Anda di halaman 1dari 17

TASAWUF DAN TAZKIYAH AL NAFS

MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Tasawuf
Dosen Pengampu: Jumrianah, M.Pd

Oleh:
SUGIANOR
NIM : 22.1.13.013

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRSAH IBTIDAIYAH (PGMI)


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) SANGATTA
KUTAI TIMUR
2023
KATA PENGANTAR

Bismillahi rahmani rahiim...


Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang memberikan
sedikit dari ilmu-Nya yang maha luas sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Sholawat serta salam tak lupa kami hanturkan kepada junjungan Nabi
Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di akhirat nanti.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Jumrianah,M,Pd selaku dosen mata kuliah Tasawuf yang telah
memberikan ilmunya dalam mengajar dan membimbing kami pada mata
kuliah Tasawuf di semester II ini.
2. Rekan-rekan 1C PGMI Weekend yang membantu dalam menyusun makalah
ini. Tentunya kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan yang kami miliki. Oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua rekan sangat saya
harapkan Semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua.

Sangatta, 16 Maret 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................i

KATA PENGANTAR.....................................................................................ii

DAFTAR ISI...................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah.............................................................................1

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................

A. Pengertian Tasawuf..........................................................................2

B. Sejarah Perkembangan Tasawuf ......................................................3

C. Sumber-SumberAjaran Tasawuf......................................................9

D. Pengertian Tazkiyah Al nafs............................................................10

E. Metode Ilmu Tasawuf dalam Menjalankan Tazkiyah Al nafs.........11

F. Tujuan dalam Mempelajari Tazkiyah Al nafs.................................12

BAB III PENUTUP..........................................................................................

A. Kesimpulan......................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan yang penuh dengan teknologi berkembang saat ini, manusia
semakin mengetahui sesuatu hal yang belum diketahui oleh para pendahulunya
melalui teknologi yang diciptakannya. Jika kita pikirkan sejenak, terlintas di
benak kita kekuasaan serta keagungan Tuhan yang Maha Esa dan begitu kecil dan
terbatasnya pengetahuan kita tentang ciptaan-Nya.
Atas dasar tersebut, kita sebagai makhluk ciptaan-Nya harus mencintai dan
mengabdikan diri kepada Allah swt. Dengan kedua hal tersebut kita dapat selalu
berada didekatNya.
Tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari cara bagaimana
orang dapat berada sedekat mungkin dengan Tuhannya. Selain itu, tasawuf dapat
menjadikan agama lebih dihayati serta dijadikan sebagai suatu kebutuhan bahkan
suatu kenikmatan. Tazkiyah Al nafs adalah penyucian jiwa dari segala perbuatan
kotor atau tidak suci serta menghiasi jiwa dengan perbuatan-perbuatan yang
terpuji. 1
Dalam kesempatan kali ini, kami ingin membahas tentang pengertian tasawuf
dan tazkiyah al nafs, etimologi definisi dan komponen dasar berbagai istilah
tentang asal usul tasawuf dan tazkiyah al nafs.

B. Rumusan Masalah
A. Apa yang di maksud dengan ilmu Tasawuf?
B. Bagaimana sejarah perkembangan tasawuf?
C. Apa saja sumber ajaran Tasawuf?
D. Apa yang dimaksud dengan Tazkiyah al nafs?
E. Metode ilmu tasawuf dalam menjalankan tazkiyah al nafs
F. Tujuan Tazkiyah al nafs

1
Mohammad Muchlis solichin tadris. Vol, 4. No,1. 2009.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Tasawuf
Secara etimologis, ilmu Tasawuf banyak diartikan oleh para ahli,
sebagian menyatakan bahwa kata tasawuf berasal dari kata shuffah yang berarti
serambi masjid nabawi yang didiami oleh sebagian sahabat anshar, ada pula
yang mengatakan berasal dari kata shaf yang berarti barisan, shafa yang berarti
bersih atau jernih dan shufanah yakni nama kayu yang bertahan di padang
pasir.2
Adapun tentang definisi tasawuf (sufi) yang dikemukakan oleh
sejumlah tokoh sufi, diantaranya adalah sebagai berikut:3
1. Bisyri bin Haris mengatakan bahwa Tasawuf adalah orang yang
suci hatinya menghadap Allah SWT.
2. Sahl at-Tustari : orang yang bersih dari kekeruhan, penuh dengan
renungan, putus hubungan dengan manusia dalam menghadap
Allah, baginya tiada beda antara harga emas dan pasir.
3. Al-Junaid al-Baghdadi (Wafat 298 H): membersihkan hati dari sifat
yang menyamai binatang, menekan sifat basyariah (kemanusiaan),
menjauhi hawa nafsu, berpegang pada ilmu kebenaran dan
mengikuti syari’at Rasulullah Saw.
4. Abu Qasim Abdul Karim al-Qusyairi: menjabarkan ajaran-ajaram
Al-Qur’an dan Sunnah, berjuang mengendalikan nafsu, menjauhi
perbuatan bid’ah, mengendalikan syahwat dan menghindari sifat
meringankan terhadap ibadah.
5. Abu Yazid al-Bustami: melepaskan diri dari perbuatan tercela,
menghiasi diri dengan akhlak yang terpuji dan mendekatkan diri
kepada Allah.
2
Amin syukur, menggugat tasawuf:sufisme dan tanggung jawab social abad 21,Yogyakarta,2002,
hal 8
3
Permadi, Pengantar Ilmu Tasawuf , Jakarta,2004, hal.28

2
3

6. Ma’ruf al-Karkhi (Wafat 200 H): mengambil hakikat dan Tamak


dari apa yang ada dalam genggaman tangan makhluk.
Jika menelaah beberapa pengertian diatas, pengertian tasawuf
tampaknya bermakna bervariasi, hal ini dikarenakan perilaku dan status
spiritual (Maqam) yang berbeda dan dominan dalam diri mereka, seperti
tawakkal, cinta kasih dan rambu-rambu spiritual yang menjadi pengantar ke
hadirat Tuhan semesta alam.4
Al-Thusi (w. 378 H) melansir beberapa definisi tasawuf di dalam
kitabnya yang monumental al-Luma’, seolah-olah betapa sulitnya memberikan
definisi yang bersifat jami’ mani’.
Definisi bisa disarikan dalam karakteristik Sufi yang disebutkan oleh
al-Thusi. Beliau mengatakan bahwa sufi adalah orang alim yang mengenal
Allah dan hukum-hukum Allah, mengamalkan apa yang diajarkan, menghayati
apa yang diperintahkan, merasakan apa yang mereka hayati dan melebur
dengan yang mereka rasakan.5
Dari paparan al-Thusi diatas, dapat dirumuskan bahwa Tasawuf
memuat dan mengandung setidaknya lima unsur, yaitu Ilmu (Pengetahuan),
Amal (Pelaksanaan), Tahaqquq (Penghayatan), Wajd (Perasaan) dan Fana’
(Peleburan).6

B. Sejarah Perkembangan Tasawuf


Benih ilmu tasawuf bermula pada masa khalifah ketiga, yakni ketika
terjadi peristiwa tragis dalam pembunuhan Utsman Ibn Affan ra, hal ini
berimplikasi terjadinya kekacauan dan kerusakan terhadap sebagian kaum
muslimin, sehingga para sahabat dan pemuka agama Islam berfikir untuk
membangkitkan kembali ajaran Islam dengan berikhtiar kembali ke masjid
(I’tikaf) dan mendengarkan kisah mengenai targhib dan tarhib, mengenai

4
Moenir Nahrowi Tohir, menjelajahi eksistensi tasawuf : Meniti Jalan Menuju
Tuhan,Jakarta,2012, hal 3.
5
Ibid, Hal 4.
6
Ibid
4

keindahan hidup zuhud.7


Dalam sejarah perkembangannya, terdapat masa atau tahapan yang
terjadi terhadap ilmu Tasawuf, beberapa masa tersebut adalah masa
pembentukan, pengembangan, konsolidasi, falsafi dan masa pemurnian.
8
Berikut adalah penjelasan tiap-tiap perkembangan ilmu Tasawuf:
1. Masa Pembentukan
Masa ini terjadi dalam abad I dan II hijriah, Hasan Basri dan Rabiah
Adawiyah muncul dengan ajaran khauf dan cinta, yakni mempertebal takut
atau taqwa kepada Tuhan, penyucian hubungan manusia dengan tuhan, selain
itu muncul gerakan pembaharuan hidup kerohanian dikalangan kaum
muslimin.
Dalam ajaran-ajaran yang dikemukakan, dianjurkan mengurangi makan
(Ju’), menjauh dari keramaian duniawi (Zuhud), mencela dunia (Dzammu al
dunya). 9
Selanjutnya pada abad II Hijriah, tasawuf tidak banyak berbeda dengan
sebelumnya, meskipun penyebabnya berbeda. Penyebab pada abad ini terjadi
karena formalism dalam melakukan syariat agama (lebih bercorak fiqh) yang
menyebabkan sebagian orang tidak puas dengan kehidupannya. Sehingga
sebagian orang aa yang lari kepada istilah-istilah yang pelik mengenai
kebersihan jiwa (thaharatun nafs), kemurnian hati (naqyu al-qalb), hidup
ikhlas, menolak pemberian orang, bekerja mandiri dan berdiam diri.
Abu al-Wafa menyimpulkan, bahwa zuhud Islam pada abad I dan II
hijriyah mempunyai karakter sebagai berikut.10
a. Menjauhkan diri dari dunia menuju ke akhirat yang berakar pada
nas agama yang dilatarbelakangi oleh sosiopolitik yang bertujuan
meningkatkan moral.
b. Bersifat praktis, para pendirinya tidak menaruh perhatian untuk
menyusun prinsip-prinsip teoritis atas kezuhudannya itu. Sedangkan
7
Amin syukur, menggugat tasawuf:sufisme dan tanggung jawab social abad 21,Yogyakarta,2002,
hal 18
8
Amin Syukur & Masyharuddin, Intelektualisme Tasawuf, Yogyakarta,2002. Hal 17.
9
Ibid, Hal 19.
10
Ibid, Hal 20.
5

sarana praktisnya adalah hidup dalam ketenangan dan


kesederhanaan secara penuh, sedikit makan maupun minum, banyak
beribadah dan mengingat Allah SWT. dan berlebih-lebihan dalam
merasa berdosa, tunduk mutlak kepada kehendak-Nya, dan berserah
diri kepada-Nya. Tasawuf pada masa ini mengarah pada tujuan
moral.
c. Motif zuhudnya ialah rasa takut, yaitu rasa yang muncul dari
landasan amal keagamaan secara sungguh-sungguh. Sementara pada
akhir abad II Hijriyah, di tangan Rabi’ah al-Adawiyah muncul motif
rasa cinta, yang bebas dari rasa takut terhadap adhab-Nya maupun
harapan terhadap pahala-Nya. Hal ini dicerminkan lewat penyucian
diri, dan abstraksi dalam hubungan antara manusia dengan Tuhan.
d. Menjelang akhir abad II Hijriyah, sebagian zahid, khususnya di
Khurasan, dan Rabi’ah al-Adawiyah ditandai kedalaman membuat
analisa, yang bisa dipandang sebagai fase pendahuluan tasawuf,
atau cikal bakal para pendiri tasawuf falsafi abad III dan IV Hijriyah
2. Masa Pengembangan
Pada abad III dan IV, tasawuf sudah bercorak kefana’an (ekstase) yang
menjurus ke persatuan hamba dengan Khalik. Orang sudah ramai membahas
tentang lenyap dalam kecintaan (fana’fi al-Mahbub), bersatu dengan kecintaan
(ittihad bi al-Mahbub), kekal dengan Tuhan (baqa’ bi al-Mahbub),
menyaksikan Tuhan (musyahadah), bertemu dengan-Nya (liqa’) dan menjadi
satu dengan-Nya (‘ain al-jama’) seperti yang diungkapkan oleh Abu Yazid al-
Bushtham (261 H), seorang sufi dari Persia yang pertama kali mempergunakan
istilah fana’ (lebur atau hancurnya perasaan) sehingga dia dianggap sebagai
peletak batu pertama dalam aliran ini.
Sesudah Abu Yazid al-Busthami, lahirlah seorang sufi kenamaan, yakni
al-Hallaj (w. 309 H) yang menampilkan teori al-Hulul (reinkarnasi Tuhan). Al-
Thusi dalam al-Luma’nya menyatakan bahwa hulul adalah11 :

11
Ibid, Hal 22.
6

“Allah memilih suatu jisim yang ditempati ma’na rububiyyah dan


leburlah daripadanya ma’na basyariyyah”.
Menurut al-Hallaj, manusia mempunyai dua sifat, yakni sifat
kemanusiaan (nasut) dan sifat ketuhanan (lahut). Tuhan menciptakan manusia
dalam “copi”-Nya12 Landasan pemikirannya didasarkan kepada surat Shad ayat
72, yaitu:

ُ ‫فَاِ َذا َس َّو ْيتُهٗ َونَفَ ْخ‬


‫ت فِ ْي ِه ِم ْن رُّ ْو ِح ْي فَقَع ُْوا لَهٗ ٰس ِج ِدي َْن‬
Artinya :
“Maka apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Kutiupkan
kepadanya roh (ciptaan)Ku; Maka hendaklah kamu tersungkur dengan
bersujud kepadaNya.”

Unsur jasmani dari materi, sedang unsur ruhaninya berasal dari roh
Tuhan, percampuran antara roh manusia dengan Tuhan diumpamakan oleh al-
Hallaj bagaikan bercampurnya air dengan khamer, jika ada sesuatu yang
menyentuh-Nya, maka menyentuh aku. Namun sejauh itu, dia tidak mengakui
adanya peleburan dua hakikat, manusia dan Tuhan, akan tetapi keduanya masih
mempunyai jarak13.
Pada akhir abad ke III orang berlomba-lomba menyatakan dan
mempertajam pemikirannya tentang kesatuan penyaksian (Wahdat al-Syuhud),
kesatuan kejadian (wahdat al-Wujud) kesatuan agama-agama (Wahdat al-
Adyan), berhubungan dengan Tuhan (ittishal), keindahan dan kesempurnaan
Tuhan (Jamal dan Kamal), manusia sempurna (insan kamil), yang kesemuanya
itu tak mungkin dicapai oleh para sufi kecuali dengan latihan yang teratur
(riyadhah).
Kemudian muncul Junaidi al-Baghdady meletakkan dasar-dasar ajaran
tasawuf dan thariqah, cara mengajar dan belajar ilmu tasawuf, syekh, mursyid,

12
Ibid Hal 23.
13
Ibid
7

murid dan murad, sehingga dia mendapat predikat Syekh al-Thaifah (ketua
rombongan suci).
Tasawuf pada masa ini, sudah berkembang menjadi madzhab, bahkan
seolah sebuah agama yang berdiri sendiri. Pada abad ke III dan IV Hijriah ini
terdapat dua aliran tasawuf, yakni tasawuf sunni yang memagari diri dengan
Al-Qur’an dan al-Hadits dengan mengaitkan keadaan dan tingkatan rohani
pada keduanya.
Serta tasawuf semi falsafi yang lebih cenderung pada ungkapan ganjil
serta bertolak dari keadaan fana’ terhadap pernyataan penyatuan penyatuan
(ittihad atau hulul).
3. Masa Konsolidasi
Pada abad V Hijriah, diadakan konsolidasi antara kedua aliran pada
masa sebelumnya, hal ini ditandai dengan aanya kompetisi antar keduanya,
yang kemudian dimenangkan tasawuf sunni dan menenggelamkan tasawuf
falsafi.
Dengan adanya kompetisi tersebut, pada masa ini tasawuf dinilai
mengadakan pembaharuan , yakni periode yang ditandai dengan pemantapan
dan pengembalian tasawuf ke dalam landasan al-Qur’an dan al-Hadits. Tokoh-
tokoh pada masa ini adalah ialah al-Qusyairi (376-465 H), Al-Harawi (396 H),
dan al-Ghazali (450-505 H).
al-Qusyairi (376-465 H) terkenal sebagai pembela teologi
Ahlussunnah wal Jama’ah, beliau mampu mengompromikan antara syariah
dan hakikah berlandaskan al-Qur’an dan al-Hadits. Beliau menekankan bahwa
kesehatan batin dengan berpegang teguh pada keduanya lebih penting
daripada pakaian lahiriah14.
Al-Harawi (396 H), sikapnya tegas dan tandas terhadap tasawuf, beliau
menganggap orang yang suka mengeluarkan syathahat, hatinya tidak bisa
tenteram atau dengan kata lain, syathahat itu muncul dari ketidaktenangan.
Sebab apabila ketenangan itu terpaku dalam kalbu mereka, akan membuat
seseorang terhindar dari keganjilan ucapan atau pun segala penyebabnya.

14
Ibid, Hal 26.
8

Al-Ghazali (450-505 H), memilih Tasawuf Sunni berdasarkan doktrin


Ahlussunnah wal Jama’ah, corak tasawufnya bersifat psiko-moral yang
mengutamakan pendidikan moral. Beliau menilai negative terhadap syathahat,
karena dua kelemahan yang dimilikinya, yaitu kurang memperhatikan kepada
amal lahiriah serta keganjilan makna yang tidak dipahami maknanya.
4. Masa Falsafi
Pada abad IV Hijriah, muncullah tasawuf falsafi atau tasawuf yang
bercampur dengan ajaran filsafat, yang dikompromikan dengan pemakaian
term-term filsafat yang maknanya disesuaikan dengan tasawuf.
Ibn Khaldun dalam Muqaddimahnya menyimpulkan, bahwa tasawuf
falsafi mempunyai empat obyek utama, dan menurut Abu al-Wafa bisa
dijadikan karakter sufi falsafi, yaitu :
a. Latihan rohaniah dengan rasa, intuisi serta introspeksi yang timbul
darinya,
b. Iluminasi atau hakikat yang tersingkap dari alam ghaib,
c. Peristiwa-peristiwa dalam alam maupun kosmos berpengaruh
terhadap berbagai bentuk kekeramatan atau keluar biasaan,
d. Penciptaan ungkapan-ungkapan yang pengertiannya sepintas samar-
samar (syathahiyat).

Selanjutnya, pada abad VI dan VII hijriah, muncul cikal bakal orde
(tarekat) sufi kenamaan, seperti tarekat Qadariyah, Suhrawardiyah, Rifa’iyah,
Syadziliyah, Badawiyah dan tarekat Naqsyabandiyah.
5. Masa Pemurnian
Pada masa ini, pengaruh dan praktek-praktek Tasawuf kian tersebar
luas melalui thariqah-thariqah, dan para sulthan serta pangeran tak segan-
segan pula mengeluarkan perlindungan dan kesetiaan pribadi mereka.
Pada masa ini terlihat tanda-tanda keruntuhan kian jelas,
penyelewengan dan sekandal melanda dan mengancam kehancuran reputasi
baiknya dengan ditandainya munculnya bid’ah, khurafat, mengabaikan
syari’at dan hukum-hukum moral dan penghinaan terhadap ilmu pengetahuan,
9

berbentangkan diri dari dukungan awam untuk menghindarkan diri dari


rasionalitas, dengan menampilkan amalan yang irrasional. Azimat dan
ramalan serta kekuatan ghaib ditonjolkan15.
Sehingga muncul Ibn Taimiyah untuk menyerang semua itu, dengan
mengembalikan ajaran tasawuf berlandaskan alQur’an dan Al-Hadits.
Kepercayaan yang menyimpang diluruskan, seperti kepercayaan kepada wali,
khurafat dan bentuk-bentuk bid’ah pada umumnya. Menurut Ibn Taimiyah
yang disebut wali (kekasih Allah) ialah orang yang berperilaku baik (shaleh),
konsisten dengan syari’ah Islamiyah. Sebutan yang tepat untuk diberikan
kepada orang tersebut ialah Muttaqin, allah berfirman dalam surat Yunus : 62-
63.

َ ُ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َواَل هُ ْم يَحْ َزن‬


 ‫ون‬ ٌ ‫َأٓاَل ِإ َّن َأ ْولِيَٓا َء ٱهَّلل ِ اَل َخ ْو‬
۟ ُ‫وا َو َكان‬۟ ُ‫ين َءامن‬
َ ُ‫وا يَتَّق‬
‫ون‬ َ َ ‫ٱلَّ ِذ‬
Artinya :
62. Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap
mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.

63. (Yaitu) orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.

Ibn Taimiyah mengkritik terhadap ajaran Ittihad, Hulul, dan Wahdat al-
Wujud sebagai ajaran yang menuju kekufuran (atheisme), meskipun keluar dari
orang-orang yang terkenal ‘arif (orang yang telah mencapai tingkatan
ma’rifat), ahli tahqiq (ahli hakikat) dan ahli tauhid (yang mengesakan Tuhan).
Pendapat tersebut layak keluar dari mulut orang Yahudi dan Nasrani.
Mengikuti pendapat tersebut hukumnya sama dengan yang menyatakan, yakni
kufur. Yang mengikutinya karena kebodohan, masih dianggap beriman16.

C. Sumber-sumber Ajaran Tasawuf


Dalam ajaran tasawuf, terdapat berbagai sumber yang menjadi landasan
dasar dalam menjalani tasawuf, berikut adalah beberapa sumber ajaran

15
Ibid, Hal 31.
16
Ibid, Hal 32.
10

tasawuf:
a. Al-Qur’an sebagai landasan dasar utama tasawuf karena berisi seruan
untuk berlaku zuhud dan beribadah.
b. Kehidupan zuhud Rasulullah, dan
c. Kehidupan zuhud sahabat dan khulafaur rasyidin

D. Pengertian Tazkiyah Al nafs


............................................................................................................................ Tazkiyatun nafs be
berasal berarti memurnikan Atau membersihkan jiwa dan menumbuhkannya
agar menjadi semakin baik Serta mengembangkan potensi baik bagi jiwa
manusia. kita dapat membersihkan jiwa dengan cara memperbanyak ibadah
dan amal kebaikan dan meninggalkan perbuatan-perbuatan tercela.
Membersihkan segala jenis kotoran secara lahiriah terdapat 2 jalan,
berikut membersihkan badan dari segala kotoran dan najis yang menempel
dengan cara tayammum,wudhu, dan mandi jinabah.sedangkan apabila
seseorang terkontaminasi sesuatu yang haram, syubhat,dan makruh baginya
baik berupa harta, makanan,dan tahta, dianjurkan kepada seseorang tersebut
melakukan puasa Sunnah dengan niat membersihkan segala jenis kotoran
tersebut dan harus memakan makanan yang halal lagi baik untuk dirinya,
maksud baik disini dengan cara tidak memudharatkan diri.17
Al Ghazali mengatakan bahwa nafsu pokok yang terdapat pada
manusia itu ada dua macam, yaitu nafsu mempertahankan diri dan nafsu
mempertahankan jenis , maksud dari nafsu mempertahankan diri dan nafsu
mempertahankan jenis adalah 2 pokok tersebut mempertahankan mulut dan
mempertahankan kemaluan. disini maksud mulut tersebut Dinisbahkan kepada
pertahanan diri dan kemaluan dari dua jenis nafsu tersebut terbagi pula kepada
beberapa macam yaitu, an nafsul amarah, an nafsul mulhimah,an nafsul
lawwamah dan an nafsul al-muthmainnah18.
Berikut penjelasan nafsu tersebut:

17
Zulham syarzain, epistemologi tasawuf.
18
Konsep tazkiyah Al nafs,kitab ihya ‘ulumuddin,karya imam Al Ghazali
11

 An nafsul amarah adalah nafsu yang mendorong manusia kepada


kejahatan.
 Nafsul mulhimah adalah nafsu yang cenderung selalu ilhami seseorang
untuk memindahkan kesenangannya melakukan perbuatan baik
menuju perbuatan jahat.
 Nafsu lawwamah adalah nafsu yang apabila telah melakukan
perbuatan tidak baik atau merugikan orang lain cenderung dia
menyesali perbuatannya.
 Nafsul Muthmainnah adalah nafsu yang cenderung melakukan
kebaikan dan taat beribadah kepada Allah pula.

A...........................................................................................................t taftazani Al Ghazali ju


diumpamakan sebuah kaca,dan yang menjadikan hati menjadi buram adalah
syahwat badan,oleh karena itu melakukan ketaatan kepada Allah dan
memalingkan diri dari tuntutan syahwat adalah sesuatu yang dapat membersihkan
hati. Dan diartikan juga sebagai suatu upaya pembersih penyucian dan penyehatan
jiwa manusia dan sifat-sifat yang baik melalui ibadah kepada Allah sesuai dengan
aturan syariah dan dengan penuh keikhlasan19 .

E. Metode Ilmu Tasawuf dalam Menjalanjakan Tazkiyah Al nafs


ilmu tasawuf ada tiga macam metode dalam melaksanakan Tazkia Al nafs
yaitu metode takhalli metode tahlili dan metode tajalli kegiatan ini merupakan
sebuah rangkaian proses yang berhubungan dan harus dilakukan secara berurutan
dimulai dari metode yang pertama.
Berikut penjelasan metode-metode tersebut:
 TAKHALLI,yaitu membersihkan diri dari sikap dan sifat yang mengikuti
nafsu yang membawa kepada dosa.
 TAHALLI,yaitu pembersihan kembali jiwa yang bersih dengan sifat-sifat
terpuji kebiasaan jelek yang telah ditinggalkan diganti dengan kebiasaan

19
Abu Wafa Al gharim at taftazani tasawuf Islam: telaah historis dan perkembangannya.hall, 171.
12

baik melalui latihan yang berkesinambungan sehingga terciptanya


kepribadian yang membiasakan akhlakul karimah.
 TAJALLI, merupakan kondisi dimana tersingkapnya tabir antara manusia
dengan Allah jika manusia sudah pada tahap tajalli ini maka seluruh amal
perbuatannya semata-mata hanya karena kecintaannya kepada Allah.

F. Tujuan Mempelajari Tazkiyah Al nafs


......................................................................................................................... Tujuan mempelajari ta
model yang digunakan oleh suatu lembaga pendidikan dalam rangka melahirkan
pemimpin yang suci jiwanya yang dirumuskan dalam model pendidikan
kepemimpinan berbasis kepemimpinan yang terdiri dari perencanaan pelaksanaan
hasil dan evaluasi pendidikan ke pendidikan berbasis takziah.
Selain untuk menjadikan manusia supaya mempunyai kualitas keimanan
dan ketaqwaan yang baik. juga untuk menjadikan manusia berakhlak mulia
terhadap sesama maupun terhadap lingkungan. dengan demikian melalui takziah
al-nafs ini diharapkan manusia bisa menjadi manusia yang berkualitas Baik dari
sisi jasmani maupun rohani.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas tentang perngertian tasawuf dan tazkiyah Al nafs yaitu
ilmu pengetahuan yang mempelajari cara bagaimana orang dapat berada sedekat
mungkin dengan Tuhannya. Selain itu, tasawuf dapat menjadikan agama lebih
dihayati serta dijadikan sebagai suatu kebutuhan bahkan suatu kenikmatan.
Tazkiyah Al nafs adalah penyucian jiwa dari segala perbuatan kotor atau tidak
suci serta menghiasi jiwa dengan perbuatan-perbuatan yang terpuji.
Sejarah tasawuf, terdapat masa atau tahapan yang terjadi terhadap ilmu
Tasawuf, beberapa masa tersebut adalah masa pembentukan, pengembangan,
konsolidasi, falsafi dan masa pemurnian. Dan juga terdapat berbagai sumber yang
menjadi landasan dasar dalam menjalani tasawuf
Konsep dan metode-metode tazkiyah al-nafs baik menurut al-ghazali yang
dikutip dari beberapa buku beliau dan ada pula dari beberapa artikel lainnya dapat
disimpulkan bahwa, konsep tazkiyah Al nafs tersebut pada hakikatnya nya adalah
konsep tazkiyah dalam Islam karena ajaran-ajaran tersebut berlandaskan Alquran
dan as-sunnah. konsepnya begitu luas dan mencakup seluruh aspek kehidupan.
dan pula didasarkan atas ajaran ibadah, akhlakul karimah dan lain sebagainya.
Konsep tazkiyah Al nafs menurut al-ghazali tidak hanya terbatas pada
beberapa pengertian saja akan tetapi mencakup juga ajaran ibadah dan akhlakul
karimah, atau penyucian diri dari sifat- sifat kebuasan, dan kebinatangan akan
tetapi juga pembinaan dan pengembangan jiwa dengan sifat-sifat terpuji. Dalam
ilmu tasawuf juga memiliki beberapa metode dalam pelaksanaan Tazkiyah al-nafs
yaitu metode takhalli,metode tajalli dan metode tajalli. metode-metode ini
merupakan sebuah rangkaian proses yang berhubungan dan tidak lupa pula untuk
dilaksanakan secara berurutan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Permadi, 2004. Pengantar Ilmu Tasawuf. Jakarta : PT.RINEKA CIPTA,


(anggota IKAPI).
Tohir, Moenir Nahrowi. 2012. Menjelajahi Eksistensi Tasawuf, Meniti
Jalan Menuju Tuhan. Jakarta : PT. As-Salam Sejahtera
Syukur, Amin. 1999. Menggugat Tasawuf:sufisme dan tanggung jawab
sosial abad 21.Yogyakarta : PUSTAKA PELAJAR
Syukur, Amin; dan Masyharuddin. 2002. Intelektualisme Tasawuf, Studi
Intelektualisme Tasawuf Al-Ghazali. Yogyakarta : PUSTAKA
PELAJAR (anggota IKAPI).
Page 2 Mohammad Muchlis solichin tadris. Vol, 4. No,1. 2009.
Zulham syarzain, epistemologi tasawuf.
Abu Wafa Al gharim at taftazani tasawuf Islam: telaah historis dan
perkembangannya.hal, 171.
A.F. Jaelani.penyucian jiwa dan kesehatan mental
(Jakarta:Amzah,2000),56.
Konsep tazkiyah Al nafs,kitab ihya ‘ulumuddin,karya imam Al Ghazali

14

Anda mungkin juga menyukai