Anda di halaman 1dari 20

FIQIH MAWARIS

AUL DAN RADD

Disusun oleh:
Abrar Arisyad M.ali(220106041)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH

ABSTRACT: Harta warisan adalah harta yang di tinggalkan oleh pewaris, baik harta itu sudah
di bagi atau belum terbagi atau memang tidak dibagi. Harta warisan itu dapat dimiliki oleh ahli
waris dengan ketentuan undang-undang dan adanya wasiat dari pewaris. Jika pewaris tidak
membuat wasiat tentang warisan yang di tingakan nya maka para ahli waris dapat membuat surat
keterangan waris di hadapan notaris sebagai ahli waris dari pewaris yang telah meninggal dunia
karena setiap ahli waris mempunyai hak-hak waris terhadap harta warisan yang di tinggalkan oleh
pewaris, dan dalam penelitian ini yang menjadi permasalahan apakah ahli waris yang tidak
tercantum dalam surat keterangan ahli waris dapat menerima harta warisan dan bagaimana
penerapan hukum pengadilan tinggi aceh dalam kasus harta warisan ini apakah putusan yang
tersebut itu telah sesuai dengan peraturan perundang-udangan yang berlaku.
A. Pendahuluan

Waris merupakan salah satu kajian dalam Islam yang dikaji secara khusus dalam lingkup
fiqh mawaris. Pengkhususan pengkajian dalam hukum Islam secara tidak langsung menunjukkan
bahwa bidang waris merupakan salah satu bidang kajian yang penting dalam ajaran Islam. Bahkan
dalam AL-Qur’an, permasalahan mengenai waris dibahas secara detail dan terperinci. Hal tersebut
tidak lain adalah untuk mencegah terjadinya sengketa antar anggota keluarga terkait dengan harta
peninggalan anggota keluarga yang telah mati. Ruang lingkup kajian hukum Islam terkait dengan
waris sangat luas. Di antaranya meliputi orang-orang yang berhak menerima waris, bagian-bagian
atau jumlah besaran waris, dan masih banyak lagi seperti tentang penambahan atau pengurangan
bagian waris. Orang yang berhak menerima waris, dalam konteks hukum Islam.

Dalam ranah fiqih mawaris, kewarisan orang hilang merupakan dimensi yang memerlukan
pemahaman mendalam terhadap prinsip-prinsip hukum Islam. Konsep waris mencakup bagaimana
harta pusaka diperoleh dan distribusikan sesuai ajaran agama. Namun, ketika seorang individu
menghilang, timbul pertanyaan kompleks terkait bagaimana hak warisnya diatur dalam kerangka
hukum Islam. Artikel ini bertujuan untuk mengeksplorasi pandangan fiqih mawaris terkait
kewarisan orang hilang, membahas hukum-hukum yang mengatur hal ini, dan memberlakukannya
dalam konteks nilai dan norma Islam.
B. Hukum Kewarisan Islam

a. Pengertian

Secara umum, hukum waris Islam adalah aturan mengenai peralihan harta dari seseorang
yang telah meninggal kepada ahli waris dan bagian-bagian yang diperoleh. Dalam Jurnal Ilmiah
Al Syir’ah disebutkan bahwa ahli waris adalah orang-orang yang akan menerima hak pemilikan
harta peninggalan pewaris.

Hukum kewarisan Islam merupakan satu dari sekian banyak hukum Islam yang terpenting.
Hukum warisan adalah hukumyang mengatur siapa-siapa saja orang yang bisa mewarisi dan tidak
bisa mewarisi dan tidak bisa mewarisi bagian- bagian yang diterima setiap ahli waris dan
cara-cara pembagiannya. Dalam hukum kewarisan Islam penerima harta warisan di dasarkan pada
asas Ijbari, yaitu harta warisan pindah dengan sendirinya menurut ketentuan Allah SWT Tanpa
digantungkan pada kehendak pewaris atau ahli waris. 1 Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah
sekumpulan materi Hukum Islam yang ditulis pasal demi pasal, berjumlah 229 pasal, terdiri atas
tiga kelompok materi hukum yaitu hukum kewarisan (70 pasal), hukum kewarisan termasuk wasiat
dan hibab (44 pasal) dan hukum perwakafan (14 pasal) , ditambah satu pasal

Kompilasi Hukum Islam (KHI) adalah sekumpulan materi Hukum Islam yang ditulis pasal
demi pasal, berjumlah 229 pasal, terdiri atas tiga kelompok materi hukum yaitu hukum kewarisan
(70 pasal), hukum kewarisan termasuk wasiat dan hibab (44 pasal) dan hukum perwakafan (14
pasal) , ditambah satu pasal

1
Ah. Rofiq, hukum Islam di Indonesia , jakarta : PT. Raja grafindo persada ,200

hl 356
b. Dasar Hukum waris

a. Al-Quran

1. Qs. An-nisa ayat 7

‫َصيْب ِّلر َجا ِّل‬ ِّ ‫س ۤا ِّء َو ْالَ ْق َربُ ْونَ ْال َوا ِّل ٰد ِّن تَ َر َك ِّم َّما ن‬
َ ِّ‫َصيْب َو ِّللن‬
ِّ ‫ِّم َّما ن‬
‫ْمن قَ َّل ِّم َّما َو ْالَ ْق َربُ ْونَ ْال َوا ِّل ٰد ِّن تَ َر َك‬ِّ ْ ُ‫َص ْيبًا ْ َكث ُ َر اَ ْو ه‬
ِّ ‫ن‬
ً ‫َّم ْف ُر ْو‬
‫ضا‬
Bagi laki-laki ada hak bagian harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, dan bagi
perempuan ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabatnya, baik
sedikit atau banyak menurut bagian yang telah di tetapkan.2

2
https://www.merdeka.com/quran/an-nisa/ayat-7
2. Qs. An-Nisa ayat 176

ٰ ‫َهلَ َك ْام ُرؤا اِّ ِّنْ َك ٰللَ ِّةْْال ِّفى يُ ْف ِّت ْي ُك ْم‬
‫ّللاُ قُ ِّل َي ْستَ ْفت ُ ْون ََك‬
َ ‫ف فَلَ َها ا ُ ْخت َّولَه َولَد لَه لَي‬
‫ْس‬ ُ ‫ص‬ ْ ِّ‫ْْاِّن َي ِّرث ُ َها َو ُه َو تَ َر َك اَْم ن‬
‫تَ َر َك ِّم َّما الثُّلُ ٰث ِّن فَلَ ُه َما اثْنَتَي ِّْن َكانَتَا فَا ِّْن ْ َولَد لَّ َها يَ ُك ْن لَّ ْم‬
ْ‫س ۤا ًء ِّر َج ًال ِّا ْخ َوة ً َكانُ ْوا َواِّ ْن‬ َ ‫ْالُ ْنثَ َيي ِّْن َح ِّظ ِّمثْ ُل ِّللذَّ َك ِّرَْف َّو ِّن‬
ٰ ‫ضلُّ ْوا اَ ْن لَ ُك ْم‬
‫ّللاُ يُ َب ِّي ُن‬ ٰ ‫َيء ِّب ُك ِّل َو‬
ِّ َ‫ّللاُ ْ ت‬ ْ ‫ࣖ َع ِّليْم ش‬

Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa
kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi
mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta
yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan),
jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-
saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua
saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.”3

3
https://www.liputan6.com/quran/an-nisa/176
b. Hadist

Rasulullah pun menjelaskan melalui hadits-hadits tentang hukum waris, di antaranya


sebagai berikut:

1. HR Ahmad dan Abu Daud menjelaskan harta warisan orang tanpa ahli waris diserahkan
kepada baitul mal.

2. HR Ahmad menjelaskan bahwa anak dalam kandungan juga berhak menerima warisan
setelah dilahirkan dalam keadaan hidup yang ditandai dengan tangisan kelahiran.

3. HR Al Jamaah, kecuali Muslim dan Nasa'i, menjelaskan bahwa muslim tidak berhak
menjadi ahli waris orang kafir, dan begitu pula sebaliknya.

4. HR Ahmad, Malik, dan Ibnu Majah menjelaskan bahwa pembunuh tidak berhak atas
warisan orang yang dia bunuh.

5. HR Bukhari mencontohkan pembagian harta untuk ahli waris 1 orang anak perempuan, 1
orang cucu perempuan (dari anak laki-laki) dan satu orang saudara perempuan. Nabi
membaginya kepada anak perempuan 1/2, kepada cucu perempuan 1/6 dan untuk saudara
perempuan sisanya.

6. HR Abdullah bin Ahmad juga mencontohkan pembagian harta warisan kepada dua orang
nenek perempuan, yakni 1/6 harta warisan dibagi dua. 4

4
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6921075/hukum-waris-islam-dalil-rukun-besaran-dan-tata-caranya
c. Ijma’

Para sahabat tabi’in dan tabi’in tabi,in terlah berijma atau sepakat tentang legalitas ilmu faraid dan
tidak ada seorang pun yang menyalahi ijma’ tersebut.5

d. Ijtihad sahabat

Al-Qur'an dan Hadits Rasul memang sudah merinci aturan-aturan tersebut. Namun masih ada
ijtihad ulama untuk kasus-kasus tertentu.

Misalnya bagian warisan anak yang khuntsa (anak yang berkelamin ganda), siapa yang berhak
atas sisa harta warisan yang tidak habis terbagi, dan sebagainya. 6

C. Orang Yang Berhak Mendapatkan Warisan

Adapun golongan ahli waris dari kalangan laki-laki ada sepuluh di antaranya adalah:

 Anak laki-laki
 Ayah
 Saudara laki-laki sekandung
 Saudara laki-laki seibu
 Suami
 Cucu laki-laki dari anak laki-laki
 Kakek terus ke atas
 Saudara laki-laki sebapak
 Paman
 Tuan laki-laki yang memerdekakan budak

Adapun golongan ahli waris dari kalangan perempuan ada tujuh diantarnya adalah:

 Anak perempuan
 Anak perempuan dari anak laki-laki dan seterusnya ke bawah

5
Fathur Rahman, Ilmu Waris, (Bandung: PT. Al-Ma‟arif, 1981), hlm. 36

(Nash sharih ialah kehendak Allah yang tegas dan jelas sehingga tidak menerima pentakwilan. Nash Sharir ini
adalah nash yang sudah ditetapkan dan tidak bisa diganggu gugat lagi)
6
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6921075/hukum-waris-islam-dalil-rukun-besaran-dan-tata-caranya
 Ibu
 Nenek
 Saudara perempuan
 Istri
 Tuan wanita yang memerdekakan budak7

Ada lima ahli waris yang tidak pernah gugur mendapatkan warisan yaitu di antaranya:

 Suami
 Istri
 Ibu
 Ayah
 Anak langsung dari perawis

Adapun ashabah yaitu:

 Anak laki-laki
 Cucu dari anak laki-laki
 Ayah
 Kakek dari pihak ayah
 Saudara laki-laki seayah dan seibu
 Saudara laki-laki seayah
 Anak laki-laki dari saudara laki seayah dan seibu
 Anak laki-laki dari saudara seayah
 Paman
 Anak laki-laki paman
 Jika ashabah tidak ada, maka tuan yang memerdekakan budaklah yang mendapatkannya 8

D. Aul dan Radd

a. Pengertian Aul

7
https://www.agamkab.go.id/Agamkab/detailkarya/478/warisan.html
8
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d-6596281/mengenal-ashabah-dalam-ilmu-waris-siapa-yang-
termasuk#:~:text=Ahli%20waris%20ashabah%20bin%20nafsi,kandung%2C%20saudara%20seayah%20dan%20pa
man.
Aul menurut istilah, yaitu bertambang jumlah harta waris dari yang telah di tentukan dan
berkurangnya bagian para ahli waris. Hal ini terjadi ketika makin banyaknya ashabul furudh
sehingga harta yang dibagikan habis, padahal diantaranya mereka ada yang belum menerima
bagian. Oleh karena itu, masalah pokoknya harus di tambah sehingga seluruh harta waris dapat
mencukupi jumlah ashabul furudh yang ada meskipun bagian mereka menjadi kurang. 9

Aul tidak akan terjadi kecuali dengan adanya suami istri. Para ulama berbeda pendapat
tentang masalah pemikulan aul, apakah kekurangan harta waris itu dipikul oleh semua ahli waris
secara bersama-sama, atau dipikul oleh masalah seorang ahli waris.

Madzhab empat mengatakan bahwa kekurangan itu harus dipikul secara bersama-sama
oleh seluruh ahli waris. Penambahan harta waris disesuaikan dengan jumlah bagian yang diterima
oleh masing-masing ahli waris, persis seperti orang-orang yang mempunyai hutang ketika harta
yang akan dibayarkan kepada mereka jumlahnya tidak mencukupi besar piutang yang menjadi hak
mereka. Jadi kalau terdapat seorang istri bersama-sama dengan dua orang ayah ibu dan dua orang
anak perempuan, masalah seperti ini, bagi madzhab empat, merupakan masalah aul. Dengan
demikian, total bagian semuanya adalah 24 bagian, kemudian dijadikan 27 bagian. Istri mengambil
bagiannya yang semula 1/8 sekarang menjadi 1/9, ayah ibu mengambil 8 bagian sedangkan dua
orang anak perempuan mengambil 16 bagian.

b. Radd

Agar asas keadilan berimbang dapat diwujudkan waktu penyelesaian pembagian warisan,
penyesuaian dapat dilakukan melalui rad yakni mengembalikan sisa (kelebihan) harta kepada ahli
waris yang ada sesuai dengan kadar bagian masing-masing.

Dalam hubungan ini perlu dicatat bahwa terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa yng
berhak menerima pengembalian itu. Namun, pada umumnya ulama mengatakan bahwa yang
berhak menerima pengembalian sisa harta itu hanyalah ahli waris karena hubungan darah, bukan
ahli waris karena hubungan perkawinan. Dalam KHI soal rad ini dirumuskan dalam Pasal 193
KHI yang berbunyi10:

Apabila dalam pembagian harta warisan di antara ahli waris Dzawil furud menunjukkan
bahwa angka pembilang lebih kecil daripada angka penyebut sedangkan tidak ada ahli
waris asabah, maka pembagian harta warisan tersebut dilakukan secara rad, yaitu sesuai
dengan hak masing-masing ahli waris, sedang sisanya dibagi secara berimbang di antara
mereka.

Dalam rumusan tersebut tidak dibedakan antara ahli waris karena hubungan darah dengan ahli
waris karena hubungan perkawinan. Penyelesaian pembagian warisan dapat dilakukan dengan

9
https://kingilmu.blogspot.com/2015/12/pengertian-aul-dan-radd-serta-sistem.html?m=1
10
https://www.hukumonline.com/klinik/a/pengaturan-iaul-i-dan-irad-i-dalam-kewarisan-islam-lt59658753e1272/
damai berdasarkan kesepakatan bersama.[16] Di dalam KHI hal tersebut dirumuskan dalam Pasal
183 KHI yang berbunyi:

Para ahli waris dapat bersepakat melakukan perdamaian dalam pembagian harta
warisan, setelah masing-masing menyadari bagiannya.

Ar-radd tidak akan terjadi dan melibatkan dalam sesuatu keadaan, kecuali bila terwujud tiga syarat:

 Adanya ashhab al-furudh


 Tidak adanya ashobah
 Ada sisa harta waris

Ar-radd dapat terjadi dan melibatkan semua furudh, kecuali suami dan istri. Artinya suami atau
istri bagaimana keadaanya tidak mendapatkan bagian tambahan dari sisa harta waris yang ada.

Adapun ashabul furudh yang dapat menerima ar-radd ada delapan orang:

 Anak perempuan
 Cucu perempuan keturunan anak laki-laki
 Saudara kandung perempuan
 Saudara perempuan seayah
 Ibu kandung
 Saudara perempuan seibu
 Saudara laki-laki seibu
 Nenek sahih (ibu dari bapak)

Ashab al-furudh dalam beberapa keadaan tertentu, mereka tidak bisa mendapatkan ar-radd.
Sebab, dalam keadaan bagaimanapun, bila dalam pembagian hak waris terdapat salah satunya ayah
atau kakek maka tidak mungkin ada ar-radd, karena keduanya akan menerima waris sebagai
ashobah.

Adapun ahli waris dari ashabul furudh yang tidak dapat mendapatkan ar-radd hanyalah
suami istri. Hal ini disebabkan kekerabatan keduanya bukanlah karena nasab, melainkan karena
kekerabatan sababiyah (karena sebab), yaitu adanya ikatan tali pernikahan. Kekerabatan ini akan
putus karena kematian sehingga mereka (suami dan istri) tidak berhak mendapatkan ar-radd.
Mereka hanya mendapat bagian sesuai bagian yang menjadi hak masing-masing. Apabila dalam
suatu keadaan pembagian waris terdapat kelebihan atau sisa dari harta waris, suami atau istri tidak
mendapatkan bagian sebagai tambahan. 11

11
https://kingilmu.blogspot.com/2015/12/pengertian-aul-dan-radd-serta-sistem.html?m=1
Ada empat macam ar-radd dan masing-masing mempunyai cara atau hukum tersendiri,
yaitu sebagai berikut:

 Adanya ahli waris pemilik bagian yang sama, dan tanpa adanya suami istri.
 Adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan tanpa suami atau istri
 Adanya pemilik bagian yang sama, dan dengan suami dan istri
 Adanya pemilik bagian yang berbeda-beda, dan dengan adanya suami dan istri

KASUS (aul)

Ibu Reni dan Bapak Aldi menikah pada tahun 2007. Ibu Reni yang berprofesi
sebagai guru di sebuah sekolah SMA dan Bapak Aldi yang berprofesi sebagai anggota
POLRI di Polres. Selama menikah keduanya tidak dikaruniai seorang anak pun. Pada
tahun 2012 bu Reni menderita sakit kanker kandungan sehingga ia pun meninggal pada
tahun 2013

Bu Reni meninggalkan beberapa harta mulai dari tanah, tabungan, dan warisan
dari almarhumah bapaknya yang jika dikalkulasikan sebesar Rp. 900.000.000,- . Ibu Reni
meninggalkan seorang suami, dua orang sdri kandung yang bernama Rini dan Luna, dan
seorang ibu yang sudah tua. Bagaimanakah pembagian harta waris masing-masing
sesuai hukum kewarisan Islam yang memiliki keadilan secara prosedural dan secara
substansial.

1. Kedudukan dan posisi ahli waris

a. Ashhabul furudh

 Dzawil furudh nasabiyah:


1. Dua saudara kandung (bagian 2/3 tanpa anak)

Dalil naqli dalam QS. An-nisa’ ayat 17612

‫ّللاُ قُ ِّل َي ْستَ ْفت ُ ْون ََك‬ ٰ ‫َهلَ َك ْام ُرؤا اِّ ِّنْ ْال َك ٰللَ ِّة ِّفى يُ ْف ِّت ْي ُك ْم‬
‫ْس‬ َ ‫فْْنِّص فَلَ َها ا ُ ْخت َّولَه َولَد لَه لَي‬ ُ ‫َو ُه َو تَ َر َك َما‬
‫فَلَ ُه َما اثْنَتَي ِّْن َكانَتَا اِّ ْنَْف ْ َولَد لَّ َها يَ ُك ْن لَّ ْم اِّ ْن يَ ِّرث ُ َها‬
‫س ۤا ًء ِّر َج ًال ِّا ْخ َوة ً َكانُ ْوا َواِّ ْنْ تَ َر َك ِّم َّما الثُّلُ ٰث ِّن‬ َ ‫َّو ِّن‬
‫ّللاُ ِّي ُنَْيُب ْالُ ْنثَيَي ِّْن َح ِّظ ِّمثْ ُل فَ ِّللذَّ َك ِّر‬ ٰ ‫اَ ْن َل ُك ْم‬
‫ضلُّ ْوا‬ِّ َ‫ّللاُ ْ ت‬ ٰ ‫ش ْيء ِّب ُك ِّل َو‬ َ ‫ࣖ َع ِّليْم‬

Artinya: 176. Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi
fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi
mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta
yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan),
jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-
saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua
saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu.13

2. Ibu (bagian 1/3 karena pewaris tidak punya anak) 14

12
Qs. An-nisa’ ayat176
13
https://www.liputan6.com/quran/an-nisa/176
14
Prof. Dr. H.R. Otje Salman S. SH & Mustofa Haffas, SH, Hukum Waris Islam, (Bandung : Refika Aditama, 2002), hal.
55
Dalil Naqli dalam QS. An-nisa’ ayat 1115

‫ّللاُ فِّ ْي اَ ْو َل ِّد ُك ْم ِّللذَّ َك ِّر م‬


ٰ ‫ص ْي ُك ُم‬ ِّ ‫ْو‬ ْ ِّ ‫ثْ ُل َح ِّظ ْالُ ْنثَيَي ِّْن ْ َفا ِّْن‬
ً ‫احدَة‬ ِّ ‫َت َو‬ ْ ‫ُك َّن ِّن َس ۤا ًء فَ ْوقَ اثْنَتَي ِّْن فَلَ ُه َّن ثُلُثَا َما تَ َر َك ْ َواِّ ْن َكان‬
‫احد‬ ِّ ‫ف ْ َو ِّلَ َب َو ْي ِّه ِّل ُك ِّل َو‬ ُ ‫ص‬ ْ ِّ‫ُس ِّم َّما تَ َر َك فَلَ َها الن‬ ُ ‫سد‬ ُّ ‫ِّم ْن ُه َما ال‬
‫ْولَد َّو َو ِّرثَه اَبَ ٰوهُ فَ ِِّلُم اِّ ْن َكانَ َله َولَد ْ فَا ِّْن لَّ ْم يَ ُك ْن لَّه‬ َ ِّْ ‫ِّه‬
‫ث ْ فَا ِّْن َكانَ لَه اِّ ْخ َوة فَ ِِّلُ ِّمه‬ ُ ُ‫صيَّة ِّْالثُّل‬ ِّ ‫ُس ِّم ْن َب ْع ِّد َو‬ُ ‫سد‬ ُّ ‫ال‬
‫ص ْي ِّب َها اَ ْو دَيْن ْ ٰا َب ۤا ُؤ ُك ْم َواَ ْبن َۤا ُؤ ُك ْم َل تَ ْد ُر ْونَ اَيُّ ُهم‬ ِّ ‫ْْي ُّْو‬
ٰ َ‫ضةً ِّمن‬
ِّ‫ّللا‬ َ ‫ب َل ُك ْم نَ ْفعًا ْ فَ ِّر ْي‬ ُ ‫ّللاَ َكانَ َع ِّل ْي ًما اَ ْق َر‬ ٰ ‫اِّ َّن‬
‫َح ِّك ْي ًما‬
Artinya: 11. Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk)
anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian
mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka
dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu-bapak, bagian masing-
masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika
dia (yang meninggal) tidak mempunyai anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu-bapaknya (saja),
maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) setelah (dipenuhi) wasiat
yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu,
kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah
ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana. 16

3. Penyelesai kasus melalui aul

15
QS. An-nisa’ ayat 11
16
https://www.merdeka.com/quran/an-nisa/ayat-11
Ahli Fard Asal Masalah: 6 Penerimaan (di-Aul-kan)
Waris
Sahamnya Penyebut jadi 9 (3+2+4)
Suami ½ ½x6=3 3/9x Rp. 900.000.000,-=

Rp. 300.000.000,-
Ibu 1/3 1/3x 6 = 2 2/9 x Rp 900.000.000,-=

Rp. 200.000.000,-
2 sdri 2/3 2/3 x 6 = 4 4/9xRp. 900.000.000,-=

Kandung Rp. 400.000.000,-

Berdasarkan tabel diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah
yang pertama maka harta akan mengalami kekurangan sebesar Rp. 450.000.000,- karena bagian
ahli waris total sebanyak Rp. 1.350.000.000,- sementara harta waris hanya sebesar Rp.
900.000.000,-. Akan tetapi setelah di-aul-kan, jumlah masing-masing harta waris yang
diterima ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan. Yakni suami mendapatkan Rp.
300.000.000,-, Ibu mendapatkan Rp. 200.000.000,-, dan dua saudari kandung mendapatkan Rp.
400.000.000,-

Secara istilah menurut Ulama Faradiyun aul adalah bertambahnya jumlah bagian dzawil
furudh atau berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Sehingga jelas bahwa hal ini dapat
terjadi apabila terdapat banyak ahli waris yang berhak memperoleh warisan sehingga
menghabiskan harta warisan, tetapi masih ada ahli waris lainnya yang belum mendapat bagian. 17

Secara keadilan prosedural telah memenuhi syarat karena diselesaikan dengan prosedur
hukum yang berlaku dan secara keadilan substansial telah memenuhi syarat juga karena masing-
masing ahli waris mendapat bagian yang semestinya.

2. KASUS (Radd)

Pak Romi adalah seorang pemborong sawah. Ia mempunyai seorang istri dan seorang anak
perempuan. Istri pak Romi meninggal sebulan yang lalu karena terkena serangan jantung.
Sehingga Pak Romi kehilangan istri yang dicintainya.

Akhir-akhir ini kesehatan pak Romi mengalami penurunan akibat penyakit paru-paru yang
dideritanya. Rokok yang merupakan sesuatu yang digandrungi pak Romi telah merenggut
nyawanya tahun ini. Pak Romi meninggalkan, seorang anak perempuan, dan empat orang cucu
perempuan dari anak perempuan.

Pak Romi tergolong Jutawan yang sukses karena ketika dikalkulasikan hartanya sebesar
Rp. 6.000.000.000,-. Bagaimanakah pembagian harta waris yang sesuai dengan perspektif konsep
hukum waris Islam yang berkeadilan prosedural dan berkeadilan substansial.

17
Drs. Dian Khairul Umam , Fiqih mawaris, (Bandung, pustaka setia, 1999)hal. 133
1. Kedudukan dan Posisi Ahli waris

 Empat orang cucu perempuan (bagian 1/6 harta waris) 9 Berdasarkan dalil aqli jelas
bahwa cucu perempuan berhak mendapatkan 1/6 bagian harta waris karena mereka
termasuk dzawil furudh nasabiyah.
 Seorang anak perempuan (bagian ½ harta waris) 18

2. Penyelesai kasus Melalaui Radd

Ahli Waris Fard Asal Penerimaannya (di-Radd-kan) Penyebut jadi


4 (3+1)
Masalah: 6,
sahamnya
Anak Pr ½ ½x6=3 ¾ x Rp. 6.000.000.000,- =

Rp.4.500.000.000,-
Cucu pr dari 1/6 1/6 x 6 = 1 ¼ x Rp. 6.000.000.000,- = Rp.
anak pr 1.500.000.000,-

Berdasarkan tabel diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah
yang pertama maka harta akan mengalami kelebihan sebesar Rp. 2.000.000.000,- karena bagian
ahli waris total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan harta waris sebesar Rp. 6.000.000.000,-.
Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah
sesuai dengan kaidah hukum kewarisan. Yakni anak perempuan mendapatkan Rp. 4.500.000.000,-
dan keempat cucu perempuan mendapatkan Rp. 1.500.000.000,-

Secara definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun adalah
pengembalian bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh nasabiyah kepada mereka, sesuai

18
Drs. Dian Khairul Uman, fiqih mawaris, hal.64
dengan besar-kecilnya bagian masing-masing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak
menerimanya. 19

Secara keadilan prosedural telah memenuhi syarat karena diselesaikan dengan prosedur hukum
yang berlaku dan secara keadilan substansial telah memenuhi syarat juga karena masing-masing
ahli waris mendapat bagian yang semestinya.

19
Drs. Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, hal. 147
KESIMPULAN

Berdasarkan data diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah
yang pertama maka harta akan mengalami kekurangan sebesar Rp. 450.000.000,- karena bagian
ahli waris total sebanyak Rp. 1.350.000.000,- sementara harta waris hanya sebesar Rp.
900.000.000,-. Akan tetapi setelah di-aul-kan, jumlah masing-masing harta waris yang diterima
ahli waris adalah sesuai dengan kaidah hukum kewarisan. Yakni suami mendapatkan Rp.
300.000.000,-, Ibu mendapatkan Rp. 200.000.000,-, dan kedua saudari kandung mendapatkan Rp.
400.000.000,-

Secara istilah menurut Ulama Faradiyun aul adalah bertambahnya jumlah bagian dzawil
furudh atau berkurangnya kadar penerimaan warisan mereka. Sehingga jelas bahwa hal ini dapat
terjadi apabila terdapat banyak ahli waris yang berhak memperoleh warisan sehingga
menghabiskan harta warisan, tetapi masih ada ahli waris lainnya yang belum mendapat bagian.

Berdasarkan data diatas jika penyelesaian pembagian waris menggunakan asal masalah
yang pertama maka harta akan mengalami kelebihan sebesar Rp. 2.000.000.000,- karena bagian
ahli waris total sebanyak Rp. 4.000.000.000,- sedangkan harta waris sebesar Rp. 6.000.000.000,-.
Akan tetapi setelah di-radd-kan, jumlah masing-masing harta waris yang diterima ahli waris adalah
sesuai dengan kaidah hukum kewarisan. Yakni anak perempuan mendapatkan Rp. 4.500.000.000,-
dan keempat cucu perempuan mendapatkan Rp. 1.500.000.000,-

Secara definitif yang dimaksud dengan radd menurut ulama faradiyun adalah
pengembalian bagian yang tersisa dari bagian zawil furudh nasabiyah kepada mereka, sesuai
dengan besar-kecilnya bagian masing- masing bila tidak ada lagi orang lain yang berhak
menerimanya.
DAFTAR PUSTAKA

https://www.hukumonline.com/klinik/a/pengaturan-iaul-i-dan-irad-i-dalam-kewarisan-islam-
lt59658753e1272/

https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/masalah-kewarisan-studi-kasus-
penyelesaian-aul-dan-radd-oleh-adeng-septi-irawan-s-h-8-5

https://www.merdeka.com/quran/an-nisa/ayat-11

Drs. Dian Khairul Umam , Fiqih mawaris, (Bandung, pustaka setia, 1999)hal. 133

Lukito, R. (2008). Hukum sakral dan kukum sekuler: Studi tentang konflik dan resolusi dalam
sistem hukum Indonesia.

Pustaka Alvabet. Manan, A. (2006). Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia.

Kencana. Mufid, A. (2020). Rekonstruksi Hukum Warisan Di Indonesia


Perspektif Pluralisme Agama. Al-Qadha: Jurnal Hukum Islam Dan PerundangUndangan, 7(1),
60–72.

Anda mungkin juga menyukai