Anda di halaman 1dari 18

ILMU TASAWUF

Makalah Sejarah Peradaban Islam 1

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas terstruktur


Pada Mata Kuliah Sejarah Peradaban Islam 1

Dosen Pengampu:
Drs. H.Imang S. Winata, MBA., MA.
oleh kelompok 7 :

Amanda Nurul Wardah


Delia Husnul Khatimah
Ica Napisah
Muhammad Lutfi Alfarizi
Putri Anisah
Rostandi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-AZHARY CIANJUR
Jl. Haji Askio (KH. Abdullah Bin Nuh) Telp./Fax. (0263) 262200 Panembong
Cianjur
TAHUN AJARAN 2021 M/1442 H
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa kami dapat
menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Ilmu Tasawuf”. Dalam pembuatan
makalah ini, kami mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada
kesempatan ini kami dapat mengucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya
kepada seluruh pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu telah membantu
pembuatan makalah ini.

Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca dan penulis
pada khususnya dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak
kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi. Untuk itu
kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat kami harapkan
demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Cianjur, 04 Mei 2021

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... I
DAFTAR ISI................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 1
C. Tujuan .................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 2
A. Pengertian Ilmu Tasawuf...................................................................... 2
B. Sumber Ajaran Tasawuf....................................................................... 2
C. Aliran Tasawuf..................................................................................... 3
D. Tujuan Tasawuf.................................................................................... 5
E. Makna Dekat Dengan Allah SWT........................................................ 6
F. Ruang Lingkup Tasawuf....................................................................... 10
BAB III PENUTUP......................................................................................... 13
A. Kesimpulan........................................................................................... 13
B. Saran..................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Berlakang
Dalam kehidupan yang penuh dengan teknologi berkembang saat ini,
manusia semakin mengetahui sesuatu hal yang belum diketahui oleh para
pendahulunya melalui teknologi yang diciptakannya. Jika kita pikirkan
sejenak, terlintas di benak kita kekuasaan serta keagungan Tuhan yang Maha
Esa dan begitu kecil dan terbatasnya pengetahuan kita tentang ciptaan-Nya.
Atas dasar tersebut, kita sebagai makhluk ciptaan-Nya harus mencintai dan
mengabdikan diri kepada Allah swt. Dengan kedua hal tersebut kita dapat
selalu berada didekat-Nya.Tasawuf merupakan ilmu pengetahuan yang
mempelajari cara bagaimana orang dapat berada sedekat mungkin dengan
Tuhannya. Selain itu, tasawuf dapat menjadikan agama lebih dihayati serta
dijadikan sebagai suatu kebutuhan bahkan suatu kenikmatan. Pada
perkembangannya, tasawuf yang berorientasi ke arah pertama sering disebut
sebagai tasawuf akhlaqi. Ada yang menyebutnya sebagai tasawuf yang
banyak dikembangkan oleh kaum salaf. Adapun tasawuf yang berorientasi ke
arah kedua disebut sebagai tasawuf falsafi. Tasawuf ini banyak
dikembangkan para sufi yang berlatar belakang sebagai filosof di samping
sebagai sufi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Ilmu Tasawuf?
2. Apa tujuan dari Ilmu Tasawuf?
3. Ruang Lingkup Ilmu Tasawuf?
C. Tujuan
1. Untuk memahami Ilmu Tasawuf
2. Untuk Menjawab pertanyaan seputar Ilmu Tasawuf
3. Dapat mendefinisikan dan memaknai Ilmu Tasawuf

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu Tasawuf


Barmawie Umarie, mengatakan bahwa belum ada yang menggoyahkan
pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf itu berasal dari wazan (timbangan)
tafa’ul, yaitu: tafa’ala-yatafa’alu-tafa’ulan dengan imbangannya, yaitu
tashawwafa-yatashawwafu-tashawwufan.
Barmawie Umarie lebih lanjut menegaskan bahwa tasawuf dapat
berkonotasi makna dengan “tashawwafa al-Rajulu”, artinya: seorang laki-laki
telah men-tasawwuf. Maksudnya, seorang laki-laki telah pindah dari
kehidupan biasa menuju kehidupan sufi. Apa sebabnya? Sebab para sufi, bila
telah memasuki lingkungan tasawuf, mereka mempunyai simbol-simbol
pakaian dari bulu, tentunya belumlah wol, melainkan hampir-hampir
menyamai goni dalam kesederhanaannya.
Ilmu tasawuf adalah ilmu yang mempelajari usaha membersihkan diri,
berjuang memerangi hawa nafsu, mencari jalan kesucian dengan ma’rifat
menuju keabadian, saling mengingatkan antara manusia, serta berpegang
teguh pada janji Allah dan mengikuti syari’at Rasulullah dalam mendekatkan
diri dan mencapai keridhaan-Nya, (Harun Nasution, 1992: 58)
B. Sumber Ajaran Tasawuf
Mereka yang menyatakan tasawuf bersumber dari luar islam, apkah dari
Persia, hindu, Nasrani, filsafat Yunani dan atau dari sumber lainnya,
mendasarkan pendapatnya hanya karena adanya kesamaan tipologinya
belaka. Pendapat yang demikian nampaknya tidak jujur dan objektif. Untuk
dapat dibenarkan adanya hubungan interaksi historis antara satu nilai dengan
nilai lainnya, haruslah dapat dibuktikan adanya kontak yang real antara
keduanya.
Memang satu hal adalah jelas, bahwa tasawuf merupakan masalah yang
sangat kompleks karena ia termasuk dalam jajaran mistisme, sehingga hampir
tidak bisa diberi jawaban yang dapat memuaskan semua pihak. Akan tetapi

2
sepanjang penelitian, dapat dipastikan bahwa sumber asas tawasuf adalah
islam, sehingga ia digolongkan sebagai salah satu aspek kebudayaan islam
yang khas.
Dasar – dasar Tasawuf sudah ada sejak datangnya agama islam, hal ini
dapat di ketahui dari kehidupan Nabi Muhammd SAW. Selama periode
makiyyah, kesadaran spiritual Rasulullah SAW. Adalah berdasarkan atas
pengalaman – pengalaman mistik yang jelas dan pasti, sebagaimana
dilukiskan dalam al-qur’an surat An-Najm ayat 11 – 13, Surat At – Takwir
ayat 22 – 23. Sebagai salah satu ayat yang menyangkut aspek moralitas dan
asketisme sebagai salah satu masalah prinsipal dalam tasawuf, karena
manusia memiliki sifat baik dan jahat, sebagaimana di nyatakan dalam al-
qur’an Surat Asy-syams ayat 8 – 9 dan Surat Yusuf ayat 53 berdasarkan ayat
– ayat tersebut ayat yang senada dalam tasawuf di konsepkanlah teori
Tazkiyyah Al – nafs atau penyucian jiwa. Proses penyucian itu melalui dua
tahap, yakni pembersihan jiwa dari sifat – sifat jelek yang disebut takhalli.
Tahap awal dimulai dari pengedalian dan penguasaan hawa nafsu, dan
Adapun orang – orang yang takut pada kebesaran Tuhanya dan menahan diri
dari hawa nafsunya maka surgalah tempat tinggalnya.
Konsepsi Alhubb dan ma’rifat, adalah juga ajaran pokok dalam tasawuf
yang mereka dasarkan pada al-qur’an, sementara konsep al – ma’rifat yang
dicapai melalui takwa, akhlakulkarimah dan melalui ilham, mereka dasarkan
pada firman Allah SWT. Melalui penggabungan konsep – konsep tasawuf
dengan teori – teori filsafat dan mereka analisis melalui metode
penggabungan, terkonsepsilah doktrin kesatuan wujud dalam berbagai
pareasi.
Seandainya semua pengertian psikis serta moral maupun konsep – konsep
lainya yang dipergunakan sufi berdasarkan rujukan al-qur’an. Yang di
kembangkan berdasarkan kehidupan nabi dan para sahabatnya.
C. Aliran Tasawuf
Berdasarkan hampiran ini,tasawuf dikelompoka 3 aliran induk, yaitu;
tasawuf akhlaki, yang lebih berorientasi etis, tasawuf amali yang lebih

3
mengutamakan intensitas dan ekstensitas ibadah agar diperoleh penghayatan
spiritual dalam beribadah, pembidangan ketiga adalah tasawuf falsafi yang
bermakna mistik metafisis. Aliran pertama masih memberikan garis pemisah
atau pembeda antara Manusia dan Tuhan, sedangkan aliran kedua
berpendapat bahwa garis pemisah itu dapat dihilangkan sehingga manusia
dapat menunggal dengan tuhan karena ada kesamaan esensi antara keduanya.
Tipe tasawuf ini kemudian disebut tasawuf Syi’i dan tipe pertama disebut
tasawuf Sunni. Apabila konsep yang dipandang telah menyimpang dari
prinsip – prinsip islam, maka ia dikelompokan kepada tasawuf Syi’i,
sebaliknya apabila ajaran taswuf ini masih dalam garis – garis islam, itulah
yang disebut tasawauf Sunni.
Dalam ilmu tasawuf, terminology tarekat tidak hanya berarti metode
tertentu atau jalan yang dapat mengantarkan seseorang agar berada sedekat
mungkin dengan tuhan, tetapi ia juga bermakna segenap ajaran islam adalah
tarekat menuju perjumpaan dengan tuhan. Tarekat dalam termonologi tasawuf
adalah gaya yang ditempuh seorang sufi dalam memahami, menghayati dan
mengamalkan seluruh aspek ajaran islam. Sedangkan tarekat sebagai
Lembaga atau Pranata keagamaan adalah suatu sistem atau jalinan yang
integral dari berbagai unsur.
Apabila dibandingkan antara konsep konsep taswuf sunni dan tasawuf
falsafi,ditemukan sejumlah kesamaan yang prisipil dismping perbedaan –
perbedaan yang cukup mendasar.kedua aliran sama sam mengakui ajaran nya
bersumber dari al – qur’an dan sunnah serta sama - sama mengamalkan islam
secara kosekkuen. Perbedaan yang jelas antara kedua aliran ini, Nampak nya
terletak pada tujuan “antara” yakni maqom tertingggi yang dapat di capai
seorang sufi. Sedangkan pada aspek tujuan akhirnya, kedua aliran sama sama
ingin memperoleh kesamaan yang haqiqi,kebahagiaan yang bersifat spiritual.
Dimaksud dengan tujuan “antara”adalah tercipta nya komunikasi langsung
antra sufi dengan tuhan dalam posisi seakan tiada jarak lagi antara kedua nya.
Nampaknya, terjadinya perbedaan itu bersumber dari perbedaan
kecenderungan dan minat terhadap pemikiran – pemikiran spekulatif filsafat.

4
Tasawuf suni kurang memperhatikan ide- ide spekulatif karena mereka sudah
merasa puas dengan argumentasi yang bersifat naqli agamawi. Barangkali
karena sikap ortodoksi dan kesederhanaan berfikir kelompok ini, maka
kehadirannya dapat diterima oleh umumnya ulama ahlus sunnah, hal ini
menjadi salah satu sebab penamaan aliran ini dalam tasawuf sunni. Apabila
dilihat dari aspek materi kajian dan proses pencapaian sasaran antara, tasauf
sunni dapat dibedakan kepada tasawuf akhlaki dan tasauf amali berbeda
dengan tasauf falsafi kelompok ini justru sangat gemar terhadap ide-ide
spekulatif karena kebanyakan sufi aliran ini memiliki pengetahuan yang
cukup dalam tentang lapangan filsafat. Dengan kegemaran berfilsafat itu,
mereka menampilkan argumen-argumen yang kaya dan luas tentang ide-ide
ketuhanan dalam metafisis yang menurut keyakinan mereka masih relvan
dengan nilai-nilai al-quran dan sunah dengan demikian, nampaknya
perbedaan dan sebab penamaan itu tidak terletak pada menyimpang atau tidak
nya dari ajaran islam atau karena perbedaan nilai, tetapi perbedaan itu
hanyalah bersifat instrumental belaka, yakni system pemecahan masalahnya.
Disatu pihak membatasi diri hanya menggunakan landasan naqli, sedangkan
dipihak lainnya menggunakan alat bantu yang bersifat aqli filsafat, baik
filsafat timur maupun filsafat belahan dunia barat.
D. Tujuan Tasawuf
Adapun tujuan dari Tasawuf, yaitu: pertama, tasawuf yang bertujuan untuk
pembinaan aspek moral. Aspek ini meliputi mewujudkan kestabilan jiwa
yang berkeseimbangan, penguasaan dan pengendalian hawa nafsu sehingga
manusia konsisten dan komitmen hanya kepada keluhuran moral. Kedua,
tasawuf yang bertujuan untuk ma’rifatullah melalui penyingkapan langsung
atau metode al-kasyf al-hijab. Tasawuf ini sudah bersifat teoritis dengan
seperangkat ketentuan khusus yang diformulasikan secara sistematis analitis.
Ketiga, tasawuf yang bertujuan untuk membahas bagaimana sistem
pengenalan dan pendekatan diri kepada Allah SWT secara mistis filosofis,
pengkajian garis hubungan antara tuhan dengan makhluk, terutama hubungan
manusia dengan tuhan dan apa arti dekat dengan tuhan.

5
Dapat dirumuskan bahwa, tujuan akhir dari sufisme adalah etika murni
atau psikologi murni dan atau keduanya secara bersamaan, yaitu: (a)
penyerahan diri sepenuhnya kepada kehendak mutklak Tuhan, karena Dialah
penggerak utama dari semua kejadian dialam ini; (b) penanggalan secara total
semua keinginan pribadi dan melepas diri dari sifat-sifat jelek yang berkenaan
dengan kehidupan duniawi – teresterial – yang diistilahkan sebagai “fana al-
ma’asi dan baqa al-ta’ah”; dan (c) peniadaan kesadaran terhadap “diri
sendiri” serta pemusatan diri pada perenungan terhadap Tuhan semata, tiada
yang dicari kecuali Dia. Ilahi anta maksudi wa ridhaka mathlubi.
E. Makna Dekat Dengan Allah SWT
Selama hidupnya yang pendek, manusia dengan cermat mengamati
perubhan – perubahan yang terjadi baik pada dirinya maupun pada dunia
sekitarnya. Nampaknya tiada sesuatu yang tetap, segalanya silih berganti.
Geark kehidupan seakan tak pernah berhenti antara kedukaan dan
kegembiraan, kemudahan dan kemudahan, kemurahan dan kemurkaan,
kecintaan dan kebencian. Yang tak berguna lenyap suatu saat, tetapi tumbuh
kesegaran dilain tempat. Orang-orang yang dikaruniai akal sehat dan cermat
dan atau mereka yang memiliki kepekaan spiritual, menyadari dan memahami
perubahan yang terjadi ada keterpautan dan saling ketergantungannya satu
sama lain. Mereka menyadari ketidakmampuannya untuk belajar tanpa yang
lainnya karena kekurangan yang ada padanya, sehingga terjadi saling
ketergantungan kepentingan.
Perjalanan pikiran, pengamatan dan transendensi spiritual berujung pada
pencarian “sesuatu” yang bebas dari dimensi waktu, bebas dari perubahan dan
ketergantungan. Adakah yang “adanya” bebas dari ketergantungan sehingga
tidak membutuhkan sesuatu yang lain dari dirinya. Dorongan keinginan dan
kebutuhan pada “sesuatu” yang bebas itu, berjalan secara gradual seirama
dengan tingkat kecerdasan dan ketajaman intuisi manusia itu sendiri. Pada stu
masa, manusia memanfaatkan apa saja yang dianggapnya bisa dijadikan
media yang dapat mengantarkan kepada “sesuatu” yang adi kodrati. Bahkan
tidak jarang terjadi, manusia menjadikan sesuatu benda yang justru lebih

6
rendah martabatnya dari dirinya sendiri sebagai tempat meminta apa yang
didambakannya.
Untuk menghindari kesalahan akal pikiran dan perasaan dalam pencarian
“sesuatu” yang adi kodrati itu, maka Nabi Muhammad SAW ditugaskan
untuk menyampaikan pesan agama Islam kepada umat manusia yang
merupakan “chef d’oeuvre” alam. Pesan itu dengan tegas menyatakan, bahwa
manusia tidak wajar menempatkan sesuatu yang lebih rendah darinya sebagai
sesembahan. Satu-satunya yang layak dan seharusnya dipuja dan disembah,
hanyalah yang memiliki kesempurnaan dan kekuasaan mutlak, pencipta dan
pengatur dari segala perubahan, penyebab dari segala yang ada. Islam melalui
Al-qur’an mengajarkan, yang layak disembah hanyalah Allah yang Maha Esa,
tiada Tuhan yang patut disembah kecuali Dia, yang Pengasih, Pemurah dan
Penguasa Tunggal. Dalam fungsinya sebagai “hudan lil muttaqin”, Al-quran
memiliki gaya bahasa yang unik, sehingga dapat dipahami setiap orang sesuai
dengan tingkat kecerdasannya masing-masing bahkan dalam banyak hal, ayat
Al-quran mengandung makna ganda (mutasyabihat) yang memungkinkan
untuk terjadinya pluralitas pemahanan diantara manusia ini ada yang
cenderung memahami ayat-ayat Allah secara rasional namun tidak sedikit
pula orang yang berupaya mencari rahasia kebenaran melalui pendekatan
eroteris spiritual atau pengalaman intuisi. Diantara ayat Al-quran yang
terpenting adalah penegasan kepada seluruh umat manusia agar menyembah
hanya kepada Allah semata.
Hasrat mendekati diri kepada Allah, adalah diantara faktor yang
memotivasi tumbuh dan berkembangnya kajian “ittishal” dalam sufisme
konsep-konsep tentang dapatnya manusia mengadakan kontak langung
dengan Tuhan secara rohaniah, mencapai klimaksnya sekitar abad ke-8 H
sebagai perkembangan lanjut dari konsepsi Al-Fana. Doktrin Al-fana adalah
proses “peniadaan” diri dan “peleburan” diri kedalam kehendak Tuhan, baik
dalam pengertian simbolis, atributis dan atau figurative. Dalam kondisi fana,
seorang sufi akan mengucapkan kata yang tak selalu menunjukkan arti

7
lahiriyah, karena yang ia ucapkan itu adalah apa yang ia rasakan, ucapan ini
disebut syathahat.
Dengan landasan pikir yang demikianlah sofisme menerjemahkan arti
dekat dengan Allah setidaknya kepada tiga konsepsi, yakni; (1) "melihat" dan
merasakan kehadiran Allah melalui Anwar al-bashirah atau mata hati yang
menghasilkan ma'rifat Al-Haqq dan atau hub al-illahi; (2) perjumpaan
langsung yang disebut secara simbolis Anwar al-muwajahah, yakni kehadiran
lahiriyah Tuhan atau wahdat as-syuhud; (3) latihan atau manunggaling
kawula Gusti, penyatuan manusia dengan Tuhan melalui fana.
Ma'rifat ta'rif adalah Allah mengenalkan diri kepada manusia melalui
fenomena alam empiris, sedangkan ma'rifat khawash, pengenalan Tuhan
melalui fenomena alam raya ini. untuk sampai pada tingkat kepakaran yang
demikian, bermula dari merasakan kehadiran Tuhan pada fenomena alam
(muraqabah nazhari) melalui kasy al-kauni atau muraqabah al-khalq yang
kemudian meningkat pada muraqabah Al-Haqq, kesetaraan bersama Allah.
kefahaman sufisme yang demikian didasarkan pada ayat Quran yang
berdedikasi kearah makna yang demikian cukup banyak ditemukan ayat yang
ke dalam Alquran. untuk upaya aktualisasi isyarat-isyarat Alquran tentang
kedekatan manusia dengan Allah ada beberapa ajaran sufisme yang
terpenting, yaitu:
a. Al-Hubb al-illahi
Kecintaan dan kerinduan kepada Allah, adalah salah satu simbol
yang disukai sufi untuk menyatakan rasa kedekatannya dengan Allah,
yang pertama kali diperkenalkan oleh Rabiah Al-Adawiyah (w. 185 H).
Ajaran ini kemudian dikembangkan oleh Ibn Al-Farabi (w. 632 H) dan
Jalaluddin Rumi (w. 672 H). Untuk mencerahkan makna cintailah ini
secara lebih informatif, terkesan sulit karena hal itu berarti mencoba
menjelaskan apa yang dirasakan orang lain. Namum Al-Ghazali berusaha
untuk ikut merasakan model cinta Rabiah ini dengan komentarnya,
barangkali yang dimaksud dengan cinta itu ialah cinta yang tumbuh
karena karunia Allah.

8
b. Wahdat as-Syuhud
Berbeda sedikit dengan cinta ilahi model Ibn Al-Faridl, karena
menurutnya, cinta kepada Allah adalah kehidupan itu sendiri. Sebab,
cinta adalah perasaan yang asri dan luhur yang bersinar dalam diri
manusia. Dia katakan cinta dalam kehidupan, maksudnya ialah, qalbu
harus selalu terisi dengan rasa cinta kepada Allah, cinta adalah daya
qalbu. Apabila hubungan qalbu terputus dengan kasih Allah, maka qalbu
akan mati karena kehilangan dayanya. Kehidupan tanpa cinta adalah
kematian, kematian karena cinta adalah kehidupan. Orang yang tidak
memiliki rasa cinta kepada Allah berarti ia telah mati, nilai kehidupan
terletak pada rasa cinta kepada Allah. Kalau Rabiah mencintai Allah
adalah agar Allah mencintainya, karena dengan demikian Rabiah
merasakan Allah dalam qalbunya yang pada gilirannya ia merasakan
kedekatannya dengan Allah. Tetapi ternyata Ibn Al-Faridl belum merasa
puas Kalau hanya merasa "dekat" dengan Allah namun ia mendambakan
kemanunggalan nya dengan yang dicintai. Ia mencari kedekatan itu
sampai pada titik "menyatu" antara yang mencintai dengan yang dicinta.
Ibn Al-Faridl berangkat dari taqarrub sebagai kontak langsung dengan
Tuhan, karena pada fase ini tabir yang membatasi manusia dengan Allah
masih ada. Hubungan yang lebih dekat akan terjadi sesudah meningkat
pada fase al-mukasyafah, yakni tersingkapnya tabir antara manusia
dengan Allah. Seluruh jiwa dan kesadaran telah penuh terisi dengan cinta
ilahi, sehingga yang dirasakan, yang dihayati dan yang dilihat bukanlah
cinta tetapi diri yang di cinta. Dalam kondisi mistis yang demikian
menggunakan ungkapan "ana" (saya) untuk dirinya dan "anta" (anda)
untuk Tuhan. dengan demikian terlihat apa yang dimaksud Ibn Al-Faridl
dengan bersatu atau manunggal adalah hilangnya segala kemampuan
ekspresinya untuk merasakan dan menyadari dirinya, yang ia sadari dan
ia lihat hanya Allah. Dekat dengan ungkapan bersatu di sini nampaknya
bersifat figuratif sedangkan hakikinya adalah wahdat as-syuhud.
c. Al-mukasyafah

9
Yakni penangkapan langsung terhadap objek (Tuhan) karena telah
tersingkapnya segala penghalang antara manusia dan Tuhan. kondisi
mistis seperti ini memungkinkan seseorang untuk secara langsung
melihat dan merasakan objek nya sehingga ia merasa menyatu dengan
objek itu.
F. Ruang Lingkup Tasawuf
Isi dari keseluruhan pembahasan ilmu tasawuf, secara garis besar terbagi
ada dua wilayah. Wilayahpertama adalah wilayah usaha hamba dalam
membersihkan hati dan penyakit-penyakit hati dan dosa (tazkiyah an-nafs)
serta usaha menghiasi batin dengan sifat-sifat Allah yang mulia, baik, dan
sempurna melalui zikir kepada Asma-asma-Nya (tashfiyah al-qolb).
Keduanya masuk ke dalam proses Makasib (usaha atau ikhtiar).
Wilayah kedua adalah anugerah-anugerah Allah SWT yang diberikan
kepada hamba-Nya sebagai bukti penerimaan Makasib hamba dan merupakan
karunia Allah yang jika dibandingkan dengan usaha hamba yang telah
dilakukannya itu maka sangatlah jauh bandingannya. Wilayah ini disebut
Mawahib (pemberian atau anugerah illahi).
a) Usaha (Makasib)
Dalam memasuki wilayah makasib, seseorang harus menempuh dua
proses dengan konsisten di bawah bimbingan seorang Mursyid, yaitu
mujahadah an-nafs (mendidik hawa nafsu) dan riyadhoh ruhiyah (melatih
jiwa).
Dalam surat Asy-Syams ayat 8 disebutkan :

Artinya: " maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan
dan ketakwaannya".
Ayat ini memberikan pemahaman bahwa manusia diberikan dua potensi
yang seimbang berupa nafsu dan hati. Nafsu adalah media bisikan negatif
yang mengarah kepada dimensi biologis, sedangkan hati adalah media
datangnya dorongan positif yang mengarah kepada dimensi rohani.

10
Sifat fujur yang terdapat pada diri manusia ada dalam dua bentuk, yaitu
an-nafs (keegoan) dan syahwat (keinginan nafsu yang mengarah kepada
kebutuhan biologisnya).
Unsur kedua manusia setelah nafsu adalah rohani. Sifatnya mencari
kebenaran (Ke-Tuhan-an). Potensi ini jika dibiarkan bisa mati atau tidak
sempurna. Unsur rohani ini seharusnya digali melalui riyadhoh dzikir,
menyambungkannya dengan Allah SWT.
Menurut Syekh Ismail dalam Tashawuf il Syi'ril Arab, tujuan wushul
(tersambung) kepada Allah melalui dua proses yaitu mujahadah dan
riyadhoh yang istiqomah. Proses ini kemudian oleh para ahli tasawuf
disebut dengan Ath-Thariqah. Maka dalam Thariqah senantiasa ada dua
proses besar, yaitu mujahadah dan riyadhoh yang dibimbing oleh Mursyid.
Dengan hati yang telah di tempat tersebut segala perintah Allah
walaupun akhir akan ditegakkan dengan penuh kesadaran hati. dan apapun
larangan Allah walaupun manis dan banyak digandrungi oleh manusia akan
mampu menghindarinya. intinya buah dari mujahadah dan riyadhoh adalah
menghasilkan hamba-hamba yang tunduk kepada Allah.
Para sahabat berani berkorban meskipun pahit apa yang ia lakukan.
Senyawa satu-satunya dipertaruhkan di medan perang. Karena jiwanya telah
dibimbing oleh Rasulullah SAW melalui proses mujahadah dan riyadhoh.
Tindakannya dilakukan dari kesadaran hati yang paling dalam.
Dengan melakukan mujahadah dan riyadhoh yang terbimbing maka hawa
nafsu menjadi terkendali, qalbu sebagai penggerak (menuju kepada Allah)
mendominasi hati, dalam kondisi ini posisi hati dikatakan sebagai raja (bagi
nafsu).
Proses mujahadah dan riyadhoh merupakan bentuk aplikasi ajaran Islam
yang tertuang dalam ilmu tasawuf. Ketika umat menjauhi proses mujahadah
dan riyadhoh maka akan terjadi terus penyimpangan-penyimpangan moral
atau sosial, tindakan anarkis, melawan hukum, tindakan-tindakan biadab
dan sebagainya.

11
Demikian lengkap ajaran Islam hingga memperhatikan aspek batin selain
jasmani. Dengan melaksanakan dua proses ini akan memunculkan pribadi-
pribadi yang menjalankan peranan khalifah di muka bumi. Merekaakan
mampu menjalankan amanah menyebarkan rahmat dan kebaikan, sehingga
Allah turunkan keberkahan di muka bumi.
b) Anugerah Ilahiyah (Mawahib)
Mawahib menurut ahli-ahli tasawuf diartikan dengan "Anugerah yang
masuk ke dalam hati tanpa ada kasab (usaha) berupa keterbukaan rahasia-
rahasia Zat dan cahaya-Nya"
Dari definisi ini jelas bahwa mawahib itu anugerah ke dalam hati,
sehingga apabila di tuangkan dalam tulisan atau diucapkan dalam kata-kata
maka akan menjadi semerawut. Bisa jadi kemungkinan akan menimbulkan
fitnah atau salah persepsi. Seperti halnya anugrah ketika hamba merasakan
dekatnya Allah melebihi urat lehernya sehingga terasa yang maujud adalah
Allah SWT. Hal ini ketika diungkapkan menjadi istilah wahdatul wujud.
justru ketika diistilahkan wahdatul wujud menimbulkan pertentangan dari
orang-orang yang tidak pernah merasakannya.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam makalah ini kami membahas pngertian dari Ilmu Tasawuf
berdasarkan pemikiran para tokoh yang mendefinisikan Ilmu Tasawuf. Dalam
garis besarnya Ilmu Tasawuf adalah Proses Mendekatkan Diri Kepada Allah
SWT.
Didalam aliran Tasawuf dikelompokan menjadi tiga aliran induk yaitu :
Tasawuf Akhlaki yang lebih berorientasi etis, Tasawuf Amali yang lebih
mengutamakan intensitas dan ektensitas, kemudian yang ketiga Tasawuf
Falsafi yang bermakna mistik metafisis.
Tujuan Tasawuf sendiri adalah yang pertama, Tasawuf bertujuan untuk
pembinaan aspek moral, kedua, Tasawuf yang bertujuan untuk ma’rifatullah
melalui penyikapan atau metode Kasyf al-hijjab.
Isi dari keseluruhan pembahasan ilmu tasawuf, secara garis besar
terbagi ada dua wilayah. Wilayahpertama adalah wilayah usaha hamba dalam
membersihkan hati dan penyakit-penyakit hati dan dosa (tazkiyah an-nafs)
serta usaha menghiasi batin dengan sifat-sifat Allah yang mulia, baik, dan
sempurna melalui zikir kepada Asma-asma-Nya (tashfiyah al-qolb).
Keduanya masuk ke dalam proses Makasib (usaha atau ikhtiar).
Wilayah kedua adalah anugerah-anugerah Allah SWT yang diberikan
kepada hamba-Nya sebagai bukti penerimaan Makasib hamba dan merupakan
karunia Allah yang jika dibandingkan dengan usaha hamba yang telah
dilakukannya itu maka sangatlah jauh bandingannya. Wilayah ini disebut
Mawahib (pemberian atau anugerah illahi).

B. Saran dan Kritik


Dari pembahasan Ilmu Tasawuf yang telah kami paparkan diatas
kami juga telah mendiskusikan mengenai pembahasan Ilmu Tasawuf ini
dan mencoba menerapkannya didalam kehidupan kami sehari-hari setelah

13
tahu apa itu tasawuf dan segala ruang lingkupnya maka dari itu meneurut
kami Ilmu Tasawuf ini begitu penting bagi umat manusia dalam hal ini
khususnya bagi pemeluk agama Islam karena Intensitas nya sebagai
manusia tidak boleh luput dari ektensitas Tuhannya yakni Allah SWT.
Kemudian bersangkutan makalah ini yang telah kami kerjakan
kami juga menyadari begitu banyak kekurangan baik itu dalam hal
pembahasan ataupun kesalahan dalam penulisan maka dari itu kami akan
menyambut dengan senang hati saran dari pembaca untuk kami jadikan
pembelejaran kedepannya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Nurdin, Eep Sofwana, and M. Ud. Pengantar Ilmu Tasawuf. ASLAN GRAFIKA


SOLUTION, 2020.

https://azharnasri.blogspot.com/2016/08

15

Anda mungkin juga menyukai