:
1) Dalam literatur fiqh Islam, kewarisan (al-muwarits kata tunggalnya al-mirats ) lazim
juga disebut dengan fara’idh, yaitu jamak dari kata faridhah diambil dari
kata fardh yang bermakna “ ketentuan atau takdir “. Al-fardh dalam terminology syar’i
ialah bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris.
2) Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang
berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya.
3) Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 (a) menyatakan bahwa hukum
kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya masing-masing.
Rukun Warisan :
1) Al-Muwaris, ialah orang yang meninggal dunia
2) Ahli waris, ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mati.
3) Mauruts, adalah harta peninggalan si mati setelah dipotong biaya pengurusan
mayit, melunasi hutangnya, dan melaksanakan wasiatnya yang tidak lebih dari
sepertiga.
Rasulullah SAW. 14 abad yang lalu sudah mensinyalir keadaan yang demikian,
sehingga beliau sangat menekankan kaum muslimin untuk mempelajari ilmu faraidh,
karena ilmu ini lama-lama akan lenyap, yakni orang-orang menjadi malas untuk
melaksanakan pembagian harta pusaka menurut semestinya, yang diatur oleh
hukum Islam.
Nabi Muhammad SAW menganggap pentingnya ilmu faraidh ini dan
mengkhawatirkan kalau ilmu faraidh ini akan terlupakan. Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW :
ض َو َعلِّم ُْو َها َف ِا َّن َها نِصْ فُ ْالع ِْل ِم َوه َُو ُي ْن َس َىوه َُو
َ صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل َت َعلَّمُوا ْال َف َر ِاي
َ َعنْ اَ ِبى ه َُر ِي َر َة َرضِ َي هللا ُ َع ْن ُه اَنَّ ال َّن ِب َي
)اَوَّ ُل َس ْيٍئ يُرْ َف ُع مِنْ ا ُ َّمتِى (رواه ابن ماجة والدرقطنى
“Dari Abi Hurairah R.A bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda belajarlah
ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada manusia maka sesungguhnya (ilmu) faraidh
adalah separoh ilmu agama dan ia akan dilupakan (oleh manusia) dan merupakan
ilmu yang pertama diambil dari ummatku (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)
Beberapa Istilah dalam Fiqh Mawaris yang berkaitan dengan ilmu faraidh antara
lain :
1) Waris, adalah ahli waris yang berhak menerima warisan. Ada ahli waris yang dekat
hubungan kekerabatannya tetapi tidak menerima warisan, dalam fiqih ahli waris
semacam ini disebut dzawil arham. Waris bisa timbul karena hubungan darah,
karena hubungan perkawinan dan karena akibat memerdekakan hamba.
2) Muwaris, artinya orang yang mewarisi harta peninggalannya, yaitu orang yang
meninggal dunia, baik meninggal secara hakiki atau secara taqdiry (perkiraan), atau
melalui keputusan hakim. Seperti orang yang hilang (al mafqud) dan tidak diketahui
kabar berita dan domisilinya. Setelah melalui persaksian atau tenggang waktu
tertentu hakim memutuskan bahwa ia telah dinyatakan meninggal dunia.
3) Al Irs, artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil untuk
kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al janazah), pelunasan utang, serta
pelaksanaan wasiat.
4) Warasah,yaitu harta warisan yang telah diterima oleh ahli waris. Ini berbeda
dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa dibagi, karena
menjadi milik kolektif semua ahli waris.
5) Tirkah, yaitu semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum
diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang, dan
pelaksanaan wasiat.
Ahli waris menjadi gugur haknya untuk mendapatkan harta warisan disebabkan
karena sebagai berikut:
1) Pembunuh
Orang yang membunuh kerabat keluarganya tidak berhak mendapatkan harta
warisan dari yang terbunuh. Sabda Nabi Muhammad SAW :
“Tidak berhak mendapatkan harta warisan sedikitpun seorang yang membunuh”.
Mengenai masalah ini, ada perbedaan pendapat :
(1) Segolongan kecil berpendapat, bahwa si pembunuh tetap mendapatkan warisn
selaku, selaku ahli wais.
(2) Kemudian golongan lain memisahkan sifat pembunuhan itu, yaitu pembunuhan
yang disengaja dan yang tersalah. Siapa yang melakukan pembunuhan dengan
sengaja, dia tidak mendapat warisan sama sekali. Siapa yang melakukan
pembunuhan tersalah, dia tetap mendapat warisan. Pendapat ini dianut oleh Malik
bin Anas dan pengikut-pengikutnya.
Yang menjadi pangkal pokok perbedaan pendapat mengenai hal ini ialah,
disebabkan suatu pertimbangan tentang kepentingan umum. Menurut kepentingan
umum, sudah sepantasnya si pembunuh itu tidak mendapatkan warisan, supaya
jangan sampai terjadi pembunuhan-pembunuhan, karena mengharapkan harta
warisan. Demikian penemikian pendapat sebagaian besar ulama.
[833] Maksud dari perumpamaan ini ialah untuk membantah orang-orang musyrikin
yang menyamakan Tuhan yang memberi rezki dengan berhala-berhala yang tidak
berdaya.
3) Orang murtad.
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak mendapat
warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya.
4) Perbedaan Agama
Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan dari orang kafir meskipun masih
kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya sebagaimana Sabda Rasulullah:
“Orang Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang kafir, dan orang kafir
tidak bisa mendapatkan harta warisan dari Orang Islam (HR. Bukhari Muslim)
Ada beberapa ahli waris yang tidak bisa terhalangi haknya meskipun semua ahli
waris itu ada. Mereka itu adalah :
1) Anak laki-laki
2) Anak perempuan
3) Bapak
4) Ibu
5) Suami atau isteri
Yang termasuk ahli waris laki-laki ada lima belas orang, yaitu:
1) Suami
2) anak laki-laki
3) cucu laki-laki
4) bapak
5) kakek dari bapak sampai ke atas
6) saudara laki-laki kandung
7) saudara laki-laki seayah
8) saudara laki-laki seibu
9) anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
10) anak laki-laki saudara laki-laki seayah
11) paman sekandung dengan bapak
12) paman seayah dengan bapak
13) anak laki-laki paman sekandung dengan bapak
14) anak laki-laki paman seayah dengan bapak
15) orang yang memerdekakan
Jika semua ahli waris laki-laki di atas ada semua, maka yang mendapat warisan
adalah suami, anak laki-laki, dan bapak, sedangkan yang lain terhalang
Adapun ahli waris perempuan ada 10 orang, yaitu :
1) Istri
2) Anak perempuan
3) Cucu perempuan dari anak laki-laki
4) Ibu
5) Nenek dari ibu
6) Nenek dari bapak
7) Saudara perempuan kandung
8) Saudara perempuan seayah
9) Saudara perempuan seibu
10) Orang perempuan yang memerdekakan
Jika ahli waris perempuan ini semua ada, maka yang mendapat bagian harta
warisan adalah : istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki dan
saudara perempuan kandung.
Selanjutnya, jika seluruh ahli waris ada baik laki-laki maupun perempuan yang
mendapat bagian adalah :
1) Suami/istri,
2) Bapak/ibu,
3) anak laki-laki.
4) anak perempuan.
b. Furudhul Muqadzarah
Furudzul Muqaddarah adalah bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan Al-
Qur’an bagi ahli waris tertentu juga. Bagian tertentu tersebut menurut Al-Qur’an
adalah:
1) Bagian 1/2
2) Bagian 1/4
3) Bagian 1/8
4) Bagian 1/3
5) Bagian 2/3
6) Bagian 1/6
c. Dzawil Furudz
Dzawil Furudh adalah orang-orang dari ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu
sebagaimana tersebut di atas, disebut juga Ashabul Furudh.
Adapun bagian-bagian tertentu tersebut menurut Al-Qur’an adalah :
1) Ahli waris yang mendapat bagian ½, ada lima ahli waris sebagai berikut :
a) Anak perempuan (tunggal), dan jika tidak ada anak laki-laki.
Berdasarkan firman Allah :
“jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh 1/2 harta” (QS. An
Nisa/4 : 11)
b) Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki selama tidak ada :
1) anak laki-laki;
2) cucu laki-laki dari anak laki-laki;
c) Saudara perempuan kandung tunggal, jika tidak ada :
1) Anak laki-laki atau anak perempuan;
2) Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
3) Bapak;
4) Kakek ( bapak dari bapak );
5) Saudara laki-laki sekandung.
Firman Allah SWT :
”Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari
harta yang ditinggalkannya”. (Q.S. An-Nisa’/4 :176 )
Ahli waris yang tergolong dzawil furudz dan kemungkinan bagian masing-masing
adalah sebagai berikut :
1) Bapak mempunyai tiga kemungkinan;
a) 1/6 jika bersama anak laki-laki.
b) 1/6 dan ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak
laki-laki.
c) ashabah jika tidak ada anak.
2) Kakek (bapak dari bapak) mempunyai 4 kemungkinan
a) 1/6 jika bersama anak laki-laki atau perempuan
b) 1/6 dan ashabah jika bersama anak laki-laki atau perempuan
c) Ashabah ketika tidak ada anak atau bapak.
d) Mahjub atau terhalang jika ada bapak.
3) Suami mempunyai dua kemungkinan;
a) 1/2 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b) 1/4 jika yang meninggal mempunyai anak.
4) Anak perempuan mempunyai tiga kemungkinan;
a) 1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak laki-laki.
b) 2/3 jika dua orang atau lebih dan jika tidak ada anak laki-laki.
c) menjadi ashabah, jika bersamanya ada anak laki-laki.
5) Cucu perempuan dari anak laki-laki mempunyai 5 kemungkinan;
a) 1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
b) 2/3 jika cucu perempuan itu dua orang atau lebih dan tidak ada anak dan cucu laki-
laki dari anak laki-laki.
c) 1/6 jika bersamanya ada seorang anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki dan
cucu laki-laki dari anak laki-laki.
d) Menjadi ashabah jika bersamanya ada cucu laki-laki.
e) Mahjub/terhalang oleh dua orang anak perempuan atau anak laki-laki.
6) Istri mempunyai dua kemungkinan;
a) 1/4 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b) 1/8 jika yang meninggal mempunyai anak.
7) Ibu mempunyai tiga kemungkinan;
a) 1/6 jika yang meninggal mempunyai anak.
b) 1/3 jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau dua orang saudara.
c) 1/3 dari sisa ketika ahli warisnya terdiri dari suami, Ibu dan bapak, atau istri, ibu dan
bapak.
8) Saudara perempuan kandung mempunyai lima kemungkinan
a) 1/2 kalau ia seorang saja.
b) 2/8 jika dua orang atau lebih.
c) Ashabah kalau bersama anak perempuan.
d) Mahjub/tertutup jika ada ayah atau anak laki-laki atau cucu laki-laki.
9) Saudara perempuan seayah mempunyai tujuh kemungkinan
a) 1/2 jika ia seorang saja.
b) 2/3 jika dua orang atau lebih.
c) Ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
d) 1/6 jika bersama saudara perempuan sekandung.
e) Mahjub/terhalang oleh ayah atau anak laki-laki, atau cucu laki-laki atau saudara
laki-laki kandung atau saudara kandung yang menjadi ashabah.
10) Saudara perempuan atau laki-laki seibu mempunyai tiga kemungkinan.
a) 1/6 jika seorang, baik laki-laki atau perempuan.
b) 1/3 jika ada dua orang atau lebih baik laki-laki atau permpuan.
c) Mahjub/terhalang oleh anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki, ayah atau
nenek laki-laki.
11) Nenek (ibu dari ibu) mempunyai dua kemungkinan
a) 1/6 jika seorang atau lebih dan tidak ada ibu.
b) Mahjub/terhalang oleh ibu.
d. ’Ashabah
1) Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”Ashib” yang artinya mengikat,
menguatkan hubungan kerabat/nasab.
2) Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi
bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris
dzawil furudz.
3) Ahli waris yang menjadi ’ashabah kemungkinan mendapat seluruh harta, karena
tidak ada ahli waris dzawil furudh, akan mendapat sebagaian sisa ketika ia bersama
ahli waris dzawil furudh, atau bahkan tidak mendapatkan sisa sama sekali karena
sudah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil furudh.
Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan,
maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya
ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.
Firman Allah dalam al-Qur’an :
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan”. (Q.S.An-Nisa’/4 : 11)
Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau lebih, maka cara
membaginya ialah, untuk saudara laki-laki dua kali lipat saudara perempuan.
Allah berfirman adalam al-Qur’an :
“Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan”. (.Q.S, An-Nisa’ /4 : 176 )
3) ‘Ashabah Ma’algha’ir ( ‘ashabah bersama orang lain ) yaitu ahli waris perempuan
yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah :
a) Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak
perempuan (seorang atau lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
b) Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau
cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki.
e. Hijab
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali
ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat
pertaliaannya ( hubungannya ) dengan orang yang meninggal.
Oleh karena itu hijab ada dua macam :
1) (hijab hirman) yaitu penghapusan seluruh bagian , karena ada ahli waris yang lebih
dekat hubungannya dengan orang yang meninggal itu. Contoh cucu laki-laki dari
anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
2) (hijab nuqshon) yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris
lain yang bersama-sama dengan dia. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi yang
meninggal itu mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu
berubah menjadi 1/6.
Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang
disebut (mahjub hirman), ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang
bagiannya yang disebut (mahjub nuqshan) Ahli waris yang terakhir ini tidak akan
terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian
harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang
disebut (Al Aqrabun) mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan anak
perempuan, Ayah dan ibu.
Berikut di bawah ini ahli waris yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih
dekat hubungannya dengan yang meninggal adalah :
1) Kakek (ayah dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka
kakek tidak mendapat bagian.
2) Nenek (ibu dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
3) Nenek dari ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu
4) Cucu dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki
5) Saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki dari anak laki-laki
c) ayah
6) Saudara kandung perempuan terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) ayah
7) Saudara ayah laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) anak laki-laki dan anak laki-laki
c) ayah
d) saudara kandung laki-laki
e) saudara kandung perempuan
f) anak perempuan
g) cucu perempuan
8) Saudara seibu laki-laki / perempuan terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki atau perempuan
b) cucu laki-laki atau perempuan
c) ayah
d) kakek
9) Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
10) Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
11) Paman (saudara laki-laki sekandung ayah) terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
12) Paman (saudara laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
13) Anak laki-laki paman sekandung terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
14) Anak laki-laki paman seayah terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) cucu laki-laki
c) ayah
d) kakek
e) saudara kandung laki-laki
f) saudara seayah laki-laki
15) Cucu perempuan dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a) anak laki-laki
b) dua orang perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak bersaudara laki-laki yang
menjadikan dia sebagai ashabah
Bagian orang hilang :
Para ahli Faraidl memberikan batasan atau arti mafqud ialah orang yang sudah lama
pergi meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak diketahui kabar beritanya, tempat
tinggalnya (domisilinya) dan tidak diketahui pula tentang hidup dan matinya.
Pembahasan warisan orang hilang (mafqud) ini termasuk bagian miratsut taqdiri,
artinya waris mewaris atau pusaka mempusakai dengan cara / jalan perkiraan
seperti waris khuntsa (wadam) dan waris anak dalam kandungan. Dalam masalah
orang hilang (mafqud) ini, Ahmad Azhar Basyir, MA menyatakan bahwa kedudukan
hukum orang hilang atau (mafqud) adalah dipandang (dianggap) hidup dalam hal-hal
yang menyangkut hak-hak orang lain, sehingga dapat diketahui dengan jelas, mati
atau hidupnya atau berdasarkan keputusan hakim tentang mati atau hidupnya.
Akibat dari ketentuan tersebut adalah :
1) Harta benda tidak boleh diwaris pada saat hilangnya, sebab mungkin dalam suatu
waktu dapat diketahui ia masih hidup.
2) Tidak berhak waris terhadap harta peninggalan kerabatnya yang meninggal dunia
setelah mafqud meninggalkan tempat. Walaupun demikian karena kematian mafqud
itu belum dapat diketahui secara pasti ia masih harus diperhatikan dalam pembagian
waris. Seperti keadaan dalam kandungan.
3) Bagian orang yang hilang (mafqud) disisihkan sampai dapat diketahui keadaannya
masih hidup atau telah meninggal dunia atau keputusan hakim menyatakan telah
meninggal dunia.
4) Cara pembagian terhadap ahli waris yang ada diperhitungkan dengan perkiraan
bahwa mafqud masih hidup. Misalnya, Ahli waris terdiri dari 2 orang anak
perempuan dan 1 orang anak laki-laki mafqud, maka harta warisan dibagi 4 (empat).
Satu bagian untuk masing-masing anak perempuan dan 2 (dua) bagian disimpan
untuk anak laki-laki mafqud.
Rasulullah SAW juga memerintahkan agar kita membagi harta warisan sesuai
dengan sabdanya : “Bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitab Allah
( Al Qur’an)”. (H.R. Muslim dan Abu Dawud)
10. Jelaskan hikmah pembagian warisan?
Hikmah pembagian warisan :
1. Pembagian waris dimaksudkan untuk memelihara harta (Hifdzul Maal). Hal ini
sesuai dengan salah satu tujuan Syari’ah (Maqasidus Syari’ah) itu sendiri yaitu
memelihara harta.
2. Mengentaskan kemiskinan dalam kehidupan berkeluarga.
3. Menjalin tali silaturahmi antar anggota keluarga dan memeliharanya agar tetap utuh.
4. Merupakan suatu bentuk pengalihan amanah atau tanggung jawab dari seseorang
kepada orang lain, karena hakekatnya harta adalah amanah Alloh SWT yang harus
dipelihara dan tentunya harus dipertanggungjawabkan kelak.
5. Adanya asas keadilan antara laki-laki dan perempuan sehingga akan tercipta
kesejahteraan sosial dalam menghindari adanya kesenjangan maupun
kecemburuan sosial.
6. Melalui sistem waris dalam lingkup keluarga.
7. Selain itu harta warisan itu bisa juga menjadi fasilitator untuk seseoranng
membersihkan dirinya maupun hartanya dari terpuruknya harta tersebut.
8. Mewujudkan kemashlahatan umat islam.
9. Dilihat dari berbagai sudut, warisan atau pusaka adalah kebenaran, keadilan, dan
kemashlahatan bagi umat manusia.
10. Ketentuan hukum waris menjamin perlindungan bagi keluarga dan tidak merintangi
kemerdekaan serta kemajuan generasi ke generasi dalam bermasyrakat.
WASIAT
1. Jelaskan pengertian wasiat ?
Pengertian wasiat :
1) Kata Wasiat menurut bahasa memiliki beberapa arti, yaitu “menjadikan, menaruh
kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
2) Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia bahwa yang disebutkan dengan wasiat
adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang
akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (Pasal 171 huruf f).
Rukun Wasiat :
1) Ada orang yang berwasiat.
2) Ada yang menerima wasiat.
3) Sesuatu yang diwasiatkan, disyaratkan dapat berpindah milik dari seseorang
kepada orang lain.
4) Lafaz (kalimat) wasiat.
Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta dan tidak boleh lebih dari
itu kecuali apabila diizinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yag berwasiat itu
meninggal.
Syarat-syarat orang yang dapat diserahi wasiat adalah:
1) Beragama Islam.
2) Sudah baligh.
3) Orang yang berakal sehat.
4) Orang yang merdeka.
5) Amanah (dapat dipercaya).
6) Cakap dalam menjalankan sebagaimana yang dikehendaki oleh orang yang
berwasiat.
Tata Cara Berwasiat :
Di dalam KHI Pasal 195 ayat (1) dinyatakan bahwa
Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan
dua oramg saksi, atau dihadapan notaris.
) (رواه الخمسة إال النساء ث ِ هللا َق ْد اَعْ َطى ُك َّل ذِى َح ِّق َح َّق ُه َفالَ َوصِ َّي َة ل َِو
ِ ار ُ ْ َسمِع: َعنْ اَ ِبى ُأ َم َم َة
َ َّم َي ُق ْو ُل ِإن.ت ص
“Dari Abu Umamah, beliau berkata, saya telah mendengar Nabi bersabda,
“Sesungguhnya Allah SWT telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris, maka tidak
ada hak wasiat”
2) Hukum Wasiat
Wasiat hukumnya sunah, apabila tidak lebih dari sepertiga harta, tetapi bagi yang
masih mempunyai kewajiban yang belum terpenuhi, umpamanya mempunyai hutang
yang belum dibayar, atau zakat yang belum ditunaikan, maka wasiat wasiat
mengenai hal-hal yang demikian hukumnya wajib.
Wasiat hanya ditujukan kepada orang yang bukan ahli waris, sedangkan kepada ahli
waris tidak syah kecuali apabila direlakan oleh ahli waris yang lainnya sesudah
meninggalnya yang berwasiat. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa
harta warisan dibagikan setelah pelaksaaan wasiat.
“Sesudah dibayar wasiat yang diwasiatkannya.” (QS. An Nisa/4 : 11)
4) Kadar Wasiat
Kadar besarnya sesuatu yang diwasiatkan sebesar-besarnya 1/3 dari harta orang
yang berwasiat :
ٍ ُصد ََّق َعلَ ْي ُك ْم ِب ُثل
اَ ْم َوالِ ُك ْم عِ ْن َد َو َفا ِت ُك ْم ِز َيادَ ًة فِى َح َس َنا ِت ُك ْم ث َ هللا َت
َ َِّإن
“Sesungguhnya Allah SWT menganjurkan untuk bersedekah atasmu dengan
sepertiga harta (pusaka) kamu, ketika menjelang wafatmu, sebagai tambahan
kebaikanmu,” (HR.Daruqutni dari Muadz bin Jabal)
5) Macam-macam Wasiat
Wasiat itu ada dua macam, yaitu :
Wasiat harta benda; seperti berwasiat harta pusaka.
Wasiat hak kekuasaan, yang akan dijalankan sesudah ia meninggal. Macamnya ada
dua, yaitu
1) Hak kekuasaan yang diwasiatkan berupa tanggung jawab, yang dapat dilaksanakan
orang lainsecara bebas, tidak mempunyai kedudukan tertentu. Misalnya wasiat
untuk kelanjutan pendidikan anaknya, wasiat membayar hutangnya, wasiat untuk
mengembalikan barang pinjamannya.
2) Hak kekuasaan yang diwasiatkan berupa tanggung jawab, yang pelaksanaan-nya
pada orang tertentu, sesuai kedudukannya menurut ketentuan syari’at Islam. Seperti
berwasiat perwalian nikah anak perempuan. Karena wali nikah sudah ada
ketentuannya, mak berwasiat perwalian nikah tidak syah. Wasiat harta pusaka ada
ketentuannya khusus, yaitu yang berhak menerima wasiat itu adalah orang yang
bukan ahli waris.
6) Wasiat bagi Orang yang tidak Memiliki Ahli Waris
Jika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta sedangkan ia tidak
mempunyai seorang pun ahli waris maka seluruh hartanya diserahkan pada Baitul
Mal atau lembaga lain yang sejenis.
2) Rasululloh bersabda " Wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu sudah banyak.
Dan ketika Sa'ad bin Abi Waqash sakit, ia bertanya kepada Nabi saw, Apakah aku
boleh berwasiat 2/3 atau 1/2 dari harta yang dimiliki ? Rasululloh menjawab dalam
haditsnya yang diriwayatkan Bukhari Muslim
"Tidak, saya bertanya lagi (bagaimana kalau) 1/3 ? Nabi menjawab "ya" 1/3, 1/3 itupun
banyak. Sesungguhnya engkau tinggalkan ahli waris dalam keadaan cukup itu lebih
baik daripada engkau meninggalkan dalam keadaan papa dan harus meminta-minta
kepada orang lain".
Dalam pembatasan pada angka 1/3 dimaksudkan untuk melindungi ahli waris dari
hak-hak kewarisannya sekaligus mencegah terjadinya konflik akibat distribusi harta
yang tidak merata.
Hikmah wasiat :
1) Pembolehan pemberian wasiat atas harta menegaskan akan hak pemilik harta yang
masih utuh
2) Melakukan amal kebajikan dan amal jariya
3) Jalan keluar untuk mendistribusikan harta kepada kaum kerabat
4) Pembatasan wasiat sampai 1/3 untuk memberikan perlindungan kepada ahli waris.
5) Kebaikan yang dimiliki mayat bertambah, berarti pahalanya bertambah.
6) Membantu kelanjutan program mayat; sehingga tidak terbengkalai.
7) Sebagai balas jasa dari mayat terhadap seseorang karena dianggap sebagai tulang
punggung si mayat waktu masih hidup
8) Melegakan hati orang yang diberikan wasiat, sehingga perasaan yang memungkin-
kan merendahankan hati orang itu terhapus.
9) Menertibkan dan mendamaikan masyarakat, terutama pada suatu keluarga.