Anda di halaman 1dari 7

ETIKA KOMUNIKASI KELOMPOK DALAM PANDANGAN ISLAM

DOSEN :

Budi Suprapto, Dr., M.Si

NAMA KELOMPOK :

Patayatul Wahidah (201610040311029)


Ilaelis Safa’ah (201610040311035)
Wila Aprilia Fitriananda (201610040311051)
Merisya Ramadhanti (201610040311052)
Amalia Septiarini (201610040311092)

PRODI ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2018
PENGENALAN

Komunikasi kelompok (group communication) didalamnya termasuk juga komunikasi


tatap muka dan komunikasi langsung, karena komunikator dan komunikan berada dalam
situasi saling berhadapan dan saling melihat. Bentuk komunikasi ini sama dengan komunikasi
interpersonal, yaitu sama-sama menimbulkan arus balik langsung. Perbedaannya jumlah
komunikan yang terlibat dalam proses komunikasi. Komunikasi kelompok kerap kali terjadi
seperti diskusi formal maupu informal. Apalagi di dalam lingkungan pedidikan seperti di
kampus. Didalam komunikasi kelompok, tidak jarang terjadi kesalahan persepsi terkait
pendapat orang lain. Dan tidak jarang juga, pendapat yang disampaikan dapat menyakiti hati
orang lain.

Kesesuaian nilai-nilai komunikasi kelompok agar dapat menjaga perasaaan orang lain
dapat kita pandang dari sisi agama islam. Sehingga dalam perspektif ini, komunikasi Islam
merupakan proses penyampaian atau tukar menukar informasi yang menggunakan prinsip
dan kaedah komunikasi dalam Al-Quran. Komunikasi Islam dengan demikian dapat
didefenisikan sebagai proses penyampaian nilai-nilai Islam dari komunikator kepada
komunikan dengan menggunakan prinsip-prinsip komunikasi yang sesuai dengan Al-Quran
serta Hadits.

Penting untuk memperhatikan etika menyampaikan pendapat kepada orang lain agar
dapat menghindari orang lain merasa tersinggung serta menyakiti hati orang lain.
Sebagaimana sesama saudara tentu saja, kita dilarang bagi sesama muslim untuk saling
menjatuhkan dan saling menghina. Untuk itu, Islam melarang untuk menyakiti hati orang lain
khususnya sesama muslim. Sedangkan menyakiti hati orang lain adalah sesuatu yang mudah
kita lakukan. Maka janganlah kita asal berbicara atau melakukan sesuatu tanpa pernah
dipikirkan terlebih dahulu. Dari Abu Darda bahwa Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada
sesuatu yang paling berat timbangannya bagi mukmin pada hari kiamat daripada akhlak yang
bagus. Dan sesungguhnya Allah membenci orang yang buruk tuturkatanya dan jorok
(cabul).” (Abu Dawud dan Turmudzi). Maka sangat penting untuk memperhatikan etika
berbicara dalam komunikasi kelompok agar terhindar dari siksa api neraka.
PEMBAHASAN

Komunikasi kelompok juga bisa diartikan sebagai kumpulan orang yang mempunyai
tujuan yang sama, yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama,
mengenal satu sama lainnya, dan memandang mereka menjadi salah satu bagian dari
kelompok tersebut (Fajar, 2009, 65). Contoh: tetangga, keluarga, teman dekat, kelompok
diskusi, kelompok pemecah masalah, atau suatu komite untuk mengambil suatu keputusan,
komunikasi ini dengan sendirinya melibatkan komunikasi antarpribadi.

Jadi,intinya komunikasi kelompok dilakukan oleh lebih dari dua orang tetapi dalam
jumlah terbatas dan materi komunikasi tersebut juga dikalangan terbatas. Adapun
karakteristik dari komunikasi kelompok, antara lain (Fajar, 2009:66) :

1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogeny.


2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam melakukan tindakan pada saat
itu juga.
3. Arus balik didalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena
komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang
berlangsung.
4. Pesan yang diterima komunikan bersifat rasional (terjadi pada komunikasi kelompok
kecil) dan bersifat emosional (terjadi pada komunikasi kelompok besar).
5. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan meskipun hubungan
tersebut tidak erat seperti yang terjalin pada komunikasi interpersonal.
6. Komunikasi akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.

Adapun cara berkomunikasi menurut Islam yakni bersumber pada Al- Quran. Di
dalam Al- Quran memberikan kata kunci yang berhubungan dengan hal itu. Al-Syaukani,
misalnya mengartikan kata kunci Al-Bayan sebagai kemampuan berkomunikasi. Selain itu,
kata kunci yang dipergunakan Al-Quran untuk komunikasi ialah Al-Qaul. Dari Al-Qaul ini,
Jalaluddin Rakhmat menguraikan prinsip, qaulan sadidan yakni kemampuan berkata benar
atau berkomunikasi dengan baik.
Dengan komunikasi manusia mengekspresikan dirinya, membentuk jaringan interaksi
sosial, dan mengembangkan kepribadiannya. Begitupula dalam melakukan komunikasi
kelompok, dimana di dalam komunikasi kelompok kita seringkali menyampaikan pendapat
kita agar orang lain dapat memahami gagasan serta ide yang kita miliki. Apabila dalam
menyampaikan pendapat tersebut tidak sesuai dengan etika berkomunikasi maka itu dapat
menyakiti perasaan peserta lain yang berada dalam kelompok tersebut. Kegagalan
komunikasi kelompok tersebut juga dapat menghambat saling pengertian, menghambat kerja
sama, menghambat toleransi, dan merintangi pelaksanaan norma-norma sosial.

Al-Qur’an menyebut komunikasi sebagai salah satu fitrah manusia. Dalam QS. Al-
Rahman (55) ayat 1 – 4. Yang artinya “yaitu (tuhan) yang Maha pemurah, yang telah
mengajarkan Al-Quran. Dia menciptakan manusia, mengajarnya pandai berbicara.”
Al-Syaukani dalam Tafsir Fath al-Qadir mengartikan Al-Bayan sebagai kemampuan
berkomunikasi, untuk mengetahui bagaimana orang-orang seharusnya berkomunikasi secara
benar (qaulan sadidan), harus dilacak kata kunci yang dipergunakan Al-Qur’an untuk
komunikasi. Selain al-bayan, kata kunci untuk komunikasi yang banyak disebut dalam Al-
Qur’an adalah “al-qaul” dalam konteks perintah (amr). Enam prinsip komunikasi dalam Al-
Qur’an yakni Qaulan Sadidan (QS. 4: 9: 33: 70), Qaulan Balighan (QS. 4:63), Qaulan
Mansyuran (QS. 17:28), Qaulan Layyinan (QS. 20:44), Qaulan Kariman (QS. 17:23), dan
Qaulan Marufan (QS. 4:5).

Kata Qaulan Sadidan disebut dua kali dalam Al-Quran, yakni: Pertama Allah
menyuruh manusia menyampaikan Qaulan Sadidan (perkataan benar) dalam urusan anak
yatim dan keturunan, yakni QS. 4: 9, yaitu “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”. Kedua, Allah
memerintahkan qaulan sesudah takwa, sebagaimana firman Allah dalam QS. 33/, yaitu “Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah Perkataan yang
benar”. Jadi, Allah SWT, memerintahkan manusia untuk senantiasa bertakwa yang dibarengi
dengan perkataan yang benar. Jadi, perkataan yang benar merupakan prinsip komunikasi
yang terkandung dalam Al- Quran dan mengandung beberapa makna dari pengertian benar.
Diantaranya kata benar yang sesuai dengan kriteria kebenaran. Qaulan Sadidan yang
termasuk kedalam ke-enam prinsip komunikasi yang di sebutkan di dalam Al-Qur-an dapat
digunakan sebagai acuan dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Ucapan yang benar tentu ucapan yang sesuai dengan Al-Quran, Al sunnah, dan ilmu.
Apalagi di dalam menyampaikan pendapat dan berdiskusi di dalam suatu kelompok. Maka
Al-Quran menyindir dengan keras orang-orang yang berdiskusi tanpa merujuk pada Al Kitab,
petunjuk, dan ilmu. Sebagaimana Firman Allah QS. Al-Hajj ayat 8 “Dan di antara manusia
ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan
tanpa kitab yang memberi penerangan”. Al-Quran menyatakan bahwa berbicara yang benar,
menyampaikan pesan yang benar-benar adalah prasyarat untuk kebesaran, kebaikan,
kemaslahatan dan amal.

Selain berdiskusi di dalam kelompok dengan menggunakan fakta benar. Di dalam


penyampaian pendapat dalam kelompok ucapan penyampaiannya juga perlu diperhatikan.
Karena itu prinsip berkomunikasi lain di dalam Al-Quran perlu diperhatikan yakni Qaulan
Layina. Qaulan Layina berarti pembicaraan yang lemah-lembut, dengan suara yang enak
didengar, dan penuh keramahan, sehingga dapat menyentuh hati. Dalam Tafsir Ibnu
Katsir disebutkan, yang dimaksud layina ialah kata-kata sindiran, bukan dengan kata-kata
kasar.

“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan Qaulan Layina (kata-kata yang lemah
lembut).(QS.Thaha:44)
Ayat di atas adalah perintah Allah SWT kepada Nabi Musa dan Harun agar berbicara lemah-
lembut, tidak kasar, kepada Fir’aun. Dengan Qaulan Layina, hati komunikan (orang yang
diajak berkomunikasi) akan merasa tersentuh dan jiwanya tergerak untuk menerima pesan
kita.
Kesimpulan

Berkomunikasi di dalam kelompok baik itu berdiskusi atau rapat sangat penting untuk
memperhatikan etika kita dalam menyampaikan pendapat. Karena di dalam komunikasi
kelompok bukan hanya terdiri dari satu orang saja, namun lebih dari itu. Bisa jadi apa yang
kita sampaikan dapat diterima yang satu sedang yang lain tidak dapat menerimanya.
Sedangkan di dalam Islam sendiri kita diperintahkan untuk berbicara agar tidak menyakiti
hati orang lain. Oleh karena itu, penting memperhatikan 6 etika komunikasi di dalam Islam
yang telah dijelaskan di atas. Karena menjaga ucapan adalah salah satu muamalah yakni
hubungan dengan sesama manusia.
DAFTAR PUSTAKA

Muslimah. 2016. Etika Komunikasi Dalam Perspektif Islam. Vol. 13 Number 2,


Desember 2016.
Muis, Abdul. 2001. Komunikasi Islam. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Daryanto. 2014. Teori Komunikasi. Malang. Penerbit Gunung Samudera.
Al Hafizh, Mushlihin. 2012. Pengertian Muamalah Dari Segi Bahasa dan Istilah.
Diambil dari http://www.referensimakalah.com/2012/09/pengertian-bahasa-dari-segi-
bahasa-dan-istilah.html. Diakses pada 30 Mei 2018

Anda mungkin juga menyukai