Anda di halaman 1dari 7

BAB II

ANALISIS WACANA, PESAN DAKWAH, DAN MEDIA

A. Analisis Wacana
1. Pengertian Analisis Wacana
Analisis wacana adalah kajian yang mengkaji atau menganalisis bahasa yang
digunakan secara wajar, baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Analisis wacana
mempelajari bahasa melalui pola dan mengkaji hubungan antara bahasa dan konteksnya
(Paltridge, 2012, p. 2). Ini menekankan konteks sosial yang digunakan dalam wacana,
terutama di antara penutur. Bahasa yang digunakan dapat diterima dan dipahami oleh
penutur meskipun bahasanya tidak diatur menurut kaidah bahasa seperti tata bahasa
baku.

Analisis wacana dapat diimplementasikan dalam berbagai bentuk, salah


satunya adalah analisis wacana persuasif dalam iklan. Komponen linguistik seperti
salinan iklan dapat dijadikan objek kajian dengan menggunakan analisis wacana untuk
memahami bagaimana sebuah wacana digunakan untuk membujuk orang. Menganalisis
iklan dengan menggunakan analisis wacana bukanlah hal baru. Misalnya, Sari (2018)
meneliti tentang teknik persuasif yang digunakan dalam iklan Instagram. Temuan
menunjukkan bahwa sebagian besar teknik yang digunakan dalam iklan Instagram
adalah teknik rasionalisasi dan sugesti persuasif karena bahasa yang digunakan dalam
teknik ini lebih menarik. Demikian pula, Fernnandez (2013) menyelidiki bahasa
persuasif dalam iklan cetak Filipina sebagai analisis wacana. Hasilnya menunjukkan
bahwa fitur sintaksis dan semantik dari iklan cetak berperan besar dalam meyakinkan
pelanggan. Dari penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa analisis wacana periklanan
diperlukan untuk mengetahui bagaimana wacana persuasif dikaitkan dengan
pengaruhnya.

Analisis wacana mempertimbangkan bagaimana bahasa, baik lisan maupun


tulisan, memberlakukan perspektif dan identitas sosial dan budaya. Analisis wacana
didasarkan pada rincian tuturan (serta pandangan dan gerak tubuh dan tindakan) atau
tulisan yang dianggap relevan dalam konteks dan yang relevan dengan argumen yang
coba dibuat. James (2011:117) menyatakan tentang analisis wacana sebagai berikut:

Analisis wacana tidak didasarkan pada semua fitur fisik yang ada, bahkan tidak
pada semua yang mungkin, dalam beberapa konteks yang dapat dibayangkan, bermakna,
atau mungkin bermakna dalam analisis dengan tujuan berbeda. Penilaian relevansi
seperti itu (apa yang masuk ke transkrip dan apa yang tidak) pada akhirnya adalah
penilaian teoretis, yaitu didasarkan pada teori analis tentang bagaimana bahasa, konteks,
dan interaksi bekerja secara umum dan dalam konteks spesifik yang dianalisis. Dalam
pengertian ini, transkrip adalah entitas teoretis. Itu tidak berdiri di luar analisis,
melainkan bagian darinya.

Berkaitan dengan pengertian wacana di atas, dapat disimpulkan bahwa wacana


berkaitan dengan banyak disiplin ilmu. Perhatian utama dari analisis wacana adalah
untuk menguji bagaimana bahasa yang dihasilkan oleh peserta tertentu baik lisan
maupun tulisan digunakan dalam komunikasi untuk situasi tertentu dalam setting
tertentu. Oleh karena itu, analisis wacana difokuskan pada bentuk tulisan dan lisan.
Perangkat wacana juga membantu merangkai unsur-unsur bahasa.

As Fine (1988: 1) menyatakan bahwa:

Pengorganisasian bentangan bahasa yang lebih besar dari sebuah kalimat [Itu]
dapat fokus pada percakapan, bahasa tertulis, ketika mencari pola bahasa. Analisis
wacana harus menentukan unit-unit rangkaian bahasa yang lebih besar ini, bagaimana
unit-unit ini ditandai oleh penanda linguistik tertentu, dan/atau proses yang terlibat dalam
memproduksi dan memahami rangkaian bahasa yang lebih besar.

Yule (2016) menegaskan bahwa struktur wacana sangat penting. Ini berfokus
pada elemen utama yang dapat membentuk teks yang diregangkan dengan baik. Koneksi
struktural antara kalimat menciptakan kohesi. Selain itu, studi wacana terutama
didasarkan pada latar belakang pragmatis di mana pengetahuan, keyakinan, dan harapan
dipertimbangkan; misalnya: apa yang dipikirkan pembicara tentang sesuatu yang
dilihat/didengarnya. Definisi lain dari analisis wacana dikutip dari Allen dan Corder
(2014: 200) “analisis wacana dianggap sebagai penyelidikan terhadap perangkat formal
yang digunakan untuk menghubungkan kalimat bersama-sama”.

B. Pesan Dakwah
1. Pengertian Pesan Dakwah
a. Definisi
Secara etimologi, kata dakwah berasal dari akar kata bahasa Arab da'a,
yad'u, da'watan, yang berarti ajakan, panggilan, seruan, permintaan, permintaan,
dan dakwah. Al-Qur'an menggunakan kata dakwah untuk menghimbau kepada
kebaikan yang disertai dengan resiko dari setiap pilihan. Dalam Al-Qur'an,
istilah dakwah dalam arti mengajak digunakan sebanyak 46 kali, dalam arti
mengajak kepada Islam dan kebaikan sebanyak 39 kali, dan mengajak ke neraka
atau munkar sebanyak 7 kali (Munir dan Ilahi, 2006)1. Secara filosofis atau
makna substansial, dakwah berarti misi adalah pengaturan pikiran dan usaha
(Muhyidin dan Syafei, 2002) untuk mengubah segala bentuk ibadah selain Allah
menjadi keyakinan tauhid, mengubah segala macam kehidupan di luar jalur
menuju penghidupan langsung, diliputi kedamaian dan kesejahteraan batin
berdasarkan nilai-nilai Islam2.
Sayyid Quthub mendefinisikan istilah dakwah sebagai “panggilan ke jalan
Allah, bukan jalan da'i atau ummatnya, karena keadaan da'wah tidak ada
hubungannya dengan dakwahnya kecuali dalam menjalankan tugas dan
kewajibannya kepada Allah.” Lebih lanjut, Spayed Quthub menekankan bahwa
dakwah terdiri dari seruan kepada lima aspek pokok yang akan mengantarkan
manusia memperoleh kehidupan yang sempurna. Pertama, panggilan iman yang
menghidupkan hati dan pikiran. Iman yang melepaskan diri dari belenggu
kebodohan dan takhayul, dan dari menundukkan diri kepada sesama manusia.
Kedua, panggilan kepada hukum Allah. Dengan panggilan ini, manusia akan
membangun dan mengatur hidupnya secara utuh tanpa campur tangan atas dasar
kepentingan dan dominasi, baik individu maupun kelompok. Setiap orang
memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum Allah (prinsip-prinsip Islam).
Ketiga, panggilan kepada sistem kehidupan yang sesuai dengan fitrah
kemanusiaan, yang tidak lain adalah sistem Islam itu sendiri. Keempat,
panggilan untuk kemajuan dan kejayaan hidup dengan akidah dan sistem Islam
untuk membebaskan umat manusia dari segala bentuk perbudakan dan dari
peribadatan sesama manusia. Kelima, seruan jihad di jalan Allah sebagai upaya
menegakkan dan memperkuat sistem Islam di muka bumi3.
Dakwah merupakan kegiatan yang sangat penting dalam Islam, dengan
dakwah, Islam dapat disebarkan dan diterima oleh manusia. Sebaliknya, tanpa
dakwah Islam akan semakin jauh dari masyarakat dan kemudian akan hilang dari
permukaan bumi dalam kehidupan masyarakat. Dakwah berfungsi untuk menata
kehidupan beragama menuju kehidupan masyarakat yang rukun dan bahagia,
ajaran Islam yang disiarkan melalui dakwah dapat menyelamatkan manusia dan
1
M. munir dan Wahyu ilahi, Manajemen Dakwah, Jakarta, Thn 2006, Hal 58
2
Muhyidin Asep, Ahmad Safei Agus, 2002,Metode Perkembangan Dakwah, Bandung: Pustaka Setia
3
Muliaty Amin dkk, Ilmu Dakwah (Makassar: Alauddin Press, 2009), h. 6-7
masyarakat pada umumnya dari hal-hal yang dapat mengarah pada kehancuran 4.
Secara etimologis kata dakwah berasal dari bahasa arab yang merupakan bentuk
masdar dari kata da'a-yad'u yang artinya menyeru, mengajak atau menyeru5.
Upaya mengajak dan mempengaruhi manusia untuk berpindah dari satu situasi
ke situasi lain, yaitu dari situasi yang jauh dari ajaran Allah ke situasi yang
sesuai dengan petunjuk dan ajaran-Nya6.
Hal ini berdasakan firman Allah QS.An-Nahl (16): 125:
...............................................................
Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan
pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesesat dari jalan-Nya dan Dialah yang mengetahui orang-orang yang
mendapatkan petunjuk (QS. An-Nahl (16):125).
Dari segi languera kata dakwah berasal dari bahasa arab da’a yang berarti
menyeru, meminta, membimbing, menggiring atau menyeru, mengajak orang
lain untuk mengikuti, bergabung, dan memahami untuk melakukan suatu
tindakan dan tujuan yang sama yang diharapkan. oleh penyerang7. Dan dakwah
juga berarti seruan, ajakan, seruan, ajakan, dan pembelaan, permohonan (do'a)8.
Dalam arti integralistik, dakwah adalah proses berkelanjutan yang ditangani oleh
para pengemban dakwah untuk mengubah tujuan dakwah di agar bersedia
memasuki jalan Allah, dan secara bertahap menuju kehidupan yang islami 9.
Sedangkan menurut Amin Rais bahwa dakwah adalah segala upaya untuk
membangun kembali masyarakat yang masih mengandung unsur jahiliyah agar
menjadi masyarakat yang Islami10.
Sedangkan dari segi istilah ada beberapa pengertian antara lain da'wat ila
Allah dimaksudkan untuk menyeru kepada keimanan kepada Allah, beriman
kepada apa yang dibawa oleh para rasul-Nya, menyeru untuk meyakini apa yang
diwahyukan para rasul dan mentaati apa saja yang diperintahkan. Termasuk
seruan untuk mengucapkan dua syahadat, menunaikan shalat, zakat, puasa di

4
Mohammad Ali Aziz, Ilmu Dakwah (Jakarta:Kencana, 2006), p. 37
5
Ibrahim Unais dkk,Al-mu’jam al-Wasith,(Cairo:al-Majma’ al-Lughat al-‘Arabiyah,1972),Jil: 1.p.286-287.
Toha Yahya, Omar, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Wijaya,2004), p. 67
6
Samsul Munir Amin, Op.Cit. h.50.
7
Sad ‘Ali Ibn Muhammad al-Qohthoniy.fiqhu al-da‘wah fi shahîh al-Imam al-Buhkariy, Maktabat Syamela.
8
Awaluddin Pimay, Paradigma Dakwah Humanis, (Semarang: Rasail,2005), p. 13
9
Didin Hafidhuddin, Dakwah Aktual, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), p. 77
10
Amien Rais,Cakrawala Islam Antara Cita dan Fakta, (Bandung: Mizan,1999), p. 25
bulan Ramadhan dan haji, dan termasuk seruan iman kepada Allah, iman kepada
rasul-rasul-Nya, iman pada hari kiamat, qadha' dan qadar, serta seruan hamba itu
menyembah Tuhannya seolah-olah melihatnya11. Secara singkat seperti yang
diungkapkan oleh Abdul Karim Zaidan; yang dimaksud dengan dakwah adalah
menyeru kepada Allah, dan niatnya adalah untuk menyeru agama Allah yaitu
Islam12.
b. Metode Dakwah
Metode berasal dari kata metodos (Yunani) yang berarti cara yang dapat
ditempuh. Dalam bahasa Arab disebut tariqah yang merupakan cara yang rapi
dan dipikirkan dengan matang untuk mencapai suatu tujuan. Sistem atau teknik
berasal dari kata sistema (Yunani) yang berarti keseluruhan organisasi yang
terorganisasi yang bergerak menuju suatu tujuan tertentu. Dalam bahasa arab
sistem menterjemahkan dengan uslub atau manhaj. Jadi metode dakwah adalah
penyesuaian cara dengan materi (isi) sesuai dengan situasi dan kondisi objek,
sesuai dengan lokasi dan sikap da'i untuk mencapai tujuan dakwah13.
Metode dakwah (Pendekatan) adalah cara-cara yang dilakukan oleh
seorang komunikator untuk mencapai suatu tujuan tertentu atas dasar
kebijaksanaan dan kasih sayang14. Metode adalah suatu rencana atau tata cara
yang dilekatkan untuk menyelesaikan suatu kegiatan atau tugas demi tercapainya
tujuan. Metode adalah cara kerja yang sistemik untuk memudahkan pelaksanaan
menyampaikan suatu materi. Metode berarti cara yang telah disusun dan melalui
proses berpikir untuk mencapai suatu tujuan. Dan cara memahami pekerjaan
juga menjelaskan objek dengan kajian ilmu dakwah. Teknik dakwah adalah
dimana metode digunakan untuk melaksanakan metode. Menurut ‘Abd al-Karim
Zaidan, metode tersebut berkaitan dengan bagaimana melaksanakan
penyampaian rosul dakwah dan mengatasi hambatan.
Kesimpulannya metode adalah cara kerja yang sistemik untuk
memudahkan pelaksanaan menyampaikan suatu materi. Selain dakwah dengan
cara hikmah, dalam penjelasan Al-Qur'an al-Nahl disebut juga dakwah dengan
metode mau'izhah hasanah15. maka ada tiga unsur yang harus dipenuhi dalam
metode ini. Pertama, misi mau'izhah hasanah harus mengandung unsur nasehat.
11
Sad ‘Ali Ibn Muhammad al-Qohthoniy. fiqhu al-da‘wah....,
12
Abdul Karîm Zaidan, U’shûlu al-da‘wah, versi e-book, 1975, p, 3.
13
Jamaludfin Kafie, Pengantar Ilmu Dakwah, (Madura: Karunia Surabaya,1988), p. 67.
14
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), p. 43.
15
Da'wah of mau'izhah hasanah is da'wah with gentle words that are nuanced by friendship (al-rifq). Thus
as much as possible avoid rude, fierce and painful expressions (qaswat al 'ibarat).
Kedua, nasihat itu bisa menenangkan. Ketiga, nasehat tidak mengandung unsur
kritik dan hinaan yang membuat orang jera mendengarnya.
C. Media
1. Pengertian Media
Media adalah sarana yang dapat digunakan untuk menyampaikan informasi
atau pesan oleh komunikator kepada komunikan. Dalam pengertian lain, media dakwah
sering disebut dengan wasilah dakwah, yaitu sesuatu yang digunakan sebagai sarana
untuk mencapai tujuan atau alat yang membantu da'i dalam menyampaikan dakwah
sehingga efektif dan efisien. Ada juga yang mengatakan bahwa wasilah adalah alat atau
sarana yang digunakan oleh para da'i dalam menyampaikan dakwah kepada mad'u16.

Media merupakan salah satu unsur penting dalam komunikasi, Harold Lasswell
mengatakan communication is well known for his “5W” model of communication, yang
berfokus pada “Who (says) What (to) Whom (in) which Channel (with) What
effect”.17Artinya menurut H. Lasswel terkenal dengan 5 unsur komunikasi yaitu
komunikator, pesan, media, komunikan dan efek18 :

a) Unsur siapa (sumber atau komunikator). Sumber utama adalah lembaga atau
organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi
(institusionalized person).
b) Mengatakan elemen apa (pesan). Pesan komunikasi dapat dihasilkan dalam
jumlah yang sangat besar dan dapat menjangkau khalayak yang sangat luas.
c) Unsur-unsur dalam saluran mana (saluran atau media). Unsur ini
menyangkut semua peralatan yang digunakan untuk menyebarkan pesan
komunikasi, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan
sebagainya.
d) Unsur kepada siapa (penerima atau khalayak massa). Penerima pesan
komunikasi massa biasa disebut khalayak atau khalayak.
e) Elemen dengan efek apa (dampak). Dampak dalam hal ini adalah perubahan
yang terjadi pada khalayak akibat tereksposnya pesan media.

16
lyas Islamil A, Dakwah Sejati Menggagas Paradigma Baru Dakwah Era Milenial Edisi Pertama (Jakarta: Kencana,
2018). h, 202.
17
Zachary S. Sapienza, Narayanan Iyer, dan Aaron S. Veenstra, “Membaca Model Komunikasi Lasswell Mundur:
Tiga Kesalahpahaman Ilmiah,” Komunikasi Massa dan Masyarakat 18, no. 5 (2015): 608–611.
18
Ngalimun, Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar (Yogyakarta: Pustaka Baru Press, 2017). h, 90-94.

Anda mungkin juga menyukai