Disusun Oleh :
Devi Haryani (2211110107)
Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayahnya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah tentang nikah tepat pada waktunya.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang nikah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca amiin ya robbal alamin.
Penyusun
Daftar Isi
Kata Pengantar......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang....................................................................... 1
C. Tujuan ....................................................................................2
Bab II Pembahasan
A. Kesimpulan ............................................................................................. 13
A. Latar Belakang
Allah swt. telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada
lelaki dan ada perempuan. Salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang
biak yang bertujuan untuk generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh Allah
swt. manusia diberikan karunia berupa pernikahan untuk memasuki jenjang
hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi
sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang
dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Islam
menjadikan lembaga pernikahan itu pulan akan lahir keturunan secara
terhormat, maka adalah satu hal yang wajar pernikahan dikatakan sebagai
suatu peristiwa dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga
kesucian fitrah.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari ketergantungan
dengan orang lain. Menurut Ibnu Khaldun, manusia itu (pasti) dilahirkan di
tengah-tengah masyarakat, dan tidak mungkin hidup kecuali di tengah tengah
mereka pula. Manusia memiliki naluri untuk hidup bersama dan melestarikan
keturunannya. Ini diwujudkan dengan pernikahan. Pernikahan yang menjadi
anjuran Allah swt. dan Rasul-Nya ini merupakan akad yang sangat kuat atau
mitssqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa‟ 4 : 3
“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir
1
tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba
sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar
kamu tidak berbuat zalim.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut
arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang
menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria
dengan seorang wanita.
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab disebut
dengan dua kata, yaitu nikah ( )النِّكَا ُحdan zawaj ( )زواجKedua kata ini yang
terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam
Al-Qur’an dan hadist Nabi. Kata na-ka-ha yang artinya kawin banyak
terdapat dalam Al-Qur’an, seperti dalam Surah An-Nisa‟ ayat 3 :
Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur’an dalam arti kawin
pada surah Al ahzab ayat 37
اج اَ ْد ِعيَ ۤا ِٕى ِه ْم ْ ضى َز ْي ٌد ِّم ْنهَا َوطَر ًۗا زَ َّوجْ ٰن َكهَا لِك
ِ َي اَل يَ ُكوْ نَ َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َح َر ٌج فِ ْٓي اَ ْز َو ٰ َفَلَ َّما ق
Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikan-nya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak
ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak
angkat mereka . . .
3
Secara arti kata nikah berarti “bergabung” ( ) مض, “hubungan kelamin” (
)وطء dan juga berarti “akad” ()عقد. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah
berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak, nikah itu berarti
melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya
keluarga bahagia yang di ridhoi oleh Allah swt.
Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia
sebagai makhluk Allah swt. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat
jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan
jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis,
yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta
yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan
kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
saw. Atau sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda : Dari Anas
bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw. memuji Allah swt. dan menyanjung-
Nya.
“Akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan dan menikahi wanita,
barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari
golonganku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
4
Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya
merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam arti perkawinan tidak sah
bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang
berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam
hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan
syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya.
1. Syarat-Syarat Nikah
Ulama Hanafiyah melihat perkawinan itu dari segi ikatan yang
berlaku antara pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan itu. Oleh
karena itu, yang menjadi rukun perkawinan oleh golongan ini akad nikah
yang dilakukan oleh dua pihak yang melangsungkan perkawinan,
sedangkan yang lainnya seperti kehadiran saksi dan mahar
dikelompokkan kepada syarat itu kepada :
a. Syuruth Al-In‟iqad, yaitu syarat yang menentukan terlaksananya
suatu akad perkawinan. Karena kelangsungan perkawinan tergantung
pada akad, maka syarat di sini adalah syarat yang harus dipenuhi
karena ia berkenaan dengan akad itu sendiri. Bila syarat-syarat itu
tertinggal, maka akad perkawinan disepakati batalnya. Umpamanya,
pihak-pihak yang melakukan akad adalah orang yang memiliki
kemampuan untuk bertindak hukum.
5
melangsungkan akad perkawinan adalah seseorang yang berwenang
untuk itu.
2. Rukun Nikah
Unsur pokok suatu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang
akan kawin, akad perkawinan itu sendiri, wali yang melangsungkan akad
dengan si suami, dua orang saksi menyaksikan telah berlangsungnya
akad perkawinan itu. Berdasarkan pendapat ini rukun perkawinan itu
secara lengkap adalah sebagai berikut :
e. Ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami
6
dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan. KHI secara jelas
membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 14, yang keseluruhan rukun tersebut mengikuti fiqih Syafii dengan
tidak memasukkan mahar dalam rukun.
4) Kedua belah pihak telah setuju untuk kawin dan setuju pula
dengan pihak yang akan mengawininya. Tentang izin dan
persetujuan dari kedua pihak yang akan melangsungkan
perkawinan itu dibicarakan panjang lebar dalam kitab-kitab fiqih
dan berbeda pula ulama dalam menetapkannya.
7
Dalam perkawinan wali adalah seseorang yang bertindak atas
nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh
mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan
oleh walinya.
1) Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang
gila tidak berhak menjadi wali
2) Laki-laki
3) Muslim
4) Orang merdeka
6) Berpikiran baik
7) Adil
8
c. Saksi
Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua saksi supaya ada
kepastian hukum dan menghindari timbulnya sanggahan dari pihak
pihak yang berakad di belakang hari. Saksi dalam pernikahan mesti
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
2) Beragama Islam
3) Orang yang merdeka
4) Bersifat adil
d. Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak
yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab
adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah
penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan
dengan ucapannya “Saya kawinkan anak saya yang bernama . . .
kepadamu dengan mahar . . .”. Qabul adalah penerimaan dari pihak
suami dengan mengucapkan “Saya terima mengawini anak Bapak
yang bernama . . . dengan mahar . . .”
9
a. Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya secara
wajar dan apa adanya.
10
termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang
melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum
masyarakatnya.
Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan
tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata
cara yang sederhana itu tampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi : “Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya”. Dari
pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum
adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam
perkawinan. Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang
menghendaki demikian. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih
kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada
pejabat
yang berwenang atau disebut nikah siri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan di
depan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga
perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.
Perkawinan menurut hukum Islam sudah dianggap sah apabila memenuhi
rukun dan syaratnya. Apabila perkawinan tersebut dihubungkan dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 tentang
perkawinan itu berbunyi : “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku”. Dipertegas dalam Undang-Undang yang
sama pada pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Perkawinan hanya
diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah
mencapai usia 16 tahun”. Jika masih belum cukup umur, pada pasal 7 atat 2
menjelaskan bahwa “Perkawinan dapat disahkan dengan meminta dispensasi
kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tau pihak
pria atau pihak wanita.
11
E. Islam dalam Mengerahkan Pergaulan Remaja
Dalam operasional pergaulan Islam ada aturan baku yang mesti mutlak
untuk ditaati adalah :
2. Menutup aurat secara sempurna, tidak sekedar tutup tapi masih kelihatan
lekuk tubuh dan bentuknya.
11. Islam menyuruh pria dan wanita untuk bertakwa kepada Allah sebagai
kendali internal jiwa seseorang terhadap perbuatan dosa dan maksiat.
12
F. Bahaya Zina dan Dampaknya
Zina ialah seorang pria bercampur dengan seorang wanita tanpa melalui
akad yang sesuai dengan syar‟i. Zina merupakan kejahatan yang sangat besar
yang memberi kesan amat buruk kepada penzina itu sendiri khususnya dan
kepada seluruh umat umumnya. Di zaman sekarang di mana banyaknya
saluran dan media yang berusaha menyeret kearah perbuatan keji ini, maka
amat perlu untuk setiap orang mengetahui bahaya dan dampak buruk yang
timbul dari dosa zina. Di antara bahaya dan dampak tersebut adalah :
2. Zina membunuh rasa malu, padahal dalam Islam malu merupakan suatu
hal yang amat diambil berat dan perhiasan yang sangat indah khasnya
bagi wanita.
8. Penzina akan dipandang oleh manusia dengan pandangan mual dan tidak
percaya.
10. Kesempitan hati dan dada selalu meliputi para penzina. Apa yang ia
dapati dalam kehidupan ini adalah sebalik dari apa yang diingininya. Ini
13
adalah kerana, orang yang mencari kenikmatan hidup dengan cara
bermaksiat kepada Allah maka Allah akan memberikan yang sebaliknya
dari apa yang dia inginkan, dan Allah tidak menjadikan maksiat sebagai
jalan untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.
11. Penzina telah mengharamkan dirinya untuk mendapat bidadari yang jelita
di syurga kelak.
13. Zina Menghilangkan harga diri pelakunya dan merusak masa depannya
disamping meninggalkan aib yang berkepanjangan bukan saja kepada
pelakunya malah kepada seluruh keluarganya.
A. Kesimpulan
Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu.
Menurut istilah syarak, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian
untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan
dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang di ridhoi oleh Allah
14
swt. Syarat-syarat menikah yaitu syuruth al-in‟iqad, syuruth al-shihhah,
syuruth an-nufuz, dan syuruth al-luzum. Diantaranya rukun-rukun nikah ialah
calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali, dua orang saksi, dan ijab
qabul. Tujuan adanya pernikahan ternyata sangat banyak jika ditinjau dari
berbagai sisi. Prosesi atau tata cara pernikahan menurut Islam di Indonesia
antara lain berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1
dan 2 serta pada pasal 7 ayat 1 dan 2. Dalam mengerahkan pergaulan remaja,
ada banyak perintah, anjuran dan larangan yang ada dalam Islam. Salah
satunya adalah perintah menutup aurat secara sempurna. Zina ternyata sangat
berbahaya dan berdampak buruk bagi kehidupan pelakunya maupun orang
orang sekitarnya termasuk keluarganya.
15
DAFTAR PUSTAKA
Drs. H. Muh. Rifa‟i. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra
16
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera
Rifa‟i, H. Moh. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra
http://rezkirasyak.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-agama-islam.html?
m=1 diakses pada tanggal 27/11/2017 pukul 15.37
https://archieslow.wordpress.com/2011/05/25/bagaimana-islam-
mengarahkanpergaulan-remaja/ diakses pada tanggal 8/12/2017 pukul
17.55
17