Anda di halaman 1dari 5

Makalah Hukum Islam & Perkawinan Islam

Nama :
ARIIBAH DHAIFUULAH ABIPRAYA 22110410044

CHANDRA PUTRA HERNAWAN 22110420079

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata waris berarti Orang yang berhak menerima
harta pusaka dari orang yang telah meninggal. Di dalam bahasa Arab kata waris berasal dari kata
‫ورثا‬-‫يرث‬-‫ ورث‬yang artinya adalah Waris. Contoh, ‫ ورث اباه‬yang artinya Mewaris harta (ayahnya).
Waris menurut hukum Islam adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang
ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. dan juga berbagai
aturan tentang perpidahan hak milik, hak milik yang dimaksud adalah berupa harta, seorang yang
telah meninggal dunia kepada ahli warisnya. Dalam istilah lain waris disebut juga dengan fara‟id.
Yang artinya bagian tertentu yang dibagi menurut agama Islam kepada semua yang berhak
menerimanya dan yang telah di tetapkan bagianbagiannya. Adapun beberapa istilah tentang waris
yaitu :
1. Waris adalah orang yang termasuk ahli waris yang berhak menerima warisan. Ada ahli waris
yang sesungguhnya yang memiiki hubungan kekerabatan yang dekat akan tetapi tidak berhak
menerima warisan. Dalam fiqih mawaris, ahli waris semacam ini disebut ini disebut Zawil alarham
2. Mawarrits, ialah orang yang diwarisi harta benda peninggalan. Yaitu orang yang meninggal baik
itu meninggal secara hakiki, secara taqdiry (perkiraan), atau melalui keputusan hakim. Seperti
orang yang hilang (al-mafqud), dan tidak tahu kabar beritanya setelah melalui pencaharian dan
persaksian, atau tenggang waktu tertentu hakim memutuskan bahwa ia dinyatakan meninggal
dunia melalui keputusan hakim.
3. Al-Irts, ialah harta warisan yang siap dibagi kepada ahli waris sesudah diambil untuk keperluan
pemeliharaan zenazah (tajhiz al-janazah), pelunasan utang, serta pelaksanaan wasiat.
4. Waratsah, ialah harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. Ini berbeda dengan harta
pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa dibagi-bagi, karena menjadi milik kolektif
semua ahli waris.
5. Tirkah, ialah semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum diambil untuk
kepentingan pemeliharaan zenazah, pelunasan utang, dan pelaksanaan wasiyat yang dilakukan
oleh orang yang meninggal ketika masih hidup
Menurut pakar hukum Indonesia, Prof.Dr. Wirjono Prodjodikoro (1976), hukum waris diartikan
sebagai hukum yang mengatur tentang kedudukan harta kekayaan seseorang setelah ia meninggal
dunia (pewaris), dan cara-cara berpindahnya harta kekayaan itu kepada orang lain (ahli waris)
Undang-undang yang Mengatur Hukum Waris Islam

Asas ini berdasarkan Pasal 174 Kompilasi Hukum Islam yang menyatakan bahwa kelompok ahli
waris terbagi menjadi ahli waris menurut hubungan darah dan hubungan perkawinan.

Sumber utama dalam hukum Waris Islam adalah Al-Qur'an surat An-Nisa' ayat 11, 12, dan 176.
An-nisa ayat 11
ْ ‫احدَة فَلَ َها النا‬
‫صف ۗ َو اِلَبَ َو ْي اه‬ ْ ‫س ۤاء فَ ْوقَ اثْنَتَي اْن فَلَهن ثلثَا َما ت ََركَ ۚ َوا ْان كَان‬
‫َت َو ا‬ َ ‫ّللا فا ْي ا َ ْو َِلداك ْم اللذك اَر امثْل َح اظ ْاِل ْنثَيَي اْن ۚ فَا ْان كن نا‬ٰ ‫صيْكم‬ ‫ي ْو ا‬
‫احد ام ْنه َما السُّدس امما ت ََركَ ا ْان َكانَ لَه َولَد ۚ فَا ْان ل ْم َيك ْن له َولَد و َو ارثَه ا َ َب ٰوه فَ اِل ام اه الثُّلث ۚ فَا ْان َكانَ لَه ا ْاخ َوة فَ اِل ام اه السُّدس‬ ‫الك ال َو ا‬
‫ّللاَ َكانَ َع اليْما َح اكيْما‬ٰ ‫ّللاا ۗ اان‬
ٰ َ‫ضة امن‬َ ‫ص ْي با َها ا َ ْو دَيْن ۗ ٰابَ ۤاؤك ْم َوا َ ْبن َۤاؤك ۚ ْم َِل تَدْر ْونَ اَيُّه ْم اَ ْق َرب لَك ْم نَ ْفعا ۗ فَ ار ْي‬ ‫ام ْن بَ ْع اد َو ا‬
‫صية ي ُّْو ا‬
Artinya:

An-nisa ayat 12
‫صيْنَ با َها اَ ْو دَيْن‬ ‫صية ي ُّْو ا‬‫الربع امما ت ََر ْكنَ ام ْن بَ ْع اد َو ا‬ ُّ ‫صف َما ت ََركَ ا َ ْز َواجك ْم ا ْان ل ْم يَك ْن لهن َولَد ۚ فَا ْان َكانَ لَهن َولَد فَلَكم‬ ْ ‫ۗ َولَك ْم نا‬
َ‫صية ت ْوص ْونَ با َها ا َ ْو دَيْن ۗ َوا ْان َكان‬ ‫الربع امما ت ََر ْكت ْم ا ْان ل ْم يَك ْن لك ْم َولَد ۚ فَا ْان َكانَ لَك ْم َولَد فَلَهن الثُّمن امما ت ََر ْكت ْم ام ْن بَ ْع اد َو ا‬
ُّ ‫َولَهن‬
‫ث ام ْن َب ْع اد‬ ‫س فَا ْان كَان ْوا ا َ ْكثَ َر ام ْن ٰذلاكَ َفه ْم ش َرك َۤاء فاى الثُّل ا‬ ۚ ‫احد ام ْنه َما السُّد‬‫َرجل ي ُّْو َرث ك َٰللَة ا َ او ا ْم َراَة ولَه اَخ ا َ ْو ا ْخت فَ الك ال َو ا‬
‫ّللا َع اليْم َح الي ْۗم‬
ٰ ‫ّللاا ۗ َو‬
ٰ َ‫صية امن‬ ‫ضار ۚ َو ا‬ ۤ َ ‫صية ي ُّْوصٰ ى اب َها اَ ْو دَيْن َغي َْر م‬ ‫َو ا‬
Artinya:
Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika
mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu
mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat
atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh
seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan
setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang
tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-
laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka
bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan
setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris). Demikianlah ketentuan
Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.
An-nisa ayat 176
‫صف َما ت ََر ۚكَ َوه َو َي ارث َها ا ْان ل ْم َيك ْن ل َها َولَد ۚ فَا ْان كَانَتَا‬ َ ‫ّللا ي ْفتايْك ْم فاى ْالك َٰللَ اة ۗا اان ا ْمرؤا َهلَكَ لَي‬
ْ ‫ْس لَه َولَد ولَه ا ْخت فَلَ َها نا‬ ٰ ‫َي ْست َ ْفت ْون َۗكَ ق ال‬
‫ش ْيء‬ َ ‫ّللا باك ال‬ ُّ
ٰ ‫َضل ْوا ۗ َو‬ ‫ّللا لَك ْم ا َ ْن ت ا‬ ْ ۤ
ٰ ‫ساء فَ اللذك اَر امثل َح اظ ْاِل ْنث َ َيي ۗ اْن ي َبيان‬ ٰ
َ ‫اثْنَتَي اْن فَلَه َما الثلث ان امما ت ََركَ ۗ َوا ْان كَان ْوا ا ْاخ َوة ار َجاِل ونا‬
ُّ
‫ࣖ َع اليْم‬
Artinya:
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu
tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai
saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang
ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika
dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua
pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara
laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara
perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.

Asas-Asas Hukum Kewarisan Islam.


Dalam kewarisan Islam ada beberapa asas yang berkaitan dengan peralihan harta kepada ahli
warist, cara pemililkan harta oleh yang menerima kadar jumlah harta dan waktu terjdinya peralihan
harta. Asas-asas tersebut yaitu:
1. Asas Ijbari Asas Ijbari ialah pengalihan harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli
warisnya berlaku dengan sendirinya menurut ketetapan Allah. Tanpa digantungkan kepada
kehendak pewaris dan ahli warisnya dan asas ini dapat dilihat dari berbagai segi yaitu:
a. Dari segi pewaris, mengandung arti bahwa sebelum meninggal ia tidak dapat menolak peralihan
harta tersebut. Apa pun kemauan pewaris terhadap hartanya, maka kemauannya dibatasi oleh
ketentuan yang di tetapkan oleh Allah. Oleh karena itu sebelum meninggal Ia tidak perlu
memikirkan atau merencanakan sesuatu terhadap hartanya, kerena dengan meninggalnya
seseorang secara otomatis hartanya beralih kepada ahli warisnya.
b. Dari segi peralihan harta, mengandung arti bahwa harta orang yang meninggal itu beralih dengan
sendirinya, bukan dialihkan oleh siapa-sapa kecuali oleh Allah. Oleh karena itulah kewarisan
dalam Islam diartikan dengan peralihan harta, bukan pengalihan harta karena pada peralihan
berarti beralih dengan sendirinya sedangkan pada kata pengalihan ialah usaha seseorang.
c. Dari segi jumlah harta yang beralih, dari segi jumlah dapat dilihat dari kata “mafrudan” secara
etimologis berarti telah ditentukan atau telah diperhitungkan, kata-kata tersebut dalam terminologi
Ilmu Fikih, berarti sesuatu yang telah diwajibkan Allah kepadanya, yaitu berarti bagian waris
sudah ditentukan.
d. Dari segi penerima peralihan harta itu, yaitu bahwa penerima harta, dan mereka yang berhak
atas harta peninggalan itu sudah ditentukan secara pasti.
Sebab- Sebab Adanya Hak Kewarisan Dalam Islam.
Ada beberapa sebab dalam kewarisan dalam islam terkait hak seseorang mendapatkan warisan
yaitu hubungan kekerabatan dan hubngan perkawinan. Kedua bentuk hubungan itu adalah sebagai
berikut.
1. Hubungan Kekerabatan. Hubungan kekerabatan atau biasa disebut hubungan nasab
ditentukan oleh adanya hubungan darah, dan adanya hubungan darah dapat diketahui pada
saat adanya kelahiran, seorang ibu mempunyai hubungan kerabat dengan anak yang
dilahirkannya dan si anak mempunyai hubungan kekerabatan dengan kedua orang tuanya.

2. Hubungan Perkawinan. Kaitan hubungan perkawinan dengan hukum kewarisan Islam,


berarti hubungan perkawinan yang sah menurut Islam. Apabila seorang suami meninggalkan
harta warisan dan janda, maka istri yang dinggalkan itu termasuk ahli warisnya demikian pula
sebaliknya .

3. Al-Wala‟ (Memerdekakan Hamba Sahaya atau Budak) Al-Wala‟ adalah hubungan


kewarisan akibat seseorang memerdekakan hamba sahaya, atau melelui perjanjian tolong
menolong. Untuk yang terakhir ini, agaknya jarang dilakukan jika malah tidak ada sama sekali.
Adapun al-wala‟ yang pertama disebut dengan wala‟ al-„ataqah atau „ushubah sababiyah, dan
yang kedua disebut dengan wala‟ al-mualah, yaitu wala‟yang timbul akibat kesedihan
seseorang untuk t olong menolong dengan yang lain melalui suatu perjanjian perwalian.

Pengalihan Hak Atas Harta dalam Hukum Islam


Peralihan hak milik tanah waris dapat terjadi karena pewarisan yang di dasari tanpa wasiat
dan/atau dengan adanya sebuah perbuatan hukum pemindahan hak. Pewarisan yang di dasari
tanpa wasiat dapat dimaknai sebagai berpindahnya hak atas tanah dari pemegang haknya
meninggal dunia. Hal tersebut biasa disebut dengan pewarisan. Harta warisan sebagaimana
disebutkan dalam pasal 171 huruf (e) Kompilasi Hukum Islam yakni harta warisan merupakan
harta bawaan ditambah bagian dari harta bersama setelah digunakan untuk keperluan pewaris
selama sakit sampai meninggalnya.
Tata cara pembagian warisan dalam islam.
1. Setengah (1/2)
Ashhabul furudh mendapat setengah (1/2) adalah sekelompok laki-laki dan empat perempuan.
Ini termasuk suami, anak perempuan, keponakan laki-laki, saudara kandung, dan saudara
perempuan dari pihak ayah.
2. Seperempat (1/4)
Para ahli waris berhak atas seperempat harta peninggalan seorang ahli waris yang hanya
mempunyai dua suami istri.
3. Seperdelapan (1/8)
Pewaris seperdelapan harta warisan adalah istrinya. Seorang istri mewarisi harta suaminya,
baik dia memiliki anak atau cucu dari rahimnya atau dari rahim istri lain.
4. Dua pertiga (2/3)
Ahli waris dari dua pertiga harta adalah empat orang wanita. Ahli waris ini termasuk anak
perempuan kandung, keponakan laki-laki, saudara perempuan kandung dan saudara
perempuan kandung.
5. Sepertiga (1/3)
Hanya dua ahli waris dari sepertiga harta warisan adalah ibu dan dua saudara kandung dari
ibu yang sama.
6. Seperenam (1/6)
Ada 7 ahli waris yang berhak atas seperenam harta warisan sebagai ayah, kakek, ibu, cucu,
anak laki-laki, saudara perempuan kandung dari ayah, nenek, saudara laki-laki dan ibu. kakak
perempuan.
Hal Tertentu yang Membuat Warisan Seseorang Batal
Dalam hukum Islam, ada hal-hal tertentu yang membuat warisan seseorang batal demi hukum.
Diantaranya:

1. Budak

Seseorang yang berstatus budak tidak berhak mendapat warisan sekalipun dari saudaranya. Karena
segala sesuatu yang menjadi milik seorang budak adalah milik langsung tuannya.

2. Pembunuhan

Ahli waris yang membunuh seorang ahli waris (misalnya anak laki-laki membunuh ayahnya) tidak berhak
atas harta warisan. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW:

“Tidak ada seorang pembunuh pun berhak mewarisi harta orang yang dibunuhnya.”

3. Perbedaan Agama

Seorang muslim tidak dapat mewaris atau diwariskan kepada non muslim, apapun agamanya. Hal ini
dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya sendiri :
“Tidaklah benar seorang muslim mewarisi orang kafir dan seorang kafir tidak mewarisi seorang muslim.”
(Laporan Bukhari dan Muslim).

Anda mungkin juga menyukai