Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
Arisatul Maghfiyah : 012110007
Khusniyah : 012110019
Trista Febriyanti : 012110035
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat Rahmat dan hidayah-
Nya kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Pengertian, Rukun dan Syarat
Serta Golongan Ahli Waris”.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nicky Estu Putu Muchtar, M.Pd.
selaku dosen mata kuliah Fiqih Nikah dan Waris yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang ditekuni.
Terwujudnya makalah ini juga tidak terlepas dari dukungan para anggota kelompok
satu dan teman-teman sekalian.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Fiqih Nikah dan Waris di
Universitas Islam Lamongan. Kami mohon maaf apabila ada salah kata atau kurang kata
dalam penyusunan ini. Kami sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna.
Kami juga menerima kritikan dan saran dari pembaca dengan hati terbuka sebagai bentuk
apresiasi pembaca terhadap makalah ini.
Semoga makalah ini bisa menjadi manfaat untuk pembaca dan menjadi bahan
referensi dalam menyelesaikan tugas.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian waris
B. Rukun Waris
C. Syarat Waris
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hukum kewarisan Islam merupakan satu dari sekian banyak hukum Islam
yang terpenting. Hukum warisan adalah hukum yang mengatur siapa-siapa saja orang
yang bisa mewarisi dan tidak bisa mewarisi dan tidak bisa mewarisi bagianbagian
yang diterima setiap ahli waris dan caracara pembagiannya. dalam pelaksanannya
hukum kewarisan Islam perlu mendapatkan perhatian yang besar, karena dalam
pembagaian warisan antara hak waris yang satu dengan yang lain saling berkaitan.
Warisan adalah kajian yang berkaitan dengan masalah hibah karena itu
berhubungan dengan harta benda dari pemberi harta sehingga bila pemberi harta
hibah meninggal maka ia akan berganti menjadi seorang pewaris.
Terhadap hal ini maka harta benda yang telah diberikan tersebut menjadi
hitungan dalam suatu masalah kewarisan sehingga seorang anak penerima harta hibah
pasti akan terlibat dalam masalah pembagian waris.
Dalam hukum waris telah ditentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, dan
siapa-siapa yang berhak mendapatkan bagian harta warisan tersebut, berapa bagian
mereka masing-masing, bagaimana ketentuan pembagiannya, serta diatur pula
berbagai hal yang berhubungan dengan soal pembagian harta warisan.
Makalah ini akan membahas hal-hal yang berkaitan dengan Pewarisan, Rukun
dan Syarat serta Golongan Ahli Waris yang perlu dipahami terutama oleh mahasiswa
pendidikan agama Islam
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk Memahami Pengertian Waris.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Waris
Hukum kewarisan sering dikenal dengan istilah faraidh, yang merupakan
bentuk jamak dari kata faridlah, yang berasal dari kata farada yang artinya adalah
ketentuan. Dengan demikian kata faraidl atau faridlah artinya adalah ketentuan-
ketentuan tentang siapa yang termasuk ahli waris yang berhak mendapat warisan dan
ahli waris yang tidak berhak mendapatkannya, dan berapa bagian masing-masing.
Hal ini karena dalam Islam, bagian-bagian warisan yang menjadi hak ahli waris telah
ditentukan dalam Al Qur’an Hukum kewarisan dalam Islam mendapat perhatian
besar, karena pembagian warisan sering menimbulkan akibat-akibat yang tidak
menguntungkan seperti timbulnya perselisihan maupun ketidakadilan dalam
pembagiannya.
Pengertian adil dalam hukum waris Islam hendaknya jangan dilihat secara
matematis, yaitu jumlah penerimaan yang sama setiap ahli waris. Namun maksudnya,
"meletakkan sesuatu pada proposi yang sebenarnya", menurut ketentuan hukum Islam
yang didasarkan pada Al-Qur'an maupun Hadits. merata dimaksudkan bahwa yang
berhak menerima harta warisan/mewaris tidak saja pada generasi penerusnya/ahli
waris dalam garis ke bawah, tetapi ahli waris dalam garis ke atas.
Dalam bahasa Arab berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain
atau dari suatu kaum kepada kaum lain disebut Al-miirats. Sedangkan makna Al-
miirats menurut istilah yang dikenal para ulama ialah berpindahnya hak kepemilikan
dari orang yang meninggal kepada ahli warisnya yang masih hidup, baik yang
ditinggalkan itu berupa harta (uang), tanah atau apa saja yang berupa hak milik legal
menurut syari’i.
Dasar Hukum Kewarisan ini bersumber dari Al-Qur’an surat An Nisa ayat : 111
ْ ك ۖ َوِإن َكان
َت َ ْصي ُك ُم ٱهَّلل ُ فِ ٓى َأوْ ٰلَ ِد ُك ْم ۖ لِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ ٱُأْلنثَيَ ْي ِن ۚ فَِإن ُك َّن نِ َسٓا ًء فَو
َ ق ٱ ْثنَتَ ْي ِن فَلَه َُّن ثُلُثَا َما ت ََر ِ يُو
ك ِإن َكانَ لَهُۥ َولَ ٌد ۚ فَِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّهُۥ َولَ ٌد َو َو ِرثَهُۥٓ َأبَ َواهُ فَُأِل ِّم ِه َ ٰ َو ِح َدةً فَلَهَا ٱلنِّصْ فُ ۚ َوَأِلبَ َو ْي ِه لِ ُكلِّ ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ٱل ُّس ُدسُ ِم َّما تَ َر
ُصى بِهَٓا َأوْ َد ْي ٍن ۗ َءابَٓاُؤ ُك ْم َوَأ ْبنَٓاُؤ ُك ْم اَل تَ ْدرُونَ َأيُّهُ ْم َأ ْق َربِ صيَّ ٍة يُو ِ ث ۚ فَِإن َكانَ لَهۥُٓ ِإ ْخ َوةٌ فَُأِل ِّم ِه ٱل ُّس ُدسُ ۚ ِم ۢن بَ ْع ِد َو ُ ُٱلثُّل
ضةً ِّمنَ ٱهَّلل ِ ۗ ِإ َّن ٱهَّلل َ َكانَ َعلِي ًما َح ِكي ًما
َ لَ ُك ْم نَ ْفعًا ۚ فَ ِري
An Nisa ayat : 12
ِ ص–يَّ ٍة ي
َُوص–ين ِ –ر ْكنَ ۚ ِم ۢن بَ ْع– ِد َو َ –َك َأ ْز ٰ َو ُج ُك ْم ِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّه َُّن َولَ ٌد ۚ فَِإن َكانَ لَه َُّن َولَ ٌد فَلَ ُك ُم ٱلرُّ بُ ُع ِم َّما ت
َ َولَ ُك ْم نِصْ فُ َما تَ َر
ص–يَّ ٍةِ –ر ْكتُم ۚ ِّم ۢن بَ ْع– ِد َو َ –َبِهَٓا َأوْ َد ْي ٍن ۚ َولَه َُّن ٱلرُّ بُ– ُع ِم َّما تَ– َر ْكتُ ْم ِإن لَّ ْم يَ ُكن لَّ ُك ْم َولَ– ٌد ۚ فَ–ِإن َك––انَ لَ ُك ْم َولَ– ٌد فَلَه َُّن ٱلثُّ ُمنُ ِم َّما ت
–رَ –َت فَلِ ُكلِّ ٰ َو ِح ٍد ِّم ْنهُ َما ٱل ُّس ُدسُ ۚ فَِإن َك––انُ ٓو ۟ا َأ ْكث ٌ ث َك ٰلَلَةً َأ ِو ٱ ْم َرَأةٌ َولَهُۥٓ َأ ٌخ َأوْ ُأ ْخ َ تُوصُونَ بِهَٓا َأوْ َد ْي ٍن ۗ َوِإن َكانَ َر ُج ٌل ي
ُ ُور
صيَّةً ِّمنَ ٱهَّلل ِ ۗ َوٱهَّلل ُ َعلِي ٌم َحلِي ٌم ِ ضٓا ٍّر ۚ َوَ ص ٰى بِهَٓا َأوْ َد ْي ٍن َغ ْي َر ُم َ صيَّ ٍة يُو ِ ث ۚ ِم ۢن بَ ْع ِد َوِ ُك فَهُ ْم ُش َر َكٓا ُء فِى ٱلثُّل َ ِِمن ٰ َذل
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi
1
Suryati, Hukum Waris Islam CV Andi Offset, Yogyakarta 2017 Hlm 34
wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu
dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah
dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah
menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar dari Allah, dan
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
ك ۚ َوه َُو يَ ِرثُهَٓا ِإن لَّ ْم يَ ُكن َ ت فَلَهَا نِصْ فُ َما ت ََر ٌ ْس لَهُۥ َولَ ٌد َولَهُۥٓ ُأ ْخ َ َك قُ ِل ٱهَّلل ُ يُ ْفتِي ُك ْم فِى ٱ ْل َك ٰلَلَ ِة ۚ ِإ ِن ٱ ْم ُرٌؤ ۟ا هَل
َ ك لَي َ َيَ ْستَ ْفتُون
ك ۚ وَِإن َكانُ ٓو ۟ا ِإ ْخ َوةً ِّر َجااًل َونِ َسٓا ًء فَلِل َّذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ ٱُأْلنثَيَ ْي ِن ۗ يُبَيِّنُ ٱهَّلل ُ لَ ُك ْم َ َلَّهَا َولَ ٌد ۚ فَِإن َكانَتَا ٱ ْثنَتَ ْي ِن فَلَهُ َما ٱلثُّلُثَا ِن ِم َّما تَر
وا ۗ َوٱهَّلل ُ بِ ُك ِّل َش ْى ٍء َعلِي ۢ ٌم ۟ ُّضل
ِ ََأن ت
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa hukum waris atau yang disebut
dengan faraidh merupakan ketentuan yang mengatur perhitungan dan pembagian
serta pemindahan harta warisan s
ecara adil dan merata kepada ahli warisnya dan atau orang lain yang berhak
menerima, sebagai akibat matinya seseorang.(ilmu tentang pembagian harta
peninggalan setelah seseorang meninggal dunia)
B. Rukun Waris
Rukun merupakan bagian dari permasalahan dari setiap perkara. Suatu perkara
tidak akan sempurna jika salah satu rukun tidak dipenuhi. Misalnya perkara sholat,
apabila salah satu rukun shalat tidak dipenuhi maka shalat seseorang itu tidak sah.
Begitu juga dengan perkara waris, jika rukun waris tidak dipenuhi maka perkara waris
mewaris tidak sah2.
2. pewaris (muwarits)
2
Agus Wantaka, Abdul Rosyid, Eka Sakti Habibullah Pembagian warisan dalam Prespektif Hukum Islam dan
hukum adat jawa Jurnal Asy-Syakhsiyah Vol 01 No 1 , Januari 2019 Hlm4-5
keluarganya tidak dapat disebut pewaris, meskipun pengalihan tersebut
dilaksanakan pada saat menjelang kematian