernikahan

9
yang sah). Sebab menurut islam, bahwa setiap anak lahir dalam keadaan suci
(tidak bernoda). Sesuai dengan hadis Nabi, “semua anak dilahirkan dalam
keadaan suci, sehingga ia jelas omongannya. Kemudian orang tuanyalah yang
menyebabkan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Abu Ya’la,
Al- Thabrani, dan Al-Baihaqi dari Al- Aswad bin Sari)”.

Yang dimaksud dengan fitrah dalam hadis ini ada dua pengertian, yaitu:

1. Dasar pembawaan manusia (human nature) yang relijus dan monoteis, artinya
bahwa manusia itu dari dasar pembawaanya adalah makhluk yang beragama
dan percaya pada keesaan Allah secara murni (pure monotheism atau tauhid
khalis).
2. Kesucian/kebersihan (purity), artinya bahwa semua anak manusia dilahirkan
dalam keadaan suci/bersih dalam segala macam dosa.5
 Madzhab hanafi
Sebagian besar dari fuqaha hanafiah berpendapat bahwa aborsi di
perbolehkan sebelum janin terbentuk. Tempatnya membolehkan aborsi
sebelum peniupan ruh, tetapi harus di sertai dengan syarat-syarat rasional,
meskipun kapan janin terbentuk masih menjadi hal yang ikhtilaf. Sementara
Ali al-qawi, salah seorang imam mazhab hanafiayah kenakaan dan sangat
terkenal pada zaman beliau memakruhkan aborsi. Pandangan tersebut
sebagaimana di tulis oleh al-asruryani salah satu pengikut hanafi dalam kitab
jami' ahkam al-shighar sebagai berikut : "Para syaikh dari madzhab Hanafi
umumnya mengatakan tidak makhruh, sebagaimana digariskan oleh penulis
kitab al-mukhith. Dan imam Ali al-qawi memakruhkannya, demikian juga
fatwa abu bakar Muhammad bin al-fadhl"
Menurut al qawi pengertian makruh dalam aborsi lebih condong
kepada makna dilarang (haram) dikerjakan, bila di langgar pelaku di anggap

5
Ibid., hal.145-148

10
berdosa dan patut di beri hukuman yang setimpal. tetapi pendapat tersebut di
tolah oleh al-haskafi, salah satu pengikut hanafi yang lain, ketika di tanya
:"apakah pengguguran kandungan di bolehkan? Beliau menjawab : "ya,
sepanjang belum terjadi penciptaan dan penciptaan itu hanya terjadi sesudah
120 hari kehamilan."
Menurut al-buti yang tergolong ulama kontemporer dari kalangan
hanafi mengatakan bahwa membolehkan aborsi sebelum kehamilan memasuki
bulan ke empat hanya dalam tiga kasus yaitu : pertama, apabila dokter
khawatir bahwa kehidupan ibu terancam akibat kehamilan. Kedua, jika
kehamilan di khawatirkan akan menimbulkan penyakit di tubuh ibunya.
Ketiga, apabila kehamilan yg baru menyebabkan terhentinya proses menyusui
bayi yang sudah ada dan kehidupannya sangat tergantung pada ibunya.
Adapun konsekuensi hukuman bagi pelaku ada beberapa pandangan
menurut at tahtawi apabila janin yang digugurkan itu dalam fasa halaqoh atau
mudghah, maka pelakunya tidak wajib dikenai denda janin tetapi cukup
dihukum dengan kadar hukuman berat ringannya ditentukan oleh Hakim,
karena dianggap telah merusak sesuatu yang sangat berharga.
menurut Al-Asrusyani pelaku wajib membayar uang kompensasi
(ghurrah) bila kehamilan yang digugurkan telah berusia 4 bulan tetapi jika
kurang dari usia tersebut maka uang kompensasi tidak wajib.namun menurut
Abu Bakar yang dikutip Al Asrusyani meskipun janin yang digugurkan baru
berupa segumpal daging dan pelakunya tidak perlu didenda tetapi ia harus
bertaubat memohon ampun kepada Allah atas kecerobohannya hingga
merusak calon manusia.
 Madzhab Hambali
Dalam pandangan jumhur ulama hanabilah janin boleh digugurkan
Selama masih dalam fase gumpal daging karena belum berbentuk anak
manusia sebagaimana ditegaskan Ibnu qudamah dalam kitab Al Mughnidalam

11
paparan pendapat para fuqaha hanabilah cenderung sebagian besar pendapat
bahwa aborsi diperbolehkan sebelum terjadinya penciptaan yaitu sekitar janin
sebelum berusia 40 hari.
 Madzhab syafi'i
ulama ulama Syafi'iyah berselisih pendapat mengenai aborsi sebelum
120 hari ada yang mengharamkan seperti kalimat Ada pula yang
membolehkan selama masih berupa sperma atau sel telur dan segumpal darah
atau berusia 80 hari sebagaimana dikatakan Muhammad abi sad, namun ulama
lain membolehkan sebelum janin berusia 120 hari atau sebelum janin diberi
roh namun sebagian besar dari vokal Syafi'iyah menyepakati bahwa aborsi
haram sebelum usia kehamilan 40 sampai 42 hari.
 Madzhab maliki
Ulama Malikiyah berpandangan bahwa kehidupan sudah dimulai sejak
terjadinya konsepsi Oleh karena itu menurut mereka aborsi tidak diizinkan
bahkan sebelum janin berusia 40 hari kecuali Al-Lakhim yang membolehkan
aborsi sebelum janin berusia 40 hari. hal tersebut ditemukan dalam hasyiah
al-dasuqi bahwa tidak diperbolehkan melakukan aborsi bila air mani telah
tersimpan dalam rahim meskipun belum berusia 40 hari. begitu juga menurut
Al-laisy jika rahim telah menangkap air mani maka tidak boleh suami istri
ataupun salah satu dari mereka menggugurkan jalannya baik sebelum
penciptaan maupun sesudah penciptaan.6

3. Hukum Positif Indonesia dan Hukum Islam mengenai Sterilisasi


MUI melalui majelis Fatwa MUI mengeluarkan fatwa tentang sterilisasi
(vasektomi/tubektomi) sebanyak 4 kali; tiga kali fatwa dinyatakan haram dan
fatwa keempat dinyatakan haram kecuali keadaan memenuhi syarat dan fatwa
yang terakhir inilah menegaskan kebolehan vasektomi dengan syarat

6
Maria Ulfah Anshor, Fikih Aborsi (Jakarta: Buku Kompas, 2006), hal. 93-104

12
sebagaimana dalam fatwa yang keempat tahun 2012. Dengan membaca diktum
fatwa tahun 2012 yang menyertakan lima syarat tersebut,Ada kesan dari MUI
atau sebagian dari mereka agaknya masih keberatan dalam menetapkan
kebolehan vasektomi. Atau dalam penerapannya mereka masih ragu dalam tahap
implementasinya, terutama penerapan syarat yang telah ditentukan. Hal itu dapat
dilihat dari penggunaan kata kecuali dalam redaksi fatwa MUI “ Vasektomi
hukumnya haram, kecuali ;

1) Untuk tujuan yang tidak menyalahi syariat


2) Tidak menimbulkan kemandulan permanen
3) Ada jaminan dapat dilakukan rekanalisasi yang dapat mengembalikan fungsi
reproduksi seperti semula
4) Tidak menimbulkan bahaya (mudlarat) bagi yang bersangkutan, dan/atau
5) Tidak dimasukkan kedalam program dan metode kontrasepsi mantap.”

Dalam sidangnya yang keempat ini, pemerintah mengajukan dan menguatkan


argumentasi berkaitan dengan bukti fakta rekanalisasi melalui Surat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No. TU.05.02/V/1016/2012 Rista
Laily Prestyana dan Gandhung Fajar Panjalu_Pembatasan Keturunan (Studi
Komparasi Fatwa MUI Dan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah Perspektif
Maqasid Syariah) Maqasid:
Dalam sidangnya yang keempat ini, pemerintah mengajukan dan menguatkan
argumentasi berkaitan dengan bukti fakta rekanalisasi melalui Surat
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia No. TU.05.02/V/1016/2012 tentang
Permohonan Peninjauan Vasektomi dan didukung bukti pernyataan Perhimpunan
Dokter Spesialis Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI). Serta diajukan bukti-
bukti fakta tambahan yang menunjukkan keberhasilan rekanalisasi terhadap
beberapa pihak pasutri yang suaminya dulu vasektomi. Bahwasanya dibuktikan
setelah melakukan rekanalisasi ternyata para pihak bisa mendapatkan keturunan.

13
Hal ini dikarenakan kemajuan teknologi dalam bidang kedokteran maka upaya
penyambungan kembali (rekanalisasi) saluran sperma yang diikat atau dipotong
dapat disambung kembali, meskipun hasilnya tidak sesempurna seperti aslinya,
namun masih bisa mendapatkan keturunan.
Ini menunjukkan bahwa vasektomi tidak menyebabkan kemandulan permanen
seperti yang telah dijelaskan dalam fatwa-fatwa MUI sebelumnya. Atas dasar
tersebut sehingga MUI menetapkan fatwa 2012 dengan merubah hukum
sebelumnya dari yang haram, dan menjadi haram dengan pengecualian. Dengan
adanya lima syarat yang apabila lima syarat itu dapat terpenuhi maka hukum dari
haram bisa menjadi mubah (diperbolehkan). Diperbolehkannya vasektomi secara
bersyarat sesuai dengan hukum Islam karena adanya fakta-fakta bukti
keberhasilan mengenai rekanalisasi tersebut maka munculnya illat hukum baru.

Tetapi dalam hal ini masih terdapat keraguan apakah bukti tersebut bisa di
katakan sebagai illat hukum baru, maka kondisi tersebut dapat dimaklumi karena
mungkin masih terpacu pada fatwa yang terbetuk selama tiga kali (1979, 1983,
2009) mengenai vasektomi dimana hukumnya haram. Sebagaimana hukum itu
berputar bersama illatnya (alasan yang menyebabkan adanya hukum) atau
tidaknya. Dan tidak diingkari adanya perubahan hukum sebab adanya perubahan
zaman, tempat keadaan, dan kebiasaan. Maka dalam hal ini karena adanya
perubahan pertimbangan illat baru maka munculnya pula hukum baru.7

Setelah saya jelaskan secara ringkas bahwa vasektomi itu adalah istilah KB
steril bagi laki-laki dan tubektomi itu adalah istilah KB steril bagi wanita hukum
asal dari perbuatan yang melibatkan pisau bedah ini adalah haram sama sekali
tidak dibenarkan oleh syariat Islam.
Berikut dalil dalil yang mendukung pengharaman sterilisasi tersebut

7
Rista Laily Prestyana dan Gandhung Fajar Panjau, Pembatas Keturunan (Tahdid al- Nash), jurnal
Studi Hukum Islam, Vol 6, Nomor 2, 2017, hal. 14-15

14
 Membatasi anak dan keturunan secara permanen
Membatasi keturunan haram hukumnya jika tidak ada alasan syar'i seperti
memberi jarak kehamilan atau agar bisa fokus mendidik anak yang sudah lahir
 mengubah Cipta Allah
Dikatakan demikian karena metode ini dilakukan dengan mengambil atau
memotong sebagian alat dari sistem reproduksi manusia maka sudah jelas
amalan ini termasuk mengubah ciptaan Allah yang terlarang
Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa ayat 119:

     

         

      

119. dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan


membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka
(memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar
memotongnya, dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu
benar-benar mereka meubahnya". Barangsiapa yang menjadikan syaitan
menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian
yang nyata.
Haram mengubah ciptaan Allah. Ini sebagaimana hadits Ibnu Mas’ud R.A.
didalamnya ditegaskan

ِ ‫ت َوا ُمتَفَلِّ َجا‬


,‫ت‬ َ ‫ َوال ُمتَنَ ِّم‬,‫ت‬
ِ ‫صا‬ ِ ‫ت َوال ُم ْستَ ْو ِش َما‬ ِ ‫لَ َع َن هللاُ الَ َو‬
ِ ‫اش َما‬
‫ق هللا‬ َ َّ‫ت َخل‬ِ ‫لِ ْل ُحس ِْن ال ُم َغيِّرا‬

15
“Semoga Allah Melaknat wanita-wanita yang membuat tato, yang minta
ditato, mencabut alis, yang meminta dikerok alisnya, dan yang
merenggangkan gigi untuk memperindah penampilan (sebab) mereka
mengubah ciptaan Allah”
As-Syaukani menerangkan pembatasan Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
dalam hal ini kecuali karena penyakit makna zahirnya bahwa keharaman yang
dimaksud adalah kalau ia dilakukan untuk tujuan memperindah penampilan
diri bukan karena mengobati penyakit atau memperbaiki organ cacat sebab
membuat tato dengan alasan menghilangkan penyakit tidak diharamkan oleh
syariat.
berikut fatwa majma fiqh Al Islami mengenai KB steril, baik vesektomi
maupun tubektomi:
 Tidak boleh mengeluarkan undang-undang secara umum guna membatasi
kebebasan suami istri dalam memperoleh keturunan atau anak
 Haram menghilangkan secara total kemampuan laki-laki maupun
perempuan untuk memiliki keturunan yaitu yang dikenal dengan istilah
medisnya secara sterilisasi yakni selama dilakukan bukan untuk darurat
yang ditetapkan berdasarkan aturan-aturan Syariat

boleh mengatur tempo melahirkan demi memberi jarak kehamilan antara yang
satu dengan yang selanjutnya, atau berniat menghentikannya hingga waktu
tertentu hal ini boleh dilakukan jika ada kebutuhan yang sesuai dengan tolak
ukur syariat dan jangka waktu ditetapkan atas dasar musyawarah serta
kerelaan keduanya selama tidak menimbulkan bahaya di samping sarana nya
pun harus sesuai dengan syariat dan tidak ada tindakan yang membahayakan
kehamilan.

tidak boleh melakukan sterilisasi pada zakar ataupun rahim operasi Vasektomi
dan tubektomi kecuali jika memang terdapat indikasi medis dari dokter
spesialis kandungan karena operasi sesar 3 sampai 5 kali

16
untuk wanita tersebut dianjurkan tubektomi agar tidak hamil lagi Sedangkan
untuk laki-laki atau para suami tidak ada alasan yang membolehkannya
vasektomi.8

C. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh Abortus, Sterilisasi, dan Menstrual


Regulation
1. Abortus dan Menstrual Regulation
Diantara dampak yang ditimbulkan oleh abortus dan menstrual regulation
adalah:
a. Gangguan Psikis, ini dapat terjadi ketika alat untuk memperlebar mulut
rahim dimasukkan. Atau setelah tembusnya vagina dan dinding rahim
kadang-kadang terjadi setelah cairan hidrolik yang berbeda dimasukkan;
b. Pendarahan (Blooding) sebagai akibat dari aborsi dengan obat-obatan dan
alat-alat.
c. Timbul luka-luka dan infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak
organ-organ didekatnya
d. Dinding rahim bisa tembus, karena alat-alat yang dimasukkan kerahim itu.
Berkenaan dengan hal ini Nur Kusumo menulis pada Berita Buana 1984,
tentang infeksi dan pendarahan akibat abortus provocatus adalah : bahaya
kemungkinan terjadi infeksi besar sekali, terutama jika aborsi tersebut di
lakukan secara tidak steril. Ini biasa dilakukan oleh dukun dan orang yang
tidak bertanggung jawab9
2. Sterilisasi

8
Bahraen Raihanu, Fiqih Kesehatan Wanita Kontemporer, (Jakarta: PT. Pustaka Imam Asy-Syafi’i,
2017) , hal. 135-137
9
Mardani, Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam, jurnal Hukum Internasional, Vol. 4 Nomor 4, Juli
2007., hal. 788

17
Kontra indikasi tidak, hanya ada kemungkinan berupa kelainan lokal, yaitu
peradangan kulit di daerah scrotum, hernia, hydroce cele testis atau gangguan
sistem pembekuan darah dan kelainan psikologis. Efek-sampingannya
mungkin terjadi pembengkakan dan rasa sakit, mungkin pula terjadi radang
setempat epidimis, hematoma dan granuloma. Gejala sampingan ini terjadi
akibat persiapan dan perawatan yang kurang sempurna.10

10
H. MA. Tihami dan Sohari Sahrani., Loc.Cit.

18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Abortus menurut Sardikin Ginaputra (Fakultas Kedokteran UI), ialah
pengakhiran kehamilan atau hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar
kandungan. Menurut Moryono Reksodipura (Fakultas Hukum UI) ialah
pengeluaran hasil konsepsi dari rahim sebelum waktunya (sebelum dapat
lahir secara alamiah).
Sterilisasi (Vasektomi/Tubektomi), yaitu operasi pemutusan operasi atau
pengikat saluran/pembuluh yang menghubungkan testis (Pabrik sperma)
dengan kelenjar prostat (gudang sperma menjelang diejakulasi) bagi laki-laki,
atau tubectomi dengan operasi yang sama pada wanita sehingga ovarium
tidak dapat masuk ke dalam rongga rahim, sementara sperma laki-laki yang
masuk ke dalam vagina tidak mengandung spermatozoa sehingga tidak akan
terjadi kehamilan walaupun coitus tetap normal tanpa gangguan apa pun.
Akibat dari sterilisasi ini akan menjadi mandul selamanya.
Menstrual regulation secara harfiah artinya pengaturan menstruasi/datang
bulan/haid, tetapi dalam praktek, menstrual regulation ini dilaksanakan
terhadap wanita yang merasa terhambat waktu menstruasi, dan berdasarkan
hasil pemeriksaan labortis ternyata positif dan mulai mengandung, kemudian
ia minta “dibereskan janinnya” itu. Maka jelaslah bahwa menstrual regulation
pada hakikatnya adalah abortus provocatus criminalis, sekalipun dilakukan
oleh dokter. Karena itu, abortus dan menstrual regulation itu pada hakikatnya
adalah pembunuhan janin secara terselebung.

19
DAFTAR PUSTAKA

Al- Haitami, M. Iqbal. 2004. Married By Accident, Jakarta: Agro Media Pustaka.
Tihami, H. MA. dan Sohari Sahrani. 2007. Masail Al Fiqhiyah Jakarta: Diadit
Media.
Maria Ulfah Anshor. 2006. Fikih Aborsi. Jakarta: Buku Kompas.
Bahraen Raihanu. 2017. Fiqih Kesehatan Wanita Kontemporer, Jakarta: PT. Pustaka
Imam Asy-Syafi’i.
Mardani, Aborsi Dalam Perspektif Hukum Islam, jurnal Hukum Internasional, Vol. 4
Nomor 4, Juli 2007.
Rista Laily Prestyana dan Gandhung Fajar Panjau, Pembatas Keturunan (Tahdid al-
Nash), jurnal Studi Hukum Islam, Vol 6, Nomor 2, 2017

Anda mungkin juga menyukai