Anda di halaman 1dari 18

PRINSIP KOMUNIKASI DALAM AL-QUR’AN UNTUK

PROSES BIMBINGAN PRA-NIKAH

Afrizal
Institut Agama Islam (IAI) Al-Aziziyah Samalanga
Afrizalabd84@gmail.com

Abstrak
Bimbingan Pra Nikah diselenggarakan dalam rangka mempersiapkan calon
pengantin, baik dari segi phisik atau psikis untuk meningkatkan kesejahteraan
dan kekuatan keluarga, maka Pemerintah Indonesia merumuskan perundangan
yang mempersulit terjadinya perceraian dan membentuk badan penasehatan
perkawinan atau lebih dikenal BP4. Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai
penyelenggara memasukkan kursus calon pengantin (suscatin) sebagai salah satu
syarat prosedur pendaftaran pernikahan. meskipun al-Qur'an secara spesifik tidak
membicarakan masalah komunikasi, namun, jika diteliti ada banyak ayat yang
memberikan gambaran umum prinsip-prinsip komunikasi Al-Quran menawarkan
beberapa Prinsip komunikasi yang dapat diambil untuk proses bimbingan pra
nikah bagi calon pengantin yaitu Prinsip Qaulan Baligha (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﺑﻠِﻴ ًﻐﺎ‬, Prinsip Qaulan
Karima (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ ﻛ َِﺮﻳ ًﻤﺎ‬, Prinsip Qaulan Maysura (‫ﻮﺭﺍ‬ ً ‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻣ ْﻴ ُﺴ‬, Prinsip Qaulan Ma’rufa
ً ً َ ً َ ً َ
(‫)ﻗ ْﻮﻻ َﻣ ْﻌ ُﺮﻭﻓﺎ‬, Prinsip Qaulan Layyina (‫)ﻗ ْﻮﻻ ﻟ ِّﻴﻨﺎ‬, Prinsip Qaulan Sadidan (ً‫ﺳﺪِﻳﺪ‬ َ ‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ‬

Kata Kunci: Komunikasi, Al-Qur’an, Bimbingan, Pra-Nikah

Abstract
Pre-Marriage Guidance is held in order to prepare the bride and groom, both in
terms of physical or psychological to improve the welfare and strength of the
family, the Government of Indonesia formulates legislation that complicates
divorce and forms a marriage counseling body or better known as BP4. The
Office of Religious Affairs (KUA), as the organizer, includes a bride-to-be course
(Suscatin) as one of the requirements for the marriage registration procedure.
Although the Koran does not specifically address the issue of communication,
however, if examined there are many verses that provide a general description of
the principles of communication. The Koran offers several communication
principles that can be taken for the process of pre-marital guidance for
prospective brides, namely the principle of Qaulan Baligha (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﺑﻠِﻴ ًﻐﺎ‬, Principles
Qaulan Karima (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ ﻛ َِﺮﻳ ًﻤﺎ‬, Principles Qaulan Maysura (‫ﻮﺭﺍ‬
ً ‫ﺴ‬ُ ‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻣ ْﻴ‬, Principles
Qaulan Ma'rufa (‫)ﻗ ْﻮﻻ َﻣ ْﻌ ُﺮﻭﻓﺎ‬, Principles Qaulan Layyina (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻟ ِّﻴ ًﻨﺎ‬, Principles
ً ً َ
Qaulan Sadidan (ً‫ﺳﺪِﻳﺪ‬ َ ‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ‬

Keyword: Communication, Al-Qur'an, Guidance, Pre-Marriage

83
1. PENDAHULUAN
Pemerintah membuat peraturan bimbingan nikah terhadap calon suami-
isteri yang hendak menikah. Proses bimbingan ini diadakan oleh setiap Kantor
Urusan Agama yang menunjukkan efektifitas terhadap pasangan suami isteri,
Bimbingan nikah terhadap calon suami-isteri yang dilakukan oleh Kantor Urusan
Agama (KUA) adalah suatu usaha untuk membantu pasangan dalam membina
rumah tangga agar tercapai ketenangan jiwanya menuju kebahagian hidup di
dunia dan akhirat. Bimbingan rohani tersebut berupa pengajian dan memberikan
nasihat atau dakwah keagamaan terhadap calon suami isteri.
Dengan demikian, sistem komunikasi Islami dalam al-Qur’an sangat tepat
dipergunakan untuk membina dan mendidik manusia, sehingga selalu
melaksanakan amar makruf dan nahi mungkar, sehingga ia tidak kehilangan
haknya sebagai seorang manusia dan sebagai warga masyarakat karena
dikucilkan. Dengan demikian dapat dipahami, bahwa proses penyampaian pesan
kepada para calon pengantin pada hakekatnya adalah sama juga halnya dengan
yang disampaikan kepada masyarakat biasa. Dalam hal tanggung jawab dan
kewajiban untuk membina para calon pengantin supaya mengamalkan ajaran
Islam lewat metode-metode yang disampaikan menjadi tanggung jawab dan
kewajiban pihak suami istri dalam rumah tangga sehingga tercapai tujuan yang
diharapkan. Dengan demikian, usaha pembinaan yang harus ditempuh adalah
dengan jalan membina dan mengarahkan para calon pengantin dengan konsep-
konsep Islami yang telah digariskan dalam al-Qur’an dan hadits. Salah satunya
adalah dengan mengadakan komunikasi secara Islami seperti konsep-konsep
dalam al-Qur’an, sehingga perlahan-lahan calon pengantin dalam membina rumah
tangga sadar demi mewujudkan rumah tangga yang bahagia dan demi
menghindari kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Hal ini akan tercapai apabila pembinaan yang dilakukan pihak Kantor
Urusan Agama (KUA) benar dan sesuai dengan ajaran Islam. Pihak Kantor
Urusan Agama (KUA) harus menanamkan nilai-nilai keislaman kepada calon
Pengantinnya, dimulai dari dasar-dasar amalan, hak dan kewajiban suami istri dan
rohani-rohani lainnya. Dengan demikian jelaslah bahwa komunikasi yang

84
diinginkan dalam ajaran Islam adanya hubungan yang harmonis antara
komunikator dengan komunikan, sehingga akan terciptanya umpan balik yang
diharapkan. Di samping itu pula akan adanya pengaplikasian dalam kehidupan
sehari-hari terhadap apa yang telah didengar dan disampaikan oleh komunikator.
Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengangkat permasalahan tentang
prinsip komunikasi dalam al-Quran untuk proses bimbingan nikah.

2. PEMBAHASAN
2.1. Pengertian Komunikasi
Komunikasi berasal dari bahasa Inggris “Communication” berasal dari
kata latin “Communication” dan bersumber dari kata “Communis” yang berarti
sama, sama disini adalah sama makna (Onong Ucjhana Effendy, 1994).
Secara etimologi, komunikasi berasal dari bahasa Latin, yaitu
Communication, dan sumber dari kata communis yang berarti sama. Sama yang
dimaksud disini adalah sama makna/pengertian. Hal ini menunjukkan bahwa jika
seseorang sedang berkomunikasi dengan orang lain berarti orang tersebut sedang
melakukan suatu proses penyamaan persepsi (communis) (Onong Ucjhana
Effendy, 1994). Proses penyamaan persepsi (pandangan) merupakan suatu
perbuatan yang dilakukan oleh seseorang untuk menyampaikan ide atau pikiran
atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan).
Jadi dapat diperjelas bahwa komunikasi adalah sebagai suatu proses
dinamik transaksional yang mempengaruhi perilaku dimana sumber dan
penerimanya, dengan sengaja menjadi perilaku untuk menghasilkan pesan yang
disalurkan lewat satu saluran yang bertujuan untuk merangsang atau memperolah
sikap tertentu yang diinginkan atau umpan balik (feed back).
Pada dasarnya komunikator yang baik itu adalah mengajak komunikan ke
jalan yang diridhai oleh Allah SWT melalui amar makruf nahi mungkar.
Sehubungan dengan masalah tersebut dalam surat Ali Imran ayat 104 Allah SWT
berfirman :
‫"ﻮ‬#‫ﻢ اﳌﻔ‬% ‫و ﺄﻣﺮون ﺑﺎﳌﻌﺮوف و (ﻮن ﻋﻦ اﳌﻨﻜﺮ وأوﻟﺌﻚ‬ ‫وﻟﺘﻜﻦ ﻣﻨﻜﻢ أﻣﺔ ﻳﺪﻋﻮن إ ا‬
Artinya : Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru
kepada kebaikan.menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang
85
mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali Imran : [3]
104) (Departemen Agama Republik Indonesia, 1988).

Berdasarkan kedua ayat tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa tujuan


komunikasi dalam Islam adalah menyeru manusia kepada jalan Allah, untuk
membentuk suatu opini yang mengarahkan dan mengajak manusia supaya
mengikuti segala perintah Allah SWT dan meninggalkan segala larangannya. Hal
ini harus dilakukan melalui pendekatan psikologi persuasif dan pendekatan secara
sosiologis. Sehingga setiap pesan yang disampaikan oleh komunikator kepada
komunikan dapat mencapai tujuan dan sasaran yaitu mempengaruhi ke arah
positif yang diinginkan oleh komunikator.
Dengan demikian Aminullah (2018) menyebutkan komunikasi merupakan
suatu sistem hubungan timbal balik dalam proses interaksi dan hubungan sosial
yang terciptanya kesamaan kehendak antara komunikator dengan komunikan
(Muhammad Aminullah, 2018). Dengan adanya kesamaan kehendak itu
komunikan dengan kesadaran sendiri akan menerima dengan baik segala pesan-
pesan yang bermanfaat yang disampaikan oleh komunikator kepada komunikan.
Maka jelaslah bahwa berhasilnya seseorang komunikator dalam menyampaikan
misi komunikasinya sangat tergantung pada penciptaan image masyarakat yang
positif terhadap massage yang disampaikan.
Ditinjau dari pengertian komunikasi, maka komunikasi dapat dibagi
kepada dua pengertian, yaitu:
a. Komunikasi Dalam Bentuk Primer
Komunikasi dalam bentuk primer ini merupakan proses penyampaian
pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang-
lambang sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi
adalah bahasa, isyarat, gambar, warna dan lain sebagainya yang secara langsung
mampu “menerjemahkan” pikiran atau perasaan komunikator kepada komunikan.
Bahasa merupakan unsur yang paling banyak dipergunakan oleh komunikator
karena dengan bahasalah yang paling mampu “menerjemahkan” pikiran seseorang
kepada orang lain.
Komunikasi dapat menghasilkan nilai positif jika komunikasi yang
dipraktekkan mengaktualisasikan pesan-pesan yang dibutuhkan komunikan, baik
86
dalam melakukan komunikasi searah maupun dua arah atau komunikasi dalam
bentuk vertikal dan horizontal.
b. Komunikasi Dalam Bentuk Sekunder
Penyampaian proses komunikasi secara skunder dapat dilakukan dengan
media, antara lain surat kabar, majalah, spanduk, stiker dan buletin yang di
dalamnya mengandung isyarat dan tujuan yang dapat dimengerti oleh komunikan.
Selanjutnya penyampaian pesan semacam ini dapat pula disampaikan lewat media
elektronik seperti compact disk, proyektil film, radio, televisi, tape recorder.Yang
kesemua media tersebut dapat menyampaikan komunikasi kepada komunikan
yang dapat menimbulkan efek individual dan efek social (Nani SY, 1996).
Dengan menggunakan metode yang tepat dalam praktek komunikasi baik
secara primer maupun skunder akan mencapai tujuan komunikasi yang baik dan
berhasil, yaitu dapat merubah perilaku komunikan ke arah yang positif dan sesuai
dengan keinginan komunikator.
2.2. Pengertian Bimbingan Pra-Nikah
Sebelum masuk pada uraian berbagai hal yang berkaitan dengan
bimbingan pernikahan kepada pasangan remaja pra-nikah, terlebih dahulu penulis
kemukakan tentang pengertian bimbingan. Bimbingan adalah terjemahan dari
bahasa Inggris yaitu “Guidance”. Guidance berasaldari kata kerja “ToGuide” yang
berarti menunjukkan, membimbing atau menuntun orang lain menuju jalan yang
benar (Arifin, 1976). Secara terminologis pengertian bimbingan banyak yang
memberikan definisi. Adapun pendapat para ahli mendefinisikan antara lain :
a. Menurut Priyanto dan Erman Anti
Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seseorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja
maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri, dengan memafaatkan kekuatan individu dan saran
yang ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma yang berlaku
(Priyatno dan Erman Anti, 1999).
b. Menurut Stoops
Bimbingan adalah suatu proses yang terus menerus dalam membantu
perkembangan individu untuk mencapai kemampuan secara maksimal dalam
87
mengarahkan manfaat yang sebenar-benarnya baik bagi dirinya maupun
masyarakat (Moh. Surya, 1979).
c. Menurut Bimo Walgito
Bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada
individu/sekumpulan individu-individu dalam menghindari, mengatasi kesulitan-
kesulitan dalam hidupnya, agar individu/sekumpulan individu-individu itu dapat
mencapai kesejahteraan hidupnya (Bimo Walgito, 1995).
d. Manurut W.S.Winkel
Bimbingan adalah pemberian bantuan kepada seseorang/ kepada
sekelompok orang dalam membuat pilihan-pilihan secara bijaksana dan dalam
mengadakan penyesuaian diri terhadap tuntutan hidup bantuan itu bersifat
psikologis dan tidak berupa pertolongan finansial, medis dan sebagainya
(W.S.Winkel, 1991).
Dengan melihat pengertian yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka
dapat diambil kesimpulan bimbingan adalah : Proses bantuan kepada individu atau
kelompok yang bersifat psikis/kejiwaan agar individu atau kelompok itu dapat
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi, membuat pilihan yang bijaksana
dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta dapat menjadi pribadi yang
mandiri.
2.3. Dasar Hukum Bimbingan Pernikahan
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, pasal
1 disebutkan: Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk
dapat terbina dan terciptanya suatu rumah tangga yang sakinah mawaddah dan
rahmah, Islam telah memberi petunjuk tentang hak dan kewajiban sebagai suami
istri. Apabila Hak dan kewajiban masing-masing sudah terpenuhi, maka dambaan
suatu rumah tangga yang sakinah akan terwujud. Tetapi dalam mewujudkan
keinginan tersebut bukanlah perkara yang mudah, karena ternyata banyak
permasalahan yang timbul dan mengganggu bahtera rumah tangga yang pada
akhirnya menghambat cita-cita mulia perkawinan itu sendiri. Oleh karena itu
diperlukan langkah-langkah preventif, selektif dan antisipatif dari setiap individu
88
yang berkeinginan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah dan
rahmah.
Perceraian memang halal namun Allah sangat membencinya. Bahkan
Rasulullah pernah menyatakan istri-istri yang meminta cerai kepada suaminya
tanpa alasan yang dibenarkan dia tidak akan mencium bau surga. Karena itu
pulalah Pemerintah Indonesia merumuskan perundangan yang mempersulit
terjadinya perceraian dan membentuk badan penasehatan perkawinan atau lebih
dikenal BP4. Pelestarian sebuah pernikahan tidak bisa diupayakan setelah
terjadinya masalah dalam rumah tangga. Namun pelestarian sebuah pernikahan
haruslah diupayakan sedini mungkin, yaitu sejak sebelum terjadinya pernikahan.
Melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No.477 Tahun 2004, pemerintah
mengamanatkan agar sebelum pernikahan dilangsungkan, setiap calon pengantin
harus diberikan wawasan terlebih dahulu tentang arti sebuah rumah tangga
melalui kursus calon pengantin (suscatin).
Dengan keluarnya Surat Edaran Dirjen Bimas Islam Nomor
DJ.II/PW.01/1997/2009 membuat gerak langkah suscatin semakin jelas. Lahirnya
peraturan-peraturan tentang kursus calon pengantin tersebut, merupakan bentuk
kepedulian nyata Pemerintah terhadap tingginya angka perceraian dan kasus
KDRT (kekerasan dalam rumah tangga) di Indonesia. Mayoritas perceraian di
Indonesia terjadi dalam usia perkawinan kurang dari 5 tahun, ini mengindikasikan
dilapangan bahwa masih sangat banyak pasangan pengantin muda yang tidak
sepenuhnya tahu dan mengetahui tentang apa yang harus dilakukan dalam sebuah
pernikahan. Pengetahuan mereka tentang dasar- dasar pernikahan masih sangat
kurang, sehingga Pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama mengeluarkan
peraturan untuk mengadakan kursus calon pengantin. Dengan mengikuti suscatin
pasangan calon pengantin yang mau melenggang kejenjang pernikahan akan
dibekali materi dasar pengetahuan dan ketrampilan seputar kehidupan berumah
tangga. Kantor Urusan Agama (KUA) sebagai penyelenggara memasukkan kursus
calon pengantin (suscatin) sebagai salah satu syarat prosedur pendaftaran
pernikahan.
Diharapkan dengan dimasukkannya suscatin sebagai salah satu syarat
prosedur pernikahan maka pasangan calon pengantin sudah memiliki wawasan
89
dan bekal ilmu seputar kehidupan rumah tangga yang pada gilirannya akan
mampu secara bertahap angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga di
Indonesia.
Adapun dasar hukum yang menjadi dasar pelaksanaan kursus calon
pengantin adalah (Ahmad Rofiq, 1998):
a. GBHN Tahun 1999
b. Sasaran Repelita VI
c. UU Nomor I Tahun1974 tentang Perkawinan
d. UU Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera
e. Keputusan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 1999 Tentang Pembinaan
Keluarga Sakinah
f. Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 477 Tahun 2004 Tentang
Pemberian Wawasan Tentang Perkawinan Dan Rumah Tangga
Kepada Calon Pengantin Melalui Kursus Calon Pengantin
g. Surat Edaran Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam (SE
Dirjen Bimas Islam) Nomor. DJ.II/PW.01/1997/2009 tentangkursus
calon pengantin.
2.4. Tujuan Bimbingan Pernikahan
a. Tujuan Bimbingan
Bimbingan dan konseling secara general mempunyai dua tujuan yakni
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum bimbingan adalah untuk
membantu individu memperkembangkan diri secara optimal sesuai dengan taraf
perkembangan dan predis posisi yang dimilikinya (seperti kemampuan dasar dan
bakat-bakatnya), berbagai latar belakang yang ada (seperti latar belakang
keluarga, pendidikan, status sosial ekonomi) serta sesuai dengan tuntutan positif
lingkunganya.
Sedangkan tujuan khusus bimbingan merupakan penjabaran tujuan umum
tersebut di atas yang dikaitkan secara langsung dengan permasalahan yang dialami
oleh individu yang bersangkutan sesuai dengan kompleksitas permasalahannya itu
(Priyatno dan Erman Anti, 1999).
Menurut Aunur Rohim Fakih, tujuan bimbingan dan konseling Islam itu
90
ada dua, yaitu:
1. Tujuan Umum yaitu untuk membantu individu mewujudkan dirinya
menjadi manusia seutuhnya agar mencapai kebahagiaan hidup di
dunia dan diakhirat.
2. Tujuan Khusus
- Membantu individu agar tidak menghadapi masalah.
- Membantu individu mengatasi masalah yang dihadapinya.
- Membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik/yang telah baik agar tetap baik. Sehingga tidak
akan menjadi sumber masalah bagi dirinya dan orang lain (Aunur
Rahim Faqih, 1994).
3. Tinjauan Tujuan Bimbingan Pernikahan
Membantu individu mencegah timbulnya problem-problem yang berkaitan
dengan pernikahan, antara lain dengan jalan :
- Membantu individu memahami hakekat pernikahan menurut Islam.
- Membantu individu memahami tujuan pernikahan menurut Islam.
- Membantu individu memahami persyaratan-persyaratan pernikahan
menurut Islam.
- Membantu individu memahami kesiapan dirinya untuk
menjalankan pernikahan.
- Membantu individu melaksanakan pernikahan sesuai dengan
ketentuan Islam (Aunur Rahim Faqih, 1994).
2.5. Asas Bimbingan Pernikahan
Asas disini adalah landasan yang dijadikan pegangan/pedoman dalam
melaksanakan bimbingan asas-asas tersebutantara lain adalah :
a. Asas kebahagiaan dunia dan akhirat
Bimbingan pernikahan ditunjukkan pada upaya membantu individu dalam
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dalam hal ini kebahagiaan di
dunia harus dijadikan sebagai sarana mencapai kebahagiaan akhirat.
b. Asas sakinah,mawadah dan warahmah
Pernikahan dimaksudkan untuk mencapai keadaan keluarga atau rumah
tangga yang “sakinah mawadah warahmah”. Keluarga yang tentram penuh kasih
91
dan sayang. Dengan demikian bimbingan pernikahan dan rumah tangga yang
sakinah mawadah warahmah tersebut.
c. Asas kemunikasi dan musyawarah
Ketentuan keluarga yang didasari rasa kasih sayang akan tercapai
manakala dalam keluarga itu senantiasa ada komunikasi dan musyawarah.
d. Asas sabar dan tawakal
Setiap orang menginginkan kebahagiaan dengan apa yang dilakukannya,
termasuk dalam menjalankan pernikahan, namun hal itu belum tentu. Dengan kata
lain bimbingan disini membantu individu terutama untuk sikap sabar dan tawakal
dalam menghadapi masalah yang dihadapi.
e. Asas manfaat
Di dalam mengambil suatu putusan harus mengacu pada besar kecilnya
manfaat yang ditimbulkan baik bagi seorang, maupun keluarga (Aunur Rahim
Faqih, 1994).

2.6. Pembahasan
Al-Qur’an tidak membahas secara rinci tntang prinsip-prinsip komunikasi,
namun dalam al-Qur’an Allah telah memberikan berbagai pengibaratan yang
secara tidak lansung menyarankan kita agar bisa berkomunikasi dengan
baik,apalagi Rasulullah pun telah mencontokannya pada kita. Kata 'komunikasi'
berasal dari bahasa Latin, communicatio, dan bersumber dari kata cummunis yang
berarti sama, maksudnya sama makna. Artinya, suatu komunikasi dikatakan
komunikatif jika antara masing-masing pihak mengerti bahasa yang digunakan,
dan paham terhadap apa yang dipercakapkan.Dalam proses komunikasi, paling
tidak, terdapat tiga unsur, yaitu komunikator, media dan komunikan (YS. Gunadi,
1998).
Para pakar komunikasi menjelaskan bahwa komunikasi tidak hanya
bersifat informatif (agar orang lain mengerti dan paham), tapi juga persuasif (agar
orang lain mau menerima ajaran atau informasi yang disampaikan, melakukan
kegiatan atau perbuatan, dan lain-lain). Menurut Hovland, seperti yang dikutip
oleh Onong U, bahwa berkomunikasi bukan hanya terkait dengan penyampaian

92
informasi, tapi juga bertujuan pembentukan pendapat umum (public opinion) dan
sikap publik (public attitude).
Kedua, meskipun al-Qur'an secara spesifik tidak membicarakan masalah
komunikasi, namun, jika diteliti ada banyak ayat yang memberikan gambaran
umum prinsip-prinsip komunikasi. Dalam hal ini, kami merujuk pada term-term
khusus yang diasumsikan sebagai penjelasan dari prinsip-prinsip komunikasi
tersebut. Antara lain, term qaulan baligha, qaulan maisura, qaulan karima,
qaulan ma’rufa, qaulan layyina, qaulan sadida, dan lain-lain.

a. Prinsip Qaulan Baligha (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﺑﻠِﻴ ًﻐﺎ‬


Di dalam al-Qur'an kata qaul baligha, yaitu surah an-Nisa': 63, yaitu
berbicara dengan menggunakan ungkapan yang mengena, mencapai sasaran dan
tujuan, bicaranya jelas, terang, dan tepat. Ini berarti bahwa bicaranya efektif.
ً َ َْ َ ُ ْ ْ ‫( ْﻢ َﻓ َﺄ ْﻋﺮ‬9‫ ُﻗ ُﻠﻮ‬34 ‫< َﻣﺎ‬ َ ‫ُأ َوﻟﺌ َﻚ ﱠاﻟﺬ‬
ُ ‫ﻳﻦ َ= ْﻌ َﻠ ُﻢ ﱠ‬
‫ ْﻢ ﻗ ْﻮ ًل َﺑ ِﻠﻴﻐﺎ‬/ِ ‫ أﻧ ُﻔ ِﺴ‬34ِ ‫ ْﻢ‬/ُ ‫ ْﻢ َوﻗ ْﻞ ﻟ‬/ُ ‫ض َﻋ ْ ُ( ْﻢ َو ِﻋﻈ‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
Artinya: Mereka itu adalah orang-orang yang (sesungguhnya) Allah
mengetahui apa yang ada di dalam hatinya. Karena itu berpalinglah kamu
dari mereka, dan berilah mereka nasihat, dan katakanlah kepada mereka
perkataan yang membekas pada jiwanya.” (Q.s. an-Nisa' [4]: 63)

Ayat ini menginformasikan tentang kebusukan hati kaum munafik, bahwa


mereka tidak akan pernah bertahkim kepada Rasulullah SAW, meski mereka
bersumpah atas nama Allah, kalau apa yang mereka lakukan semata-mata hanya
menghendaki kebaikan. Walapun begitu, beliau dilarang menghukum mereka
secara fisik (makna dari “berpalinglah dari mereka”), akan tetapi, cukup memberi
nasehat sekaligus ancaman bahwa perbuatan buruknya akan mengakibatkan
turunnya siksa Allah SWT, dan berkata kepada mereka dengan perkataan yang
baligh.
Kata baligh, yang berasal dari balagha, oleh para ahli bahasa dipahami
sampainya sesuatu kepada sesuatu yang lain. Juga bisa dimaknai dengan “cukup”
(al-kifayah). Perkataan yang baligh adalah perkataan yang merasuk dan
membekas di jiwa. Sementara menurut (al-Ishfahani), bahwa perkataan tersebut
mengandung tiga unsur utama, yaitu bahasanya tepat, sesuai dengan yang
93
dikehendaki, dan isi perkataan adalah suatu kebenaran. Sedangkan term baligh
dalam konteks pembicaraan dan lawan bicara, adalah bahwa si pembicara secara
sengaja hendak menyampaikan sesuatu dengan cara yang benar agar bisa diterima
oleh pihak yang diajak bicara.
Secara rinci, para pakar sastra, seperti yang dikutip oleh Quraish Shihab,
membuat kriteria-kriteria khusus tentang suatu pesan dianggap baligh, antara lain
(Quraish Shihab, 2000):
a. Tertampungnya seluruh pesan dalam kalimat yang disampaikan
b. Kalimatnya tidak bertele-tele, juga tidak terlalu pendek sehingga
pengertiannya menjadi kabur
c. Pilihan kosa katanya tidak dirasakan asing bagi si pendengar
d. Kesesuaian kandungan dan gaya bahasa dengan lawan bicara
e. Kesesuaian dengan tata bahasa.
b. Prinsip Qaulan Karima (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ ﻛ َِﺮﻳ ًﻤﺎ‬
Kata ini ditemukan di dalam al-Qur'an hanya sekali, yaitu surah al-Isra': 23
yaitu berbicara mulia yang menyiratkan kata yang isi, pesan, cara serta tujuannya
selalu baik, terpuji penuh hormat, mencerminkan akhlak terpuji dan mulia.
َ َ َ ْ َُ ْ ‫ﱠ‬ َ ‫َﱠ‬ َ
‫ َﻤﺎ‬%ُ ‫ َﻤﺎ أ ْو ِﻛﻼ‬%ُ ‫ َ أ َﺣ ُﺪ‬Bَ ‫ﺎﻟ َﻮ ِاﻟ َﺪ ْﻳ ِﻦ ِإ ْﺣ َﺴ ًﺎﻧﺎ ِإ ﱠﻣﺎ َﻳ ْﺒﻠﻐ ﱠﻦ ِﻋ ْﻨ َﺪ َك اﻟ ِﻜ‬Eِ ‫ ْﻌ ُﺒ ُﺪوا ِإﻻ ِإ ﱠﻳ ُﺎﻩ َو‬H ‫ َﻚ أﻻ‬E‫ َرﱡ‬KLMَ ‫َوﻗ‬
َ ً َ َ ُ َ َ ّ ُ َ َ ََ
‫ َﻤﺎ ﻗ ْﻮﻻ ﻛ ِﺮ ًﻢ‬/ُ ‫ َﻤﺎ َوﻗ ْﻞ ﻟ‬%ُ ‫ َﻤﺎ أ ٍف َوﻻ ﺗ ْ َ( ْﺮ‬/ُ ‫ﻓﻼ ﺗ ُﻘ ْﻞ ﻟ‬
Artinya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan
menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika
salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut
dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan
kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah engkau membentak
keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik." (Q.s.
al-Isra'[17]: 23)

Ayat ini menginformasikan bahwa ada dua ketetapan Allah yang menjadi
kewajiban setiap manusia, yaitu menyembah Allah SWT dan berbakti kepada
kedua orang tua. Ajaran ini sebenarnya ajaran kemanusiaan bersifat umum, karena
setiap manusia pasti menyandang dua predikat ini sekaligus, yakni sebagai
makhluk ciptaan Allah, yang oleh karenanya harus menghamba kepada-Nya
semata; dan anak dari kedua orang tuanya. Sebab, kedua orang tuanyalah yang

94
menjadi perantara kehadirannya di muka bumi ini. Bukan hanya itu, struktur ayat
ini, di mana dua pernyataan tersebut dirangkai dengan huruf wawu 'athaf, yang
salah satu fungsinya adalah menggabungkan dua pernyataan yang tidak bisa
saling dipisahkan, menunjukkan bahwa berbakti kepada kedua orag tua menjadi
parameter bagi kualitas penghambaan manusia kepada Allah SWT.
Dalam sebuah hadis riwayat Ahmad, Nabi Saw. Bersabda:"Merugilah (3
x), seseorang yang menemukan salah satu atau kedua orang tuanya sudah lanjut
usia tidak bisa masuk surga.”
Berkaitan dengan inilah, al-Qur'an memberikan petunjuk bagaimana cara
berprilaku dan berkomunikasi secara baik dan benar kepada kedua orang tua,
terutama sekali, disaat keduanya atau salah satunya sudah berusia lanjut. Dalam
hal ini, al-Qur'an menggunakan term karim, secara kebahasaan berarti mulia. Ini
bisa disandarkan kepada Allah, misalnya, Allah Maha Karim, artinya Allah Maha
Pemurah; juga bisa disandarkan kepada manusia, yaitu menyangkut keluhuran
akhlak dan kebaikan prilakunya. Artinya, seseorang dikatakan karim, jika kedua
hal itu benar-benar terbukti dan terlihat dalam kesehariannya.
Namun, jika term karima dirangkai dengan kata qaul atau perkataan, maka
berarti suatu perkataan yang menjadikan pihak lain tetap dalam kemuliaan, atau
perkataan yang membawa manfaat bagi pihak lain tanpa bermaksud merendahkan.
Disinilah Sayyid Quthb menyatakan bahwa perkataan yang karim, dalam konteks
hubungan dengan kedua orang tua, pada hakikatnya adalah tingkatan tertinggi
yang harus dilakukan oleh seorang anak. Yakni, bagaimana ia berkata kepadanya,
namun keduanya tetap merasa dimuliakan dan dihormati. Ibn 'Asyur menyatakan
bahwa qaul karim adalah perkataan yang tidak memojokkan pihak lain yang
membuat dirinya merasa seakan terhina. Contoh yang paling jelas adalah ketika
seorang anak ingin menasehati orang tuanya yang salah, yakni dengan tetap
menjaga sopan santun dan tidak bermaksud menggurui, apalagi sampai
menyinggung perasaannya. Yang pasti qaul karima, adalah setiap perkataan yang
dikenal lembut, baik, yang mengandung unsur pemuliaan dan penghormatan.
c. Prinsip Qaulan Maysura (‫ﻮﺭﺍ‬
ً ‫ﺴ‬ُ ‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻣ ْﻴ‬
Di dalam al-Qur'an hanya ditemukan sekali saja, yaitu surah al-Isra'/17:
28, yaitu berbicara dengan baik dan pantas, agar orang tidak kecewa.
95
‫ﻮﻫﺎ ﻓَـ ُﻘ ْﻞ َﳍُْﻢ ﻗَـ ْﻮًﻻ َﻣْﻴ ُﺴ ًﻮرا‬ َ ِّ‫ﺿ ﱠﻦ َﻋْﻨـ ُﻬ ُﻢ اﺑْﺘِﻐَﺎءَ َر ْﲪٍَﺔ ِﻣ ْﻦ َرﺑ‬
َ ‫ﻚ ﺗَـ ْﺮ ُﺟ‬ َ ‫َوإِﱠﻣﺎ ﺗـُ ْﻌ ِﺮ‬
Artinya: Dan jika engkau berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat
dari Tuhanmu yang engkau harapkan, maka katakanlah kepada mereka
ucapan yang lemah lembut. (Q.S. al-Isra'[17]: 28)

Ibn Zaid berkata, “Ayat ini turun berkenaan dengan kasus suatu kaum
yang minta sesuatu kepada Rasulullah SAW, namun beliau tidak mengabulkan
permintaannya, sebab beliau tahu kalau mereka seringkali membelanjakan harta
kepada hal-hal yang tidak bermanfaat. Sehingga berpalingnya beliau adalah
semata-mata karena berharap pahala. Sebab dengan begitu beliau tidak
mendukung kebiasaan buruknya dalam menghambur-hamburkan harta. Namun
begitu, harus tetap berkata dengan perkataan yang menyenangkan atau
melegakan” (Al-Qurthubi, 1994).
Ayat ini juga mengajarkan, apabila kita tidak bisa memberi atau
mengabulkan permintaan karena memang tidak ada, maka harus disertai dengan
perkataan yang baik dan alasan-alasan yang rasional.Pada prinsipnya, qaul maisur
adalah segala bentuk perkataan yang baik, lembut, dan melegakan (Al-Qurthubi,
1994). Ada juga yang menjelaskan, qaul maisura adalah menjawab dengan cara
yang sangat baik, perkataan yang lembut dan tidak mengada-ada. Ada juga yang
mengidentikkan qaul maisura dengan qaul ma'ruf. Artinya, perkataan yang
maisur adalah ucapan yang wajar dan sudah dikenal sebagai perkataan yang baik
bagi masyarakat setempat.
d. Prinsip Qaulan Ma’rufa (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻣ ْﻌ ُﺮﻭ ًﻓﺎ‬
Di dalam al-Qur'an kata ini disebutkan sebanyak empat kali, yaitu Q.S. al-
Baqarah/2: 235, al-Nisa'/4: 5 dan 8, al-Ahzab/33: 32.
Al-Qur'an surah An-Nisa'/4: 8 berbunyi:

‫ﻮﻫ ْﻢ ِﻣْﻨﻪُ َوﻗُﻮﻟُﻮا َﳍُْﻢ ﻗَـ ْﻮًﻻ َﻣ ْﻌ ُﺮوﻓًﺎ‬ ِ ِ


ُ ُ‫ﲔ ﻓَ ْﺎرُزﻗ‬ َ ‫َوإِذَا َﺣ‬
ُ ‫ﻀَﺮ اﻟْﻘ ْﺴ َﻤﺔَ أُوﻟُﻮ اﻟْ ُﻘ ْﺮَﰉ َواﻟْﻴَـﺘَ َﺎﻣﻰ َواﻟْ َﻤ َﺴﺎﻛ‬
Artinya: Dan apabila sewaktu pembagian itu hadir kerabat, anak yatim dan
orang miskin, maka berilah mereka dari harta itu (sekedarnya) dan
ucapkanlah kepada mereka perkataan yang baik. (Q.S an-Nisa'[4]: 8)

Di dalam Q.S. al-Baqarah/2: 235, qaul ma'rufa disebutkan dalam konteks


meminang wanita yang telah ditinggal mati suaminya. Sementara di dalam Q.S.

96
an-Nisa'/4: 5 dan 8, qaul ma'ruf dinyatakan dalam konteks tanggung jawab atas
harta seorang anak yang belum memanfaatkannya secara benar (safih). Sedangkan
di Q.S. al-Ahzab/33: 32, qaul ma'ruf disebutkan dalam konteks istri-istri Nabi
SAW.
Dalam beberapa konteks al-Razi menjelaskan, bahwa qaul ma'ruf adalah
perkataan yang baik, yang menancap ke dalam jiwa, sehingga yang diajak bicara
tidak merasa dianggap bodoh (safih); perkataan yang mengandung penyesalan
ketika tidak bisa memberi atau membantu; Perkataan yang tidak menyakitkan dan
yang sudah dikenal sebagai perkataan yang baik (Al-Razi).
e. Prinsip Qaulan Layyina (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻟ ِّﻴ ًﻨﺎ‬
Di dalam al-Qur'an hanya ditemukan sekali saja, Q.S. Thaha/ 20: 44 yaitu
berbicara dengan lemah lembut.

‫ﻓَـ ُﻘ َﻮﻻ ﻟَﻪُ ﻗَـ ْﻮًﻻ ﻟَﻴِّﻨًﺎ ﻟَ َﻌﻠﱠﻪُ ﻳـَﺘَ َﺬ ﱠﻛ ُﺮ أ َْو َﳜْ َﺸﻰ‬
Artinya: Pergilah kamu bedua kepada Fir'aun, sesungguhnya dia benar-
benar telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya
(Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar
atau takut.(Q.S. At-Thaha [20]: 44).

Ayat ini memaparkan kisah nabi Musa dan Harun ketika diperintahkan
untuk menghadapi Fir'aun, yaitu agar keduanya berkata kepada Fir'aun dengan
perkataan yang layyin. Asal makna layyina adalah lembut atau gemulai, yang pada
mulanya digunakan untuk menunjuk gerakan tubuh.Kemudian kata ini dipinjam
(isti'arah) untuk menunjukkan perkataan yang lembut. Sementara yang dimaksud
dengan qaul layyina adalah perkataan yang mengandung anjuran, ajakan,
pemberian contoh, di mana si pembicara berusaha meyakinkan pihak lain bahwa
apa yang disampaikan adalah benar dan rasional, dengan tidak bermaksud
merendahkan pendapat atau pandangan orang yang diajak bicara tersebut. Dengan
demikian, qaul layyina adalah salah satu metode dakwah, karena tujuan utama
dakwah adalah mengajak orang lain kepada kebenaran, bukan untuk memaksa dan
unjuk kekuatan.
Ada hal yang menarik untuk dikritisi, misalnya, kenapa Musa harus berkata
lembut padahal Fir'aun adalah tokoh yang sangat jahat. Menurut al-Razi, ada dua
alasan: pertama, sebab Musa pernah dididik dan ditanggung kehidupannya semasa
97
bayi sampai dewasa, hal ini merupakan pendidikan bagi setiap orang, yakni
bagaimana seharusnya bersikap kepada orang yang telah berjasa besar dalam
hidupnya; kedua, biasanya seorang penguasa yang zalim itu cenderung bersikap
lebih kasar dan kejam jika diperlakukan secara kasar dan dirasa tidak
menghormatinya.

f. Prinsip Qaulan Sadidan (‫ﺳ ِﺪﻳ ًﺪا‬


َ ‫)ﻗَـ ْﻮًﻻ‬
Di dalam al-Qur'an qaul sadida disebutkan dua kali, pertama, Q.S. an-
Nisa'/4: 9 yaitu berbicara dengan benar:

ً ‫ا=َ َوﻟْﻴَـ ُﻘﻮﻟُﻮا ﻗَـ ْﻮًﻻ َﺳ ِﺪ‬


‫ﻳﺪا‬ ‫ﻳﻦ ﻟَ ْﻮ ﺗَـَﺮُﻛﻮا ِﻣ ْﻦ َﺧ ْﻠ ِﻔ ِﻬ ْﻢ ذُِّرﻳﱠﺔً ِﺿ َﻌﺎﻓًﺎ َﺧﺎﻓُﻮا َﻋﻠَْﻴ ِﻬ ْﻢ ﻓَـ ْﻠﻴَـﺘﱠـ ُﻘﻮا ﱠ‬ ِ ‫وﻟْﻴﺨ ﱠ‬
َ ‫ﺶ ا ﻟﺬ‬
َ ْ ََ
Artinya: Dan hendaklah takut (kepada Allah) orang-orang yang sekiranya
mereka meninggalkan keturunan yang lemah di belakang mereka yang
mereka khawatir atas (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah
mereka bertaqwa kepada Allah, dan hendaklah mereka berbicara dengan
tutur kata yang benar.(Q.S. al-Nisa'[4]: 9)

Ayat ini turun dalam kasus seseorang yang mau meninggal bermaksud
mewasiyatkan seluruh kekayaan kepada orang lain, padahal anak-anaknya masih
membutuhkan harta tersebut. Dalam kasus ini, perkataan yang harus disampaikan
kepadanya harus tepat dan argumentatif.Inilah makna qaul sadid, Misalnya,
dengan perkatan, "bahwa anak-anakmu adalah yang paling berhak atas hartamu
ini.Jika seluruhnya kamu wasiyatkan, bagaimana dengan nasib anak-anakmu
kelak." Melalui ayat ini juga, Allah SAW ingin mengingatkan kepada setiap orang
tua hendaknya mempersiapkan masa depan anak-anaknya dengan sebaik-baiknya
agar tidak hidup terlantar yang justru akan menjadi beban orang lain.
Ucapan yang benar adalah yang sesuai dengan Al-Quran, as-Sunnah, dan
Ilmu. Al-Quran menyindir keras orang-orang yang berdiskusi tanpa merujuk
kepada Al-Qur’an, petunjuk dan ilmu. Diantara manusia yang berdebat tentang
Allah SAW tanpa ilmu petunjuk dan kitab yang menerangi (Qs;31:20). Al-Quran
menyatakan bahwa berbicara yang benar,menyampaikan pesan yang benar, adalah
pra-syarat untuk kebenaran (kebaikan, kemaslahatan) amal. Bila kita ingin
menyukseskan karya kita, bila kita ingin memperbaiki masyarakat kita, maka kita

98
harus menyebarkan pesan yang benar dengan perkataan yang lain. Hal ini berarti
masyarakat menjadi rusak jika isi pesan komunikasi tidak benar.

3. SIMPULAN
Dari berbagai uraian dan penjelasan yang telah dikemukakan terdahulu
bahwa penerapan komunikasi Islam yang sumbernya Al-qur’an sungguh sangat
penting dalam kehidupan umat manusia. Al-Quran menawarkan beberapa Prinsip
komunikasi yang dapat diambil untuk proses bimbingan pra nikah bagi calon
pengantin yaitu Prinsip Qaulan Baligha (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﺑﻠِﻴ ًﻐﺎ‬, Prinsip Qaulan Karima ( ‫َﻗ ْﻮ ًﻻ‬
‫)ﻛ َِﺮﻳ ًﻤﺎ‬, Prinsip Qaulan Maysura (‫ﻮﺭﺍ‬
ً ‫ﺴ‬ُ ‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻣ ْﻴ‬, Prinsip Qaulan Ma’rufa (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻣ ْﻌ ُﺮﻭ ًﻓﺎ‬,
Prinsip Qaulan Layyina (‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ َﻟ ِّﻴ ًﻨﺎ‬, Prinsip Qaulan Sadidan (ً‫ﺳﺪِﻳﺪ‬
َ ‫) َﻗ ْﻮ ًﻻ‬.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo


Persada,1998.
Aunur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling dalam Islam, Yogyakarta: UII
Pers.1994.
Arifin, Pokok-Pokok Tentang Bimbingan dan Penyuluhan Agama di Sekolah dan
di Luar Sekolah. Jakarta; Bulan Bintang, 1976.
Bimo Walgito, Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah, Jogyakarta: Andi
Offset,1995.
Al-Ishfahani, al-Mufradat fi Gharib al-Qur'an, Beirut: Dar al-ma'rifah, tt.
Musfirbin Said Az-Zahrani, Konseling Teraphy, Jakarta: Gema Insani,2005
Moh. Surya, Bimbingandan Penyuluhan di Sekolah, Bandung : Ilmu, 1979.
Nani SY, Komunikasi Pariwisata Dalam Pembangunan, Makalah yang
disampaikan dalam Rakernas DMI, Jakarta, 1996.
Al-Razi, Fakhr al-Din, al-Tafsir al-Kabir, Beirut: Dar al-Fikr, tt.
99
Onong Ucjhana Effendy, Dinamika Komunikasi, Cet. II, Bandung: PT. Remaja
Rosda Karya, 1992.
Priyatno dan Erman Anti, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling, Jakarta;
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Bersama Rineka Cipta, 1999.
Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Jld. II, Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2000.
Al-Qurthubi, Al-Jāmi' li ahkām Al-Qur'ān, Beirut : Dar al-Fikri, 1994.
W.S.Winkel, Bimbingan dan Konseling di Sekolah Menengah, Jakarta: Grafindo,
1991.
YS. Gunadi, Himpunan Istilah Komunikasi, Jakarta, Grasindo, 1998.

100

Anda mungkin juga menyukai