Anda di halaman 1dari 20

Pengertian dan hukum ilmu mewarisi 

:
1)   Dalam literatur fiqh Islam, kewarisan (al-muwarits kata tunggalnya al-mirats ) lazim
juga disebut dengan fara’idh, yaitu jamak dari kata faridhah diambil dari
kata fardh yang bermakna “ ketentuan atau takdir “. Al-fardh dalam terminology syar’i
ialah bagian yang telah ditentukan untuk ahli waris.
2)   Hukum kewarisan Islam adalah hukum yang mengatur segala sesuatu yang
berkenaan dengan peralihan hak dan kewajiban atas harta kekayaan seseorang
setelah ia meninggal dunia kepada ahli warisnya.
3)   Di dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 171 (a) menyatakan bahwa hukum
kewarisan adalah hukum yang mengatur tentang pemindahan hak pemilikan harta
peninggalan (tirkah) pewaris, menentukan siapa-siapa yang berhak menjadi ahli
waris dan berapa bagiannya masing-masing.

Rukun Warisan :
1)   Al-Muwaris, ialah orang yang meninggal dunia
2)   Ahli waris, ialah orang yang akan mewarisi harta peninggalan si mati.
3)   Mauruts, adalah harta peninggalan si mati setelah dipotong biaya pengurusan
mayit, melunasi hutangnya, dan melaksanakan wasiatnya yang tidak lebih dari
sepertiga.

2.    Jelaskan tujuan dan kedudukan ilmu mewarisi ?


Tujuan ilmu mewarisi :
1)   Tujuan ilmu mawaris yaitu agar kaum muslimin bertanggung jawab dalam
melaksanakan syariat Islam bidang pembagian harta warisan, supaya dapat
memberikan solusi terhadap pembagian harta warisan yang sesuai dengan perintah
Allah SWT dan Rasul-Nya, agar terhindar dari pembagian yang salah (menurut
kepentingan pribadi) bagi umat Islam, segala persoalan hidup manusia baik yang
berhubungan dengan Allah dan yang terkait dengan manusia lainnya adalah diatur
di dalam syariat Islam.
2)   Di samping hal-hal tersebut di atas, tujuan ilmu mawaris adalah untuk
menyelamatkan harta benda si mayit agar terhindar dari pengambilan harta orang-
orang yang berhak menerimanya dan jangan ada orang-orang makan harta hak milik
orang lain, dan hak milik anak yatim dengan jalan yang tidak halal. Inilah yang
dimaksud Allah dengan Firman-Nya ( Q.S. al-Baqarah /2 : 188 ) :
Ÿ
Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara
kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda
orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu Mengetahui. ( Q.S. al-
Baqarah /2 : 188 ) 
Kedudukan ilmu mewarisi :
Kedudukan ilmu mawaris itu dimana-mana sudah hampir hilang, orang-orang yang
mempunyai ilmu ilmu ini hampir sudah tidak ada dan pembagian harta waris yang
diatur menurut syari’at Islam itu sudah tidak banyak dilaksanakan oleh umat Islam
sendiri. Kalau ada orang yang mati meninggalkan harta pusaka, tidak segera
dibagikan kepada yang berhak menerimanya, sehingga akhirnya harta itu habis tidak
dibagi.

Rasulullah SAW. 14 abad yang lalu sudah mensinyalir keadaan yang demikian,
sehingga beliau sangat menekankan kaum muslimin untuk mempelajari ilmu faraidh,
karena ilmu ini lama-lama akan lenyap, yakni orang-orang menjadi malas untuk
melaksanakan pembagian harta pusaka menurut semestinya, yang diatur oleh
hukum Islam.
Nabi Muhammad SAW menganggap pentingnya ilmu faraidh ini dan
mengkhawatirkan kalau ilmu faraidh ini akan terlupakan.  Sebagaimana sabda Nabi
Muhammad SAW :

‫ض َو َعلِّم ُْو َها َف ِا َّن َها نِصْ فُ ْالع ِْل ِم َوه َُو ُي ْن َس َىوه َُو‬
َ ‫صلَّى هللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َقا َل َت َعلَّمُوا ْال َف َر ِاي‬
َ ‫َعنْ اَ ِبى ه َُر ِي َر َة َرضِ َي هللا ُ َع ْن ُه اَنَّ ال َّن ِب َي‬
)‫اَوَّ ُل َس ْيٍئ يُرْ َف ُع مِنْ ا ُ َّمتِى (رواه ابن ماجة والدرقطنى‬

“Dari Abi Hurairah R.A bahwasannya Nabi Muhammad SAW bersabda  belajarlah
ilmu faraidh dan ajarkanlah kepada manusia maka sesungguhnya (ilmu) faraidh
adalah separoh ilmu agama dan ia akan dilupakan (oleh manusia) dan merupakan
ilmu yang pertama diambil dari ummatku (HR. Ibnu Majah dan Daruqutni)

Hukum Membagi Harta Warisan


Hukum membagi harta warisan itu fardhu kifayah, Para ulama berpendapat bahwa
mempelajari dan mengajarkan fiqh mawaris adalah wajib kifayah. Artinya kewajiban
yang apabila telah ada sebagian orang yang memenuhinya, dapat menggugurkan
kewajiban semua orang. Tetapi apabila tidak ada seorang pun yang menjalani 
kewajiban itu, maka semua orang menanggung dosa.

Beberapa Istilah dalam Fiqh Mawaris yang berkaitan dengan ilmu faraidh antara
lain :
1)   Waris, adalah ahli waris yang berhak menerima warisan. Ada ahli waris yang dekat
hubungan kekerabatannya tetapi tidak menerima warisan, dalam fiqih ahli waris
semacam ini disebut dzawil  arham.  Waris bisa timbul karena hubungan darah,
karena hubungan perkawinan dan karena akibat memerdekakan hamba.
2)   Muwaris, artinya orang yang mewarisi harta peninggalannya, yaitu orang yang
meninggal dunia, baik meninggal secara hakiki atau secara taqdiry (perkiraan), atau
melalui keputusan hakim.  Seperti orang yang hilang (al mafqud) dan tidak diketahui
kabar berita dan domisilinya. Setelah melalui persaksian atau tenggang waktu
tertentu hakim memutuskan bahwa ia telah dinyatakan meninggal dunia.
3)   Al Irs, artinya harta warisan yang siap dibagi oleh ahli waris sesudah diambil untuk
kepentingan pemeliharaan jenazah (tajhiz al janazah), pelunasan utang, serta
pelaksanaan wasiat.
4)   Warasah,yaitu harta warisan  yang telah diterima oleh ahli waris. Ini berbeda
dengan harta pusaka yang di beberapa daerah tertentu tidak bisa dibagi, karena
menjadi milik kolektif semua ahli waris.
5)   Tirkah, yaitu semua harta peninggalan orang yang meninggal dunia sebelum
diambil untuk kepentingan pemeliharaan jenazah, pembayaran utang, dan
pelaksanaan wasiat.

Sebelum dilaksanakan pembagian warisan, terlebih dahulu harus dilaksanakan


beberapa hak yang ada sangkut pautnya dengan harta peninggalan itu.
Hak-hak yang harus diselesaikan dan harus dibayar adalah :
1)    Zakat; apabila telah sampai saatnyauntuk mengeluarkan zakatnya, maka
dikeluarkan untuk itu terlebih dahulu.
2)    Belanja; yaitu biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan dan pengurusan
jenazah, seperti halnya untuk membeli kain kafan, upah penggali kuburan dan lain
sebagainya.
3)    Hutang; jika mayat itu meninggalkan hutang, maka hutangnya mesti dibayar terlebih
dahulu.
4)    Wasiat; jika mayat meninggalkan pesan (wasiat), agar sebagaian dari harta
peninggalannya diberikan kepada seseorang, maka wasiat inipun harus
dilaksanakan.
Apabila keempat macam hak tersebut di atas ( zakat, biaya penguburan, hutang dan
wasiat ), sudah diselesaikan semua, maka harta warisan yang selebihnya dapat
dibagi-bagikan kepada ahli yang berhak menerimanya.

3.    Jelaskan sebab-sebab waris mewarisi?


Sebab-sebab waris mewarisi ada 4 macam yaitu :
1)    Sebab nasab (hubungan keluarga).
Hubungan keluarga di sini yang disebut dengan nasab hakiki, artinya hubungan
darah atau hubungan kerabat, baik dari garis atas atau leluhur si mayit (Ushul), garis
keturunan (Furu’) maupun hubungan kekerabatan garis menyamping (Hawasyi) baik
laki-laki maupun perempuan. Misalnya seorang anak akan memperoleh harta
warisan dari bapak, dan sebaliknya, seseorang akan memperoleh harta warisan dari
saudaranya, dll. Sebagaimana firman Allah SWT (QS. An-Nisa’ : 7) :
  
7. bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan
kerabatnya, dan bagi orang wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-
bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah
ditetapkan.

2)  Sebab pernikahan yang sah.


Pernikahan yang sah yakni hubungan suami istri yang diikat oleh adanya akad
nikah. Dari sebab inilah lahirlah istilah-istilah dalam ilmu faraidh, seperti : Dzawil
furudh, Ashobah, Furudz Al Muqadzarah. Firman Allah  (QS. An-Nisa’ : 12)  :
12. dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. jika isteri-isterimu itu mempunyai anak,
Maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah
dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri
memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai
anak. jika kamu mempunyai anak, Maka Para isteri memperoleh seperdelapan dari
harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan)
sesudah dibayar hutang-hutangmu. jika seseorang mati, baik laki-laki maupun
perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi
mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan
(seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam
harta. tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, Maka mereka
bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya
atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli
waris)[274]. (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari'at yang benar-benar
dari Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Penyantun.

[274] Memberi mudharat kepada waris itu ialah tindakan-tindakan seperti: a.


Mewasiatkan lebih dari sepertiga harta pusaka. b. Berwasiat dengan maksud
mengurangi harta warisan. Sekalipun kurang dari sepertiga bila ada niat mengurangi
hak waris, juga tidak diperbolehkan.

3)  Sebab wala’ (‫ )الوالء‬atau sebab jalan memerdekakan budak.


Tuan yang memerdekakan hamba sahayanya apabila hamba sahaya yang
dimerdekakan itu mati, maka tuan itu berhak menerima harta pusaka atau warisan
peninggalan hamba sahaya itu. Rasulullah SAW bersabda :
“Sesungguhnya hak menerima harta pusaka itu bagi orang yang
memerdekakan(H.R. Bukhari Muslim)

4)  Sebab kesamaan agama (‫)اتحاد الدين‬.


Kesamaan agama yaitu apabila ada orang Islam yang meninggal dunia sedangkan
ia tidak mempunyai ahli waris (baik sebab nasab, nikah maupun wala’) maka harta
warisan peninggalannya diserahkan kepada baitul mal untuk umat Islam.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Saya adalah ahli waris bagi orang yang tidak mempunyai ahli waris”  (HR. Ahmad
dan Abu Dawud)
Rasulullah SAW. terang tidak menerima harta pusaka untuk diri beliau sendiri, hanya
beliau menerima warisan seperti itu untuk dipergunakan semata-mata untuk
kemaslahatan umat Islam.

4.    Jelaskan halangan waris mewarisi ?


Halangan waris mewarisi :
Yang dimaksud terhalang di sini adalah Ahli waris baik laki-laki maupun perempuan
yang semestinya mendapatkan harta warisan tetapi terhalang karena adanya sebab-
sebab tertentu. Orang tersebut disebut orang yang terhalang(Mamnu’ul Irtsy) atau
disebut terhalang karena adanya sifat tertentu (Mahjub bil Washfi).

Ahli waris menjadi gugur haknya untuk mendapatkan harta warisan disebabkan
karena  sebagai berikut:
1)   Pembunuh
Orang yang membunuh kerabat keluarganya tidak berhak mendapatkan harta
warisan dari yang terbunuh. Sabda Nabi Muhammad SAW :
“Tidak berhak mendapatkan harta warisan sedikitpun seorang yang membunuh”.
Mengenai masalah ini, ada perbedaan pendapat :
(1)   Segolongan kecil berpendapat, bahwa si pembunuh tetap mendapatkan warisn
selaku, selaku ahli wais.
(2)   Kemudian golongan lain memisahkan sifat pembunuhan itu, yaitu pembunuhan
yang disengaja dan yang tersalah. Siapa yang melakukan pembunuhan dengan
sengaja, dia tidak mendapat warisan sama sekali. Siapa yang melakukan
pembunuhan tersalah, dia tetap mendapat warisan. Pendapat ini dianut oleh Malik
bin Anas dan pengikut-pengikutnya.
Yang menjadi pangkal pokok perbedaan pendapat mengenai hal ini ialah,
disebabkan suatu pertimbangan tentang kepentingan umum. Menurut kepentingan
umum, sudah sepantasnya si pembunuh itu tidak mendapatkan warisan, supaya
jangan sampai terjadi pembunuhan-pembunuhan, karena mengharapkan harta
warisan. Demikian penemikian pendapat sebagaian besar ulama. 

2)   Budak (Hamba Sahaya)


Seorang yang menjadi budak tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari
tuannya, dan juga tuannya tidak berhak untuk mendapatkan harta warisan dari
budaknya. Sebagaimana firman Allah SWT ”.  (QS. An-Nahl: 75):
   ƒ
75. Allah membuat perumpamaan dengan seorang hamba sahaya yang dimiliki yang
tidak dapat bertindak terhadap sesuatupun dan seorang yang Kami beri rezki yang
baik dari Kami, lalu Dia menafkahkan sebagian dari rezki itu secara sembunyi dan
secara terang-terangan, Adakah mereka itu sama? segala puji hanya bagi Allah,
tetapi kebanyakan mereka tiada mengetahui[833].

[833] Maksud dari perumpamaan ini ialah untuk membantah orang-orang musyrikin
yang menyamakan Tuhan yang memberi rezki dengan berhala-berhala yang tidak
berdaya.

3)   Orang murtad.
Murtad artinya keluar dari agama Islam. Orang murtad tidak berhak mendapat
warisan dari keluarganya yang beragama Islam. Demikian juga sebaliknya.
4)   Perbedaan Agama
Orang Islam tidak dapat mewarisi harta warisan dari orang kafir meskipun masih
kerabat keluarganya. Demikian juga sebaliknya sebagaimana Sabda Rasulullah:
“Orang Islam tidak bisa mendapatkan harta warisan dari orang kafir, dan orang kafir
tidak bisa mendapatkan harta warisan dari Orang Islam (HR. Bukhari Muslim)

Ada beberapa ahli waris yang tidak bisa terhalangi haknya meskipun semua ahli
waris itu ada. Mereka itu adalah :
1)   Anak laki-laki
2)   Anak perempuan
3)   Bapak
4)   Ibu
5)   Suami atau isteri

5.    Jelaskan macam-macam ahli waris dan bagiannya ?


Macam-macam ahli waris dan bagiannya :
a.   Klasifikasi Ahli Waris
Ahli waris adalah orang-orang yang berhak menerima bagian dari harta warisan. Ahli
waris tersebut adalah baik laki-laki mapun perempuan, baik yang mendapatkan
bagian tertentu (Dzawil Furudh), maupun yang mendapatkan sisa (Ashabah), dan
yang terhalang (Mahjub) maupun yang tidak. Ditinjau dari sebab-sebab seseorang
menjadi ahli waris, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1)        Ahli waris Sababiyah
Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan
perkawinan dengan orang yang meninggal yaitu suami atau istri.

2)    Ahli waris Nasabiyah


Yaitu orang yang berhak menerima bagian harta warisan karena hubungan nasab
atau  pertalian darah dengan orang yang meninggal. Ahli waris nasabiyah ini dibagi
menjadi tiga kelompok yaitu :
a)  Ushulul Mayyit, yang terdiri dari bapak, ibu, kakek, nenek, dan seterusnya ke atas
(garis keturunan ke atas).
b)  Al Furu’ul Mayyit, yaitu anak, cucu, dan seterusnya sampai ke bawah (garis
keturunan ke bawah).
c)  Al Hawasyis, yaitu saudara paman, bibi, serta anak-anak mereka (garis keturunan
ke samping) Dari segi jenis kelamin, ahli waris, dibagi menjadi ahli waris laki-laki dan
ahli waris perempuan.

Yang termasuk ahli waris laki-laki ada lima belas orang, yaitu:
1)        Suami
2)        anak laki-laki
3)        cucu laki-laki
4)        bapak
5)        kakek dari bapak sampai ke atas  
6)        saudara laki-laki kandung
7)        saudara laki-laki seayah
8)        saudara laki-laki seibu
9)        anak laki-laki saudara laki-laki sekandung 
10)    anak laki-laki saudara laki-laki seayah    
11)    paman sekandung dengan bapak
12)    paman seayah dengan bapak
13)    anak laki-laki paman sekandung dengan bapak
14)    anak laki-laki paman seayah dengan bapak
15)    orang yang memerdekakan

Jika semua ahli waris laki-laki di atas ada semua, maka yang mendapat warisan
adalah suami, anak laki-laki, dan bapak, sedangkan yang lain terhalang
Adapun ahli waris perempuan ada 10 orang, yaitu :
1)        Istri
2)        Anak perempuan
3)        Cucu perempuan dari anak laki-laki
4)        Ibu
5)        Nenek dari ibu 
6)        Nenek dari bapak
7)        Saudara perempuan kandung
8)        Saudara perempuan seayah 
9)        Saudara perempuan seibu 
10)    Orang perempuan yang memerdekakan

Jika ahli waris perempuan ini semua ada, maka yang mendapat bagian harta
warisan adalah : istri, anak perempuan, ibu, cucu perempuan dari anak laki-laki dan
saudara perempuan kandung.

Selanjutnya, jika seluruh ahli waris ada baik laki-laki maupun perempuan yang
mendapat bagian adalah :
1)   Suami/istri,
2)   Bapak/ibu,
3)   anak laki-laki.
4)   anak perempuan.

b.  Furudhul Muqadzarah
Furudzul Muqaddarah adalah bagian-bagian tertentu yang telah ditetapkan Al-
Qur’an bagi ahli waris tertentu juga. Bagian tertentu tersebut menurut Al-Qur’an
adalah:
1)      Bagian 1/2
2)      Bagian 1/4
3)      Bagian 1/8
4)      Bagian 1/3
5)      Bagian 2/3
6)      Bagian 1/6

c.  Dzawil Furudz
Dzawil Furudh adalah orang-orang dari ahli waris yang mendapatkan bagian tertentu
sebagaimana tersebut di atas, disebut juga Ashabul Furudh.
Adapun bagian-bagian tertentu tersebut menurut Al-Qur’an  adalah :
1)    Ahli waris yang mendapat bagian ½, ada lima ahli waris sebagai berikut :
a)  Anak perempuan (tunggal), dan jika tidak ada anak laki-laki.
Berdasarkan firman Allah :
   “jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh 1/2 harta” (QS. An
Nisa/4 : 11)
b)  Cucu perempuan tunggal dari anak laki-laki selama tidak ada :
1)    anak laki-laki;
2)    cucu laki-laki dari anak laki-laki;
c)  Saudara perempuan kandung tunggal, jika tidak ada :
1)    Anak laki-laki atau anak perempuan;
2)    Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
3)    Bapak;
4)    Kakek ( bapak dari bapak );
5)    Saudara laki-laki sekandung.
Firman Allah SWT :
”Jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai
saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari
harta yang ditinggalkannya”. (Q.S. An-Nisa’/4 :176 )

d)    Saudara perempuan seayah tunggal, dan jika tidak ada :


1)    Anak laki-laki atau anak perempuan;
2)    Cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki;
3)    Bapak;
4)    Kakek ( bapak dari bapak );
5)    Saudara perempuan sekandung.
6)    saudara laki-laki sebapak.
Firman Allah SWT :
“Dan bagi orang yang meninggalkan saudara perempuan maka ia mendapat bagian
1/2 dari harta warisan”. (QS. An Nisa/4: 175) .

e)    Suami,  jika tidak ada :


1)    anak laki-laki atau perempuan
2)    cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Firman Allah SWT :
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-
isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak”(Q.S. An-Nisa’/4 :12 )
2)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/4
a)  Suami, jika ada :
1)  anak laki-laki atau perempuan
2)  cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki
Firman Allah SWT :
“Apabila istri-istri kamu itu mempunyai anak maka kamu memperoleh seperempat
harta yang ditinggalkan” (Q.S, an-Nisa/4 : 12)

b)  Istri (seorang atau lebih), jika ada :


1)  anak laki-laki atau perempuan
2)  cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Firman Allah SWT :
“Dan bagi istri-istrimu mendapat seperempat dari harta yang kamu tinggalkan
apabila kamu tidak meninggalkan anak”. (Q.S. An-Nisa’/4: 12)

3)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/8


Ahli waris yang mendapat bagian 1//8 adalah istri baik seorang atau lebih, jika ada :
(1)     anak laki-laki atau perempuan
(2)     cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.
Firman Allah SWT :
“Apabila kamu mempunyai anak, maka untuk istri-istrimu itu seperdelapan dari harta
yang kamu tinggalkan “. (Q.S.An-Nisa’/4 : 12)

4)  Ahli waris yang mendapat bagian 2/3


Dua pertega ( 2/3) dari harta pusaka  menjadi bagian empat orang :
a)    Dua orang anak perempuan atau lebih jika mereka tidak mempunyai saudara laki-
laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Jika anak itu semua perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari
harta yang ditinggalkan”.(Q.S. An-Nisa’ /4 : 11 )
b)  Dua orang cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki jika tidak ada anak
perempuan atau cucu laki-laki dari anak laki-laki.
c)  Dua orang saudara perempuan kandung atau lebih, jika tidak ada anak perempuan
atau cucu perempuan dari anak laki-laki atau saudarai laki-laki kandung.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari
harta yang ditinggalkannya oleh yang meninggal”.(Q.S. An-Nisa’/4 : 176 )
d) Dua orang perempuan seayah atau lebih, jika tidak ada anak atau cucu dari anak
laki-laki dan saudara laki-laki seayah.

5)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/3


a)  Ibu, jika yang meninggal tidak memiliki anak atau cucu dari anak laki-laki atau
saudara-saudara.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapaknya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam”. (QS. An Nisa : 11).
b)  Dua orang saudara atau lebih baik laki-laki atau perempuan yang seibu.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari satu orang, maka mereka bersekutu
dalam yang sepertiga itu”. (Q.S. An-Nisa’/4 : 12

6)  Ahli waris yang mendapat bagian 1/6.


Bagian seperenam (1/6) dari harta pusaka menjadi milik tujuh orang :
a)  Ibu, jika yang meninggal itu mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki atau dua
orang atau lebih dari saudara laki-laki atau perempuan.
b)  Bapak, bila yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Dan untuk dua orang ibu bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak”.( Q.S An-Nisa’/4 : 11 ) 
c)  Nenek (Ibu dari ibu atau ibu dari bapak), bila tidak ada ibu.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“Bahwasanya Nabi SAW. telah memberikan bagian seperenam kepada nenek, jika
tidak terdapat (yang menghalanginya), yaitu ibu”.(H.R. Abu Dawud dan Nasa’i )
d) Cucu perempuan dari anak laki-laki, seorang atau lebih, jika bersama-sama 
seorang anak perempuan .
Sabda Nabi Muhammad SAW :
“ Nabi SAW. telah menetapkan seperenam bagian untuk cucu perempuan dari anak
laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan”. (H.R. Bukhari ).
e)  Kakek, jika yang meninggal mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki, dan tidak
ada bapak.
f)  Seorang saudara seibu (laki-laki atau perempuan),  jika yang meninggal tidak
mempunyai anak atau cucu dari anak laki-laki dan bapak.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
“ Tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki seibu saja, atau saudara perempuan
seibu saja, maka bagi masing-masing kedua saudara ibu seperenam harta”. ( Q.S.
An-Nisa’/4 : 12 )
g)  Saudara perempuan seayah seorang atau lebih, jika yang meninggal dunia
mempunyai saudara perempuan sekandung dan tidak ada saudara laki-laki
sebapak.

Ahli waris yang tergolong dzawil furudz dan kemungkinan bagian masing-masing
adalah sebagai berikut :
1)  Bapak mempunyai tiga kemungkinan;
a)  1/6 jika bersama anak laki-laki.
b)  1/6 dan ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan dari anak
laki-laki.
c)  ashabah jika tidak ada anak.
2)  Kakek (bapak dari bapak) mempunyai 4 kemungkinan
a)  1/6 jika bersama anak laki-laki atau perempuan
b)  1/6 dan ashabah  jika bersama anak laki-laki atau perempuan
c)  Ashabah ketika tidak ada anak atau bapak.
d)  Mahjub atau terhalang jika ada bapak.
3)  Suami mempunyai dua kemungkinan;
a)  1/2 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b)  1/4 jika yang meninggal mempunyai anak.
4)  Anak perempuan mempunyai tiga kemungkinan;
a)  1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak laki-laki.
b)  2/3 jika dua orang atau lebih dan jika tidak ada anak laki-laki.
c)  menjadi ashabah, jika bersamanya ada anak laki-laki.
5)  Cucu perempuan dari anak laki-laki  mempunyai 5 kemungkinan;
a)  1/2 jika seorang saja dan tidak ada anak dan cucu laki-laki dari anak laki-laki.
b)  2/3 jika cucu perempuan itu dua orang atau lebih dan tidak ada anak dan cucu laki-
laki dari anak laki-laki.
c)  1/6 jika bersamanya ada seorang anak perempuan dan tidak ada anak laki-laki dan
cucu laki-laki dari anak laki-laki.
d) Menjadi ashabah jika bersamanya ada cucu laki-laki.
e)  Mahjub/terhalang oleh dua orang anak perempuan atau anak laki-laki.
6)  Istri mempunyai dua kemungkinan;
a)  1/4 jika yang meninggal tidak mempunyai anak.
b)  1/8 jika yang meninggal mempunyai anak.
7)  Ibu mempunyai tiga kemungkinan;
a)  1/6 jika yang meninggal mempunyai anak.
b)  1/3 jika yang meninggal tidak mempunyai anak atau dua orang saudara.
c)  1/3 dari sisa ketika ahli warisnya terdiri dari suami, Ibu dan bapak, atau istri, ibu dan
bapak.
8)  Saudara perempuan kandung mempunyai lima kemungkinan
a)  1/2 kalau ia seorang saja.
b)  2/8 jika dua orang atau lebih.
c)  Ashabah kalau bersama anak perempuan.
d) Mahjub/tertutup jika ada ayah atau anak laki-laki atau cucu laki-laki.
9)  Saudara perempuan seayah mempunyai tujuh kemungkinan
a)  1/2 jika ia seorang saja.
b)  2/3 jika dua orang atau lebih.
c)  Ashabah jika bersama anak perempuan atau cucu perempuan.
d)  1/6 jika bersama saudara perempuan sekandung.
e)  Mahjub/terhalang oleh ayah atau anak laki-laki, atau cucu laki-laki atau saudara
laki-laki kandung atau saudara kandung yang menjadi ashabah.
10)  Saudara perempuan atau laki-laki seibu mempunyai tiga kemungkinan.
a)  1/6 jika seorang, baik laki-laki atau perempuan.
b)  1/3 jika ada dua orang atau lebih baik laki-laki atau permpuan.
c)  Mahjub/terhalang oleh anak laki-laki atau perempuan, cucu laki-laki, ayah atau
nenek laki-laki.
11)  Nenek (ibu dari ibu) mempunyai dua kemungkinan
a)  1/6 jika seorang atau lebih dan tidak ada ibu.
b)  Mahjub/terhalang oleh ibu.

d.  ’Ashabah
1)  Menurut bahasa ashabah adalah bentuk jamak dari ”Ashib” yang artinya mengikat,
menguatkan hubungan kerabat/nasab.
2)  Menurut syara’ ’ashabah adalah ahli waris yang bagiannya tidak ditetapkan tetapi
bisa mendapat semua harta atau sisa harta setelah harta dibagi kepada ahli waris
dzawil furudz.
3)  Ahli waris yang menjadi ’ashabah kemungkinan mendapat seluruh harta, karena
tidak ada ahli waris dzawil furudh, akan mendapat sebagaian sisa ketika ia bersama
ahli waris dzawil furudh, atau bahkan tidak mendapatkan sisa sama sekali karena
sudah habis dibagikan kepada ahli waris dzawil furudh.

Di dalam istilah ilmu faraidh, macam-macam ‘ashabah ada tiga yaitu :


1)  ‘Ashabah Binnafsi yaitu menjadi ‘ashabah dengan sebab sendirinya, tanpa
disebabkan oleh orang lain. Ahli waris yang termasuk ashabah binnafsi adalah :
a)  Anak laki-laki
b)  Cucu laki-laki
c)  Ayah
d)  Kakek
e)  Saudara kandung laki-laki
f)  Sudara seayah laki-laki
g)  Anak laki-laki saudara laki-laki kandung
h)  Anak laki-laki saudara laki-laki seayah
i)   Paman kandung
j)   Paman seayah
k)  Anak laki-laki paman kandung
l)   Anak laki-laki paman seayah
m) Laki-laki yang memerdekakan budak

Apabila semua ‘ashabah-‘ashabah ada, maka tidak semua ‘ashabah mendapat


bagian, akan tetapi harus didahulukan orang-orang ( ‘ashabah-‘ashabah) yang lebih
dekat pertaliannya dengan orang yang meninggal itu. Jadi, penentuannya diatur
menurut nomor urut yang tersebut di atas.

Jika ahli waris yang ditinggalkan terdiri dari anak laki-laki dan anak perempuan,
maka mereka mengambil semua harta ataupun semua sisa. Cara pembagiannya
ialah, untuk anak laki-laki mendapat dua kali lipat bagian anak perempuan.
Firman Allah dalam al-Qur’an :
“Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.
yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak
perempuan”. (Q.S.An-Nisa’/4 : 11)

2)  ‘Ashabah Bilgha’ir yaitu anak perempuan, cucu peremuan, saudara perempuan


seayah, yang menjadi ashabah jika bersama saudara laki-laki mereka masing-
masing ( ‘Ashabah dengan sebab terbawa oleh laki-laki yang setingkat ).
Prempuan yang menjadi ‘ashabah dengan sebab orang lain adalah :
a)  Anak laki-laki dapat menarik saudaranya yang perempuan menjadi ‘ashabah
dengan ketentuan, bahwa untuk laki-laki mendapat bagian dua kali lipat bagian
perempuan.
b)  Cucu laki-laki dari anak laki-laki, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan
menjadi ‘ashabah.
c)  Saudara laki-laki sekandung, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan
menjadi ‘ashabah.
d)  Saudara laki-laki sebapak, juga dapat menarik saudaranya yang perempuan
menjadi ‘ashabah.

Jika ahli waris yang ditinggalkan dua orang saudara atau lebih, maka cara
membaginya ialah, untuk saudara laki-laki dua kali lipat saudara perempuan.
Allah berfirman adalam al-Qur’an :
“Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka
bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara
perempuan”. (.Q.S, An-Nisa’ /4 : 176 )

3)  ‘Ashabah Ma’algha’ir ( ‘ashabah bersama orang lain ) yaitu ahli waris perempuan
yang menjadi ashabah dengan adanya ahli waris perempuan lain. Mereka adalah :
a)  Saudara perempuan sekandung menjadi ashabah bersama dengan anak
perempuan (seorang atau lebih) atau cucu perempuan dari anak laki-laki.
b)  Saudara perempuan seayah menjadi ashabah jika bersama anak perempuan atau
cucu perempuan (seorang atau lebih) dari anak laki-laki.

e.  Hijab
Hijab adalah penghapusan hak waris seseorang, baik penghapusan sama sekali
ataupun pengurangan bagian harta warisan karena ada ahli waris yang lebih dekat
pertaliaannya ( hubungannya ) dengan orang yang meninggal.
Oleh karena itu hijab ada dua macam :
1)  (hijab hirman) yaitu penghapusan seluruh bagian , karena ada ahli waris yang lebih
dekat hubungannya dengan orang yang meninggal itu. Contoh cucu laki-laki dari
anak laki-laki, tidak mendapat bagian selama ada anak laki-laki.
2)  (hijab nuqshon) yaitu pengurangan bagian dari harta warisan, karena ada ahli waris
lain yang bersama-sama dengan dia. Contoh : ibu mendapat 1/3 bagian, tetapi yang
meninggal itu mempunyai anak atau cucu atau beberapa saudara, maka bagian ibu
berubah menjadi 1/6.
Dengan demikian ada ahli waris yang terhalang (tidak mendapat bagian) yang
disebut (mahjub hirman), ada ahli waris yang hanya bergeser atau berkurang
bagiannya yang disebut  (mahjub nuqshan) Ahli waris  yang terakhir ini tidak akan
terhalang meskipun semua ahli waris ada, mereka tetap akan mendapat bagian
harta warisan meskipun dapat berkurang. Mereka adalah ahli waris dekat yang
disebut  (Al Aqrabun) mereka terdiri dari : Suami atau istri, Anak laki-laki dan anak
perempuan, Ayah dan ibu.

Ahli waris yang terhalang :

Berikut di bawah ini ahli waris yang terhijab atau terhalang oleh ahli waris yang lebih
dekat hubungannya dengan yang meninggal adalah :
1)  Kakek (ayah dari ayah) terhijab/terhalang oleh ayah. Jika ayah masih hidup maka
kakek tidak mendapat bagian.
2)  Nenek (ibu dari ibu) terhijab /terhalang oleh ibu
3)  Nenek dari ayah, terhijab/terhalang oleh ayah dan juga oleh ibu
4)  Cucu dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh anak laki-laki
5)  Saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki dari anak laki-laki
c)  ayah
6)  Saudara kandung perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  ayah
7)  Saudara ayah laki-laki dan perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  anak laki-laki dan anak laki-laki
c)  ayah
d)  saudara kandung laki-laki
e)  saudara kandung perempuan
f)     anak perempuan
g)  cucu perempuan
8)  Saudara seibu laki-laki / perempuan terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki atau perempuan
b)  cucu laki-laki  atau perempuan
c)  ayah
d)  kakek
9)  Anak laki-laki dari saudara kandung laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)     saudara seayah laki-laki
10)  Anak laki-laki dari saudara laki-laki seayah terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)  saudara seayah laki-laki
11)  Paman (saudara laki-laki sekandung ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)              ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)  saudara seayah laki-laki
12)  Paman (saudara laki-laki sebapak ayah) terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)  saudara seayah laki-laki
13)  Anak laki-laki paman sekandung terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)   saudara seayah laki-laki
14)  Anak laki-laki paman seayah terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  cucu laki-laki
c)  ayah
d)  kakek
e)  saudara kandung laki-laki
f)  saudara seayah laki-laki
15)  Cucu perempuan dari anak laki-laki terhijab/terhalang oleh :
a)  anak laki-laki
b)  dua orang perempuan jika cucu perempuan tersebut tidak bersaudara laki-laki yang
menjadikan dia sebagai ashabah
Bagian orang hilang :
Para ahli Faraidl memberikan batasan atau arti mafqud ialah orang yang sudah lama
pergi meninggalkan tempat tinggalnya dan tidak diketahui kabar beritanya, tempat
tinggalnya (domisilinya) dan tidak diketahui pula tentang hidup dan matinya.
Pembahasan warisan orang hilang (mafqud) ini termasuk bagian miratsut taqdiri,
artinya waris mewaris atau pusaka mempusakai dengan cara / jalan perkiraan
seperti waris khuntsa (wadam) dan waris anak dalam kandungan. Dalam masalah
orang hilang (mafqud) ini, Ahmad Azhar Basyir, MA menyatakan bahwa kedudukan
hukum orang hilang atau (mafqud) adalah dipandang (dianggap) hidup dalam hal-hal
yang menyangkut hak-hak orang lain, sehingga dapat diketahui dengan jelas, mati
atau hidupnya atau berdasarkan keputusan hakim tentang mati atau hidupnya.
Akibat dari ketentuan tersebut adalah :
1)   Harta benda tidak boleh diwaris pada saat hilangnya, sebab mungkin dalam suatu
waktu dapat diketahui ia masih hidup.
2)   Tidak berhak waris terhadap harta peninggalan kerabatnya yang meninggal dunia
setelah mafqud meninggalkan tempat. Walaupun demikian karena kematian mafqud
itu belum dapat diketahui secara pasti ia masih harus diperhatikan dalam pembagian
waris. Seperti keadaan dalam kandungan.
3)   Bagian orang yang hilang (mafqud) disisihkan sampai dapat diketahui keadaannya
masih hidup atau telah meninggal dunia atau keputusan hakim menyatakan telah
meninggal dunia.
4)   Cara pembagian terhadap ahli waris yang ada diperhitungkan dengan perkiraan
bahwa mafqud masih hidup. Misalnya, Ahli waris terdiri dari 2 orang anak
perempuan dan 1 orang anak laki-laki mafqud, maka harta warisan dibagi 4 (empat).
Satu bagian untuk masing-masing anak perempuan dan 2 (dua) bagian disimpan
untuk anak laki-laki mafqud.

9.    Jelaskan tentang pembagian harta bersama ?


Pembagian harta bersama  :
1)   Sebagai orang Islam kita harus menjalankan syari’at Islam yang diterangkan dalam
Al-Qur’an dan as-Sunah. Apa yang diperintahkan harus dijalankan, sedangkan yang
dilarang harus ditinggalkan.
2)   Demikian halnya yang berkaitan dengan pembagian harta warisan bagi yang
berhak menerima, harus dijalankan agar tidak terjadi perselisihan. Karena orang
yang tidak menjalankan perintah Allah SWT ( membagi harta warisan) akan
dimasukkan kedalam neraka. Allah SWT. berfirman :
Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-
ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia kekal
di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan. (Q.S. An-Nisa’/4 : 14)

Rasulullah SAW juga memerintahkan agar kita membagi harta warisan sesuai
dengan sabdanya : “Bagilah harta warisan antara ahli-ahli waris menurut kitab Allah
( Al Qur’an)”. (H.R. Muslim dan Abu Dawud)
10.    Jelaskan hikmah pembagian warisan?
Hikmah pembagian warisan :
1.    Pembagian waris dimaksudkan untuk memelihara harta (Hifdzul Maal). Hal ini
sesuai dengan salah satu tujuan Syari’ah (Maqasidus Syari’ah) itu sendiri yaitu
memelihara harta.
2.    Mengentaskan kemiskinan dalam kehidupan berkeluarga.
3.    Menjalin tali silaturahmi antar anggota keluarga dan memeliharanya agar tetap utuh.
4.    Merupakan suatu bentuk pengalihan amanah atau tanggung jawab dari seseorang
kepada orang lain, karena hakekatnya harta adalah amanah Alloh SWT yang harus
dipelihara dan tentunya harus dipertanggungjawabkan kelak.
5.    Adanya asas keadilan antara laki-laki dan perempuan sehingga akan tercipta
kesejahteraan sosial dalam menghindari adanya kesenjangan maupun
kecemburuan sosial.
6.    Melalui sistem waris dalam lingkup keluarga.
7.    Selain itu harta warisan itu bisa juga menjadi fasilitator untuk seseoranng
membersihkan dirinya maupun hartanya dari terpuruknya harta tersebut.
8.    Mewujudkan kemashlahatan umat islam.
9.    Dilihat dari berbagai sudut, warisan atau pusaka adalah kebenaran, keadilan, dan
kemashlahatan bagi umat manusia.
10.  Ketentuan hukum waris menjamin perlindungan bagi keluarga dan tidak merintangi
kemerdekaan serta kemajuan generasi ke generasi dalam bermasyrakat.
WASIAT
1.    Jelaskan pengertian wasiat ?
Pengertian wasiat  :
1)   Kata Wasiat menurut bahasa memiliki beberapa arti, yaitu “menjadikan, menaruh
kasih sayang, menyuruh dan menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain”.
2)   Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia bahwa yang disebutkan dengan wasiat
adalah pemberian suatu benda dari pewaris kepada orang lain atau lembaga yang
akan berlaku setelah pewaris meninggal dunia (Pasal 171 huruf f).

Rukun Wasiat :
1)  Ada orang yang berwasiat.
2)  Ada yang menerima wasiat.
3)  Sesuatu yang diwasiatkan, disyaratkan dapat berpindah milik dari seseorang
kepada orang lain.
4)  Lafaz (kalimat) wasiat.
Sebanyak-banyaknya wasiat adalah sepertiga dari harta dan tidak boleh lebih dari
itu kecuali apabila diizinkan oleh semua ahli waris sesudah orang yag berwasiat itu
meninggal.
Syarat-syarat orang yang dapat diserahi wasiat adalah:
1)  Beragama Islam.
2)  Sudah baligh.
3)  Orang yang berakal sehat.
4)  Orang yang merdeka.
5)  Amanah (dapat dipercaya).
6)  Cakap dalam menjalankan sebagaimana yang dikehendaki oleh orang yang
berwasiat.
Tata Cara Berwasiat :
Di dalam KHI Pasal 195 ayat (1) dinyatakan bahwa
Wasiat dilakukan secara lisan dihadapan dua orang saksi, atau tertulis dihadapan
dua oramg saksi, atau dihadapan notaris.

2.    Jelaskan keterkaitan waris dengan wasiat ?


Keterkaitan waris dengan wasiat :
1)   Pengertian Wasiat
Wasiat adalah pesan tentang suatu kebaikan yang akan dilaksanakan setelah orang
yang berwasiat itu meninggal dunia. Misal orang yang menjelang mati berpesan
terhadap orang lain (bukan ahli warisnya), bahwa ia (orang lain) itu akan mendapat
sebagaian harta peninggalannya. Pelaksanaannya setelah yang berwasiat itu
meninggal dunia, sebelum membagikan harta peninggalan kepada ahli warisnya.
Wasiat tidak boleh ditujukan kepada orang yang termasuk ahli waris, hadits nabi :

)‫ (رواه الخمسة إال النساء‬ ‫ث‬ ِ ‫هللا َق ْد اَعْ َطى ُك َّل ذِى َح ِّق َح َّق ُه َفالَ َوصِ َّي َة ل َِو‬
ِ ‫ار‬ ُ ْ‫ َسمِع‬: ‫َعنْ اَ ِبى ُأ َم َم َة‬
َ َّ‫م َي ُق ْو ُل ِإن‬.‫ت ص‬
“Dari Abu Umamah, beliau berkata, saya telah mendengar Nabi bersabda,
“Sesungguhnya Allah SWT telah menentukan hak tiap-tiap ahli waris, maka tidak
ada hak wasiat”

2)   Hukum Wasiat
Wasiat hukumnya sunah, apabila tidak lebih dari sepertiga harta, tetapi bagi yang
masih mempunyai kewajiban yang belum terpenuhi, umpamanya mempunyai hutang
yang belum dibayar, atau zakat yang belum ditunaikan, maka wasiat wasiat
mengenai hal-hal yang demikian hukumnya wajib.
Wasiat hanya ditujukan kepada orang yang bukan ahli waris, sedangkan kepada ahli
waris tidak syah kecuali apabila direlakan oleh ahli waris yang lainnya sesudah
meninggalnya yang berwasiat. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwa
harta warisan dibagikan setelah pelaksaaan wasiat.
“Sesudah dibayar wasiat yang diwasiatkannya.” (QS. An Nisa/4 : 11)

‫ْن ِإالَّ َو َوصِ َّي ُت ُه َم ْك ُت ْو َب ٌة عِ ْندَ ُه‬


ِ ‫ْت َل ْي َل َتي‬
ُ ‫َما َح ُّق ِإ ْم ِرى مُسْ ل ٍِم َل ُه َشيٌْئ ي ُِر ْي ُد َانْ ي ُْوصِ َي فِ ْي ِه َي ِبي‬
“Tidak ada seorang muslim yang mempunyai sesuatu, yang pantas diwasiatkan
sampai dua malam, melainkan hendaknya diwasiatnya tertulis di sisi kepalanya (HR.
Saikhani dan lainnya)

Seyogyanya berwasiat itu dilakukan dan disaksikan sekurang-kurangnya oleh dua


orang saksi yang adil, agar beres dikemudian hari. Wasiat dapat dibatalkan oleh
orang yang berwasiat sebelum ia meninggal dunia.

3)   Rukun wasiat dan syarat – syaratnya


Rukun wasiat ada empat yaitu :
(1)     Orang yang berwasiat / Al Musi,
(2)     kepadanya mukallaf dan
(3)     kehendak  sendiri.
(4)   Yang menerima wasiat baik perorangan/ lembaga / Al Musa Lahu ,
syaratnya  :
(1)   Beragama Islam
(2)   Baligh atau dewasa
(3)   Berakal sehat
(4)   Merdeka atau bukan hamba sahaya
(5)   Dapat dipercaya (amanah)
(6)   Berkemampuan untuk melaksanakan wasiat
Jika pelaksana (yang menerima wasiat) ditentukan hendaknya diketahui orangnya, dan
ia boleh dimiliki.
Sesuatu yang diwasiatkan / Al Musa bihi, syaratnya hendaknya yang dapat
dipindahkan milik (ganti nama) dari seseorang kepada orang lain, tidak boleh untuk
maksiat, tetapi harus untuk kemaslakatan umum, umpamanya untuk membangun
masjid, madrasah, rumah yatim dan sebagainya.
Lafal / sighat, disyaratkan dengan kalimat yang dapat dimengerti untuk wasiat.

4)   Kadar Wasiat
Kadar besarnya sesuatu yang diwasiatkan sebesar-besarnya 1/3 dari harta orang
yang berwasiat :
ٍ ُ‫صد ََّق َعلَ ْي ُك ْم ِب ُثل‬
‫ اَ ْم َوالِ ُك ْم عِ ْن َد َو َفا ِت ُك ْم ِز َيادَ ًة فِى َح َس َنا ِت ُك ْم‬ ‫ث‬ َ ‫هللا َت‬
َ َّ‫ِإن‬
“Sesungguhnya Allah SWT menganjurkan untuk bersedekah atasmu dengan
sepertiga harta (pusaka) kamu, ketika menjelang wafatmu, sebagai tambahan
kebaikanmu,”  (HR.Daruqutni dari Muadz bin Jabal)

5)   Macam-macam  Wasiat
Wasiat itu ada dua macam, yaitu :
Wasiat harta benda; seperti berwasiat harta pusaka.
Wasiat hak kekuasaan, yang akan dijalankan sesudah ia meninggal. Macamnya ada
dua, yaitu
1)    Hak kekuasaan yang diwasiatkan berupa tanggung jawab, yang dapat dilaksanakan
orang lainsecara bebas, tidak mempunyai kedudukan tertentu. Misalnya wasiat
untuk kelanjutan pendidikan anaknya, wasiat membayar hutangnya, wasiat untuk
mengembalikan barang pinjamannya.
2)  Hak kekuasaan yang diwasiatkan berupa tanggung jawab, yang pelaksanaan-nya
pada orang tertentu, sesuai kedudukannya menurut ketentuan syari’at Islam. Seperti
berwasiat perwalian nikah anak perempuan. Karena wali nikah sudah ada
ketentuannya, mak berwasiat perwalian nikah tidak syah. Wasiat harta pusaka ada
ketentuannya khusus, yaitu yang berhak menerima wasiat itu adalah orang yang
bukan ahli waris. 
6)   Wasiat bagi Orang yang tidak Memiliki Ahli Waris
Jika seseorang meninggal dunia dan meninggalkan harta sedangkan ia tidak
mempunyai seorang pun ahli waris maka seluruh hartanya diserahkan pada Baitul
Mal atau lembaga lain yang sejenis.

3.    Jelaskan ketentuan wasiat dan hikmahnya ?


Ketentuan wasiat:
1)   Dalam menjalani ketentuan wasiat seseorang pada hartanya hanya dapat dipenuhi
maksimal 1/3 total harta yang dimilikinya secara sempurna, setelah dikurangi
berbagai kewajiban-kewajibannya, seperti penunaian hutang, pajak, dan juga
zakatnya.   

2)   Rasululloh bersabda " Wasiat itu sepertiga, sedangkan sepertiga itu sudah banyak.
Dan ketika Sa'ad bin Abi Waqash sakit, ia bertanya kepada Nabi saw, Apakah aku
boleh berwasiat 2/3 atau 1/2 dari harta yang dimiliki ? Rasululloh menjawab dalam
haditsnya yang diriwayatkan Bukhari Muslim
"Tidak, saya bertanya lagi (bagaimana kalau) 1/3 ? Nabi menjawab "ya" 1/3, 1/3 itupun
banyak. Sesungguhnya engkau tinggalkan ahli waris dalam keadaan cukup itu lebih
baik daripada engkau meninggalkan dalam keadaan papa dan harus meminta-minta
kepada orang lain".
Dalam pembatasan pada angka 1/3 dimaksudkan untuk melindungi ahli waris dari
hak-hak kewarisannya sekaligus mencegah terjadinya konflik akibat distribusi harta
yang tidak merata.

Hikmah wasiat :
1)  Pembolehan pemberian wasiat atas harta menegaskan akan hak pemilik harta yang
masih utuh
2)  Melakukan amal kebajikan dan amal jariya
3)  Jalan keluar untuk mendistribusikan harta kepada kaum kerabat
4)  Pembatasan wasiat sampai 1/3 untuk memberikan perlindungan kepada ahli waris.
5)  Kebaikan yang dimiliki mayat bertambah, berarti pahalanya bertambah.
6)  Membantu kelanjutan program mayat; sehingga tidak terbengkalai.
7)  Sebagai balas jasa dari mayat terhadap seseorang karena dianggap sebagai tulang
punggung si mayat waktu masih hidup
8)  Melegakan hati orang yang diberikan wasiat, sehingga perasaan yang memungkin-
kan merendahankan hati orang itu terhapus.
9)  Menertibkan dan mendamaikan masyarakat, terutama pada suatu keluarga.

Anda mungkin juga menyukai