Anda di halaman 1dari 9

ASHABAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok

Mata Kuliah Waris Wasiat

Dosen Pengampu: NURUL FATTAH, SHI, MA.

B4HES

DI SUSUN OLEH:

1. Muzayyanah Qothrun Nada [2120210036]


2. Diah Ayu Siti Fatimah [2120210037]
3. Muhammad Fais Kanatakia [2120210038]

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KUDUS

FAKULTAS SYARIAH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas segala hidayah serta rahmat-Nya
dimana kita dapat berkumpul dipertemuan kali ini, tak lupa sholawat serta salam kita
haturkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu Alaihi Wasallam yang kita nantikan syafaatnya
di hari kiamat nanti. Kami yang membuat makalah bertemakan “Ashobah” dan dengan
adanya makalah ini kami mengharapkan dapat meningkatkan wawasan pemahaman para
pembaca tentang permasalahan yang dituliskan dalam makalah ini.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Bapak Nurul Fattah, SHI, MA. yang telah
membimbing dan memberikan ilmunya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas yang diberikan dari beliau. Tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada para
pembaca yang sudah membaca makalah yang sudah kami buat.

kami memohon maaf khususnya kepada Bapak Nurul Fattah, SHI, MA. dan umumnya
kepada para pembaca apabila menemukan kesalahan atau kekurangan dalam penulisan
makalah ini, baik dari segi bahasanya maupun isinya. Kami mengharap kritik dan saran yang
bersifat membangun kepada semua pembaca demi lebih baiknya makalah yang sudah kami
buat.

Kudus, 11 Maret 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kata ahli waris berasal dari dua kata yaitu ahli dan waris, kata ahli menurut kamus
Bahasa Indonesia berarti orang yang faham sekali dalam bidang Ilmu. Sedangkan kata waris
keturunan yang berhak. Ahli waris adalah orang-orang yang berhak atas harta warisan yang
ditinggalkan oleh pewaris. dapat disimpulkan, ahli waris adalah seorang atau beberapa orang
yang berhak menerima warisan disebabkan adanya hubungan kerabat dan perkawinan dengan
pewaris, beragama Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris.

Pelaksanaan hukum waris Islam di Indonesia mengalami kemajuan seiring dengan


tumbuhnya kesadaran umat untuk mengamalkan hukum Islam. Oleh karena itu diperlukan
landasan hukum supaya umat Islam mendapatkan kepastian dalammelaksanakan hukum
waris Islam tersebut. Pemerintah melalui Instruksi Presider No.1/ 1991 menetapkan, bahwa
Kompilasi Hukum Islam (KHI) merupakan kumpulan pendapat para ahli hukum Islam
(mujtahid) yang sudah disesuaikan dengan keadaan masyarakat Indonesia untuk digunakan
sebagai landasan hukum bagi pelaksanaan hukum Islam termasuk waris Islam. Hukum waris
Islam berlaku ketika ada orang Islam meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan
dimana harta yang ditinggalkan oleh pewaris itu secara otomatis jatuh atau berpindah ke ahli
waris, apabila tidak ada ahli waris maka harta warisan itu berpindah ke baitulmal atau
diserahkan ke negara untuk digunakan oleh masyarakat.

B. Rumusan Masalah

a. pengertian ashobah

b. macam-macam ashobah

c. pembagian ashobah

C. Tujuan

a. Untuk mengetahui apa itu ashobah

b. Untuk mengetahui macam-macam ashobah

c. Untuk mengetahui pembagian ashobah


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian ashabah

Ashabah seseorang, menurut bahasa ialah ayahnya, anak- anaknya dan kerabat-kerabat
ayah. Kata ashabah, mufradnya, ashib. Dan ashabah dijamakkan pula atas ashabat.

Al-Azhari berkata: "Ashabah adalah jamak yang tidak ada mufradaya." Menurut qijas
mufradnya ashib. Kemudian kata ashabah dipergunakan untuk seorang, banyak, lelaki dan
perempuan. Akar katanya ialah ushubah. Ahli-ahli faraidh memaknakan kata ashabah,
kerabat dari pihak ayah yang disebut whubah nasabiyah, yakni yang datang dari jihad
hubungan darah dan kerabat.1

Pengertian 'ashâbah yang sangat popular di kalangan ulama adalah orang yang menguasai
harta waris, karena ia menjadi ahli waris satu satunya. Selain itu, ia juga menerima seluruh
sisa harta warisan setelah ashhab al-furudh menerima dan mengambil bagian mereka.
Singkatnya, ashabah adalah orang yang menerima sisa harta warisan dan terkadang tidak
mendapatkan apa apa.

Adapun pengertian 'ashaabah menurut istilah para fuqaha adalah ahli waris yang tidak
disebutkan jumlah ketetapan bagiannya di dalam Al-Quran dan As-Sunnah dengan tegas.
Sebagai contoh, anak laki- laki, cucu laki-laki keturunan anak laki-laki, saudara kandung
laki-laki dan saudara laki-laki seayah, dan paman (saudara kandung ayah). Kekerabatan
mereka sangat kuat dikarenakan berasal dari pihak ayah.

Orang tua (ibu dan bapak) masing-masing mendapatkan seperenam apabila pewaris
mempunyai keturunan. tapi, jika pewaris tidak mempunyai anak, seluruh harta
peninggalannya menjadi milik kedua orang tua. bila pewaris tidak mempunyai anak, ibu
mendapat bagian sepertiga. Namun, Dari sini, dapat kita pahami bahwa sisa setelah diambil
bagian ibu, dua per tiganya menjadi hak ayah. Dengan demikian, penerimaan ayah
disebabkan ia sebagai 'ashábah.2

1
Prof. Dr. Teungku M. Hasbi ash-shiddieqy. FIQH MAWARIS, 2010, Hal 141
2
Drs. Beni Ahmad Saebani, M.SI. FIQH MAWARIS, 2009, Hal 156-157
Dasar Hukum Hak Waris 'Ashâbah

Dalil yang menyatakan bahwa 'ashâbah berhak mendapatkan waris adalah Al-Quran dan As-
Sunnah. Dalil Al-Quran yang dimaksud adalah surat An-Nisa ayat 11, yaitu:

‫ْن ۚ َف ِانْ ُكنَّ ن َِس ۤا ًء‬ َ ْ ُ ‫اْل‬ ِّ ْ َ َّ ُ ‫اَل‬ ْ َ ٓ ْ ‫ص ْي ُكم هّٰللا‬


ِ ‫ي‬ ‫ي‬
َ ‫ث‬ ‫ن‬ ‫ا‬ ‫ظ‬ ‫ح‬
َ ‫ل‬
ُ ‫ِث‬ ‫م‬ ‫ر‬ِ ‫ك‬ ‫ذ‬ ‫ِل‬ ‫ل‬ ‫م‬
ْ ‫ك‬ ‫د‬
ِ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ِي‬ ‫ف‬ ُ ُ ِ ‫ي ُْو‬ 

ۗ ُ‫ص ف‬ ْ ‫ت َوا ِح َد ًة َف َل َه ا ال ِّن‬ َ ‫ْن َف َلهُنَّ ُثلُ َث ا َم ا َت َر‬


ْ ‫ك ۚ َو ِانْ َك ا َن‬ ِ ‫َف ْو َق ْاث َن َتي‬
‫ان َل ٗه َو َل ٌد ۚ َف ِانْ لَّ ْم‬ َ ‫ك ِانْ َك‬ َ ‫َواِل َ َب َو ْي ِه لِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِّم ْن ُه َما ال ُّس ُدسُ ِممَّا َت َر‬
‫ان َل ٗ ٓه ا ِْخ َوةٌ َفاِل ُ ِّم ِه‬ َ ‫ث ۚ َف ِانْ َك‬ ُّ ‫َي ُكنْ لَّ ٗه َو َل ٌد وَّ َو ِر َث ٗ ٓه اَ َب ٰوهُ َفاِل ُ ِّم ِه‬
ُ ُ‫الثل‬
‫ْن ۗ ٰا َب ۤاُؤ ُك ْم َواَ ْب َن ۤاُؤ ُك ۚ ْم اَل‬
ٍ ‫ص يْ ِب َه ٓا اَ ْو دَ ي‬ ِ ‫ص َّي ٍة ي ُّْو‬ ِ ‫الس ُدسُ ِم ۢنْ َبعْ ِد َو‬ ُّ
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
‫ان َعلِ ْي ًم ا‬ َ ‫ْض ًة م َِّن ِ ۗ اِنَّ َ َك‬ َ ‫َت ْدر ُْو َن اَ ُّي ُه ْم اَ ْق َربُ َل ُك ْم َن ْف ًع ا ۗ َف ِري‬
‫َح ِك ْيمًا‬

Artinya:

Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-


anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka
bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu
seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-
bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang
meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia
diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang
meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah
dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
B. Macam Macam Ashobah
C. Pembagian Ashobah

Karena Al-Ashabah tidak mempunyai bagian tertentu dan berubah-berubah sesuai dengan
ahli waris yang ada, maka kondisi bagian Al-'Ashabah sebagai berikut:

1. Mengambil semua harta ketika sendirian saja sesama Al- 'Ashabah.

Contoh: Seorang wafat tidak mempunyai ahli waris kecuali seorang anak laki-laki saja, maka
anak laki-laki ini mengambil semua harta peninggalannya.

2. Mengambil sisa dari harta, apabila ada ahli waris yang mendapat bagian pokok setelah
mereka ambil bagian mereka.

Contoh: Seorang wafat meninggalkan seorang istri dan anak laki-laki, maka istri mengambil
bagian pokok dahulu 1/8 dan sisanya bagi sang anak laki-laki.

3. Tidak mendapatkan apa-apa apabila semua harta habis dibagi oleh para ahli waris yang
mendapat bagian pokok.

Contoh: Seorang wafat meninggalkan suami, saudari kandung dan saudara seayah, maka hak
waris suami 1/2, saudari kandung 1/2 dan saudara seayah tidak dapat apa-apa karena sudah
diambil semua harta oleh ahli waris dengan bagian pokok.3

3
Kementrian agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. PANDUAN PRAKTIS PEMBAGIAN
WARIS, 2013, Hal 43
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Beni Ahmad Saebani, M.SI. “FIQH MAWARIS” ( Bandung: Pustaka Setia, 2009)

Kementrian agama RI Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. “PANDUAN


PRAKTIS PEMBAGIAN WARIS” , 2013

Prof. Dr. Teungku M. Hasbi ash-shiddieqy.” FIQH MAWARIS” (Semarang : Pustaka Rizki
Putra, 2010)

Anda mungkin juga menyukai