Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

Pengertian, Rukun dan Syarat Waris Serta Golongan Ahli Waris

Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


Fiqih Nikah dan Waris

Dosen Pengampu :

Dr. Nicky Estu Putu Muchtar, M.Pd.

Disusun oleh :
Arisatul Maghfiyah : 012110007
Khusniyah : 012110019
Trista Febriyanti : 012110035

FAKULTAS AGAMA ISLAM


PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM LAMONGAN
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pengertian, Rukun dan Syarat
Serta Golongan Ahli Waris”.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nicky Estu Putu Muchtar, M.Pd.
selaku dosen mata kuliah Fiqih Nikah dan Waris yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.

Terwujudnya makalah ini juga tidak terlepas dari dukungan para anggota kelompok
satu dan teman-teman sekalian.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih Nikah dan Waris di
Universitas Islam Lamongan. Kami mohon maaf apabila ada salah kata atau kurang kata
dalam penyusunan ini. Kami sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna.
Kami juga menerima kritikan dan saran dari pembaca dengan hati terbuka sebagai bentuk
apresiasi pembaca terhadap makalah ini.

Semoga makalah ini bisa menjadi manfaat untuk pembaca dan menjadi bahan
referensi dalam menyelesaikan tugas.

Lamongan, 23 April 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian waris

B. Rukun Waris

C. Syarat Waris

D. Golongan Ahli Waris

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum kewarisan Islam merupakan satu dari sekian banyak hukum Islam
yang terpenting. Hukum warisan adalah hukum yang mengatur siapa-siapa saja orang
yang bisa mewarisi dan tidak bisa mewarisi dan tidak bisa mewarisi bagianbagian
yang diterima setiap ahli waris dan caracara pembagiannya. dalam pelaksanannya
hukum kewarisan Islam perlu mendapatkan perhatian yang besar, karena dalam
pembagaian warisan antara hak waris yang satu dengan yang lain saling berkaitan.

Warisan adalah kajian yang berkaitan dengan masalah hibah karena itu
berhubungan dengan harta benda dari pemberi harta sehingga bila pemberi harta
hibah meninggal maka ia akan berganti menjadi seorang pewaris.

Terhadap hal ini maka harta benda yang telah diberikan tersebut menjadi
hitungan dalam suatu masalah kewarisan sehingga seorang anak penerima harta hibah
pasti akan terlibat dalam masalah pembagian waris.

Dalam hukum waris telah ditentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, dan
siapa-siapa yang berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut, berapa bagian
mereka masing-masing, bagaimana ketentuan pembagiannya, serta diatur pula
berbagai hal yang berhubungan dengan soal pembagian harta warisan.

Makalah ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan Pewarisan, Rukun
dan Syarat serta Golongan Ahli Waris yang perlu dipahami terutama oleh mahasiswa
pendidikan agama Islam

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Waris Dalam Islam?

2. Bagaimana Rukun Waris?

3. Apa Syarat Pembagian Waris?

4. Siapa yang Termasuk Golongan Ahli Waris?

C. Tujuan
1. Untuk Memahami Pengertian Waris.

2. Untuk Mengetahui Rukun Waris.

3. Untuk Mengetahui Syarat Waris.

4. Untuk Mengetahui Golongan Ahli Waris.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waris
Hukum kewarisan sering dikenal dengan istilah faraidh, yang merupakan
bentuk jamak dari kata faridlah, yang berasal dari kata farada yang artinya adalah
ketentuan. Dengan demikian kata faraidl atau faridlah artinya adalah ketentuan-
ketentuan tentang siapa yang termasuk ahli waris yang berhak mendapat warisan dan
ahli waris yang tidak berhak mendapatkannya, dan berapa bagian masing-masing.
Hal ini karena dalam Islam, bagian-bagian warisan yang menjadi hak ahli waris telah
ditentukan dalam Al Qur’an Hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian
besar, karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak
menguntungkan seperti timbulnya perselisihan maupun ketidakadilan dalam
pembagiannya.

Pengertian adil dalam hukum waris Islam hendaknya jangan dilihat secara
matematis, yaitu jumlah penerimaan yang sama setiap ahli waris. Namun maksudnya,
"meletakkan sesuatu pada proposi yang sebenarnya", menurut ketentuan hukum Islam
yang didasarkan pada Al-Qur'an maupun Hadits. merata dimaksudkan bahwa yang
berhak menerima harta warisan/mewaris tidak saja pada generasi penerusnya/ahli
waris dalam garis ke bawah, tetapi ahli waris dalam garis ke atas.

Sedangkan hukum kewarisan menurut fiqh mawaris adalah fiqih yang


berkaitan dengan pembagian harta warisan, mengetahui perhitungan agar sampai
kepada mengetahui bagian harta warisan dan bagian-bagian yang wajib diterima dari
harta peninggalan untuk setiap yang berhak menerimanya.

Dalam bahasa Arab berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain
atau dari suatu kaum kepada kaum lain disebut Al-miirats. Sedangkan makna Al-
miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan
dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang
ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah atau apa saja yang berupa hak milik legal
menurut syari’i.

Dasar Hukum Kewarisan ini bersumber dari Al-Qur’an surat An Nisa ayat : 111

ْ ‫ك ۖ َوِإن َكان‬
‫َت‬ َ ْ‫صي ُك ُم ٱهَّلل ُ فِ ٓى َأوْ ٰلَ ِد ُك ْم ۖ لِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ ٱُأْلنثَيَ ْي ِن ۚ فَِإن ُك َّن نِ َسٓا ًء فَو‬
َ ‫ق ٱ ْثنَتَ ْي ِن فَلَه َُّن ثُلُثَا َما ت ََر‬ ِ ‫يُو‬
‫ك ِإن َكانَ لَهُۥ َولَ ٌد ۚ فَِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّهُۥ َولَ ٌد َو َو ِرثَهُۥٓ َأبَ َواهُ فَُأِل ِّم ِه‬ َ ‫ٰ َو ِح َدةً فَلَهَا ٱلنِّصْ فُ ۚ َوَأِلبَ َو ْي ِه لِ ُكلِّ ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ٱل ُّس ُدسُ ِم َّما تَ َر‬
ُ‫صى بِهَٓا َأوْ َد ْي ٍن ۗ َءابَٓاُؤ ُك ْم َوَأ ْبنَٓاُؤ ُك ْم اَل تَ ْدرُونَ َأيُّهُ ْم َأ ْق َرب‬ِ ‫صيَّ ٍة يُو‬ ِ ‫ث ۚ فَِإن َكانَ لَهۥُٓ ِإ ْخ َوةٌ فَُأِل ِّم ِه ٱل ُّس ُدسُ ۚ ِم ۢن بَ ْع ِد َو‬ ُ ُ‫ٱلثُّل‬
‫ضةً ِّمنَ ٱهَّلل ِ ۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعلِي ًما َح ِكي ًما‬
َ ‫لَ ُك ْم نَ ْفعًا ۚ فَ ِري‬

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.


Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja,
maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi
oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu
mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-
pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah
dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui
siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”

An Nisa ayat : 12

ِ ‫ص–يَّ ٍة ي‬
َ‫ُوص–ين‬ ِ ‫–ر ْكنَ ۚ ِم ۢن بَ ْع– ِد َو‬ َ –َ‫ك َأ ْز ٰ َو ُج ُك ْم ِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّه َُّن َولَ ٌد ۚ فَِإن َكانَ لَه َُّن َولَ ٌد فَلَ ُك ُم ٱلرُّ بُ ُع ِم َّما ت‬
َ ‫َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما تَ َر‬
‫ص–يَّ ٍة‬ِ ‫–ر ْكتُم ۚ ِّم ۢن بَ ْع– ِد َو‬ َ –َ‫بِهَٓا َأوْ َد ْي ٍن ۚ َولَه َُّن ٱلرُّ بُ– ُع ِم َّما تَ– َر ْكتُ ْم ِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّ ُك ْم َولَ– ٌد ۚ فَ–ِإن َك––انَ لَ ُك ْم َولَ– ٌد فَلَه َُّن ٱلثُّ ُمنُ ِم َّما ت‬
‫–ر‬َ –َ‫ت فَلِ ُكلِّ ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ٱل ُّس ُدسُ ۚ فَِإن َك––انُ ٓو ۟ا َأ ْكث‬ ٌ ‫ث َك ٰلَلَةً َأ ِو ٱ ْم َرَأةٌ َولَهُۥٓ َأ ٌخ َأوْ ُأ ْخ‬ َ ‫تُوصُونَ بِهَٓا َأوْ َد ْي ٍن ۗ َوِإن َكانَ َر ُج ٌل ي‬
ُ ‫ُور‬
‫صيَّةً ِّمنَ ٱهَّلل ِ ۗ َوٱهَّلل ُ َعلِي ٌم َحلِي ٌم‬ ِ ‫ضٓا ٍّر ۚ َو‬َ ‫ص ٰى بِهَٓا َأوْ َد ْي ٍن َغ ْي َر ُم‬ َ ‫صيَّ ٍة يُو‬ ِ ‫ث ۚ ِم ۢن بَ ْع ِد َو‬ِ ُ‫ك فَهُ ْم ُش َر َكٓا ُء فِى ٱلثُّل‬ َ ِ‫ِمن ٰ َذل‬

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi

1
Suryati, Hukum Waris Islam CV Andi Offset, Yogyakarta 2017 Hlm 34
wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu
dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”

An Nisa ayat : 176

‫ك ۚ َوه َُو يَ ِرثُهَٓا ِإن لَّ ْم يَ ُكن‬ َ ‫ت فَلَهَا نِصْ فُ َما ت ََر‬ ٌ ‫ْس لَهُۥ َولَ ٌد َولَهُۥٓ ُأ ْخ‬ َ َ‫ك قُ ِل ٱهَّلل ُ يُ ْفتِي ُك ْم فِى ٱ ْل َك ٰلَلَ ِة ۚ ِإ ِن ٱ ْم ُرٌؤ ۟ا هَل‬
َ ‫ك لَي‬ َ َ‫يَ ْستَ ْفتُون‬
‫ك ۚ وَِإن َكانُ ٓو ۟ا ِإ ْخ َوةً ِّر َجااًل َونِ َسٓا ًء فَلِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ ٱُأْلنثَيَ ْي ِن ۗ يُبَيِّنُ ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم‬ َ َ‫لَّهَا َولَ ٌد ۚ فَِإن َكانَتَا ٱ ْثنَتَ ْي ِن فَلَهُ َما ٱلثُّلُثَا ِن ِم َّما تَر‬
‫وا ۗ َوٱهَّلل ُ بِ ُك ِّل َش ْى ٍء َعلِي ۢ ٌم‬ ۟ ُّ‫ضل‬
ِ َ‫َأن ت‬

“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah


memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan
ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya
yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang
laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai
anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu
terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara
laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan
(hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala
sesuatu”

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum waris atau yang disebut
dengan faraidh merupakan ketentuan yang mengatur perhitungan dan pembagian
serta pemindahan harta warisan s
ecara adil dan merata kepada ahli warisnya dan atau orang lain yang berhak
menerima, sebagai akibat matinya seseorang.(ilmu tentang pembagian harta
peninggalan setelah seseorang meninggal dunia)

B. Rukun Waris

Rukun merupakan bagian dari permasalahan dari setiap perkara. Suatu perkara
tidak akan sempurna jika salah satu rukun tidak dipenuhi. Misalnya perkara sholat,
apabila salah satu rukun shalat tidak dipenuhi maka shalat seseorang itu tidak sah.
Begitu juga dengan perkara waris, jika rukun waris tidak dipenuhi maka perkara waris
mewaris tidak sah2.

Adapun rukun waris adalah :

1. harta warisan (mauruts atau tirkah)

yang dimaksud harta warisan adalah semua harta yang ditinggalkan


pewaris karena wafatnya, yang telah bersih dari kewajiban kewajiban
keagamaan dan keduniaan yang dapat dibagi-bagi kepada para ahli waris pria
atau wanita sebagaimana telah ditentukan berdasarkan kitab Al-Quran dan Al-
Hadis serta kesepakatan para ulama Harta waris itu adalah harta yang benar-
benar hak milik pewaris almarhum yang berwujud benda maupun tidak
berwujud maka harta itu sudah dikurangi dengan: Semua biaya untuk
keperluan pengobatan ketika pewaris sakit sampai wafatnya.Semua biaya
untuk mengurus jenazah pewaris. Semua kewajiban agama yang belum
dipenuhi pewaris, seperti zakat dan sedekah infak atau wakaf yang pernah
dinyatakannya.Semua kewajiban duniawi yang belum dipenuhi seperti hutang,
tebusan, dan sebagainya.

2. pewaris (muwarits)

Pewaris adalah orang yang saat meninggalnya beragama Islam (baik


itu meninggal secara hakiki atau karena melalui putusan pengadilan, seperti
orang yang hilang (al-mafqud) dan tidak diketahui kabar berita dan
domisilinya) yang meninggalkan harta warisan dan ahli waris yang masih
hidup. Seseorang yang masih hidup dan mengalihkan haknya kepada

2
Agus Wantaka, Abdul Rosyid, Eka Sakti Habibullah Pembagian warisan dalam Prespektif Hukum Islam dan
hukum adat jawa Jurnal Asy-Syakhsiyah Vol 01 No 1 , Januari 2019 Hlm4-5
keluarganya tidak dapat disebut pewaris, meskipun pengalihan tersebut
dilaksanakan pada saat menjelang kematian

3. ahli waris (warits)

yaitu mereka yang berhak untuk menguasai atau menerima harta


peninggalan pewaris dikarenakan adanya ikatan kekerabatan (nasab) atau
ikatan pernikahan atau lainnya. Apabila dilihat dari segi bagian-bagian yang
diterima dapat dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Ahli waris ashhab al-furudh, yaitu ahli waris yang menerima


bagian yang telah ditentukan besar kecilnya, seperti ½, 1/3,
atau 1/6

b. Ahli waris ashabah, yaitu ahli waris yang menerima bagian


sisa setelah harta dibagikan kepada ahli waris ashhab al-furud.

c. Ahli waris zhawi al-arham, yaitu ahli waris karena hubungan


darah dan menurut ketentuan Al-Qur’an tidak berhak menerima
warisan. Yakni cucu dari anak perempuan, anak saudara
perempuan, anak perempuan saudara laki-laki, anak perempuan
paman, paman seibu, saudara laki-laki ibu, dan bibi (saudara
perempuan ibu).

Anda mungkin juga menyukai