Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI


KETENTUAN WARIS DALAM ISLAM

Disusun Oleh :

Kelompok 7
1. M. Diki Yahdi
2. Yasril Jumatul Putri
XII IPS 2

SMAN 2 SUNGAI TARAB

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat,
taufiq dan karuniaNya sehingga selesai menyelasaikan Tugas penilaian mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam (PAI) makalah yang berjudul “Ketentuan Waris Dalam
Islam” Ini selesai dengan tepat waktu, sesuai dengan agenda yang telah dicanangkan
oleh guru pengajar.
Dalam penulisan makalah ini kita banyak sekali mendapatkan pelajaran atau ilmu
baru, bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terimakasih kami sampaikan
kepada :
Bapak Zulhendri M.Pd selaku guru pengajar mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam (PAI) di SMA NEGERI 2 Sunga Tarab.
Dalam meraih dan mewujudkan makalah yang sempurna, tentu didalam makalah
ini baik secara sengaja maupun tidak sengaja tentunya masih terdapat kekurangan-
kekurangan. Sebab itu kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan makalah berikutnya kelak dikemudian hari. Amin…..!
Akhir kata, semoga makalah ini mampu memberikan hasil yang memuaskan bagi
kami. Semoga….!
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR………………………………………………………….ii

DAFTAR ISI…………………………………………………………………. iii

PENDAHULUAN………………………………………………………….......

1. Latar Belakang………………………………………………………..

2. Rumusan Masalah…………………………………………………….

3. Tujuan………….…………………………………………………......

4. Manfaat…………………………………………………………………

A. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………...

1. Warisan dan Hukum Warisan………………………………………...


2. Pembagian Warisan dan Ahli Waris………………………………….

B. PEMBAHASAN…………………………………………………………...

1. Pandangan Islam Mengenai Ilmu Hukum Mawaris Pembagian


Warisan
a. Pembagian Warisan Menurut Hukum Perdata…………
b. Pembagian Warisan Menurut Hukum Adat……………

2. Tahapan Perbedaan Warisan Menurut Al-Qur’an dan Hadist……

3. Perbedaan Pewaris, Ahli Waris dan Harta Warisan……………………

C. SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………….......

1.Simpulan ……………………………………………………………..…

2. Saran …………………………………………………………….………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
Ketentuan Waris Dalam Islam

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Permasalahan pembagian warisan sering terjadi di dalam sebuah keluarga,
dimana pembagian warisan tersebut rentan akan terjadi konflik/permasalahan di
dalam keluarga apabila pembagian tersebut tidak adil/merata.
Pembagian warisan menurut islam harus dilakukan di depan seorang pakar
yang ahli dan mengerti akan pembagian hak waris tersebut. Atau bahkan bisa
dilakukan di Pengadilan Agama sebagaimana kekuasaan/kewenangan nantinya akan
diselesaikan dan diputuskan di Pengadilan Agama. Tetapi untuk pembagian hak
waris masih banyak orang yang menyelesaikannya menggunakan sistem adat
(hukum adat). Hal ini berbeda jika dibandingkan dengan diselesaikan oleh pakar ahli
waris dan Pengadilan Agama yang sesuai dengan hukum islam.
Menurut Hukum Islam mengenai hukum waris adalah suatu hukum yang
mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada
yang berhak, seperti keluarga dan masyatrakat yang lebih berhak.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pandangan Islam mengenai hukum pembagian warisan?
a. Bagaimana pembagian warisan jika dipandang menurut hukum perdata?
b. Bagaimana pembagian warisan jika dipandang menurut hukum adat?
c. Bagaimana tahapan pembagian warisan menurut al-qur’an dan hadist?
2. Apa perbedaan pewaris, ahli waris dan harta warisan?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pandangan islam mengenai pembagian warisan.
2. Untuk mengetahui pembagian warisan jika dipandang menurut hukum perdata.
3. Untuk mengetahui pembagian warisan jika dipandang menurut hukum adat.
4. Untuk mengetahui tahapan pembagian warisan menurut al-qur’an dan hadist.
5. Untuk mengetahui penyebab seseorang berhak disebut sebagai ahli waris.
4. Manfaat
1. Terhindar dari timbulnya fitnah, karena salah satu penyebab timbulnya fitnah
adalah pembagian harta warisan yang tidak sesuai dengan ketentuan sumber
hukum islam.
2. Faraidh dapat menjunjung tinggi sunah rasul. Nabi Muhammad SAW
bersabda, yang artinya : “Ilmu itu ada tiga asalnya yang lainnya hanya
pelengkap saja; (Al-qur’an) yang muhkamad (dijadikan pedoman dalam
hukum), Sunah Nabi yang sahih, yang menjadi dasar ikatan hidup, dan atau
pembagian harta pusaka yang adil” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
3. Dapat mewujudkan ketentraman keluarga, orang yang beriman tidak memiliki
jiwa material yang sifatnya duniawi saja.
A. TINJAUAN PUSTAKA
1. Warisan dan Hukum Warisan
Warisan adalah berpindahnya hak dan kewajiban atas segala sesuatu
yang baik harta maupun tanggungan dari orang yang telah meninggal dunia
kepada keluarganya yang masih hidup. Menurut islam Mawaris jamak dari
mirats, (irts, witrs, wiratsah, dan turats, yang dimaknakan dengan mauruts)
adalah hasil “Harta peninggalan orang yang meninggal yang diwariskan
kepada para warisnya”. Orang yang meninggalkan harta disebut mawarits,
sedangkan yang berhak menerima disebut waris. Hukum warisan dalam islam
adalah aturan yang mengatur pengalihan harta dari seseorang yang meninggal
dunia kepada ahli warisnya. Hal ini berarti menentukan siapa-siapa yang
menjadi ahli waris, porsi bagian masing-masing ahli waris, menentukan harta
peninggalan dan harta warisan bagi orang yang meninggal dimaksud.
2. Pembagian Warisan dan Ahli Waris
Pembagian warisan di dalam islam yang paling berhak menerimanya
adalah yang pertama warisan untuk istri, kedua warisan untuk suami, ketiga
warisan untuk anak laki-laki, keempat warisan anak perempuan, kelima
warisan untuk ibu, keenam warisan untuk bapak. Sebagaimana Allah S.W.T
berfirman pada Q.S. An-Nissa ayat 11 dan 12

ً‫ َدة‬F‫اح‬ِ ‫َت َو‬ْ ‫ان‬F‫ َركَ َوِإ ْن َك‬Fَ‫ق ْاثنَتَ ْي ِن فَلَه َُّن ثُلُثَا َما ت‬ َ ْ‫صي ُك ُم هَّللا ُ فِي َأوْ ال ِد ُك ْم لِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ األ ْنثَيَ ْي ِن فَِإ ْن ُك َّن نِ َسا ًء فَو‬
ِ ‫يُو‬
َ Fَ‫هُ َأب‬F َ‫ ٌد َو َو ِرث‬F َ‫هُ َول‬F َ‫فَلَهَا النِّصْ فُ َوألبَ َو ْي ِه لِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ال ُّس ُدسُ ِم َّما تَ َركَ ِإ ْن َكانَ لَهُ َولَ ٌد فَِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن ل‬
‫واهُ فَأل ِّم ِه‬F
ُ‫رب‬Fَ F‫ ْدرُونَ َأيُّهُ ْم َأ ْق‬F َ‫ُوصي بِهَا َأوْ َدي ٍْن آبَاُؤ ُك ْم َوَأ ْبنَاُؤ ُك ْم ال ت‬ ُ ُ‫الثُّل‬
ِ ‫ث فَِإ ْن َكانَ لَهُ ِإ ْخ َوةٌ فَأل ِّم ِه ال ُّس ُدسُ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
ِ ‫صيَّ ٍة ي‬
‫ِإ ْن‬Fَ‫ ٌد ف‬Fَ‫ك َأ ْز َوا ُج ُك ْم ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَه َُّن َول‬
َ ‫ َر‬Fَ‫) َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما ت‬١١( ‫ضةً ِمنَ هَّللا ِ ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلِي ًما َح ِكي ًما‬
َ ‫لَ ُك ْم نَ ْفعًا فَ ِري‬
‫ َر ْكتُ ْم ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُك ْم‬Fَ‫ ُع ِم َّما ت‬Fُ‫ا َأوْ َد ْي ٍن َولَه َُّن الرُّ ب‬FFَ‫ينَ بِه‬F‫ُوص‬
ِ ‫يَّ ٍة ي‬F‫ص‬ ِ ‫َكانَ لَه َُّن َولَ ٌد فَلَ ُك ُم الرُّ بُ ُع ِم َّما تَ َر ْكنَ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
‫ةً َأ ِو‬F َ‫ث َكالل‬ َ ‫صيَّ ٍة تُوصُونَ بِهَا َأوْ َد ْي ٍن َوِإ ْن َكانَ َر ُج ٌل ي‬
ُ ‫ُور‬ ِ ‫َولَ ٌد فَِإ ْن َكانَ لَ ُك ْم َولَ ٌد فَلَه َُّن الثُّ ُمنُ ِم َّما تَ َر ْكتُ ْم ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
ِ ‫ ِد َو‬F‫ث ِم ْن بَ ْع‬
‫يَّ ٍة‬F ‫ص‬ ِ ُ‫ َر َكا ُء فِي الثُّل‬F ‫ك فَهُ ْم ُش‬ َ ِ‫ت فَلِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ال ُّس ُدسُ فَِإ ْن َكانُوا َأ ْكثَ َر ِم ْن َذل‬ ٌ ‫ا ْم َرَأةٌ َولَهُ َأ ٌخ َأوْ ُأ ْخ‬
)١٢( ‫صيَّةً ِمنَ هَّللا ِ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َحلِي ٌم‬ َ ‫ُوصى بِهَا َأوْ َد ْي ٍن َغي َْر ُم‬
ِ ‫ضا ٍّر َو‬ َ ‫ي‬
Artinya :
11.Allah mensyari'atkan kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-
anakmu, yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari
dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika anak
perempuan itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang
ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-masing seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak. Jika orang
yang meninggal tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. 

12. Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan
oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-
istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya setelah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) setelah
dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu
tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka
para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan setelah
dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) setelah dibayar hutang-hutangmu. Jika
seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan
ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki
(seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari
kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu
lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu,
setelah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) setelah dibayar hutangnya
dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan
Allah.Allah maha mengetahui lagi maha penyantun.
C. PEMBAHASAN

1. Pandangan Islam mengenai ilmu hukum mawaris pembagian warisan

Hukum membagi warisan adalah wajib karena merupakan kewajiban


memberikan harta kepada orang yang berhak menerimanya, dalam pembagian
harta harus sesuai dengan ketentuan al-qur’an dan hadist. Harta dibagi sesuai
dengan aturan warisan jika yang mempunyai harta benar-benar dinyatakan
meninggal dunia, jika harta itu dibagi sebelum yang mempunyai harta meninggal
dunia maka pembagian itu dinamakan hibah dan tidak harus sesuai dengan aturan-
aturan warisan dalam al-qur’an akan tetapi diharapkan memenuhi rasa keadilan
diantara yang diberi.

Nabi SAW bersabda;


Artinya: ‘‘ Dari Ibnu Abbas ra. Berkata, Rasulullah saw. Bersabda Bagilah
harta pusaka antara ahli-ahli waris menurut (ketentuan) kitab Allah.’’
Dan Allah berfirman dalam Q.S. An-Nissa ayat 7:

ۚ ‫َان َواَأْل ْق َربُونَ ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ َأوْ َكثُ َر‬


ِ ‫ك ْال َوالِد‬ ِ َ‫ك ْال َوالِدَا ِن َواَأْل ْق َربُونَ َولِلنِّ َسا ِء ن‬
َ ‫صيبٌ ِم َّما ت ََر‬ َ ‫َصيبٌ ِم َّما تَ َر‬
ِ ‫لِل ِّر َجا ِل ن‬
‫َصيبًا َم ْفرُوضًا‬
ِ ‫ن‬

Artinya : “Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa
dan kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta
peninggalan orang tua dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian
yang telah ditetapkan.”

Hal ini berarti menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, porsi bagian
masing-masing ahli waris, menentukan harta peninggalan dan harta warisan bagi
orang yang meninggal dimaksud.
Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 237, yang artinya:
“…..maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu”. Adapun
menurut istilah ilmu mawaris atau ilmu faraid adalah ilmu yang membahas
tentang ketentuan-ketentuan atau bagian-bagian yang telah ditentukan untuk
masing-masing ahli waris.
a. Pembagian warisan menurut Hukum Perdata
Ahli waris menurut hukum waris perdata tidak dibedakan menurut jenis
kelamin layaknya dalam beberapa hukum waris adat. Seseorang menjadi ahli waris
menurut hukum waris perdata disebabkan oleh perkawinan dan hubungan darah,
baik secara sah maupun tidak. Orang yang memiliki hubungan darah terdekatlah
yang berhak untuk mewaris (Perhatikan Pasal 852 KUHPerdata). Jauh dekatnya
hubungan darah dapat dikelompokkan menjadi (4) empat golongan, yaitu :

1) Ahli waris golongan I; Termasuk dalam ahli waris golongan I yaitu anak-anak
pewaris berikut keturunannya dalam garis lurus ke bawah dan janda/duda. Pada
golongan I dimungkinkan terjadinya pergantian tempat (cucu menggantikan
anak yang telah meninggal terlebih dahulu dari si pewaris). Mengenai
pergantian tempat ini, Pasal 847 KUHPerdata menentukan bahwa tidak ada
seorang pun dapat menggantikan tempat seseorang yang masih hidup, misalnya
anak menggantikan hak waris ibunya yang masih hidup. Apabila dalam situasi
si ibu menolak menerima warisan, sang anak bertindak selaku diri sendiri, dan
bukan menggantikan kedudukan ibunya.
2)  Ahli waris golongan II; Termasuk dalam ahli waris golongan II yaitu ayah,
ibu, dan saudara-saudara pewaris.
3)  Ahli waris golongan III; Termasuk dalam ahli waris golongan III yaitu kakek
nenek dari garis ayah dan kakek nenek dari garis ibu.
4)  Ahli waris golongan IV; Termasuk dalam ahli waris golongan IV yaitu sanak
saudara dari ayah dan sanak saudara dari ibu, sampai derajat ke enam.

Adapun ketentuan-ketentuan menjadi ahli waris menurut hukum waris perdata,


yaitu sebagai berikut :

1.  Memiliki hak atas harta


 Ab intestato, maksudnya ahli waris yang mendapatkan bagian menurut
ketentuan yang diatur dalam undang-undang, misalnya ahli waris anak,
suami, isteri, kakek, nenek, sebagaimana diatur dalam ahli waris golongan
I sampai dengan IV.
 Testamenter, maksudnya ahli waris yang mendapatkan bagian berdasarkan
wasiat dari pewaris yang dibuat sewaktu hidupnya.
 Perhatikan ketentuan Pasal 2 KUHPerdata. Pasal 2 KUHPerdata memuat
ketentuan bahwa anak yang masih dalam kandungan ibunya, dianggap
telah dilahirkan apabila untuk kepentingan si anak dalam menerima bagian
dalam harta warisan.

2.  Dinyatakan patut mewaris

Menurut Pasal 838 KUHPerdata seseorang yang dianggap tidak patut


untuk mewaris dari pewaris adalah sebagai berikut :

 Mereka yang telah dihukum karena membunuh atau melakukan percobaan


pembunuhan terhadap pewaris.
 Mereka yang pernah divonis bersalah karena memfitnah pewaris telah
melakukan kejahatan yang diancam hukuman lima tahun atau lebih.
 Mereka yang mencegah pewaris untuk membuat atau mencabut surat
wasiat.
 Mereka yang terbukti menggelapkan, merusak, atau memalsukan surat
wasiat dari pewaris.

Berikut hak-hak yang dimiliki oleh ahli waris menurut hukum waris
perdata, yaitu:

1.  Hak untuk menuntut pemecahan harta peninggalan

Perhatikan ketentuan Pasal 1066 KUHPerdata. Kesepakatan untuk


tidak membagi warisan adalah dalam waktu lima tahun, setelah lima tahun
tersebut dapat diadakan kesepakatan kembali di antara para ahli waris.
2.  Hak saisine

Perhatikan ketentuan Pasal 833 KUHPerdata. Seseorang dengan


sendirinya karena hukum mendapatkan harta benda, segala hak, dan
piutang dari pewaris, namun seseorang dapat menerima atau menolak
bahkan mempertimbangkan untuk menerima suatu warisan.

3.  Hak beneficiary

Perhatikan Pasal 1023 KUHPerdata. Hak beneficiary yakni hak untuk


menerima warisan dengan meminta pendaftaran terhadap hak dan
kewajiban, utang, serta piutang dari pewaris.

4. Hak hereditas petitio

Perhatikan Pasal 834 KUHPerdata. Hak hereditas petitio yakni hak


untuk menggugat seseorang atau ahli waris lainnya yang menguasai
sebagian atau seluruh harta warisan yang menjadi haknya.

b. Pembagian warisan menurut Hukum adat

Setiap keturunan yang terdapat dalam masyarakat Indonesia memiliki


kekhususan dalam hukum warisnya yang satu sama lain berbeda-beda, yaitu:

 Sistem Patrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan


pihak nenek moyang laki-laki. Di dalam sistem ini kedudukan dan pengaruh
pihak laki-laki dalam hukum waris sangat menonjol, contohnya pada
masyarakat Batak. Yang menjadi ahli waris hanya anak laki-laki seba anak
perempuan yang telah kawin dengan cara ”kawin jujur” yang kemudian
masuk menjadi anggota keluarga pihak suami, selanjutnya ia tidak
merupakan ahli waris orang tunya yang meninggal dunia.
 Sistem Matrilineal, yaitu sistem kekeluargaan yang menarik garis keturunan
pihak nenek moyang perempuan. Di dalam sistem kekeluargaan ini pihak
laki-laki tidak menjadi pewaris untuk anak-anaknya. Anak-anak menjadi
ahli waris dari garis perempuan/garis ibu karena anak-anak mereka
merupakan bagian dari keluarga ibunya, sedangkan ayahnya masih
merupakan anggota keluarganya sendiri, contoh sistem ini terdapat pada
masyarakat Minangkabau.
 Sistem Parental atau bilateral, yaitu sistem yang menarik garis keturunan
dari dua sisi, baik dari pihak ayah maupun dari pihak ibu. Di dalam sistem
ini kedudukan anak laki-laki dan perempuan dalam hukum waris sama dan
sejajar. Artinya, baik anak laki-laki maupun anak perempuan merupakan
ahli waris dari harta peninggalan orang tua mereka.
(hhtp://materihukum.com/2018/05/09/hukum-waris-adat)

2. Tahapan pembagian warisan menurut Al-qur’an dan Hadist


Hukum kewarisan Islam di Indonesia merujuk kepada ketentuan
dalamKompilasi Hukum Islam (KHI), mulai pasal 171 diatur tentang
pengertianpewaris, harta warisan dan ahli waris. Kompilasi Hukum Islam
merupakankesepakatan para ulama dan perguruan tinggi berdasarkan Inpres No. 1
Tahun 1991. Yang masih menjadi perdebatan hangat adalah keberadaan pasal 185
tentang ahli waris pengganti yang memang tidak diatur dalam fiqih Islam. Dalam
Q.S. An-Nissa ayat 176 :

‫ا ِإ ْن لَ ْم‬FFَ‫ َو يَ ِرثُه‬Fُ‫ك ۚ َوه‬ َ Fَ‫ت فَلَهَا نِصْ فُ َما ت‬


َ ‫ر‬F ٌ ‫ْس لَهُ َولَ ٌد َولَهُ ُأ ْخ‬
َ ‫ك لَي‬َ َ‫ْستَ ْفتُونَكَ قُ ِل هَّللا ُ يُ ْفتِي ُك ْم فِي ْالكَاَل لَ ِة ۚ ِإ ِن ا ْم ُرٌؤ هَل‬
ۗ ‫ ظِّ اُأْل ْنثَيَي ِْن‬F‫ ُل َح‬F‫ َّذ َك ِر ِم ْث‬F‫ا ًء فَلِل‬F‫ك ۚ َوِإ ْن َكانُوا ِإ ْخ َوةً ِر َجااًل َونِ َس‬
َ ‫ن فَلَهُ َما الثُّلُثَا ِن ِم َّما تَ َر‬Fِ ‫يَ ُك ْن لَهَا َولَ ٌد ۚ فَِإ ْن َكانَتَا ْاثنَتَ ْي‬
ِ َ‫يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ْم َأ ْن ت‬
)۱۷۶(‫ضلُّوا ۗ َوهَّللا ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬

Artinya : “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah:


"Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal
dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka
bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya,
dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan),
jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka
bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan
jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat.
Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Tata cara dan pelaksanaan pembagian warisan

1. Langkah-langkah sebelum pembagian harta warisan


Sebelum membagi harta warisan, terdapat beberapa hal yang perlu
diselesaikan terlebih dahulu oleh ahli waris. Hal pertama yang perl dilakukan saat
membagi harta warisan adalah menentukan harta warisan itu sendiri, yakni harta
pribadi dari orang yang harus menyelesaikan beberapa kewajiban yang mengikat
muwaris, antara lain:
a. Biaya perawatan jenazah
b. Pelunas utang piutang
 Hutang kepada Allah, misalnya zakat, ibadah haji, kafarat dan lain
sebagainya
 Hutang kepada manusia baik berupa uang atau bentuk utang lainnya.
c. Pelaksanaan wasiat
Wajib menunaikan seluruh wasiat muwaris selama tidak melebihi sepertuga
dari jumlah seluruh harta peningalan, meskipun muwaris menghendaki lebih.
Dalam surat An-nissa ayat 12 Allah berfirman:
Artinya: “sesudah dipenuhi wasiat dan sesudah dibayar utangnya” (Q.S. An-
nissa; 12)
Syarat-syarat wasiat:
 Tidak boleh melebihi 1/3 dari harta peninggalan kecuali atas persetujuan
semua ahli waris.
 Tidak boleh kepada ahli warisnya sendiri kecuali atas pesetujuan ahli
waris yang lain.
2. Menetapkan ahli waris yang mendapat bagian
Pada uraian di muka sudah diterangkan tentang ketentuan bagian masing –
masing ahliwaris. Diantara mereka ada yang mendapat ½, ¼, 1/8, 1/3, 2/3 dan 1/6.
Kemudian menentukan di antara mereka yang termasuk ;
 Ahli warisnya yang meninggal.
 Ahli waris yang terhalang karena sebab-sebab tertentu, seperti
membunuh, perbedaan agama dan menjadi budak.
 Ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat hubungannya
dengan yang meninggal.
 Ahli waris yang berhak mendapatkan warisan.(Bahan Ajar Fiqih-Ushul
Fiqih Untuk Madrasah Aliyah hal. 140.Jawa Timur:Musyawarah Guru
Mata Pelajaran (MGMP) Fiqih Madrasah Aliyah.)
3. Perbedaan pewaris. ahli waris, dan harta waris
1. Pewaris adalah seorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan
sesuatu yang dapat beralih kepada keluarganya yang masih hidup.
2. Ahli Waris adalah orang yang berhak menerima mendapat bagian dari harta
orang yang meninggal. Kata ini berasal dari bahasa Arab yang terdiri dari
gabungan kata “ahl” (berarti keluarga) dan kata “waris” (berarti penerima
harta peninggalan orang yang meninggal dunia). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan ahli waris sebagai orang-orang yang
berhak menerima warisan (harta pusaka).
a. Sebab-sebab mendapatkan warisan;
 Sebab nasib (nasabiyah)
 Sebab pernikahan (sababiyah)
 Sebab wala’ (orang yang memerdekakan budak /hamba sahaya)
 Sebab kesamaan agama
b. Sebab-sebab terhalang mendapatkan warisan
 Pembunuhan
 Budak
 Murtad (keluar dari islam)
 Beda agama
Tabel pembagian ahli waris yang berhak menerimanya

No Kaum Laki-laki Kaum Perempuan


1. Suami Istri
2. Anak laki-laki Anak perempuan
3. Anak laki-laki dari ank laki- Anak perempuan dari anak laki-laki
laki
4. Ayah Ibu
5. Kakek Ibunya bapak
6. Saudara laki-laki sekandung Ibunya ibu
7. Anak laki-laki dari saudara Saudara perempuan sekandung
laki-laki sekandung
8. Saudara laki-laki Saudara perempuan seayah
9. Anak laki-laki dan saudara Saudara perempuan seibu
laki-laki seayah
10. Saudara laki-laki seibu
11. Paman kandung
12. Anak laki-laki dari paman
kandung
13. Paman seayah
14. Anak laki-laki dari paman
seayah
(Ghozal, Faisal dan Dimyathi,Sholeh,HA.2015.BukuPaket Pendikakan
Agama Islam kelas dan Budi Pekerti XII.hal:142.Jakarta:Pusat Kurikulum dan
Perbukuan,Blitbang,Kemendikbud.)
3. Harta warisan yang dalam istilah faraid dinamakan tirkah (peninggalan)
yaitu sesuatu yang ditinggalkan oleh orang yang meninggal, baik berupa
uang atau materi lainnya yang dibenarkanoleh syariat Islam untuk
diwariskan kepada ahli warisnya.
SIMPULAN DAN SARAN

1. Simpulan
1) Hukum ilmu mawaris bisa dikatakan juga sebagai salah satu bagian dari
hukum perdata secara keseluruhan dan merupakan bagian terkecil dari
hukum kekeluargaan.
2) Pembagian warisan untuk orang-orang yang ditinggalkan dengan seadil-
adilnya sudah diatur dalam islam, mencegah terjadinya konflik antar ahli
waris dan menghindari perpecahan antara keluarga yang masih hidup.
Pembagian tersebut sudah diatur di dalam al-qur’an dan hadist .
3) Ahli waris adalah orang yang berhak menerima harta yang ditinggalkan
oleh pewaris. Dan mempunyai syarat, bahwa mereka hidup pada saat
sepewaris meninggal, kemudian tidak terhalang secara hukum untuk
mendapatkan harta warisan.
2. Saran
Makalah ini dapat menjadi referensi bagi siapa saja yang ingin
menjadikannya sebagai tambahan ilmu dalam melakukan pembagian
warisan. Kami berharap saran dari guru pengajar agama kami demi
menyempurnakan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Aplikasi MuslimPro. Sebagai Pencocokan Ayat Suci Al-Qur’an

Ghozal, Faisal dan Dimyathi,Sholeh,HA.2015.Buku Paket Pendikakan Agama


Islam kelas dan Budi Pekerti XII.Jakarta:Pusat Kurikulum
dan Perbukuan,Blitbang,Kemendikbud.
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Hukum_warisan

hhtp://materihukum.com/2018/05/09/hukum-waris-adat)

https://drive.google.com/file/d/0B_BJ4dk60YsvVHYzRHlDOHNSMUU/view
kelas XII Islam BukuSiswa.pdf.pdf

http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-11-12.html

https://tafsirq.com/4-an-nisa/ayat-7

https://ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/04/25/ahli-waris-menurut-hukum-
waris-perdata/

https://ikhwanmr.blogspot.com/2016/02/pewaris-ahli-waris-dan-harta-waris.html

Anda mungkin juga menyukai