Anda di halaman 1dari 26

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PEMBIMBING

FIQIH MAWARIS SYUKRAN,S.H.I,M.Sy

FIQIH MAWARIS

DISUSUN OLEH:
NAMA : CICI AMELIA
NIM : 11820724512

ILMU HUKU D

JURUSAN ILMU HUKUM D


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIEF KASIM
RIAU-PEKANBARU

2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji dan syukur penyusun ucapkan atas kehadirat Allah Subhanallahuwa Ta’ala,
yang telah melimpahkan nikmat dan karunia-Nya berupa Iman,Islam dan Ilmu serta bimbingan-
Nya sehingga Alhamdulillah penyusun dapat menyelesaikan tugas makalah “FIQIH
MAWARIS“.

Penyusunan ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “FIQIH
MAWARIS”. Penyusun berharap, makalah ini dapat bermanfaat lebih memperluas pengetahuan
mengenai tentang Pendidikan Hukumyang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai
sumber. Tentunya makalah ini masih jauh dari sempurna. Sesuai dengan pepatah takada gading
yang tak retak maka kami sadar akan kekurangan pada makalah inibaik dalam segi penulisan dan
masalah penyusunan kata. Maka saran, kritik danmasukan yang membangun sangat kami
harapkan dari seluruh pihak dalam prosesmembangun mutu dalam karya selanjutnya.
Mohon maaf bila ada kekurangan dankesalahan dalam penyusunan makalah ini, harap
memakluminya karena penyusundalam proses pembelajaran.

Penyusun berharap, makalah ini dapat bermanfaat untuk ke depan danrekan-rekan


mahasiswa lainnya. Aamiin.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Pekanbaru, 08 April 2020

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Proses perjalanan kehidupan manusia adalah lahir, hidup dan mati. Semua tahap
itu membawa pengaruh dan akibat hukum kepada lingkungannya, terutama dengan orang
yang dekat dengannya, baik dekat dalam arti nasab maupun dalam arti lingkungan.
Kelahiran membawa akibat timbulnya hak dan kewajiban bagi dirinya dan orang lain
serta timbulnya hubungan hukum antara dia dengan orang tua, kerabat, dan masyarakat
lingkungannya.
Demikian juga dengan kematian seseorang membawa pengarus dan akibat hukum
pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitarnya.adanya kematian
seseorang mengakibatkan timbulnya cabang ilmu hukum yang menyangkut bagaimana
cara pengoperan atau penyelesaian harta peninggalan kepada keluarga (ahli waris)-nya,
yang dikenal dengan nama Hukum Mawaris. Dalam syari’at Islam ilmu tersebut dikenal
dengan nama Fiqh Mawaris atau Faraid.
Jadi dengan meninggalnya seseorang terjadilah proses pewarisan yaitu ”suatu
proses pemindahan dan pengoperan harta kekayaan seseorang yang telah meninggal
dunia.” Dari seluruh hukum-hukum perkawinan dan hukum pewarisanlah yang
menentukan dan mencerminkan sifat kekeluargaan yang berlaku di dalam masyarakat.
Dalam hukum waris tersebut ditentukanlah siapa-siapa yang menjadi ahli waris,
siapa saja yang berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebu, berapa bagian mereka
masing-masing, bagaimana ketentuan pembagiaannya, serta di atur pula berbagai hal
yang berhubungan dengan soal pembagian harta warisan.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang dimaksud dengan fiqih dan fiqih mawaris?
2. Apa saja dasar hukum kewarisan?
3. Apa saja asas-asas kewarisan?
4. Sebutkan faktor-faktor hubungan kewarisan?
5. Sebutkan faktor –faktor halangan kewarisan?
6. Apa saja unsur-unsur kewarisan?
7. Apa yang dimaksud dengan ahli waris dzawul furud?
8. Apa yang dimaksud dengan ahli waris ashabah?

C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


1. Agar kita dapat mengerti dan tahu apa yang dimaksud dengan fiqih dan fiqih
mawaris.
2. Agar kita dapat memahami dan mengerti tentang dasar hukum, unsur-unsur dan asas-
asas kewarisan.
3. Agar kita bias mengerti dan paham apa saja yang termasuk faktor-faktor hubungan
dan halangan kewarisan.
4. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan ahli waris dzawul furud dan ashabah.
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN FIQIH DAN FIQIH MAWARIS

Istilah Fiqh Mawaris (‫ )فقه المواريث‬sama pengertiannya dengan Hukum Kewarisan


dalam bahasa Indonesia, yaitu hukum yang mengatur tata cara pembagian harta
peninggalan orang yang meninggal dunia. Ada dua nama ilmu yang membahas
pembagian harta warisan, yaitu ilmu mawaris (‫ )علم المواريث‬dan ilmu fara’id (‫)علم الفرائض‬.
Kedua nama ini (mawaris dan fara’id) disebut dalam al-Qur’an maupun al-hadis. 1
Menurut bahasa (etimologi), kata fikih berasal dari bahasa Arab ‫ الفَ ْه ُم‬yang berarti
paham. Menurut terminologi, fikih pada mulanya berarti pengetahuan keagamaan yang
mencakup seluruh ajaran agama, baik berupa akidah, akhlak, maupun amaliah (ibadah),
yakni sama dengan arti syariah islamiyyah. Namun, pada perkembangan selanjutnya,
fikih diartikan sebagai bagian dari syariah islamiyyah, yaitu pengetahuan tentang hukum
syariah islamiyyah yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang telah dewasa dan
berakal sehat yang diambil dari dalil-dalil yang terinci.
Fikih secara bahasa adalah pemahaman yang mutlak, baik secara jelas maupun
secara tersembunyi. Dan telah berpendapat sebagian ulama, bahwa fikih secara bahasa
berarti memahami sesuatu secara mendalam.
Istilah Fiqh Mawaris sama pengertiannya dengan Hukum Kewarisan. Kata waris
berasal dari bahasa Arab yaitu warasa-yurisu-warisan yang berarti berpindahnya harta
seseorang kepada seseorang setelah meninggal dunia. Adapun dalam Al-Quran
ditemukan banyak kata warasa yang berartimenggantikan kedudukan, memberi atau
menganugerahkan, dan menerimawarisan. Sedangkan al-miras menurut istilah ulama’
ialah berpindahnya hak kepemilikan dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya
yang masih hidupbaik yang ditinggalkan itu berupa harta, tanah, atau apa saja yang
berupa hak milik legal secara syar’i.
B. DASAR HUKUM KEWARISAN
1
Ukisuke, “Fiqih Mawaris”, diakses dari https://ukisuke000.wordpress.com/2015/01/16/fiqih-mawaris/, pada
tanggal 15 januari 2015
1. Dasar Hukum Kewarisan Islam
Dasar dan sumber utama dari hukum Islam sebagai hukum agama (Islam) adalah nash
atau teks yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Ayat-ayat Al-Qur’an dan
Sunnah Nabi yang secara langsung mengatur kewarisan tersebut antara lain sebagai
berikut:

a. Al-Qur’an
1. QS. An-Nisa’ ayat 7

ِ ‫ك ْال َوالِدَا ِن َواَأْل ْق َربُونَ ِم َّما قَ َّل ِم ْنهُ َأوْ َكثُ َر ۚ ن‬


‫َصيبًا َم ْفرُوضًا‬ ِ َ‫صيبٌ ِم َّما تَ َركَ ْال َوالِدَا ِن َواَأْل ْق َربُونَ َولِلنِّ َسا ِء ن‬
َ ‫صيبٌ ِم َّما تَ َر‬ ِ َ‫لِلرِّ َجا ِل ن‬

Artinya: Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.

2. QS.An-Nisa’ ayat 11

‫ا‬uَ‫ َدةً فَلَه‬u‫َت ٰ َو ِح‬ْ ‫ان‬u‫ َركَ ۖ َوِإن َك‬uَ‫ا ت‬u‫ا َم‬uَ‫ق ْٱثنَتَ ْي ِن فَلَه َُّن ثُلُث‬ َ ْ‫و‬uَ‫ٓا ًء ف‬u‫ِإن ُك َّن نِ َس‬uَ‫ ظِّ ٱُأْلنثَيَ ْي ِن ۚ ف‬u‫ُوصي ُك ُم ٱهَّلل ُ فِ ٓى َأوْ ٰلَ ِد ُك ْم ۖ لِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َح‬
ِ ‫ي‬
‫ِإن‬uَ‫ث ۚ ف‬ ُ ُ‫ َواهُ فَُأِل ِّم ِه ٱلثُّل‬uَ‫ٱلنِّصْ فُ ۚ َوَأِلبَ َو ْي ِه لِ ُك ِّل ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ٱل ُّس ُدسُ ِم َّما تَ َركَ ِإن َكانَ لَهۥُ َولَ ٌد ۚ فَِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّهۥُ َولَ ٌد َو َو ِرثَ ٓۥهُ َأب‬
ۚ ‫ا‬uً‫ َربُ لَ ُك ْم نَ ْفع‬u‫ ْدرُونَ َأيُّهُ ْم َأ ْق‬uَ‫ٓاُؤ ُك ْم اَل ت‬uuَ‫ٓاُؤ ُك ْم َوَأ ْبن‬uuَ‫ٓا َأوْ َد ْي ٍن ۗ َءاب‬uَ‫ى بِه‬u‫ُوص‬ ِ ‫َكانَ لَ ٓۥهُ ِإ ْخ َوةٌ فَُأِل ِّم ِه ٱل ُّس ُدسُ ۚ ِم ۢن بَ ْع ِد َو‬
ِ ‫يَّ ٍة ي‬u‫ص‬
‫ضةً ِّمنَ ٱهَّلل ِ ۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعلِي ًما َح ِكي ًما‬ َ ‫فَ ِري‬

Artinya : “Allah mensyari’atkan bagimu tentang [pembagian pusaka untuk] anak-


anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka
ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya
[saja], maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. [Pembagian-pembagian
tersebut di atas] sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau [dan] sesudah dibayar
hutangnya. [Tentang] orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat [banyak] manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketetapan
dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. 

3. QS.An-Nisa’ ayat 12

ِ ‫صيَّ ٍة ي‬
َ‫ين‬uu‫ُوص‬ ِ ‫ك َأ ْز َوا ُج ُك ْم ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَه َُّن َولَ ٌد ۚ فَِإ ْن َكانَ لَه َُّن َولَ ٌد فَلَ ُك ُم الرُّ بُ ُع ِم َّما ت ََر ْكنَ ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬ َ ‫َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما تَ َر‬
‫يَّ ٍة‬u‫ص‬ َ uَ‫ ٌد فَلَه َُّن الثُّ ُمنُ ِم َّما ت‬uَ‫انَ لَ ُك ْم َول‬uu‫ِإ ْن َك‬uَ‫ ٌد ۚ ف‬uَ‫ َر ْكتُ ْم ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُك ْم َول‬uَ‫ ُع ِم َّما ت‬uُ‫ا َأوْ َدي ٍْن ۚ َولَه َُّن الرُّ ب‬uuَ‫بِه‬
ِ ‫ ِد َو‬u‫ر ْكتُ ْم ۚ ِم ْن بَ ْع‬u
‫اح ٍد ِم ْنهُ َما ال ُّس ُدسُ ۚ فَِإ ْن َكانُوا َأ ْكثَ َر‬ ٌ ‫ث كَاَل لَةً َأ ِو ا ْم َرَأةٌ َولَهُ َأ ٌخ َأوْ ُأ ْخ‬
ِ ‫ت فَلِ ُكلِّ َو‬ ُ ‫تُوصُونَ بِهَا َأوْ َد ْي ٍن ۗ َوِإ ْن َكانَ َر ُج ٌل يُو َر‬
‫صيَّةً ِمنَ هَّللا ِ ۗ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َحلِي ٌم‬ َ ‫ص ٰى بِهَا َأوْ َد ْي ٍن َغ ْي َر ُم‬
ِ ‫ضارٍّ ۚ َو‬ َ ‫صيَّ ٍة يُو‬ َ ِ‫ِم ْن ٰ َذل‬
ِ ُ‫ك فَهُ ْم ُش َر َكا ُء فِي الثُّل‬
ِ ‫ث ۚ ِم ْن بَ ْع ِد َو‬

Artinya : Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar
hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu
itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah
dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak
memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai)
syari'at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun.

4. QS.An-Nisa’ ayat 176


‫ا ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن‬uuَ‫ َو يَ ِرثُه‬uُ‫ َركَ ۚ َوه‬uَ‫ا ت‬uu‫ت فَلَهَا نِصْ فُ َم‬ ٌ ‫ْس لَهُ َولَ ٌد َولَهُ ُأ ْخ‬
َ ‫ك قُ ِل هَّللا ُ يُ ْفتِي ُك ْم فِي ْالكَاَل لَ ِة ۚ ِإ ِن ا ْم ُرٌؤ هَلَكَ لَي‬
َ َ‫يَ ْستَ ْفتُون‬
‫ن ۗ يُبَيِّنُ هَّللا ُ لَ ُك ْم‬uِ ‫ ظِّ اُأْل ْنثَيَ ْي‬uu‫ك ۚ َوِإ ْن َكانُوا ِإ ْخ َوةً ِر َجااًل َونِ َسا ًء فَلِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َح‬
َ ‫لَهَا َولَ ٌد ۚ فَِإ ْن َكانَتَا ْاثنَتَي ِْن فَلَهُ َما الثُّلُثَا ِن ِم َّما تَ َر‬
‫َضلُّوا ۗ َوهَّللا ُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬ ِ ‫َأ ْن ت‬

Artinya : Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah


memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan
ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang
laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai
anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu
terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-
laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum
ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.

5. QS. Al- Anfal ayat 75


ٓ
ِ َ‫ْض فِى ِك ٰت‬
‫ب ٱهَّلل ِ ۗ ِإ َّن‬ ٍ ‫هُ ْم َأوْ لَ ٰى بِبَع‬u ‫ْض‬
ُ ‫ ِام بَع‬u‫وا ٱَأْلرْ َح‬u َ ‫ُوا َم َع ُك ْم فَُأ ۟و ٰلَِئ‬
۟ uُ‫ك ِمن ُك ْم ۚ َوُأ ۟ول‬ ۟ ‫ُوا َو ٰ َجهَد‬
۟ ‫وا ِم ۢن بَ ْع ُد َوهَا َجر‬
۟ ُ‫َوٱلَّ ِذينَ َءامن‬
َ
‫ٱهَّلل َ بِ ُك ِّل َش ْى ٍء َعلِي ۢ ٌم‬

Artinya : Dan orang-orang yang beriman sesudah itu kemudian berhijrah serta berjihad
bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Orang-orang yang
mempunyai hubungan kerabat itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
(daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.2

b. Al Hadis atau Sunah Rasulullah


Adapun hadits atau sunnah yang ada hubungannya dengan hukum kewarisan antara
lain adalah :
1) Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Abbas.
“Kami telah diberi tahu oleh Ma’mar dari Ibn Thowus, dari bapaknya, dari Ibn
‘Abbas berkata: Rasulullah SAW telah bersabda: “bagilah harta waris diantara
2
Muhammad Toyib, “Dasar Hukum Waris Islam”, diakses dari http://biyotoyib.blogspot.com/2012/03/dasar-
hukum-waris-islam.html, pada tanggal 18 maret 2012
orang-orang yang berhak menerima bagian sesuai dengan ketentuan al-Qur’an.
Jika masih ada tinggalan (sisa) maka yang lebih berhak adalah ahli waris lakilaki”
2) Hadits Nabi dari Jabir Ibn Abdillah
“Kami telah diberitahukan oleh ‘Amr Ibn Abi Qois dan Muhammad bin al-
Munkadir dari Jabir bin Abdillah berkata: Rasulullah telah datang menjengukku
sedang saya dalam keadaan sakit di bani Salamah kemudian saya bertanya:
“Wahai Nabi Allah bagaimana saya harus membagi harta diantara anak-anakku,
maka sebelum Nabi bertolak dariku maka turunlah ayat yang artinya :
Yang artinya Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka) untuk
anak-anakmu. Yaitu bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua
orang anak perempuan”.3

C. AZAS-AZAS KEWARISAN
1. Azas Integrity (Ketulusan)
Integrity artinya : Azas ketulusan (integrity) ini mengandung pengertian bahwa
dalam melaksanakan Hukum Kewarisan dalam Islam diperlukan ketulusan hati untuk
mentaatinya karena terikat dengan aturan yang diyakini kebenarannya, yaitu berasal
dari Allah swt melalui Rasulullah Muhammad saw, sebagai pembawa risalah Al-
Our'an Oleh karena itu, ketulusan seseorang melaksanakan ketentuan-ketentuan
hukum kewarisan sangat tergantung dari keimanan yang dimiliki untuk mentaati
hukum-hukum Allan swt Adapun dasar kesadarannya adalah firman Allah swt di
dalam Q.S. Ali-Imran/3: 85:

ِ ‫َو َم ْن يَ ْبت َِغ َغ ْي َر اِإْل ْساَل ِم ِدينًا فَلَ ْن يُ ْقبَ َل ِم ْنهُ َوه َُو فِي اآْل ِخ َر ِة ِمنَ ْال َخ‬
َ‫اس ِرين‬

Artinya : “Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah
akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang
rugi.”

2. Azas Ta' abbudi (Penghambaan diri)

3
Robbie balboa, “Makalah Hukum Kewarisan Islam”, diakses dari https://www.academia.edu/13452535/Makalah
Hukum_Kewarisan_Islam, pada tanggal 20 november 2014
Yang dimaksud azas Ta'abbudi adalah melaksanakan pembagian waris secara
hukum Islam adalah merupakan bagian dari ibadah kepada Allah SWT, yang akan
berpahala bila ditaati seperti layaknya mentaati pelaksanaan hukum-hukum Islam
lainnya. Ketentuan demikian dapat kita lihat, setelah Allah SWT menjelaskan tentang
hukum waris secara Islam sebagaimana dijelaskan dalam surat an-Nisa' ayat 11 dan
12, kemudian dikunci dengan ayat 13 dan 14 :

)١٣( ‫وْ ُز ْال َع ِظي ُم‬uuَ‫ك ْالف‬


َ ِ‫ت تَجْ ِري ِم ْن تَحْ تِهَا األ ْنهَا ُر خَ الِ ِدينَ فِيهَا َو َذل‬ٍ ‫ك ُحدُو ُد هَّللا ِ َو َم ْن ي ُِط ِع هَّللا َ َو َرسُولَهُ يُ ْد ِخ ْلهُ َجنَّا‬
َ ‫تِ ْل‬
ٌ ‫ْص هَّللا َ َو َرسُولَهُ َويَتَ َع َّد ُحدُو َدهُ يُ ْد ِخ ْلهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا َولَهُ َع َذابٌ ُم ِه‬
١٤( ‫ين‬ ِ ‫َو َم ْن يَع‬

Artinya :

Itulah batas-batas (hukum) Allah. Barang siapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya,
niscaya Dia akan memasukkannya ke dalam surga-surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan Itulah kemenangan yang besar.(13)
Dan barang siapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar batas-batas
hukum-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka, dia kekal di
dalamnya dan dia akan mendapat azab yang menghinakan.(14)

3. Azas Hukukul Maliyah (Hak-hak Kebendaan)


Yang dimaksud dengan Hukukul Maliyah adalah hak-hak kebendaan, dalam arti
bahwa hanya hak dan kewajiban terhadap kebendaan saja yang dapat diwariskan
kepada ahli waris, sedangkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum
kekeluargaan atau hak-hak dan kewajiban yang bersifat pribadi seperti suami atau
istri, jabatan, keahlian dalam suatu ilmu dan yang semacamnya tidak dapat
diwariskan. Kewajiban ahli waris terhadap pewaris diatur dalam Kompilasi Hukum
Islam pasal 175 yang berbunyi :
a. Mengurus dan menyelesaikan sampai pemakaman jenazah selesai
b. Menyelesaikan baik hutang-hutang berupa pengobatan, perawatan termasuk
kewajiban pewaris maupun menagih piutang
c. Menyelesaikan wasiat pewaris
d. Membagi harta warisan diantara anti waris yang berhak
4. Azas Hukukun Thabi’iyah (Hak-Hak Dasar)
Hukukun thabi’iyah adalah hak-hak dasar dari ahli waris sebagai manusia, artinya
meskipun ahli waris itu seorang bayi yang baru lahir atau seseorang yang sudah sakit
menghadapi kematian sedangkan ia masih hidup ketika pewaris meninggal dunia,
begitu juga suami istri yang belum bercerai walaupun sudah pisah tempat tinggalnya,
maka dipandang cakap untuk mewarisi.
5. Azas Ijbari (Keharusan, kewajiban)
Yang dimaksud Ijbari adalah bahwa dalam hukum kewarisan Islam secara
otomatis peralihan harta dari seseorang yang telah meninggal dunia (pewaris) kepada
ahli warisnya sesuai dengan ketetapan Allah SWT tanpa digantungkan kepada
kehendak seseorang baik pewaris maupun ahli waris.
6. Azas Bilateral
Azas ini mengandung makna bahwa seseorang menerima hak kewarisan dari
kedua belah pihak yaitu dari kerabat keturunan laki-laki dan dari kerabat keturunan
perempuan. Azas bilateral ini dapat dilihat dalam al-Qur'an surat an-Nisa' ayat 7 :

ۚ ‫ َر‬uُ‫هُ َأوْ َكث‬u‫ َّل ِم ْن‬uَ‫ونَ ِم َّما ق‬uuُ‫دَا ِن َواَأْل ْق َرب‬uِ‫ َركَ ْال َوال‬uَ‫يبٌ ِم َّما ت‬u‫َص‬
ِ ‫ا ِء ن‬u‫ونَ َولِلنِّ َس‬uuُ‫ك ْال َوالِدَا ِن َواَأْل ْق َرب‬
َ ‫صيبٌ ِم َّما تَ َر‬
ِ َ‫ال ن‬
ِ ‫لِلرِّ َج‬
‫صيبًا َم ْفرُوضًا‬ ِ َ‫ن‬

Artinya : Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.
7. Azas Individual (Perorangan)
Azas ini menyatakan bahwa harta warisan dapat dibagi-bagi pada masing masing
ahli waris untuk dimiliki secara perorangan. Dalam pelaksanaannya seluruh harta
warisan dinyatakan dalam nilai tertentu yang kemudian dibagi-bagikan kepada ahli
waris yang berhak menerimanya menurut kadar bagian masing-masing. Azas
Individual ini dapat dilihat dalam al-Qur'an surat an-Nisa' ayat 7,8,dan ayat 33.
8. Azas Keadilan yang Berimbang
Azas ini mengandung pengertian bahwa harus ada keseimbangan antara hak yang
diperoleh seseorang dari harta warisan dengan kewajiban atau beban biaya kehidupan
yang harus ditunaikannya. Laki-laki dan perempuan misalnya, mendapat bagian yang
sebanding dengan kewajiban yang dipikulnya masing-masing (kelak) dalam
kehidupan keluarga dan masyarakat.
9. Azas Kematian
Makna azas ini adalah bahwa kewarisan baru muncul bila ada yang meninggal
dunia. Ini berarti kewarisan semata-mata sebagai akibat dari kematian seseorang.
Menurut ketentuan hukum Kewarisan Islam, peralihan harta seseorang kepada orang
lain yang disebut kewarisan terjadi setelah orang yang mempunyai harta itu
meninggal dunia, artinya harta seseorang tidak dapat beralih kepada orang lain
(melalui pembagian harta warisan) selama orang yang mempunyai harta itu masih
hidup, dan segala bentuk peralihan harta-harta seseorang yang masih hidup kepada
orang lain, baik langsung maupun yang akan dilaksanakan kemudian sesudah
kematiannya, tidak termasuk ke dalam kategori kewarisan menurut hukum Islam.
10. Azas Membagi Habis Harta Warisan
Membagi habis semua harta peninggalan sehingga tidak tersisa adalah azas dari
penyelesaian pembagian harta warisan. Dari menghitung dan menyelesaikan
pembagian dengan cara : Menentukan siapa yang menjadi Ahli waris dengan
bagiannya masingmasing, membersihkan/memurnikan harta warisan seperti hutang
dan Wasiat, Sampai dengan melaksanakan pembagian hingga tuntas.

D. FAKTOR-FAKTOR PENGHUBUNG KEWARISAN


Ada beberapa ketentuan yang menjadi penghubung seseorang memiliki hak untuk
saling mewarisi. Beberapa ketentuan tersebut terdiri atas tiga sebab, yaitu:
i. Hubungan Darah Atau Kekerabatan
Hubungan ini dikenal juga dengan nasab hakiki, yaitu hubungan keluarga atau
orang yang mewarisi dengan orang yang diwarisi. Seperti kedua orang tua, anak, saudara,
paman, dan seterusnya. Hal ini ditegaskan dalam ayat yang artinya, “orang-orang yang
memiliki hubungan kekerabatan itu sebagiannya lebih berhak terhadap sesamanya
(daripada yang bukan kerabat) di dalam kitab Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S. al-Anfal:75).

ii. Hubungan Perkawinan


Hubungan perkawinan sebagai penyebab pewarisan sebagaimana termuat dalam
surah an-Nisa’[4] ayat 11. Hubungan perkawinan terjadi jika akad telah dilakukan secara
sah antara suami dan istri. Meskipun diantara keduanya belum pernah melakukan
hubungan intim, hak pewaris tetap berlaku. Adapun pernikahan yang batil atau rusak,
tidak bias menjadi sebab untuk mendapatkan hak waris.

iii. Hubungan Antara Budak Dengan Yang Memerdekakannya

Hukum ini mungkin terjadi pada zaman dahulu. Zaman perbudakan. Dalam fikih
islam hubungan ini diistilahkan dengan wala’. Seseorang yang telah memerdekakan
budak, jika budak itu telah merdeka dan memiliki kekayaan jika ia mati yang
membebaskan budak berhak mendapatkan warisan. Akan tetapi, jika yang mati adalah
yang membebaskannya, budak yang telah bebas tersebut tetap tidak berhak mendapat
warisan. Sebagaiman hadis berbunyi,”Hak wala’ itu hanya bagi orang yang telah
membebaskan hamba sahayanya.”(H.R. Bukhari dan Muslim).

E. FAKTOR-FAKTOR PENGHALANG KEWARISAN


Menurut Hukum Islam
Ada bermacam-macam penghalang seorang menerima warisan antara lain:
1) Perbudakan
Seorang budak adalah milik dari tuannya secara mutlak, karena ia tidak berhak
untuk memiliki harta, sehingga ia tidak berhak untuk memiliki harta, dan ia tidak
bisa menjadi orang yang mewariskan dan tidak akan mewarisi dari siapapun.
Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Nahl (16): 75 :

‫ َو‬uuُ‫ب هَّللا ُ َمثَاًل َع ْبدًا َم ْملُو ًكا اَل يَ ْق ِد ُر َعلَ ٰى َش ْي ٍء َو َم ْن َرزَ ْقنَاهُ ِمنَّا ِر ْزقًا َح َسنًا فَه‬
َ ‫ض َر‬
َ
َ‫ق ِم ْنهُ ِس ًّرا َو َج ْهرًا ۖ هَلْ يَ ْستَوُونَ ۚ ْال َح ْم ُد هَّلِل ِ ۚ بَلْ َأ ْكثَ ُرهُ ْم اَل يَ ْعلَ ُمون‬
ُ ِ‫يُ ْنف‬

Artinya : Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang


dimiliki yang tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami
beri rezeki yang baik dari Kami, lalu dia menafkahkan sebagian dari rezeki itu
secara sembunyi dan secara terang-terangan, adakah mereka itu sama? Segala
puji hanya bagi Allah, tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui.
2) Karena Pembunuhan
Seseorang yang membunuh ahli warisnya atau seseorang yang membunuh
orang lain (dengan cara) yang tidak di benarkan oleh hukum, maka ia tidak dapat
mewarisi harta yang terbunuh itu, sebagaimana sabda rasulullah SAW: “Dari amr
bin syu’aib dari ayahnya dari kakeknya ia berkata: rasulullah SAW, bersabda:
orang yang membunuh tidak dapat mewarisi suatupun dari harta warisan orang
yang di bunuhnya." Ketentuan ini mengandung kemaslahatan agar orang tidak
mengambil jalan pintas untuk mendapat harta warisan dengan membunuh orang
yang mewariskan .
Pada dasarnya pembunuhan itu adalah merupakan tindak pidana kejahatan
namun dalam beberapa hal tertentu pembunuhan tersebut tidak di pandang
sebagai tindak pidana dan oleh karena itu tidak di pandang sebagai dosa.
Terhalangnya si pembunuh untuk mendapatkan hak kewarisan dari yang di
bunuhnya, di sebabkan alasan-alasan berikut:
a. Pembunuhan itu memutuskan silaturrahmi yang menjadi sebab adanya
kewarisan, dengan terputusnya sebab tersebut maka terputus pula
musababnya.
b. Untuk mencegah seseorang mempercepat terjadinyaproses pewarisan.
c. Pembunuhan adalah suatu tindak pidana kejahatan yang di dalam istilah
agama di sebut dengan perbuatan ma’siat, sedangkan hak kewarisan
merupakan nikmat , maka dengan bsendirinya ma’siat tidak boleh di
pergunakan sebagai suatu jaln untuk mendapatkan nikmat.
3) Karena Berlainan Agama (Ikhtilafu Ad-Din)
Adapun yang di maksut berlainan agama adalah berbedanya agama yang
di anut antara pewaris dan ahli waris, artinya seorang seorang muslim tidaklah
mewarisi dari yang bukan muslim, begitu pula sebaliknya seorang yang bukan
muslim tidaklah mewarisi dari seorang muslim.
Ketentuan ini di dasarkan pada bunyi sebuah hadits sabda rasulullah
SAW,: “dari usamah bin zaid ra, bahwa rasulullah SAW bersabda, “ tidak
mewarisi orang islam kepada orang kafir dan orang kafir tidak 25 akan mewarisi
kepada orang islam. (HR. Al jamaah, kecuali muslim dan Al-Nasa’i).”
Majlis Ulama’ Indonesia (MUI), dalam Musyawarah Nasional MUI VII,
pada 19-22 Jumadil Akhir 1426 H 26-29 juli 2005 M menetapkan fatwa tentang
kewarisan beda agama bahwa “Hukum waris islam tidak memberikan hak salaing
mewarisi antara orang-orang yang berbeda agama (antara muslim dengan non
muslim). Pemberian harta antara orang yang berbeda agama hanya dapat di
lakukan dalam bentuk hibah, wasiat, dan hadiah.
4) Karena Murtad (Riddah)
Murtad artinya bila seseorang pindah agama atau keluar dari agama islam.
Di sebabkan tindakan murtadnya itu maka seseorang batal dan kehilangan hak
warisnya. Berdasarkan hadits rosul riwayat abu bardah, menceritakan bahwa saya
telah di utus oleh rasulullah SAW kepada seorang laki-laki yang kawin dengan
istri bapaknya, rasulullah menyuruh supaya di bunuh laki-laki tersebut dan
membagi hartanya sebagai harta rampasan karena ia murtad (berpaling dari
agama islam).
5) Karena Hilang Tanpa Berita
Karena seseorang hilang tanpa berita tak tentu dimana alamat dan tempat
tinggal selama 4 (empat) tahun atau lebih , maka orang tersebut di anggap mati
karena hukum (mati hukmy) dengan sendirinya tidak mewarist dan menyatakan
mati tersebut harus dengan putusan hakim.4

F. UNSUR-UNSUR KEWARISAN
Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam waris – mewarisi, yaitu:5
1. Orang Yang Meninggalkan Harta Waris (Muwarris)
Muwarris adalah orang yang mewariskan hartanya [2]orang yang meninggal
dunia dan meninggalkan harta waris. Di dalam kamus Indonesia disebut dengan
istilah “pewaris sedangkan dalam kitab fiqh disebut Muwarris. 
4
Ibid,hlm 21
5
Dwi Lestari, “Makalah Fiqh Mawaris Unsur-Unsur Dan Syarat Kewarisan”, di akses dari
http://dwilestari-dwibcc.blogspot.com/2014/11/makalah-fiqh-mawaris-unsur-unsur-dan.html, pada tanggal 08
november 2014
Bagi Muwarris berlaku ketentuan bahwa harta yang ditinggalkan miliknya
dengan sempurna dan ia benar-benar telah meninggal duni, baik menurut kenyataan
maupun menurut hokum. Kematian Muwarris menurut para ulama Fiqh dibedakan
menjadi 3 macam, yakni : Mati haqiqy (sejati), Mati hukmy (berdasarkan keputusan
hakim), Mati taqdiry ( menurut dugaan).
2. Harta Peninggalan (Maurus)
Adalah harta benda yang ditinggalkan oleh si mayit yang akan dipusakakan
atau dibagi  oleh para ahli waris setelah diambil untuk biaya-biaya perawatan,
melunasi utang, dan melaksanakan wasiat. Harta peninggalan dalam kitab fiqih  biasa
disebut tirkah, yaitu apa-apa yang ditingalkan oleh orang yang meningal dunia,
berupa harta secara mutlak.
3. Ahli Waris (  Waarits )
Waarits  adalah orang yang akan mewariskan harta peninggalan
si Muwarrits lantara mempunyai sebab-sebab  untuk mewarisi. Pengertian ahli waris
disini adalah orang yang mendapatkan harta waris, Karena memang haknya dari
lingkungan keluarga pewaris. Namun tidak semua keluarga  dari pewaris dinamakan
(termasuk) ahli waris. Demikian pula orang yang berhak menerima (mendapatakan)
harta waris mungkin saja di luar ahli waris.  
Dalam Al- Quran Surat An-Nisa Ayat 8 , Allah berfirman :

‫ لَهُ ْم قَوْ اًل َم ْعرُوفًا‬u‫م ِم ْنهُ َوقُولُوا‬uُْ‫ض َر ْالقِ ْس َمةَ ُأولُو ْالقُرْ بَ ٰى َو ْاليَتَا َم ٰى َو ْال َم َسا ِكينُ فَارْ ُزقُوه‬
َ ‫َوِإ َذا َح‬

Artinya : Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan orang
miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang baik.

G. AHLI WARIS DZAWUL FURUD


Secara etimologi dzul adakalanya disebut dzawul atau dzawu yang artinya
mempunyai sedangkan al faraaidh kata jama’ dari al fariidha yang artinya bagian 6 Secara
istilah mengatakan bahwa dzawil furudh adalah hak-hak kewarisan yang jumlahnya telah

6
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika). 2002 h.73
ditentukan secara pasti dalam Al-qur’an dan Sunnah dan dalam waktu atau keadaan
tertentu.
Allah SWT telah menetapkan di dalam Al-Qur’an tentang hak kewarisan secara
pasti yaitu surat An-Nisa’ ayat 11 dan 12:

َ ْ‫و‬uuَ‫ٓا ًء ف‬u ‫ُوصي ُك ُم ٱهَّلل ُ فِ ٓى َأوْ ٰلَ ِد ُك ْم ۖ لِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ ٱُأْلنثَيَي ِْن ۚ فَِإن ُك َّن نِ َس‬
‫ا‬uuَ‫ق ْٱثنَتَ ْي ِن فَلَه َُّن ثُلُث‬ ِ ‫ي‬
َ‫ان‬uu‫ك ِإن َك‬َ ‫ َر‬uَ‫ف ۚ َوَأِلبَ َو ْي ِه لِ ُكلِّ ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ٱل ُّس ُدسُ ِم َّما ت‬ُ ْ‫َت ٰ َو ِح َدةً فَلَهَا ٱلنِّص‬ ْ ‫َما ت ََركَ ۖ َوِإن َكان‬
ُّ ‫ َوةٌ فَُأِل ِّم ِه‬u‫انَ لَ ٓۥهُ ِإ ْخ‬uu‫ث ۚ فَِإن َك‬
‫ ُدسُ ۚ ِم ۢن‬u ‫ٱلس‬ ُ ُ‫لَهۥُ َولَ ٌد ۚ فَِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّهۥُ َولَ ٌد َو َو ِرثَ ٓۥهُ َأبَ َواهُ فَُأِل ِّم ِه ٱلثُّل‬
َ ‫ا ۚ فَ ِر‬uu‫ َربُ لَ ُك ْم نَ ْف ًع‬u‫ ْدرُونَ َأيُّهُ ْم َأ ْق‬uَ‫ُوصى بِهَٓا َأوْ َدي ٍْن ۗ َءابَٓاُؤ ُك ْم َوَأ ْبنَٓاُؤ ُك ْم اَل ت‬
ً‫ة‬u‫يض‬ ِ ‫بَ ْع ِد َو‬
ِ ‫صيَّ ٍة ي‬
‫ِّمنَ ٱهَّلل ِ ۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعلِي ًما َح ِكي ًما‬

Artinya:

Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.


Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan;
dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh
separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari
harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang
meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya
mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat
yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak)
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

َ‫ر ْكن‬u َ uَ‫ ُع ِم َّما ت‬uُ‫ ٌد فَلَ ُك ُم الرُّ ب‬uَ‫انَ لَه َُّن َول‬uu‫ِإ ْن َك‬uَ‫ف َما تَ َركَ َأ ْز َوا ُج ُك ْم ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَه َُّن َولَ ٌد ف‬ُ ْ‫َولَ ُك ْم نِص‬
‫انَ لَ ُك ْم‬uu‫ِإ ْن َك‬u َ‫صينَ بِهَا َأوْ َد ْي ٍن َولَه َُّن الرُّ بُ ُع ِم َّما تَ َر ْكتُ ْم ِإ ْن لَ ْم يَ ُك ْن لَ ُك ْم َولَ ٌد ف‬ ِ ‫ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
ِ ‫صيَّ ٍة يُو‬
ُ ‫صيَّ ٍة تُوصُونَ بِهَا َأوْ َد ْي ٍن َوِإ ْن َكانَ َر ُج ٌل يُو َر‬
ً‫ث َكاللَة‬ ِ ‫َولَ ٌد فَلَه َُّن الثُّ ُم ُن ِم َّما ت ََر ْكتُ ْم ِم ْن بَ ْع ِد َو‬
‫ َر َكا ُء فِي‬u‫ك فَهُ ْم ُش‬ ٌ ‫َأ ِو ا ْم َرَأةٌ َولَهُ َأ ٌخ َأوْ ُأ ْخ‬
َ ِ‫ت فَلِ ُك ِّل َوا ِح ٍد ِم ْنهُ َما ال ُّس ُدسُ فَِإ ْن َكانُوا َأ ْكثَ َر ِم ْن َذل‬
‫صيَّةً ِمنَ هَّللا ِ َوهَّللا ُ َعلِي ٌم َحلِي ٌم‬
ِ ‫ضارٍّ َو‬ َ ‫ُوصى بِهَا َأوْ َدي ٍْن َغ ْي َر ُم‬ َ ‫صيَّ ٍة ي‬ ِ ُ‫الثُّل‬
ِ ‫ث ِم ْن بَ ْع ِد َو‬

Artinya:

Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh
seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu
mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu
tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-
hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak
meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara
laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-
masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu
itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi
wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi
mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at
yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.

 Hak-Hak Dzawul Furudh

Berikut penjelasan bagian harta yang diperoleh oleh ahli waris adalah:

1. Yang mendapat harta warisan ½ , yaitu:


a) Anak perempuan jika dia sendirian
b) Cucu perempuan dari anak laki – laki bila dia sendirian
c) Saudara perempuan sekandung bila dia sendirian
d) Saudara perempuan seayah bila dia sendirian
e) Suami jika dia tidak mempunyai anak atau cucu
2. Yang mendapat harta warisan ¼ , yaitu :
a) Suami apabila mempunyaia anak
b) Istri jika dia tidak mempunyai anak atau cucu
3. Yang mendapat harta warisan ⅛ adalah istri atau beberapa istri apabila mayat
mempunyai anak atau cucu.

4. Yang mendapat harta warisan ⅓ adalah

a) Ibu apabila mayat tidak punya anak, cucu, dan saudara laki – laki atau perempuan
baik kandung, atau sebapak atau seibu
b) Dua orang atau lebih orang saudara laki – laki atau perempuan seibu apabila mayat
itu kalalah (tidak punya keturunan)

5. Yang mendapat harta warisan 1/6 adalah

a) Ayah apabila simayat mempunyai anak


b) Ibu apabila simayat mempunyai anak atau cucu dari anak laki – laki atau saudara
seayah seibu
c) Kakek apabila simayat mempunyai anak atau cucu dari anak laki – laki dan tidak
terhijab oleh ayah
d) Nenek apabila tidak ada ibu. Hal ini berdasarkan hadis dan ijma’
e) Cucu perempuan dari anak laki – laki seorang atau lebih apabila simayat hanya
mempunyai seorang anak perempuan
f) Saudara perempuan seayah seorang atau lebih apabila simayat mempnyai saudara
perempuan sekandung
g) Seorang saudara laki – laki atau perempuan seibu apabila ia sendirian

6. Yang mendapat harta warisan ⅔ adalah

a) Dua orang atau lebih anak perempuan apabila mereka tidak bersama anak laki-laki
b) Dua orang atau lebih cucu perempuan dari anak laki - laki jika tidak apabila mayat
tidak punya anak, dan cucu laki – laki
c) Dua orang atau lebih saudara perempuan kandung jika mayat tidak mempunyai
anak dan saudara laki-laki
d) Dua orang atau lebih saudara perempuan seayah jika tidak ada anak garis lurus
kebawah dan saudara laki-laki7
H. AHLI WARIS ASHABAH
7
Muhammad ali Ash shabuniy, Hukum Waris Islam, (Surabaya: Al – Ikhlas).1991.h.70.
Ashabah menurut bahasa berarti kekerabatan seorang laki-laki dengan ayahnya.
Dinamakan ashabah karena mereka mengelilinginya. Kata ashaba artinya mengelilingi
untuk melindungi dan membela. Sebutan ashabah ditunjukkan kepada kelompok yang
kuat.
Sebagaimana firman Allah SWT:
ٰ
١٤ ‫إذالخسرون (يوسف‬ ‫قالوالئن أكله الذئب و نحن عصبة إنا‬
Artinya:
Mereka berkata: "jika ia benar-benar dimakan srigala, sedang kami golongan
(yang kuat), sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi. (Yusuf
:14).
Sedangkan menurut istilah para fuqaha ialah ahli waris yang tidak disebutkan
banyaknya bagian di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah dengan tegas atau bagian sisa
setelah diambil oleh ahli waris ashhabul-furudh. Adapun bagian yang akan diperoleh
oleh ahli waris ashobah dapat terjadi sebagai berikut:
1. Mendapat seluruh harta warisan si mayit, dengan syarat si mayit hanya meninggalkan
ahli waris dia sendiri.
2. Berbagi sama di antara para ashobah, apabila si mayit meninggalkan beberapa ashobah
yang sederajat.
3. Mendapat seluruh sisa lebih dari ahli waris, apabila si mayit meninggalkan ahli waris
yang menurut ketentuan hukum mendapat bagian tertentu.
4. Mendapat dua bagian yang laki-laki dan yang perempuan mendapat satu bagian
apabila di dalamnya ada perempuan yang sederajat.
5. Apabila harta warisan sudah terbagi habis oleh ahli waris yang telah tertentu bagian,
maka ashobah tidak mendapat bagian sama sekali.

 Susunan Ahli Waris Ashabah


Ahli waris yang masuk golongan ashabah ada 14 (empat belas) golongan, yaitu:8
1. Anak laki-laki.
2. Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki) terus ke bawah.
3. Ayah.
8
Moh. Rifa’I, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, (Semarang: Cv Toha Putra, 1978), hal. 518-519.
4. Datuk laki-laki terus ke atas.
5. Saudara laki-laki kandung.
6. Saudara laki-laki se-ayah.
7. Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ayah.
9. Paman kandung.
10. Paman se-ayah.
11. Anak laki-laki dari paman laki-laki kandung.
12. Anak laki-laki dari paman laki-laki se-ayah.
13. Laki-laki yang memerdekakan.
14. Perempuan yang memerdekakan.

 Pembagian Ahli Waris Ashabah


a) Ashabah Nasabiyah
Ashabah nasabiyah adalah ashabah yang disebabkan karena adanya hubungan
darah dengan sipewaris. Ashabah nasabiyah terbagi kepada tiga yaitu:
 Ashabah bi nafsih
 Ashabah bi nafsih, yaitu orang yang menjadi ashabah disebabkan oleh
dirinya sendiri, maksdunya adalah ashabah yang menjadi ashabah disebabkan
karena kedudukannya. Ashabah bi nafsih merupakan semua laki-laki yang
nasabnya dengan orang yang meninggal tidak diselingi oleh perempuan.9
 Golongan dan cara pewarisannya:
Ashabah bi nafsih dibagi ke dalam empat golongan, yaitu:
1. Bunuwwah (keanakan) dan disebut dengan juz-ul mayyit, meliputi: anak
laki-laki dan anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki) dan
seterusnya sampai ke bawah.
2. Ubuwwah (keayahan) dan disebut dengan ashlul mayyit, jika tidak
didapatkan jihat bunuwwah, maka peninggalan berpindah ke jihat
ubuwwah yang meliputi ayah dan kakek shahih dan seterusnya sampai ke
atas.

9
A. Hamid Sarong, Rukiyah, dkk, Fiqh, (Banda Aceh: Bandar Publishing, 2009), hal. 246.
3. Ukhuwwah (kesaudaraan) dan disebut dengan juz-‘ubabiih, bila tidak
ada jihat ubuwwah, maka peniggalan atau sisanya itu berpindah
ke ukhuwwah. Ukhuwwah ini meliputi 1) saudara laki-laki kandung, 2)
saudara laki-laki se-ayah, 3) anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung,
4)  anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ayah dan seterusnya sampai ke
bawah.
   Ashabah bi ghairih
Ashabah bi ghairih adalah perempuan yang bagiannya ½ (setengah) dalam
keadaan sendirian dan 2/3 (dua pertiga) bila bersama dengan seorang saudara
perempuannya atau lebih. Ahli waris perempuan dalam ashabah bi ghairih ini
yakni: anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan kandung dan
saudara perempuan se-ayah.10
 Golongan dan cara mewarisi :
Adapun keadaan yang menjadikan ahli waris ashabah bi ghairih apabila:
1. Anak perempuan seorang atau lebih atau bersama-sama menjadi ahli waris
(ashabah bi ghairih) dengan seorang anak laki-laki atau lebih.
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki bersama-sama menjadi ahli waris
(ashabah bi ghairih) dengan cucu laki-laki.
3. Dengan adanya saudara laki-laki kandung maka saudara perempuan
kandung menjadi ashabah bi ghairih.
4. Saudara perempuan se-ayah menjadi ashabah bi ghairih karena anak laki-
laki se-ayah.

Pembagian antara laki-laki dan perempuan dalam ashabah bi


ghairih adalah tetap 2:1 (dua banding satu); 2 (dua) untuk laki-laki dan 1 (satu)
untuk perempuan. Meskipun dalam ashabah bi ghairih terdapat persamaan
kedudukan  antara ahli waris laki-laki dan ahli perempuan perempuan
dalam ashabah (ashabah bi ghairih), namun  dalam hal pembagian, tetpa
menggunakan perbandingan 2:1 (dua berbanding satu).

10
Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 326.
Dasar hukum mengenai pembagian ahli waris laki-laki yang mendapatkan
dua bagian dan ahli waris perempuan mendapat satu bagian, sehingga dua
berbanding satu, yaitu Surah An-nisa’ ayat 11 yang artinya :
“Allah mewajibakan kepada kamu tentang anak-anak kamu, bahwa
bagian anak laki-laki mendapat dua bagian anak perempuan”. (QS. An-nisa’: 11)

 Ashabah ma’a ghairih


Ashabah ma’a ghairih adalah setiap perempuan yang memerlukan
perempuan lain untuk menjadi ashabah. Yang menjadi ashabah ma’al ghairih ini
adalah saudara perempuan kandung, karena mewaris bersama dengan anak
perempuan, cucu perempuan, cicit perempuan dan seterusnya sampai ke bawah.11

 Golongan dan cara mewaris :


Golongan ashabah ma’a ghairih, menurut Dr. A. Hamid Sarong hanya terbagi
kepada dua bagian, yaitu:
a. Saudara perempuan kandung atau saudara-saudara perempuan kandung
bersama dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.
b.  Saudara perempuan se-ayah atau saudara-saudara perempuan se-ayah
bersama dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.

Namun, menurut Drs. Sudarsono, S.H.,M.Si. ahli waris yang termasuk


golongan ashabah ma’a ghairih ada enam, yaitu:

a. Saudara perempuan kandung seorang atau lebih bersama dengan seorang


anak perempuan atau lebih.
b. Saudara perempuan se-ayah seorang atau lebih bersama dengan seorang
anak perempuan atau lebih.
c. Saudara perempuan se-ayah seorang atau lebih bersama dengan seorang
atau beberapa orang cucu perempuan dari anak laki-laki.
d. Saudara perempuan kandung seorang atau lebih bersama seorang anak
perempuan dan seorang cucu perempuan.

11
Surahwardi K. Lubis dan Komis simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,2004), hal. 97.
e. Saudara perempuan se-ayah seorang atau lebih bersama dengan anak
perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki.
b) Ashabah Nasabiyah
Ashabah nasabiyah adalah ahli waris yang menjadi ashabah dikarenakan
adanya suatu sebab, sebab yang dimksud adalah karena ada perbuatan
memerdekakan si mayat dari perbudakan (saat ini tidak ada lagi ditemui).

BAB III

PENUTUP
A. SIMPULAN
Dari berbagai penjelasan yang telah penulis paparkan di bab sebelumnya, penulis dapat
menyimpulkan bahwa fiqih mawaris adalah hukum yang mengatur tata cara pembagian harta
peninggalan orang yang meninggal dunia. Fiqih mawaris mempunyai dasar hukum kewarisan
dalam islam yaitu terdapat didalam al-quran dan alhadis atau sunah rasulullah. Azas-asas
kewarisan dibagi menjadi beberapa macam yaitu, azas integrity (ketulusan), azas ta' abbudi
(penghambaan diri),azas hukukul maliyah (hak-hak kebendaan),azas hukukun thabi’iyah (hak-
hak dasar),azas ijbari (keharusan, kewajiban),azas bilateral,azas individual (perorangan),azas
keadilan yang berimbang,azas kematian ,azas membagi habis harta warisan.terdapat faktor
penghubung kewarisan yaitu hubungan darah atau kekerabatan,hubungan perkawinan,hubungan
antara budak dengan yang memerdekakannya. dan juga ada penghalang kewarisan menurut
hukum islam,yaitu perbudakan,karena pembunuhan,karena berlainan agama (ikhtilafu ad-
din),karena murtad (riddah),karena hilang tanpa berita.
Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam waris – mewarisi, yaitu Orang Yang
Meninggalkan Harta Waris (Muwarris),Harta Peninggalan (Maurus) dan Ahli Waris (  Waarits ).
Ada tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam waris – mewarisi, yaitu Orang Yang Meninggalkan
Harta Waris (Muwarris),Harta Peninggalan (Maurus) dan Ahli Waris (  Waarits ). Dzawil
furudh adalah hak-hak kewarisan yang jumlahnya telah ditentukan secara pasti dalam Al-
qur’an dan Sunnah dan dalam waktu atau keadaan tertentu. Ahli waris ashabah adalah
menurut bahasa berarti kekerabatan seorang laki-laki dengan ayahnya. Dinamakan
ashabah karena mereka mengelilinginya dan ahli waris yang tidak disebutkan banyaknya
bagian di dalam Al-Qur’an dan As-sunnah dengan tegas atau bagian sisa setelah diambil
oleh ahli waris ashhabul-furudh.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Ash-Shabuni.2013.Hukum Waris Dalam Islam.Jawa Barat: PT.Fathan Prima Media.


Hamid Sarong, Rukiyah, dkk. 2009.Fiqh.Banda Aceh: Bandar Publishing.

Rifa’i, Muhammad.1978. Ilmu fiqh Lengkap.Semarang: Toha Putra.

Sudarsono.2001.Pokok-Pokok Hukum Islam.Jakarta: Rineka Cipta.

Sajuti Thalib.2002.Hukum Kewarisan di Indonesia.Jakarta: Sinar Grafika

Surahwardi K. Lubis dan Komis simanjuntak. 2004.Hukum Waris Islam. Jakarta: Sinar

https://ukisuke000.wordpress.com/2015/01/16/fiqih-mawaris/

http://biyotoyib.blogspot.com/2012/03/dasar-hukum-waris-islam.html

https://www.academia.edu/13452535/Makalah Hukum_Kewarisan_Islam,

Anda mungkin juga menyukai