Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PERNIKAHAN

Disusun Oleh :
Devi Haryani (2211110107)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
UNIVERSITAS IAIN
PALANGKARAYA
2022
Kata Pengantar

Alhamdulillah segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah dan inayahnya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan
makalah tentang nikah tepat pada waktunya.
Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu
saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata saya berharap semoga makalah tentang nikah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca amiin ya robbal alamin.

Palangkaraya, 3 Desember 2022

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................ii

Daftar Isi................................................................................................................iii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang....................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 2

C. Tujuan ....................................................................................2
Bab II Pembahasan

A. Pengertian Pernikahan ........................................................... 3

B. Syarat-Syarat dan Rukun Nikah ............................................ 4

C. Tujuan Pernikahan dalam Islam.............................................. 9

D. Prosesi Pernikahan Menurut Islam di Indonesia ................... 10

E. Bagaimana Islam Mengarahkan Pergaulan Remaja .............. 11

F. Bahaya Zina dan Dampaknya .................................................12


Bab III Penutup

A. Kesimpulan ............................................................................................. 13

B. Kritik dan Saran ...................................................................................... 14


Daftar Pustaka ..................................................................................................... 15
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah swt. telah menciptakan segala sesuatu berpasang-pasangan, ada
lelaki dan ada perempuan. Salah satu ciri makhluk hidup adalah berkembang
biak yang bertujuan untuk generasi atau melanjutkan keturunan. Oleh Allah
swt. manusia diberikan karunia berupa pernikahan untuk memasuki jenjang
hidup baru yang bertujuan untuk melanjutkan dan melestarikan generasinya.
Untuk merealisasikan terjadinya kesatuan dari dua sifat tersebut menjadi
sebuah hubungan yang benar-benar manusiawi, maka Islam telah datang
dengan membawa ajaran pernikahan yang sesuai dengan syariat-Nya. Islam
menjadikan lembaga pernikahan itu pulan akan lahir keturunan secara
terhormat, maka adalah satu hal yang wajar pernikahan dikatakan sebagai
suatu peristiwa dan sangat diharapkan oleh mereka yang ingin menjaga
kesucian fitrah.
Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa terlepas dari ketergantungan
dengan orang lain. Menurut Ibnu Khaldun, manusia itu (pasti) dilahirkan di
tengah-tengah masyarakat, dan tidak mungkin hidup kecuali di tengah tengah
mereka pula. Manusia memiliki naluri untuk hidup bersama dan melestarikan
keturunannya. Ini diwujudkan dengan pernikahan. Pernikahan yang menjadi
anjuran Allah swt. dan Rasul-Nya ini merupakan akad yang sangat kuat atau
mitssqan ghalidzan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Allah berfirman dalam Q.S. An-Nisa‟ 4 : 3

َ ‫ ۤا ِء َم ْث ٰنى َوثُ ٰل‬G‫اب لَ ُك ْم ِّمنَ النِّ َس‬


‫اِ ْن ِخ ْفتُ ْم‬Gَ‫ َع ۚ ف‬G‫ث َور ُٰب‬ َ َ‫َواِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تُ ْق ِسطُوْ ا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكحُوْ ا َما ط‬

‫ك اَ ْد ٰنٓى اَاَّل تَعُوْ لُوْ ۗا‬


َ ِ‫م ۗ ٰذل‬Gْ ‫ت اَ ْي َمانُ ُك‬ ِ ‫ فَ َو‬G‫اَاَّل تَ ْع ِدلُوْ ا‬
ْ ‫اح َدةً اَوْ َما َملَ َك‬

“Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir

1
tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja atau hamba
sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar
kamu tidak berbuat zalim.

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari pernikahan?

2. Apa saja syarat dan rukun nikah?

3. Apa tujuan pernikahan dalam Islam?

4. Bagaimana prosesi pernikahan menurut Islam di Indonesia?

5. Bagaimana Islam mengarahkan pergaulan remaja?

6. Bagaimana bahaya zina serta dampaknya?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi pernikahan.

2. Untuk mengetahui syarat dan rukun nikah.

3. Untuk mengetahui tujuan pernikahan dalam Islam.

4. Untuk mengetahui prosesi pernikahan menurut Islam.

5. Untuk mengetahui cara Islam mengarahkan pergaulan remaja.

6. Untuk mengetahui bahaya zina serta dampaknya.

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Pernikahan
Nikah (kawin) menurut arti asli ialah hubungan seksual tetapi menurut
arti majazi (mathaporic) atau arti hukum ialah akad (perjanjian) yang
menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria
dengan seorang wanita.
Perkawinan atau pernikahan dalam literatur fiqih berbahasa Arab disebut
dengan dua kata, yaitu nikah (‫ )النِّكَا ُح‬dan zawaj (‫ )زواج‬Kedua kata ini yang
terpakai dalam kehidupan sehari-hari orang Arab dan banyak terdapat dalam
Al-Qur’an dan hadist Nabi. Kata na-ka-ha yang artinya kawin banyak
terdapat dalam Al-Qur’an, seperti dalam Surah An-Nisa‟ ayat 3 :

َ ‫اب لَ ُك ْم ِّمنَ النِّ َس ۤا ِء َم ْث ٰنى َوثُ ٰل‬


‫ث َو ُر ٰب َع ۚ فَاِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تَ ْع ِدلُوْ ا ففَ َوا ِحدَة‬ َ َ‫َواِ ْن ِخ ْفتُ ْم اَاَّل تُ ْق ِسطُوْ ا فِى ْاليَ ٰتمٰ ى فَا ْن ِكحُوْ ا َما ط‬
Dan jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah perempuan
(lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Tetapi jika kamu khawatir
tidak akan mampu berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja . . .

Demikian pula banyak terdapat kata za-wa-ja dalam Al-Qur’an dalam arti kawin
pada surah Al ahzab ayat 37

‫اج اَ ْد ِعيَ ۤا ِٕى ِه ْم‬ ْ ‫ضى َز ْي ٌد ِّم ْنهَا َوطَر ًۗا زَ َّوجْ ٰن َكهَا لِك‬
ِ ‫َي اَل يَ ُكوْ نَ َعلَى ْال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َح َر ٌج فِ ْٓي اَ ْز َو‬ ٰ َ‫فَلَ َّما ق‬
Maka ketika Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikan-nya), Kami nikahkan engkau dengan dia (Zainab) agar tidak
ada keberatan bagi orang mukmin untuk (menikahi) istri-istri anak-anak
angkat mereka . . .

3
Secara arti kata nikah berarti “bergabung” ( ‫) مض‬, “hubungan kelamin” (

‫)وطء‬ dan juga berarti “akad” (‫)عقد‬. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah

berarti berkumpul atau bersatu. Menurut istilah syarak, nikah itu berarti
melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang
laki-laki dan seorang perempuan yang bertujuan untuk menghalalkan
hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka rela demi terwujudnya
keluarga bahagia yang di ridhoi oleh Allah swt.
Nikah adalah fitrah yang berarti sifat asal dan pembawaan manusia
sebagai makhluk Allah swt. Setiap manusia yang sudah dewasa dan sehat
jasmani dan rohaninya pasti membutuhkan teman hidup yang berlawanan
jenis kelaminnya. Teman hidup yang dapat memenuhi kebutuhan biologis,
yang dapat mencintai dan dicintai, yang dapat mengasihi dan dikasihi, serta
yang dapat bekerja sama untuk mewujudkan ketentraman, kedamaian, dan
kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.
Nikah termasuk perbuatan yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad
saw. Atau sunnah Rasul. Dalam hal ini Rasulullah saw. bersabda : Dari Anas
bin Malik ra., bahwasanya Nabi saw. memuji Allah swt. dan menyanjung-
Nya.
“Akan tetapi aku shalat, tidur, berpuasa, makan dan menikahi wanita,
barang siapa yang tidak suka perbuatanku, maka bukanlah dia dari
golonganku.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan,
perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita
sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

B. Syarat-Syarat dan Rukun Nikah


Rukun dan syarat menentukan suatu perbuatan hukum, terutama yang
menyangkut dengan sah atau tidaknya perbuatan tersebut dari segi hukum.

4
Kedua kata tersebut mengandung arti yang sama dalam hal bahwa keduanya
merupakan sesuatu yang harus diadakan. Dalam arti perkawinan tidak sah
bila keduanya tidak ada atau tidak lengkap. Keduanya mengandung arti yang
berbeda dari segi bahwa rukun itu adalah sesuatu yang berada di dalam
hakikat dan merupakan bagian atau unsur yang mewujudkannya, sedangkan
syarat adalah sesuatu yang berada diluarnya dan tidak merupakan unsurnya.

1. Syarat-Syarat Nikah
Ulama Hanafiyah melihat perkawinan itu dari segi ikatan yang
berlaku antara pihak-pihak yang melangsungkan perkawinan itu. Oleh
karena itu, yang menjadi rukun perkawinan oleh golongan ini akad nikah
yang dilakukan oleh dua pihak yang melangsungkan perkawinan,
sedangkan yang lainnya seperti kehadiran saksi dan mahar
dikelompokkan kepada syarat itu kepada :
a. Syuruth Al-In‟iqad, yaitu syarat yang menentukan terlaksananya
suatu akad perkawinan. Karena kelangsungan perkawinan tergantung
pada akad, maka syarat di sini adalah syarat yang harus dipenuhi
karena ia berkenaan dengan akad itu sendiri. Bila syarat-syarat itu
tertinggal, maka akad perkawinan disepakati batalnya. Umpamanya,
pihak-pihak yang melakukan akad adalah orang yang memiliki
kemampuan untuk bertindak hukum.

b. Syuruth Al-Shihhah, yaitu sesuatu yang keberadaannya menentukan


dalam perkawinan. Syarat tersebut harus dipenuhi untuk dapat
menimbulkan akibat hukum, dalam arti bila syarat tersebut tidak
terpenuhi, maka perkawinan itu tidak sah; seperti adanya mahar
dalam setiap perkawinan.

c. Syuruth An-Nufuz, yaitu syarat yang menentukan kelangsungan


suatu perkawinan. Akibat hukum setelah berlangsung dan sahnya
perkawinan tergantung kepada adanya syarat-syarat itu tidak
terpenuhi menyebabkan fasad-nya perkawinan, seperti wali yang

5
melangsungkan akad perkawinan adalah seseorang yang berwenang
untuk itu.

d. Syuruth Al-Luzum, yaitu syarat yang menentukan kepastian suatu


perkawinan dalam arti tergantung kepadanya kelanjutan
berlangsungnya suatu perkawinan sehingga dengan telah terdapatnya
syarat ter-sebut tidak mungkin perkawinan yang sudah berlangsung
itu dibatalkan. Hal ini berarti selama syarat itu belum terpenuhi
perkawinan dapat dibatalkan, seperti suami harus sekufu dengan
istrinya.

2. Rukun Nikah
Unsur pokok suatu perkawinan adalah laki-laki dan perempuan yang
akan kawin, akad perkawinan itu sendiri, wali yang melangsungkan akad
dengan si suami, dua orang saksi menyaksikan telah berlangsungnya
akad perkawinan itu. Berdasarkan pendapat ini rukun perkawinan itu
secara lengkap adalah sebagai berikut :

a. Calon mempelai laki-laki

b. Calon mempelai perempuan

c. Wali dari mempelai perempuan yang akan mengakadkan perkawinan

d. Dua orang saksi

e. Ijab yang dilakukan oleh wali dan qabul yang dilakukan oleh suami

Mahar yang harus ada dalam setiap perkawinan tidak termasuk ke


dalam rukun, karena mahar tersebut tidak mesti disebut dalam akad
perkawinan dan tidak mesti diserahkan pada waktu akad itu berlangsung.
Dengan demikian, mahar itu termasuk ke dalam syarat perkawinan.
UU Perkawinan sama sekal tidak berbicara tentang rukun
perkawinan. UU Perkawinan hanya membicarakan syarat-syarat
perkawinan, yang mana syarat-syarat tersebut lebih banyak berkenaan

6
dengan unsur-unsur atau rukun perkawinan. KHI secara jelas
membicarakan rukun perkawinan sebagaimana yang terdapat dalam
pasal 14, yang keseluruhan rukun tersebut mengikuti fiqih Syafii dengan
tidak memasukkan mahar dalam rukun.

a. Laki-laki dan perempuan yang kawin


Islam hanya mengakui perkawinan antara laki-laki dan
perempuan dan tidak boleh lain dari itu, seperti sesama laki-laki atau
sesama perempuan, karena ini yang tersebut dalam Al-Qur’an.
Adapun syarat-syarat yang mesti dipenuhi untuk laki-laki dan
perempuan yang akan kawin ini adalah sebagai berikut :

1) Keduanya jelas identitasnya dan dapat dibedakan dengan yang


lainnya, baik menyangkut nama, jenis kelamin, keberadaan, dan
hal lain yang berkenaan dengan dirinya. Adanya syariat
peminangan yang terdapat dalam Al-Qur’an dan hadist Nabi
kiranya merupakan suatu syarat supaya kedua calon pengantin
telah sama-sama tahu mengenal pihak lain, secara baik dan
terbuka.

2) Keduanya sama-sama beragama Islam (tentang kawin beda


agama berbeda lagi penjelasannya).

3) Antara keduanya tidak terlarang melangsungkan perkawinan.

4) Kedua belah pihak telah setuju untuk kawin dan setuju pula
dengan pihak yang akan mengawininya. Tentang izin dan
persetujuan dari kedua pihak yang akan melangsungkan
perkawinan itu dibicarakan panjang lebar dalam kitab-kitab fiqih
dan berbeda pula ulama dalam menetapkannya.

b. Wali dalam perkawinan

7
Dalam perkawinan wali adalah seseorang yang bertindak atas
nama mempelai perempuan dalam suatu akad nikah. Akad nikah
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pihak laki-laki yang dilakukan oleh
mempelai laki-laki itu sendiri dan pihak perempuan yang dilakukan
oleh walinya.

Keberadaan seorang wali dalam akad nikah adalah suatu yang


mesti dan tidak sah akan perkawinan yang tidak dilakukan oleh wali.
Dalam akad perkawinan itu sendiri wali dapat berkedudukan sebagai
orang yang bertindak atas nama mempelai perempuan dan dapat pula
sebagai orang yang dimintai persetujuannya untuk kelangsungan
perkawinan tersebut.
Yang berhak menempati kedudukan wali itu ada tiga kelompok,
pertama wali nasab, yaitu wali berhubungan tali kekeluargaan
dengan perempuan yang akan kawin. Kedua wali mu‟thiq, yaitu
orang yang menjadi wali terhadap perempuan bekas hamba sahaya
yang memerdekakannya. Ketiga wali hakim, yaitu orang yang
menjadi wali dalam kedudukannya sebagai hakim atau penguasa.
Seseorang yang berhak menjadi wali bila memenuhi syarat
syarat sebagai berikut :

1) Telah dewasa dan berakal sehat dalam arti anak kecil atau orang
gila tidak berhak menjadi wali

2) Laki-laki

3) Muslim

4) Orang merdeka

5) Tidak berada dalam pengampuan atau mahjur alaih

6) Berpikiran baik

7) Adil

8) Tidak sedang melakukan ihram, untuk haji atau umrah.

8
c. Saksi
Akad pernikahan mesti disaksikan oleh dua saksi supaya ada
kepastian hukum dan menghindari timbulnya sanggahan dari pihak
pihak yang berakad di belakang hari. Saksi dalam pernikahan mesti
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1) Saksi itu berjumlah paling kurang dua orang

2) Beragama Islam
3) Orang yang merdeka

4) Bersifat adil

5) Dapat mendengar dan melihat

d. Akad nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak
yang melangsungkan perkawinan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab
adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah
penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan
dengan ucapannya “Saya kawinkan anak saya yang bernama . . .
kepadamu dengan mahar . . .”. Qabul adalah penerimaan dari pihak
suami dengan mengucapkan “Saya terima mengawini anak Bapak
yang bernama . . . dengan mahar . . .”

C. Tujuan Pernikahan dalam Islam


Tujuan pernikahan ditinjau dari berbagai sisi, yaitu :

1. Tujuan Fisiologis, yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :

a. Tempat semua anggota keluarga mendapatkan sarana berteduh yang


baik dan nyaman.

b. Tempat semua anggota keluarga mendapatkan konsumsi makan,


minum dan pakaian yang memadai.

c. Tempat suami istri dapat memenuhi kebutuhan biologisnya.

2. Tujuan Psikologis, yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :

9
a. Tempat semua anggota keluarga diterima keberadaannya secara
wajar dan apa adanya.

b. Tempat semua anggota keluarga mendapat pengakuan secara wajar


dan nyaman.

c. Tempat semua anggota keluarga mendapat dukungan psikologis bagi


perkembangan jiwanya.

d. Basis pembentukan identitas, citra dan konsep diri para anggota


keluarga.

3. Tujuan Sosiologis, yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :

a. Lingkungan pertama dan terbaik bagi segenap anggota keluarga.

b. Unit sosial terkecil yang menjembatani interaksi positif antara


individu anggota keluarga dengan masyarakat sebagai unit sosial
yang lebih besar.
4. Tujuan Dakwah, yaitu bahwa sebuah keluarga harus dapat menjadi :
a. Menjadi obyek wajib dakwah pertama bagi sang dai.

b. Menjadi prototipe keluarga muslim ideal (bagian dari pesona Islam)


bagi masyarakat muslim dan non muslim.

c. Setiap anggota keluarga menjadi partisipan aktif-kontributif dalam


dakwah.

d. Memberi antibodi/imunitas bagi anggota keluarga dari kebatilan dan


kemaksiatan.

D. Prosesi Pernikahan Menurut Islam di Indonesia


Dari segi agama Islam, syarat sah pernikahan penting sekali terutama
untuk menentukan sejak kapan sepasang pria dan wanita itu dihalalkan
melakukan hubungan seksual sehingga terbebas dari perzinaan. Zina
merupakan perbuatan yang sangat kotor dan dapat merusak kehidupan
manusia. Dalam agama Islam, zina adalah perbuatan dosa besar yang bukan
saja menjadi urusan pribadi yang bersangkutan dengan Tuhan, tetapi

10
termasuk pelanggaran hukum dan wajib memberi sanksi-sanksi terhadap yang
melakukannya. Di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam,
maka hukum Islam sangat memengaruhi sikap moral dan kesadaran hukum
masyarakatnya.
Agama Islam menggunakan tradisi perkawinan yang sederhana, dengan
tujuan agar seseorang tidak terjebak atau terjerumus ke dalam perzinaan. Tata
cara yang sederhana itu tampaknya sejalan dengan Undang-Undang Nomor 1
tahun 1974 pasal 2 ayat 1 yang berbunyi : “Perkawinan adalah sah apabila
dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya”. Dari
pasal tersebut sepertinya memberi peluang-peluang bagi anasir-anasir hukum
adat untuk mengikuti dan bahkan berpadu dengan hukum Islam dalam
perkawinan. Selain itu disebabkan oleh kesadaran masyarakatnya yang
menghendaki demikian. Salah satu tata cara perkawinan adat yang masih
kelihatan sampai saat ini adalah perkawinan yang tidak dicatatkan pada
pejabat
yang berwenang atau disebut nikah siri. Perkawinan ini hanya dilaksanakan di
depan penghulu atau ahli agama dengan memenuhi syariat Islam sehingga
perkawinan ini tidak sampai dicatatkan di kantor yang berwenang untuk itu.
Perkawinan menurut hukum Islam sudah dianggap sah apabila memenuhi
rukun dan syaratnya. Apabila perkawinan tersebut dihubungkan dengan
ketentuan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 2 tentang
perkawinan itu berbunyi : “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku”. Dipertegas dalam Undang-Undang yang
sama pada pasal 7 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Perkawinan hanya
diizinkan bila pihak pria mencapai usia 19 tahun dan pihak wanita telah
mencapai usia 16 tahun”. Jika masih belum cukup umur, pada pasal 7 atat 2
menjelaskan bahwa “Perkawinan dapat disahkan dengan meminta dispensasi
kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta oleh kedua orang tau pihak
pria atau pihak wanita.

11
E. Islam dalam Mengerahkan Pergaulan Remaja
Dalam operasional pergaulan Islam ada aturan baku yang mesti mutlak
untuk ditaati adalah :

1. Wajib atas pria dan wanita untuk menundukkan pandangannya, kecuali


empat hal, yaitu bertujuan meminang, belajar-mengajar, pengobatan, dan
proses pengadilan.

2. Menutup aurat secara sempurna, tidak sekedar tutup tapi masih kelihatan
lekuk tubuh dan bentuknya.

3. Larangan bepergian buat wanita tanpa muhrim sejauh perjalanan sehari


semalam.

4. Larangan bertabarruj bagi wanita (bersolek/berdandan untuk


memperlihatkan perhiasan dan kecantikan kepada orang lain) kecuali
untuk suami.

5. Larangan berkhalwat (berdua-duaan antara pria dan wanita di tempat


sepi).

6. Perintah untuk menjauhi tempat-tempat yang subhat, menjurus maksiat.

7. Anjuran untuk menjauhi ikhtilat antara kelompok pria dan kelompok


wanita.
8. Hubungan ta’awun (tolong menolong) pria dan wanita dilakukan dalam
bentuk umum, seperti muamalah.

9. Anjuran segera menikah, bila tidak mampu suruhan berpuasa


dilaksanakan.

10. Anjuran bertawakal, menyerahkan segala permasalahan pada Allah.

11. Islam menyuruh pria dan wanita untuk bertakwa kepada Allah sebagai
kendali internal jiwa seseorang terhadap perbuatan dosa dan maksiat.

12
F. Bahaya Zina dan Dampaknya
Zina ialah seorang pria bercampur dengan seorang wanita tanpa melalui
akad yang sesuai dengan syar‟i. Zina merupakan kejahatan yang sangat besar
yang memberi kesan amat buruk kepada penzina itu sendiri khususnya dan
kepada seluruh umat umumnya. Di zaman sekarang di mana banyaknya
saluran dan media yang berusaha menyeret kearah perbuatan keji ini, maka
amat perlu untuk setiap orang mengetahui bahaya dan dampak buruk yang
timbul dari dosa zina. Di antara bahaya dan dampak tersebut adalah :

1. Dalam zina terkumpul bermacam-macam dosa dan keburukan yakni


berkurangnya agama si penzina, hilangnya sikap wara‟ (menjaga diri dari
dosa), buruk kepribadian dan hilangnya rasa cemburu.

2. Zina membunuh rasa malu, padahal dalam Islam malu merupakan suatu
hal yang amat diambil berat dan perhiasan yang sangat indah khasnya
bagi wanita.

3. Menjadikan wajah pelakunya muram dan gelap.


4. Membuat hati menjadi gelap dan mematikan sinarnya.

5. Menjadikan pelakunya selalu dalam kemiskinan atau merasa demikian


sehingga tidak pernah merasa cukup dengan apa yang diterimanya.

6. Akan menghilangkan kehormatan pelakunya dan jatuh martabatnya baik


di hadapan Allah maupun sesama manusia.

7. Allah akan mencampakkan sifat liar di hati penzina, sehingga pandangan


matanya liar dan tidak terkawal.

8. Penzina akan dipandang oleh manusia dengan pandangan mual dan tidak
percaya.

9. Zina mengeluarkan bau busuk yang mampu dihirup oleh orang-orang


yang memiliki „qalbun salim‟ (hati yang bersih) melalui mulut atau
badannya.

10. Kesempitan hati dan dada selalu meliputi para penzina. Apa yang ia
dapati dalam kehidupan ini adalah sebalik dari apa yang diingininya. Ini

13
adalah kerana, orang yang mencari kenikmatan hidup dengan cara
bermaksiat kepada Allah maka Allah akan memberikan yang sebaliknya
dari apa yang dia inginkan, dan Allah tidak menjadikan maksiat sebagai
jalan untuk mendapatkan kebaikan dan kebahagiaan.

11. Penzina telah mengharamkan dirinya untuk mendapat bidadari yang jelita
di syurga kelak.

12. Perzinaan menyeret kepada terputusnya hubungan silaturrahim, durhaka


kepada orang tua, pekerjaan haram, berbuat zalim, serta menyia-nyiakan
keluarga dan keturunan. Bahkan bisa membawa kepada pertumpahan
darah dan sihir serta dosa-dosa besar yang lain. Zina biasanya berkaitan
dengan dosa dan maksiat yang lain sebelum atau bila berlakunya dan
selepas itu biasanya akan melahirkan kemaksiatan yang lain pula.

13. Zina Menghilangkan harga diri pelakunya dan merusak masa depannya
disamping meninggalkan aib yang berkepanjangan bukan saja kepada
pelakunya malah kepada seluruh keluarganya.

14. Perzinaan menyebabkan menularnya penyakit-penyakit berbahaya seperti


AIDS, siphilis, dan gonorhea atau kencing bernanah.

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu.
Menurut istilah syarak, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian
untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang
bertujuan untuk menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan
dasar suka rela demi terwujudnya keluarga bahagia yang di ridhoi oleh Allah

14
swt. Syarat-syarat menikah yaitu syuruth al-in‟iqad, syuruth al-shihhah,
syuruth an-nufuz, dan syuruth al-luzum. Diantaranya rukun-rukun nikah ialah
calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali, dua orang saksi, dan ijab
qabul. Tujuan adanya pernikahan ternyata sangat banyak jika ditinjau dari
berbagai sisi. Prosesi atau tata cara pernikahan menurut Islam di Indonesia
antara lain berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 2 ayat 1
dan 2 serta pada pasal 7 ayat 1 dan 2. Dalam mengerahkan pergaulan remaja,
ada banyak perintah, anjuran dan larangan yang ada dalam Islam. Salah
satunya adalah perintah menutup aurat secara sempurna. Zina ternyata sangat
berbahaya dan berdampak buruk bagi kehidupan pelakunya maupun orang
orang sekitarnya termasuk keluarganya.

B. Kritik dan Saran


Demikian makalah yang saya buat, semoga dapat bermanfaat bagi
pembaca. Apabila ada saran dan kritik yang ingin di sampaikan, silahkan
sampaikan kepada saya.
Apabila terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan
memakluminya, karena saya adalah hamba Allah yang tak luput dari salah
khilaf, alfa dan lupa.
Wabillah Taufik Walhidayah Wassalamu’alaikum Wr. Wb

15
DAFTAR PUSTAKA

Drs. H. Muh. Rifa‟i. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra

16
Mughniyah, Muhammad Jawad. 2006. Fiqih Lima Madzhab. Jakarta: Lentera

Rasjid, H. Sulaiman. 2008. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algesindo

Rifa‟i, H. Moh. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra

http://rezkirasyak.blogspot.co.id/2012/10/makalah-pendidikan-agama-islam.html?
m=1 diakses pada tanggal 27/11/2017 pukul 15.37

https://archieslow.wordpress.com/2011/05/25/bagaimana-islam-
mengarahkanpergaulan-remaja/ diakses pada tanggal 8/12/2017 pukul
17.55

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Pernikahan diakses pada tanggal 8/12/2017 pukul


16.43 https://slamalkambangy2.wordpress.com/bahaya-zina-dan-akibat-
perzinahan/ diakses pada tanggal 8/12/2017 pukul 20.13

17

Anda mungkin juga menyukai