Anda di halaman 1dari 13

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

ISLAM DAN BUDAYA BANJAR DRS. MUHRIN, M.FIL.I

MASALAH HUKUM WARIS ADAT MASYARAKAT BANJAR

Oleh

MUHAMMAD FAJAR : 220101010375


M. MUZIB HIDAYATULLAH : 220101010376

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

BANJARMASIN

TAHUN 2022 M/1444 H


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................ II

PENDAHULUAN ......................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................ 2

PEMBAHASAN ........................................................................................... 3

A. Tidak Terbaginya Harta Warisan ....................................................... 3


B. Tertundanya Pembagian Harta Warisan............................................. 6
C. Harta Tunggu Haul ............................................................................. 8

PENUTUP ................................................................................................... 10

A. Kesimpulan ...................................................................................... 10
B. Saran ................................................................................................. 10

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 11

ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kajian-kajian para ahli hukum semenjak masa penjajahan Belanda sampai


masa kemerdekaan juga menunjukkan adanya keberadaan Hukum Adat, di mana
dalam perkembangannya terhadap studi hukum yang hidup dalam masyarakat
Indonesia telah melahirkan teori yang saling tarik menarik dalam melihat
keutamaannya. Teori-teori tersebut adalah receptio in complexu, receptie theorie,
dan receptio a contrario." Hukum Adat Banjar adalah Hukum Adat lokal yang ada
di Kalimantan Selatan, karenanya ia adalah salah satu bagian dari Hukum Adat
Indonesia. Hukum Adat Banjar merupakan hukum asli yang berlaku pada
masyarakat Banjar, yang sifatnya tidak tertulis, Isekalipun demikian Hukum Adat
itu telah terakomodir dalam beberapa tulisan dan dokumen-dokumen, seperti yang
tertuang dalam Undang-undang Sultan Adam Tahun 1835 dan dalam Kitab Sabilal
Muhtadin karangan Syekh Muhammad Arsyad Al-Banjari.

Dahulu pada Kerajaan Banjar, pengaruh agama Hindu adalah sangat besar,
terutama setelah adanya hubungan perdagangan dengan Kerajaan Majapahit yang
Raja dan rakyatnya menganut agama Hindu. Sehingga dalam Kerajaan Banjar itu
sendiri banyak ditemui kebudayaan keraton Majapahit.

Adapun Islam menjadi agama resmi kerajaan Banjar menggantikan agama


Hindu adalah sejak Pangeran Samudera dinobatkan sebagai Sultan Suriansyah di
Banjarmasin, yaitu kira-kira 400 tahun yang lalu. Namun gebenarnya jauh sebelum
itu, pemeluk Islam sudah ada di kota-kota pelabuhan atau di pemukiman-
pemukiman yang lebih dekat ke pantai. Karena daerah pemukiman dekat pantai
tersebut adalah daerah yang sering didatangi pedagang-pedagang dari Tuban dan
Gresik yang sudah memeluk Islam, dan mereka menyebarkan Islam pada
masyarakat Banjar. Sejak masa Sultan Suriansyah inilah proses islamisasi berjalan
cepat. sehingga dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama, yaitu sekitar
pertengahan abad ke- 18, Islam sudah menjadi identitas orang Banjar.

1
Implementasi dari ajaran Islam pada kehidupan masyarakat Banjar juga sangat
dipengaruhi dan didominasi oleh para alim ulama, apa-apa yang mereka fatwakan
akan dituruti oleh masyarakat sebagai suatu acuan dalam menyelesaikan masalah
kehidupannya. Dari ini jelas bahwa dalam masyarakat Banjar sejak dulu telah
mempunyai semacam hasil ijtihad ulama dalam masalah-masalah hukum sesuai
dengan kondisi dan situasi daerah serta diperpegangi oleh masyarakat. Hukum
kewarisan masyarakat Banjar banyak dipengaruhi oleh Hukum Islam, baik dalam
menetapkan siapa saja yang berhak menjadi ahli waris maupun dalam menetapkan
pembagian harta warisan bagi masing-masing ahli waris. Namun ada dua hal yang
berbeda dalam ketentuan hukum kewarisan masyarakat Banjar dari ketentuan yang
berlaku dalam fikih konvensional, yaitu tentang harta perpantangan dan ishlah.
Perbedaan tersebut lahir sebagai buah pemikiran Syekh Muhammad Arsyad Al-
Banjari dalam melihat perbedaan kehidupan keluarga di kalangan masyarakat Arab
dengan masyarakat Banjar.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu masalah tidak terbaginya harta warisan dan perinciannya?
2. Apa itu masalah tertundanya pembagian harta warisan dan perinciannya?
3. Apa itu masalah harta tunggu haul dan perinciannya?

C. Tujuan Penulisan
A. Mengetahui tentang masalah tidak terbaginya harta warisan dan
perinciannya
B. Mengetahui masalah tertundanya pembagian harta warisan dan
perinciannya
C. Mengetahui masalah harta tunggu haul dan perinciannya

2
PEMBAHASAN
A. Tidak Terbaginya Harta Warisan
Masyarakat yang kurang mengerti hukum agama, cenderung menggunakan
hukum adat sebagai patokan mereka, termasuk juga pembagian harta waris. Pada
umumnya, sistem pewarisan dalam hukum adat ada 3 yaitu :

1. Sistem kewarisan individual, yang memiliki karakteristik harta


peninggalan dapat dibagikan diantara para ahli waris seperti dalam
masyarakat bilateral di Jawa.
2. Sistem kewarisan kolektif, yang memiliki karakteristik harta peninggalan
diwarisi oleh ahli waris secara bersama-sama, tidak boleh dibagi
kepemilikannya, maksudnya hanya dibagikan pemakaiannya saja kepada
mereka, seperti dalam masyarakat matrilineal di Minangkabau.
3. Sistem kewarisan mayorat, yang memiliki karakteristik bahwa harta
peninggalan diwarisi keseluruhan hartanya atau sebagian anak saja, seperti
di Bali.

Sistem pewarisan dalam masyarakat banjar menggunakan sistem yang bersifat


campuran yaitu sistem pewarisan individual dan pewarisan mayorat.

Menurut Magfirah (2022) masyarakat tidak membagi harta warisan karena


mereka menganggap bahwa pembagian waris merupakan suatu hal yang sangat
sensitif, selain itu mereka beranggapan bahwa pembagian harta waris ini akan
menimbulkan akibat yaitu perselisihan dalam keluarga.

Mereka tidak membagi harta warisan, oleh karena itu harta waris yang
ditingkalkan oleh orang tua akan menjadi harta turun-temurun tanpa pembagian.
Harta waris yang ditinggalkan oleh pewaris sebagian besar akan dipegang oleh ahli
waris yang memelihara pewaris ketika masih hidup dan tinggal bersama pewaris
atau dengan kata lain adanya penguasaan sepihak oleh ahli waris atas harta warisan,
hal ini menyebabkan ahli waris lain tidak mendapatkan bagian waris sama sekali
karena harta tersebut tidak pernah dibagi.

3
Hal ini menimbulkan perselisihan antar keluarga. Akibat dari seluruh harta
waris tidak pernah di bagi ini juga salah satunya menimbulkan pertikaian dan
perebutan harta waris baik dari kalangan ahli waris dengan cucu pewaris, maupun
dari cucu-cucu pewaris, mereka saling mengklaim bahwa harta waris itu milik dari
peninggalan ayah atau ibu mereka yang merupakan ahli waris terdahulu.1

Padahal didalam syari’at islam, sudah dijelaskan panjang lebar didalam Al-
Qur’an bagaimana pembagian harta waris. Seperti didalam Q.S. An-Nisa ayat 11
dan 12

‫س ۤاء فَ ْوقَ اثْنَتَيْن فَلَ ُهن ثُلُثَا َما‬


َ ‫ّللاُ ف ْي اَ ْو َْلد ُك ْم للذكَر مثْ ُل َحظ ْاْلُ ْنثَيَيْن ۚ فَا ْن ُكن ن‬
ٰ ‫ي ُْوص ْي ُك ُم‬
َ‫ُس مما ت ََركَ ا ْن َكان‬ُ ‫سد‬ ُّ ‫ف ۚ َوْلَبَ َويْه ل ُكل َواحد م ْن ُه َما ال‬ ُ ‫ص‬ ْ ‫َت َواحدَة فَلَ َها الن‬ْ ‫ت ََركَ ۚ َوا ْن كَان‬
‫ُس م ْن‬ُ ‫سد‬ُّ ‫ث ۚ فَا ْن َكانَ لَه ا ْخ َوة فَِلُمه ال‬ ُ ُ‫لَه َولَد ۚ فَا ْن ل ْم يَ ُك ْن له َولَد و َورثَه اَبَ ٰوهُ فَِلُمه الثُّل‬
ُ ‫بَ ْعد َوصية ي ُّْوص ْي ب َها اَ ْو دَيْن ۚ ٰابَ ۤا ُؤ ُك ْم َواَ ْبن َۤا ُؤ ُك ْم َْل تَد ُْر ْونَ اَيُّ ُه ْم اَ ْق َر‬
َ ‫ب لَ ُك ْم نَ ْفعا ۚ فَر ْي‬
‫ضة‬
َ َ‫ّللاَ َكان‬
١١ ‫عليْما َحكيْما‬ ٰ ‫ّللا ۚ ان‬
ٰ َ‫من‬

‫الربُ ُع مما ت ََر ْكن‬


ُّ ‫ف َما ت ََركَ اَ ْز َوا ُج ُك ْم ا ْن ل ْم يَ ُك ْن ل ُهن َولَد ۚ فَا ْن َكانَ لَ ُهن َولَد فَلَ ُك ُم‬ ْ ‫َولَ ُك ْم ن‬
ُ ‫ص‬
‫الربُ ُع مما ت ََر ْكت ُ ْم ا ْن ل ْم يَ ُك ْن ل ُك ْم َولَد ۚ فَا ْن‬
ُّ ‫م ْن بَ ْعد َوصية ي ُّْوصيْنَ ب َها اَ ْو دَيْن ۚ َولَ ُهن‬
‫ص ْونَ ب َها اَ ْو دَيْن ۚ َوا ْن َكانَ َر ُجل‬ ُ ‫َكانَ لَ ُك ْم َولَد َفلَ ُهن الث ُّ ُمنُ مما ت ََر ْكت ُ ْم م ْن بَ ْعد َوصية ت ُ ْو‬
‫ُس فَا ْن كَانُ ْوا اَ ْكثَ َر م ْن ٰذلكَ فَ ُه ْم‬ ُّ ‫ث ك َٰللَة اَو ْام َراَة ولَه اَخ اَ ْو ا ُ ْخت فَل ُكل َواحد م ْن ُه َما ال‬
ُ ‫سد‬ ُ ‫ي ُّْو َر‬
ُ‫ّللا‬ ٰ َ‫ض ۤار ۚ َوصية من‬
ٰ ‫ّللا ۚ َو‬ َ ‫ش َرك َۤا ُء فى الثُّلُث م ْن بَ ْعد َوصية ي ُّْوصٰ ى ب َها اَ ْو دَيْن‬
َ ‫غي َْر ُم‬ ُ
١٢ ‫عليْم َحليْم‬
َ

Artinya :

11. Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan


untuk) anak- anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian
dua orang anak perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang
jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang
ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh

1
Ainun Magfirah, Skripsi: Tidak Terbaginya Harta Warisan (Studi Kasus Pada Masyarakat
Ampukung), (Banjarmasin: UIN Antasari, 2022) Bab I hal 4-6

4
setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-
masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal)
mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia
diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia
(yang meninggal) itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat yang
dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-
anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak
manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahabijaksana.

12. Dan bagianmu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh
istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu
mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang
ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah
dibayar) hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan
jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri
memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi)
wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) hutang-hutangmu. Jika seseorang
meninggal, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan
tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau
seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis
saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari
seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah
(dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutangnya dengan
tidak menyusahkan (kepada ahli waris).2

2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV Media Fitrah Rabbani) hal 78-
79

5
B. Tertundanya Pembagian Harta Warisan

Ada beberapa faktor terjadinya penundaan pembagian harta warisan,


diantaranya:

1. Tradisi
Salah satu alasan penundaan pembagian warisan yang terjadi dikarenakan
adanya saran dari orang tua sebelum meninggal kepada ahli waris untuk
membagikan warisan secara adat istiadat atau tradisi setelah 1000 hari dan
dibagikan harta warisan secara merata kepada ahli waris.3
2. Musyawarah
Selain dikarenakan alasan untuk menjalankan tradisi, alasan lainnya yang
menyebabkan terjadinya penundaan pembagian harta warisan di kota
Palangka Raya adalah adanya musyawarah diantara ahli waris. Contohnya,
penundaan pembagian harta warisan dilakukan setelah 100 hari pasca
meninggalnya pewaris.4
3. Salah satu orang tua masih hidup
Disamping dua alasan penundaan pembagian harta warisan yang telah
dikemukakan di atas, alasan penundaan pembagian harta warisan yang
terjadi dikarenakan adanya salah satu orangtua yang masih hidup, ahli
waris melakukan penundaan pembagian harta warisan sampai kedua orang
tua mereka meninggal dan mereka tidak mempermasalahkan persoalan
harta warisan yang terdahulu supaya terjaga hubungan keharmonisan
anggota keluarga, terlebih khusus ke orang tua.5
4. Belum Dewasa
Alasan terakhir terjadinya penundaan pembagian harta warisan adalah
karena ahli waris masih belum dewasa. Dalam hal ini ada 2 persoalan yang
dihadapi, persoalan yang pertama karena masih dalam pengasuhan orang

3
Akhyanor, Skripsi: Penundaan Pembagian Harta Warisan Bagi Ahli Waris Di Kota Palangka Raya
Perspektif Hukum Islam, (Palangka Raya: IAIN Palangka Raya, 2018) hal 72
4
Akhyanor, Skripsi: Penundaan…hal 79
5
Akhyanor, Skripsi: Penundaan…hal 84

6
tuanya, sedangkan persoalan lainnya dikarenakan ahli waris belum
menikah sehingga dianggap masih belum dewasa oleh pewaris lainnya.6

Adapun pengelolaan yang dilakukan saat penundaan pembagian harta warisan


diantaranya:

1. Para ahli waris musyawarah mufakat bahwa yang mengurus dan mengelola
harta warisan tersebut adalah salah seorang ahli waris yang disebut dengan
bangkoni. Bangkoni adalah ahli waris yang menempati peninggalan rumah
dari orang tuanya yang meninggal, maka bangkoni inilah yang mengurus
semua urusan harta warisan tersebut, baik berupa rumah, tanah, tanaman,
dan utang piutang si pewaris.7
2. Para ahli waris menyerahkan kepada orang tuanya sebagai ahli waris yang
tertua untuk mengelolanya dan mengurusnya untuk sementara waktu,
karena ahli waris yang lain belum dewasa dan masih dalam pengasuhan
orang tuanya.8
3. Harta warisan tidak diketahui apakah dikelola ataupun tidak.9

Dengan begitu hal yang perlu dilakukan oleh masyarakat, yaitu:

1. Ketika pewaris meninggal maka hendaklah bersegera dalam membagikan


harta warisan kepada ahli waris sesuai haknya masing-masing, janganlah
harta warisan tersebut ditunda atau dibiarkan karena dengan sebab menunda
itu akan menimbulkan kemudhorotan di kemudian hari. Jika mereka ingin
menunda maka mereka harus mempunyai kesepakatan seluruh ahli waris
dan ahli waris harus mengetahui bagiannya masing masing untuk
menghindari memakan sesuatu yang bukan haknya.
2. Untuk masyarakat umum yang tidak mengerti akan pembagian harta
warisan sesuai ketentuan yang diterangkan di Al-Qur’an, Hadis, Ijma dan
Kompilasi Hukum Islam, maka hendaklah bertanya atau meminta bantuan

6
Akhyanor, Skripsi: Penundaan…hal 87
7
Akhyanor, Skripsi: Penundaan…hal 93
8
Akhyanor, Skripsi: Penundaan…hal 95
9
Akhyanor, Skripsi: Penundaan…hal 96

7
kepada orang yang ahli dalam bidang waris sehingga terlaksananya
pembagian warisan sesuai dengan syariat Islam. Seperti bertanya ke Ulama
atau pergi ke Pengadilan Agama untuk meminta bantuan pembagian harta
warisan sesuai dengan syariat.10

C. Harta Tunggu Haul

Harta tunggu haul adalah harta yang tidak di bagi karena untuk kegiatan
Haulan. Di temukan sejumlah harta peninggalan yang tidak dibagi kepada ahli
waris, seperti harta peninggalan untuk keperluan bahaul atau haulan setiap tahun,
biasanya berupa tanah, sehingga tanah tersebut disebut tanah tunggu haul. Di
samping tanah juga terdapat barang lain seperti perahu, dimana hasil dari perahu ini
sebagian disisihkan untuk keperluan haulan. Selain itu, kadang kala digunakan
untuk santunan anak yatim, bahkan bisa juga untuk beasiswa.11

Tinjauan penerapan harta Tunggu haul produktif menurut hukum Islam


dibolehkan, karena kalau di lihat dari tata cara penerapannya yang dilakukan
dengan islah atau badamai, dan mendapatkan keridhoan sesama ahli waris. Hal
tersebut dibolehkan saja karena tidak bertentangan dengan syariat. Sedangkan
menurut hukum adat, hal tersebut adalah sesuatu yang baik dan tidak ada yang
mempermasalahkannya bahkan menjadi sesuatu yang patut untuk dilakukan karena
semua itu diperuntukkan untuk kepentingan haulan dan haulan itu sendiri adalah
wujud bakti seorang anak terhadap orang tuanya yang sudah meninggal dunia.12

Dilihat dari pelaksanaannya tunggu haul dapat terjadi melalui proses sebagai
berikut:

1. Orang tua sebelum meninggal dunia, menunjuk salah satu peninggalannya


biasanya tanah pertanian untuk dijadikan tunggu haul, tanpa menyebut

10
Noor Elya, Skripsi: Penundaan Pembagian Harta Warisan (Studi Kasus Di Kota Banjarmasin),
(Banjarmasin: UIN Antasari, 2019) Bab V hal 79-80
11
Supian Assauri, Skripsi: Penerapan Harta "Tunggu Haul" Produktif Dalam Kewarisan (Studi
Kasus Desa Saka Paun Kec. Bakumpai Kab. Batola), (Banjarmasin: UIN Antasari, 2016) Bab I hal 5
12
Supian Assauri, Skripsi: Penerapan…Bab V hal 2

8
siapa yang diberihak mengelola sekaligus berkewajiban melaksanakan
haulan. Yang ditentukan disini adalah objeknya dan kewajiban pengelola.
Penentuan pengelolanya diserahkan kepada ahli warisnya.
2. Sama dengan kasus pertama, namun disini pengelolanya ditentukan. Objek
dan subjeknya ditentukan.
3. Para ahli waris sepeninggal orang tuanya merumuskan bersama, mana
diantara peninggalan almarhum yang disisihkan untuk dijadikan objek
pahaulan. Dalam kasus ini pelaksana (subjek) kadang-kadang ditentukan,
tetapi ada kalanya tidak ditentukan.13

13
M. Karsayuda, Tunggu Haul Dalam Perspektif Kewenangan Pengadilan Agama (Banjarmasin) hal
3

9
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masyarakat yang kurang mengerti hukum agama, cenderung menggunakan
hukum adat sebagai patokan mereka, termasuk juga pembagian harta waris.
Pada umumnya, sistem pewarisan dalam hukum adat ada individual, kolektif
dan mayorat. Ada beberapa faktor terjadinya penundaan pembagian harta
warisan yaitu, tradisi, musyawarah, salah satu orang tua masih hidup dan belum
dewasa. Harta tunggu haul adalah harta yang tidak di bagi karena untuk
kegiatan Haulan. Di temukan sejumlah harta peninggalan yang tidak dibagi
kepada ahli waris, seperti harta peninggalan untuk keperluan bahaul atau
haulan setiap tahun, biasanya berupa tanah, sehingga tanah dan perahu.

B. Saran
Hendaknya sebelum kita menjalankan hukum adat, kita lihat dulu dari segi
syari’at. Apakah bertentangan atau tidak. Ditakutkan karena kita lebih
menganggungkan hukum adat, membuat kita menjadi murtad.

10
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Dan Terjemahnya (Bandung: CV Media Fitrah Rabbani)


Akhyanor, Skripsi: Penundaan Pembagian Harta Warisan Bagi Ahli Waris Di Kota
Palangka Raya Perspektif Hukum Islam, (Palangka Raya: IAIN Palangka
Raya, 2018)
Assauri, Supian, Skripsi: Penerapan Harta "Tunggu Haul" Produktif Dalam
Kewarisan (Studi Kasus Desa Saka Paun Kec. Bakumpai Kab. Batola),
(Banjarmasin: UIN Antasari, 2016)
Elya, Noor, Skripsi: Penundaan Pembagian Harta Warisan (Studi Kasus Di Kota
Banjarmasin), (Banjarmasin: UIN Antasari, 2019)
Karsayuda, M, Tunggu Haul Dalam Perspektif Kewenangan Pengadilan Agama
(Banjarmasin)
Magfirah, Ainun, Skripsi: Tidak Terbaginya Harta Warisan (Studi Kasus Pada
Masyarakat Ampukung), (Banjarmasin: UIN Antasari, 2022)

11

Anda mungkin juga menyukai