Anda di halaman 1dari 18

HIJAB (PENGHALANG)

Dosen pengampu : Dr. Sultoni Trikusuma M.A

Disusun oleh
Muhammad haikal wildan : (2001010233)
Kainora Maisarah : (2001010077)
Baharuddin Hasibuan : (2001010028)
UNIVERSITAS AL-WASHLIYAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
TA : 2023/2024

1
KATA PENGANTAR
Assalamualikum Wr. Wb
Puji syukur senantiasa selalu kita panjatkan kepada Allah SWT
yang telah memberikan limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga
saya dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini. Shalawat serta salam
tak lupa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
menunjukkan jalan kebaikan dan kebenaran di dunia dan akhirat kepada
umat manusia. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Faraidh.
Makalah ini kami susun dengan segala kemampuan kami dan
semaksimal mungkin. Namun, kami menyadari bahwa dalam penyusunan
makalah ini tentu tidaklah sempurna dan masih banyak kesalahan serta
kekurangan. Maka dari itu kami sebagai penyusun makalah ini mohon
kritik, saran dan pesan dari semua yang membaca makalah ini terutama
dosen mata kuliah yang kami harapkan sebagai bahan koreksi untuk kami.
Wassalamualaikum Wr. Wb

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
DAFTAR ISI ..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................

A. Latar Belakang...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................

A. Pengertian Al-hijab.....................................................................................................
B. Macam-macam Al-hijab.............................................................................................
C. Ahli Waris yang terhijab............................................................................................

BAB III PENUTUP.........................................................................................................


A.Kesimpul ......................................................................................................................
Daftar Pustaka...............................................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah pembagian harta warisan telah di kenal sejak jaman jahiliah
( sebelum kedatangan islam), Bangsa arab telah system waris yang menjadi
sebab berpindahnya hak pemilikan harta benda atau hak-hak material lainnya,
dari seseorang yang meninggal kepada orang lain yang menjadi ahli warisnya.
Namun mereka tidak member harta waris kepada wanita dan anak-anak yang
tidak cakap berperang mereka akan memberikan harta waris kepada laki-laki
dewasa kerabat orang yang meninggal,dan orang lain yang bukan kerabat
orang yang meninggal karena suatu perjanjian atau adopsi. Inilah yang
membedaknya dengan hukum waris dalam islam. Allah swt telah menetapkan.
bahwa orang-orang yang memeiliki hubungan kekerabatan lebih berhak untuk
saling mewarisi baik laki-laki maupun perempuan. Allah swt juga telah
menetapkan ahli wrais yang berhak menerima bagian tetap setengah, sepertiga,
seperempat, seperenam.seperdelapan dan dua per tiga. Dalam. kondidi tertentu
seseorang atau beberapa orang ahli waris bisa terhalang untuk mendapatkan
warisan,atau haknya atas harta warisan berkurang. Kondisi seperti inilah yang
disebut dengan hija atau al hajb yang secara bahasa artinya penghalang atau
terhalang.
Al hajb termasuk bagian yang penting dalam ilmu faraidh atau ilmu
mawaris. Sampai sebagian ulama berkata, "Haram berfatwa dalam bidang ilmu
faraidh bagi yang tidak memahami al hajb" sebab para ulama khawatir orang
itu keliru dalam fatwanya. Sehingga orang yang berhak menjadi tidak
mendapatkan bagian, atau sebaliknya, orang yang tidak berhak justru
mendapatkannya. Inilah pentingnya kita mengetahui dan memahami al hajb.
Pengetahuan tentang al hajb ini akan membuat kita mudah menentukan bagian-
bagian para ahli waris. Al hajb dan pembagian harta waris seolah tidak
terpisahkan. Hal inilah yang melatar belakangi kami menyusun makalah
tentang al hajb ini.

4
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahannya
sebagai berikut:
1. Apa pengertian al-hijab?
2. Apa saja macam-macam al- hijab ?
3. Siapa saja ahli waris yang terhijab ?

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Hijab
Al-Hajb, terkadang ditulis hajb-dalam bahasa Arab berarti al-man'u
mengandung makna terhalang. Seperti contoh kalimat, hajabahu idza mana'ahu
min ad-dukhul, yang artinya dia terhalang masuk. Jadi, kata al- hajb adalah apa
saja yang dapat melindungi dan menghalanginya dari pandangan. Hajh, berasal
dari kata hajahahu, hajban, dan hijaaban. mengandung makna melindungi.
Dalam istilah ilmu fiqih al-hajh adalah menghalangi orang yang
mempunyai sebab mendapatkan warisan, baik secara menyeluruh maupun
sebahagian. Di samping itu, kalimat "menghalangi orang yang mempunyai
sebab mewarisi", maksudnya adalah orang yang memiliki salah satu dari tiga.
sebab mendapatkan warisan yang telah disepakati para Ulama, yaitu nasab
(keturunan).1
Jadi, dari uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa hajb adalah orang
yang menutup orang lain untuk mendapat harta warisan dari si mayyit.. hajb
yang dimaksud adalah dinding yang menjadi penghalang untuk mendapat
warisan bagi sebagian ahli waris. Karena ada ahli waris yang lebih dekat
pertaliannya (hubungannya) dengan orang yang meninggal itu. Lebih
sederhana, hajb adalah terhalangnya ahli waris dalam mendapatkan harta waris
yang ditinggal si mayyit karena sebab-sebab tertentu.
Di samping itu, berbicara masalah hijb, dibahas dalam surat an-Nisaa',
yaitu:
‫ُيوِص يُك ُم ٱُهَّلل ِفٓي َأۡو َٰل ِد ُك ۖۡم ِللَّذ َك ِر ِم ۡث ُل َح ِّظ ٱُأۡلنَثَيۡي ِۚن َفِإن ُك َّن ِنَس ٓاٗء َفۡو َق ٱۡث َنَتۡي ِن َفَلُهَّن ُثُلَث ا َم ا‬
‫د‬ٞۚ‫َتَر َۖك َو ن َكاَنۡت َٰو ِح َد ٗة َفَلَها ٱلِّنۡص ُۚف َو َأِلَبَو ۡي ِه ِلُك ِّل َٰو ِح ٖد ِّم ۡن ُه ا ٱلُّسُد ُس ِمَّم ا َتَر َك ن َك اَن َل ۥُه َو َل‬
‫ِإ‬ ‫َم‬ ‫ِإ‬
‫ُۚث‬
‫ة َفُأِلِّمِه ٱلُّسُد ُۚس ِم ۢن َبۡع ِد َو ِص َّيٖة‬ٞ ‫د َو َو ِرَث ٓۥُه َأَبَو اُه َفُأِلِّمِه ٱلُّثُل َفِإن َك اَن َل ٓۥُه ِإۡخ َو‬ٞ‫َفِإن َّلۡم َيُك ن َّل ۥُه َو َل‬
‫ُيوِص ي ِبَهٓا َأۡو َد ۡي ٍۗن َء اَبٓاُؤ ُك ۡم َو َأۡب َنٓاُؤ ُك ۡم اَل َتۡد ُروَن َأُّيُهۡم َأۡق َر ُب َلُك ۡم َنۡف ٗع ۚا َفِر يَض ٗة ِّم َن ٱِۗهَّلل ِإَّن ٱَهَّلل‬
‫َك اَن َع ِليًم ا َحِكيٗم ا‬

1
Abbas, Sirajuddin. Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafii. (Malaysia: Pustaka Aman
Pers, 1979)

7
Artinya: "Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk)
anak-anakmu. Yaitu bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua
orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua,
maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua
orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang
ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian
tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak
mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya
bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana" 2
(TQS. An-Nisa[4]:[11]
‫د َفَلُك ُم ٱلُّر ُب ُع ِمَّم ا‬ٞ‫د َفِإن َك اَن َلُهَّن َو َل‬ٞۚ‫۞َو َلُك ۡم ِنۡص ُف َم ا َتَر َك َأۡز َٰو ُج ُك ۡم ِإن َّلۡم َيُك ن َّلُهَّن َو َل‬
‫د َفِإن َك اَن‬ٞۚ‫َتَر ۡك َۚن ِم ۢن َبۡع ِد َو ِص َّيٖة ُيوِص يَن ِبَهٓا َأۡو َد ۡي ٖۚن َو َلُهَّن ٱلُّر ُبُع ِمَّم ا َتَر ۡك ُتۡم ِإن َّلۡم َيُك ن َّلُك ۡم َو َل‬
‫ل ُي وَر ُث‬ٞ ‫د َفَلُهَّن ٱلُّثُم ُن ِمَّم ا َتَر ۡك ُتۚم ِّم ۢن َبۡع ِد َو ِص َّيٖة ُتوُص وَن ِبَه ٓا َأۡو َد ۡي ٖۗن َو ِإن َك اَن َر ُج‬ٞ‫َلُك ۡم َو َل‬
‫ت َفِلُك ِّل َٰو ِح ٖد ِّم ۡن ُهَم ا ٱلُّسُد ُۚس َفِإن َك اُنٓو ْا َأۡك َثَر ِم ن َٰذ ِلَك َفُهۡم ُش َر َك ٓاُء‬ٞ ‫ة َو َل ٓۥُه َأٌخ َأۡو ُأۡخ‬ٞ‫َك َٰل َلًة َأِو ٱۡم َر َأ‬
‫م‬ٞ‫ِفي ٱلُّثُلِۚث ِم ۢن َبۡع ِد َو ِص َّيٖة ُيوَص ٰى ِبَهٓا َأۡو َد ۡي ٍن َغ ۡي َر ُمَض ٓاّٖۚر َو ِص َّيٗة ِّم َن ٱِۗهَّلل َو ٱُهَّلل َع ِليٌم َح ِلي‬
Artinya: "Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang
ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika
isteri- isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari
harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau
(dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang
kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai
anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
2
Al-Bugha, Mustafa Dib. Fiqih Islam Lengkap, Penjelasan Hukum-Hukum Islam Madzhab Syafii,
(Surakarta: Media Zikir, 2010), Cet. Ke-

8
hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai
seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu
saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat
olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat
(kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at
yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun" (TQS. an- Nisaa' [4]: 12). 3

3
Anwar, Dessy. Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya Abditama, 2001), Cet. Ke-1.

9
B. Macam-Macam Al-Hijab
Dari berbagai literatur. Ulama membagi hijb, kepada dua
pembagian, yaitu Hijb Nuqshan yaitu dinding yang hanya mengurangi bagian
ahli waris, karena ada ahli waris yang lain bersama-sama dengannya. Misalnya
ibu mendapat 1/3bagian, akan tetapi apabila yang meninggal itu mempunyai
anak atau cucu atau beberapa orang saudara, maka ibu mendapat 1/6. jadi kajh
nuqshan ini adalah hijh yang mengurangi bagian ibu dari jatah yang seharusnya
1/3 menjadi 1/6 disebabkan oleh adanya anak, atau cucu, atau saudara yang
menghajbnya.
Hijb Hirman yaitu dinding yang menjadi penghalang untuk mendapat
warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan orang
yang meninggal dunia itu. Misalnya cucu laki-laki tidak mendapat harta
warisan selama masih ada anak laki-laki. Jadi, hijh hirman ini menghalangi
seseorang untuk mendapat jatah warisannya disebabkan oleh adanya
penghalang ahli waris yang paling dekat lagi dari padanya.

C. Ahli Waris Yang Terhijab


Adapun ahli waris yang terhijab dalam harta waris adalah sebagai berikut:
1.Ahli Waris Kelompok Laki-Laki
a. Anak laki-laki tidak ada yang menghijab.
b. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dihijab oleh anak laki-laki,
c. Cicit laki-laki terhijab oleh anak laki-laki dan cucu laki-laki. demikian
seterusnya ke bawah, yaitu yang dekat mendinding yang jauh.
d. Datuk dihijab oleh bapak, demikian seterusnya ke ata, yang dekat
mendinding yang jauh.
e. Saudara laki-laki seibu-sebapak terdinding oleh anak laki-laki, cucu laki-
laki dan seterusnya ke bawah dan bapak.
f. Saudara laki-laki sebapak terhijab oleh anak laki-laki, cucu laki-laki
seterusnya ke bawah, bapak, saudara laki-laki seibu sebapak dan saudara
perempuan seibu sebapak apabila ashahah ma'al ghairi.

10
g. Saudara laki-laki seibu dihijab oleh anak laki-laki, anak perempuan, cucu
laki-laki, cucu perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah, dan
bapak, datuk (kakek), dan seterusnya ke atas.
h. Anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak dihijab oleh anak-
anak laki-laki, cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah, bapak, datuk,
saudara laki-laki seibu sebapak, saudara laki-laki sebapak, saudara
perempuan seihu 4sebapak apabila ashobah ma'al ghair, saudara perempuan
sebapak apabila askobah ma'al ghair."
i. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak, terhijab oleh anak laki- laki,
cucu laki-laki dan seterusnya ke bawah, bapak, datuk, saudara laki-laki
seibu sebapak, saudara laki-laki sebapak, saudara perempuan seibu sebapak
apabila ashobah ma'al ghair, saudara perempuan sebapak apabila ashobah
ma al ghair dan anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak.
j. Saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak, terdinding atau terhalang
oleh anak laki-laki, cucu laki-laki, seterusnya ke bawah, bapak, kakek,
saudara laki-laki seibu sebapak, saudara perempuan seibu sebapak apabila
ashobah ma'al ghair, saudara perempuan sebapak apabila ashobah ma'al
ghair, dan anak laki-laki dari saudara laki-laki seibu sebapak
k. Saudara laki-laki bapak yang sebapak, terdinding atau terhalang oleh
semua ahli waris yang mendinding atau menghalangi huruf j dan ditambah
dengan huruf j.
1. Anak laki-laki dari saudara laki-laki bapak yang seibu sebapak,
terdinding oleh seluruh ahli waris yang mendinding huruf k dan ditambah
dengan huruf k.
m. Anak laki-laki dari saudara laki bapak yang sebapak, terdinding atau
terhalang oleh seluruh ahli waris yang mendinding huruf i dan ditambah
dengan huruf i..
n. Suami, tidak ada yang menghijab.

4
Ash-Sholih, Subhi, Membahas Umu-Umu Hadist, Terjemahan. Tim Pustaka Pirdaus
(Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1985)

11
o. Laki-laki yang memerdekakan si mayyit dari perbudakan, terdinding
atau terhalang oleh semua ahli waris yang mendinding huruf m dan
ditambah dengan huruf m.
2. Ahli Waris Kelompok Perempuan
a. Anak perempuan, tidak ada sama sekali yang menghijab.
b. Cucu perempuan (anak perempuan dari anak laki-laki) terdinding atau
terhalang oleh anak laki-laki yang meng-ashobah-kannya.
c. Ibu, tidak ada yang mendinding atau menghalangi.
d. Nenek (ibu dari ibu) terdinding atau terhalang oleh ibu. Nenek yang
dekat mendinding atau menghalangi nenek yang jauh."5
e. Nenek (ibu dari bapak) terhalang oleh bapak ibu. Nenek yang dekat
mendinding atau menghalangi nenek yang jauh.
f. Saudara perempuan seibu sebapak terdinding atau terhalang oleh anak
laki-laki, cucu laki-laki (anak laki-laki dari anak laki-laki), dan. bapak
(sama dengan mendinding atau menghalangi saudara laki-laki seibu
sebapak atau nomor 5 di atas).
g. Saudara perempuan sebapak, terdinding atau terhalang oleh anak laki-
laki si mayyit, cucu laki-laki si mayyit dan seterusnya ke bawah (dari garis
keturunan laki-laki) bapak, saudara laki-laki seibu sebapak, saudara
perempuan seibu sebapak apabila ashobah ma'al ghair.
h. Saudara perempuan seibu, sama dengan yang mendinding atau
menghalangi huruf g di atas.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1) Anak laki-laki atau anak perempuan, ibu, bapak, suami atau isteri, tidak
pernah terhijab sama sekali, artinya dalam keadaan bagaimanapun mereka
tetap mendapatkan bagian dari harta warisan
2) Suami atau isteri, saudara perempuan seibu dan saudara laki-laki seibu
tidak pernah menghijab ahli waris yang lain.

5
Asy-Syafi'l, Muhammad bin Idris. Al-Umm, (Beirut:Dar Al-Fikr).

12
3) Datuk tidak mendinding atau menghalangi saudara seibu bapak dan
saudara saudara sebapak, baik yang laki-laki maupun perempuan, sebab
datuk dianggap sederajat dengan mereka.
4) Ahli waris yang dekat jaraknya kepada si mayyit mendinding atau
menghalangi ahli waris yang jauh."6
5) Datuk atau kakek mulai menghijab dari saudara laki-laki seību; artinya
kalau datuk atau kakek masih ada, maka saudara seibu, baik laki-laki
maupun perempuan dan anak laki-laki dari saudara laki-laki dan seterusnya
(kecuali suami) akan terdinding atau terhalang.
6) Saudara perempuan seibu sebapak apabila ashohah ma al ghair akan
mulai mendinding atau menghalangi semenjak saudara laki-laki sebapak
sampai dengan laki-laki yang memerdekakan (terkecuali suami), dan
saudara laki-laki seibu.
Saudara perempuan sehapak, apabila ashobah ma al ghair akan mulai
mendinding atau menghalangi sejak anak laki-laki dari saudara laki-laki
seibu sebapak terkecuali suami.
Selanjutnya, menurut Moh. Anwar, hijh hirman bisy-syakhshi itu tidak akan
menganai kepada lima orang, melainkan kepada orang-orang selain lima,
yakni, ayah, anak laki-laki, anak perempuan, suami atau isteri, dan ibu!".
Untuk melihat orang-orang yang terkena hijh hirman dapat dilihat pada
tabel
di bawah ini:"7

6
Asy-Syafi'l, Muhammad bin Idris. Terjemahan al-Umm, (Kuala Lumpur Victoria Agencia,
1989), Jilid 1, Cet. Ke-1.
7
1995). Cholil, Moenawit. Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab, (Jakarta: Bulan
Bintang,

13
14
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hijab waris dalam hukum waris islam ialah perbuatan atau keadaan
atau juga melakukan suatu tindakan yang dapat menggugurkan hak
seseorang untuk menerima warisan walaupunadanya sebab-sebab dan
syarat-syarat sah mewarisi.
Al hajb terbagi menjadi 2 yakni, Al hajb al washfi (sifat/ julukan)
dan al hajb bi asy-syakhsyi (karena orang lain). Al hajb bil washfi berarti
orang yang terkena hijab tersebut terhalang dari mendapatkan hak waris
secara keseluruhan misalnya orang yang membunuh pewarisnya
(pembunuhan) murtad, hamba sahaya atau berlainan agama. Hak waris
mereka menjadi hujub atau terhalang. Al hajb Asy-syakhsi yaitu gugurnya
hak waris seseoprang dikarenakan adanya orang lain yang lebih berhak
menerimanya.
Al hajb asy-syakhsi terbagi 2 yaitu Hajb al hirman dan hajb an-
nuqshan. Hajb Al hirman yaitu penghalang yang menggugurkan seluruh
hak waris seseorang. Hajb an-nuqshan (pengurangan hak)yaitu
penghalangan terhadap hak waris seseorang untuk mendapatkan bagian
yang lebih banyak. Para ahli waris yang terhalang oleh hajb An nuqhsan
ada 5 yaitu suami.istri,ibu.cucu perempuan dari anak laki-laki dan saudara
perempuan. sebapak. Ahli waris yang terhalang oleh hijab al hirman
jumlah mereka ada tujuhyaitu kakek, nenek,cucu laki-laki dari anak laki-
laki,cucu perempuan dari nak laki-laki, saudara laki-laki dan saudara
perempuan kandung,saudra laki- laki dan saudara perempuan sebapak dan
anak-anak ibu.
B. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis yakin bahwa makalah ini
jauh dari kesempurnaan, sehingga mengharapkan kepada para pembaca
untuk memberikan kritik dan saran yang membangun agar penulis

16
mendapatkan membelajaran baru. Dan semoga makalah ini dapat menjadi
tempat mendapatkan ilmu pengetahuan baru.

17
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, Sirajuddin. Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafii,
(Malaysia: Pustaka Aman Pers, 1979).
Al-Bugha, Mustafa Dib. Fiqih Islam Lengkap, Penjelasan Hukum-
Hukum Islam Madzhab Syafii, (Surakarta: Media Zikir, 2010), Cet. Ke-1.
Anwar, Dessy. Kamus Bahasa Indonesia, (Surabaya: Karya
Abditama, 2001), Cet, Ke-1.
Anwar, Muhammad. Faraidh (Hukum Waris Dalam Islam) dan
Masalah- Masalahnya, (Surabaya: al-Ikhlas, 1981).
Ash-Shobuniy, Muhammad Ali. Hukum Waris Islam (terj),
Penerjemah Syarmir Syukur, (Surabaya: al-Ikhlas, 1995), Ce. Ke-1.
Ash-Sholih, Subhi. Membahas Timu-Ilmu Hadist, Terjemahan. Tim
Pustaka Pirdaus (Jakarta: Pustaka Pirdaus, 1985).
Asy-Syafi'l, Ahamad. Al-Alimatu Al-Arba'ah, Alih Bahasa Sabil Huda dan
H. A. Ahmad, (Jakarta: Bumi Aksara, 1961).
Asy-Syafi'l, Muhammad bin Idris, Al-Umm, (Beirut Dar Al-Fikr).
Asy-Syafi'I, Muhammad bin Idris. Terjemahan al-Umm, (Kuala Lumpur:
Victoria Agencia, 1989), Jilid 1, Cet. Ke-1.
Cholil, Moenawir. Biografi Empat Serangkai Imam Mazhab,
(Jakarta: Bulan Bintang, 1995).

18

Anda mungkin juga menyukai