Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Islam
Indonesia Prodi Hukum Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Islam
Institut Agama Islam Negeri Bone
Oleh:
KELOMPOK 6
MUH RISALDI
NIM.742342021076
ANUGRAH SEPTIANI
NIM.742342021089
A WAHYU RAMADHAN
NIM. 742342021078
1
KATA PENGANTAR
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR.........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Kesimpulan .................................................................................................13
B. Saran ............................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerai dalam Islam adalah adalah melepaskan status ikatan
perkawinan atau putusnya hubungan pernikahan antara suami dan .
Hukum adat mengandung unsur agama, terutama Hindu dan Islam.
Kedua agama tersebut banyak mempengaruhi hukum adat karena terdapat satu
kesamaan yang signifikan dan keduanya memiliki sifat yang sangat sakral.
Badan pembinaan hukum tidak tertulis yang mengandung unsur agama.
Persentuhan nilai keagamaan dengan hukum adat ini terlihat dalam tiga bidang
yaitu hukum keluarga, hukum perkawinan dan harta benda, serta hukum
waris. Dari ketiga bidang hukum adat ini, hukum waris merupakan bidang
yang paling bermasalah karena saat ini terdapat tiga sistem hukum waris yang
berlaku di masyarakat
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan
dibahas di dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa sumber dan dasar hukum kewarisan Islam
2. Bagaimana Hubungan hukum kewarisan Islam dengan hukum waris
Nasional
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat Mengetahui sumber dan dasar hukum kewarisan Islam
2. Agar memahami Hubungan hukum kewarisan Islam dengan hukum waris
Nasional
1
BAB II
PEMBAHASAN
Guris hukum kewarisan pada ayat diatas (QS al-Nisa: 7) adalah sebagai
berikut:
1) Bagi anak laki-laki ada bagian warisan dari harta peninggalan ibu
bapaknya.
2) Bagi aqrabun (keluarga dekat) laki-laki ada bagian warisan dari harta
1
*Otje Salman, Hukum Waris Islam, (Bandung: Aditama, 2006), 6
2
Yayasan Penyelenggara Penterjemal/Pentafsir Al-Qur’an al-Qur’an dan Terjemahannya, Depag
RI, 1986), 78.
3
َ س ۤا ًء فَ ْو
ق ا ْثنَتَ ْي ِن فَلَ ُهنَّ ثُلُثَا َما َ ِلذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ ااْل ُ ْنثَيَ ْي ِن ۚ فَاِنْ ُكنَّ ن َّ ِص ْي ُك ُم هّٰللا ُ فِ ْٓي اَ ْواَل ِد ُك ْم ل
ِ يُ ْو
َُس ِم َّما ت ََركَ اِنْ َكان ُ سد ُّ اح ٍد ِّم ْن ُه َما ال
ِ صفُ ۗ وَاِل َبَ َو ْي ِه لِ ُك ِّل َو ْ ِّتَ َر َك ۚ َواِنْ َكانَتْ َوا ِح َدةً فَلَ َها الن
ُْس ِم ۢنُ سد ُّ ث ۚ َفاِنْ َكانَ لَ ٗ ٓه اِ ْخ َوةٌ َفاِل ُ ِّم ِه الُ ُلَ ٗه َولَ ٌد ۚ فَاِنْ لَّ ْم يَ ُكنْ لَّ ٗه َولَ ٌد َّو َو ِرثَ ٗ ٓه اَبَ ٰوهُ فَاِل ُ ِّم ِه الثُّل
ًضة ُ ص ْي بِ َهٓا اَ ْو َد ْي ٍن ۗ ٰابَ ۤاُؤ ُك ْم َواَ ْبنَ ۤاُؤ ُك ۚ ْم اَل تَ ْد ُر ْونَ اَيُّ ُه ْم اَ ْق َر
َ ب لَ ُك ْم نَ ْف ًعا ۗ فَ ِر ْي ِ صيَّ ٍة يُّ ْو
ِ بَ ْع ِد َو
ِّمنَ هّٰللا ِ ۗ اِنَّ هّٰللا َ َكانَ َعلِ ْي ًما َح ِك ْي ًما
3
Sajuti Thalib, Hukum Kewarisan Islam di Indonesia, (Jakarta, PT. Bina Aksara, 1981), 7.
4
من المرين حسين ان رحله معاه في النبي صلى هللا عليه وسلم فقال ان
يسي إلى مات بها بس
Artinya: “Dari Umar bin Husain bahwa seorang laki-laki datang kepada
NabiLalu berkata bahwasanya anak dari anak meninggalkan harta, Nabi
menjawab:Untukmu seperenam.”
عن أسامة بن قرية عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال ال ترت المستلم
الكثير وال تريت الكابر
Artinya: “Dari Usamah bin Zaid dari Nabi SAW: Orang Islam itu
tidak
Mewarisi orang kafir dan orang kafir tidak mewarisi orang Islam.”
فانه لما يرثه وإن لم يكن له وارث غيره وإن كان قال رسول هللا صلى هللا عليه
وسلم من من قبلقاله الة والده أو واله على المال مرات
4
Al-imam Abu Abdillah Muhammad ibn Ismail al-Mugirah ibn Bardzibahal-Bukhari Sahih al
Bukhari, Juz 4, (Beirut Lebanon: Dar al-Fikr, 1410/1990 M), 194, Sayid al-Imam Muhammad ibn
Ismail ash-San’ani, Subal as-Salam Sarh Bulugh-al-Maram Min Jani Adillat al-Ahkan, Juz 3,
(Meur Musthafa al-Babi al-Halabi Wa Auladuh, 1379 H/1960M), 98.
6
5
R. Van Dijk, Pengantar Hukum Adat Indonesia, Terjemahan oleh A.Sochardi, (Vorkink van
Hoeve Bandung), h. 78.
6
Hamka, Hubungan Timbal Balik Antara Adat dan Syara’ di dalam Kebudayaan Minangkaban,
(Pann Masyarakat. Nomor 61/IV/1970), h. 10
7
7
Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermasa, 1985), h.10-14
9
bahwa 1) bagi orang Islam berlaku hukum Islam; 2) hal tersebut sesuai dengan
keyakinan dan cita-cita hukum, cita-cita moral; 3) hukum adat berlaku bagi
orang Islam jika tidak bertentangan dengan agama Islam dan hukum Islam.8
Dalam perjalanannya, ketiga sistem hukum waris tersebut mengalami
perkembangan dan proses pelembagaan yang berlain-lainan. Hukum waris
Barat relatif tidak mengalami perubahan, yakni bersumber pada BW dan
karenanya tetap sebagaimana pada masa penjajahan dulu. Bagi orang Islam,
masalah penggunaan hukum waris tersebut lebih kompleks lagi, karena hukum
yang ditujukan kepada mereka yang diciptakan melalui legislasi nasional
ternyata tidak memberi kejelasan aturan hukum yang scharusnya untuk
menyelesaikan masalah kewarisan. Hukum waris Islam bukan merupakan
ketentuan hukum yang bersifat imperatif bagi orang Islam. Ini berbeda dengan
ketentuan perkawinan yang bersifat imperatif bagi orang Islam yang akan
melangsungkan perkawinan. Dengan demikian hukum waris Islam bagi orang
Islam di Indonesia adalah bersifat fakultatif (choice of law) yang barang tentu
di ranah faktual tidak sedikit yang berpaling darinya.
Kerumitan yang berawal dari konflik hukum demikian itu sudah
saatnya untuk dicarikan jalan keluar. Ada dua kemungkinan cara penyelesaian
masalah konflik hukum waris tersebut, yakni: (1) tetap membiarkan hukum
waris dalam keberagaman dan manakala timbul konflik hukum kemudian
diserahkan kepada pengadilan; atau (2) melakukan unifikasi dengan membuat
suatu undang-undang baru di bidang kewarisan yang bersifat nasional.
Upaya ke arah unifikasi dan kondifikasi hukum waris yang berlaku
secara nasional seharusnya segera dimulai, di samping untuk menghindari
konflik keluarga, memberikan kepastian hukum, juga sekaligus merupakan
pembaruan terhadap hal-hal yang dianggap tidak adil dalam sistem hukum
waris yang ada.
8
Sayuti Thalib, Receptie a Contraris, Hubungan hukum adat dengan Hukum
Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1980), h. 15.
10
9
Lih Rasudi, Dasar-dasar Filsafat Hukum, (Bandung: Alumni, 1985), h.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hukum waris Islam adalah aturan yang mengatur pengalihan harta
dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Sedangkan
hukum waris adat adalah serangkaian peraturan yang mengatur penerusan
dan pengoperan harta peninggalan atau harta warisan dari suatu generasi
ke generasi lain.
Dasar dan sumber utama dari hukum Islam tentang waris, adalah
nash yang terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Diantaranya: Ayat
al-Qur’an, surat al-Nisa (4) 7 dan Hadis Nabi dari Ibnu Abbas menurut
riwayat al-Bukhari dan Muslim.
Dari ketiga sistem hukum yang berlaku di Indonesia tidak
selamanya berjalan beriringan. Para ahli hukum seringkali memandangnya
12
sebagai sebuah konflik baik sebagai hasil penelitian murni maupun untuk
kepentingan tertentu.
Dalam perjalanannya, ketiga sistem hukum waris tersebut
mengalami perkembangan dan proses pelembagaan yang berlain-lainan.
Hukum waris Barat relatif tidak mengalami perubahan, yakni bersumber
pada BW dan karenanya tetap sebagaimana pada masa penjajahan dulu.
Bagi orang Islam, masalah penggunaan hukum waris tersebut lebih
kompleks lagi, karena hukum yang ditujukan kepada mereka yang
diciptakan melalui legislasi nasional ternyata tidak memberi kejelasan
aturan hukum yang scharusnya untuk menyelesaikan masalah kewarisan.
B. Saran
Demikian makalah yang dapat saya selesaikan. Namun, dalam
penyusunan makalah ini, saya sadari terdapat banyak kekurangan, Karena
saya pun masih dalam tahap belajar. Maka dari itu kritik dan saran yang
konstruktif saya butuhkan dari para pembaca dan pembimbing agar dalam
pembuatan makalah selanjutnya bisa menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Abdul Gani, (1994). Pengantar Kompilasi Hukum Islam Dalam
Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Gema Insani Press,
Wicaksono, F. Satrio (2011). Hukum Waris (Cara Mudah Dan Tepat
Membagi Harta Waris). Jakarta: Tranmedia Pustaka Fuad, Mansun
(2004), Hukum Islam Indonesia Yogyakarta: LkiS Yogyakarta.
A Karim, Muchith (2010), Pelaksanaan Hukum Waris Di Kalangan Umat
Islam Indonesia. Jakarta: Maloho Jaya Abadi Press,
Burhan al-Islam al-Zarnuji, Ta·lim al-Muta·allim, tt. Dar Ihya·al-Kutub al-
·$UDEL\DK WW
Dawam Raharjo, Perkembangan Masyarak dalam Perspektif Pesantren,
pengantar dalam pergulatan dunia pesantren dari bawah, Jakarta: P3M,
1985