Anda di halaman 1dari 6

B.

Hakekat Dakwah Islam

a. Pengertian dan Tujuan Dakwah

Dari sudut bahasa kata dakwah berasal dari bahasa Arab ‫عا‬ٙ ‫د‬ yang
ٙ ٙ
berarti ‫طلب‬  menyeru,
meminta, menuntun, menggiring atau memanggil, mengajak orang lain supaya mengikuti,
bergabung, memahami  untuk memiliki suatu tindakan dan  tujuan yang sama yang diharapkan
oleh penyerunya. Sedangkan dari sudut istilah, ada beberapa pengertian diantaranya,  dakwah (
‫)الدعوة إلى هللا‬  dimaksudkan seruan untuk beriman kepada Allah, beriman kepada apa-apa yang
dibawa oleh para rasul-Nya, menyeru untuk mempercayai apa yang diberitakan oleh para rasul
serta mentaati apa-apa yang diperintahkan mereka, hal itu mencakup seruan untuk mengucapkan
dua kalimah syahadat, melaksanakan shalat,  zakat, puasa bulan romadlan dan haji. Serta
termasuk seruan untuk beriman kepada Allah,  iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada hari
kebangkitan, qadla dan qadar, serta seruan agar hamba meyembah Tuhannya seakan dia melihat-
Nya.1

Dengan singkat seperti yang diungkap oleh Abdul Karim Zaidan yang dimaksud dakwah
adalah menyeru kepada Allah adalah menyeru kepada agama Allah yakni agama Islam. Menurut
Muhammad al-Râwi “dakwah adalah pedoman yang lengkap tentang prilaku manusia serta
ketentuan hak dan kewajiban”. Dan menurut Muhammad al-Khadlar Husain “menyeru manusia
kepada kebaikan dan hidayah serta amar ma’ruf dan nahi mungkar untuk mencapai kepada
kehidupan yang bahagia dunia dan akhirat”.

b. Pengertian Ilmu dakwah

Dalam ensiklopedi bebas wikipedia indonesia tertulis ilmu dakwah adalah suatu ilmu yang
berisi cara-cara dan tuntunan untuk menarik perhatian orang lain supaya menganut, mengikuti,
menyetujui dan melaksanakan suatu idiologi agama, pendapat, atau pekerjaan tertentu. Orang
yang menyampaikan dakwah disebut "Da'i" sedangkan yang menjadi obyek dakwah disebut
"Mad'u.” tim Penyusun Kurikulum Nasional Fakultas Dakwah merumuskan pengertian ilmu
dakwah, yakni kumpulan pengetahuan yang berasal dari Allah SWT yang dikembangkan oleh
umat Islam dalam susunan yang sistematis dan terorganisir mengenai manhaj melaksanakan
kewajiban dakwah dengan tujuan ikhtiar mewujudkan khairul ummah.

1 Zilfaroni, Pegertian Dakwah dan Ilmu Dakwah, 2012


Dengan kata lain dakwah adalah ilmu yang mempelajari metode, cara, serta tujuan dakwah
termasuk pilar-pilar dan sejarah  serta media yang dipakai dalam menyampaikan dan
menyebarkan ajaran Islam guna mewujudkan tatanan masyarakat islam yang terbaik.

Tujuan utamanya adalah mewujudkan kebahagiaan dunia dan akhirat melalui penyebaran dan
pengamalan ajaran agama islam; mengetahui hakekat konsep dakwah Islam, mengetahui ayat-
ayat atau hadits Nabi SAW yang bertemakan dakwah; mengetahui berbagai metode dakwah dan
perkembangannya; menjalankan kegiatan dakwah dengan memperhatikan metode dan tehnik
dakwah yang tepat untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien.

c. obyek Pembahasan Ilmu Dakwah

Jika dilihat dari pengertian dakwah maka obyek dakwah adalah agama islam, artinya
penyampaian dan pengajaran agama islam yang dilakukan oleh juru dakwah serta
pengamalannya dalam kehidupan nyata.

Adapun jika dilihat dari pengertian ilmu dakwah maka obyek kajiannya mencakup berbagai
komponen yang dibutuhkan dan terkait dengan kegiatan dalam dakwah yang sejalan dengan
prinsip-prinsip pembahasan ilmiah. Bayanunyy mencoba merumuskannya dalam formulasi
berikut:
1. Sejarah dakwah yang menjelaskan tentang perkembangan dakwah sejak masa kenabian hingga
sekarang.
2. U’shûlu al-da‘wah, yang merupakan pembahasan dalil-dalil tentang dakwah berserta
sumbernya yang diambil dari al-Qur’an dan al-sunnah, termasuk pembahasan tentang rukun
dakwah, juru dakwah, sasaran dakwah dan tujuan dakwah.
3. Manâhij al-da‘wah, yang berisikan langkah-langkah serta program dakwah.
4. A’sâlîb al-da‘wah, berisikan tentang cara pengeterapan langkah-langkah serta program
dakwah yang dicanangkan.
5. Wasâil al-da‘wah, yakni media yang digunakan dan dibutuhkan dalam berdakwah.
6. Masyâkîl al-da‘wah, yakni problematika yang dihadapi dalam berdakwah serta cara-cara
penanggulangannya.
Obyek pengembangan ilmu dakwah menurut Amrullah Ahmad dapat dibedakan kajiannya
menjadi obyek material dan obyek formalnya. Obyek material ilmu dakwah adalah semua aspek
ajaran Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan al-Sunnah, sejarah dan  peradaban Islam. Obyek
material ini termanifestasi dalam disiplin-disiplin ilmu keislaman lainnya yang kemudian
berfungsi sebagai ilmu bantu bagi ilmu dakwah. Sedangkan obyek formal ilmu dakwah adalah
mengkaji salah satu sisi dari obyek material tersebut, yakni kegiatan mengajak umat manusia
supaya masuk ke jalan Allah (sistem Islam) dalam semua segi kehidupan.

d. Hubungan ilmu dakwah dan ilmu lainnya


1. hubungan dengan ilmu-ilmu keislaman
Sejalan dengan perjalanan waktu dan perkembangan zaman penyebaran agama islam yang
berawal dari bentuk penyampaian lisan dan penghapalan ajaran islam melalui berbagai kegiatan
seperti khutbah (pidato) dialog, berbagai arahan dan penyuluhan serta pembinaan, sehinga ajaran
islam yang mencakup aqidah, syariah dan akhlak itu menggelinding menyebar dari Rasul SAW
kepada para sahabat ra, kemudian para tabi‘in dan tabi‘u tabi‘in.  Merespon berbagai tuntutan
zaman dan kompleksitas permasalahan, dibarengi dengan kontak kegiatan keilmuan yang  ada di
wilayah perkembangan Islam, serta proses penyapaian ajaran islam dalam bentuk ta‘lim yang
memungkinkan terjadinya dialog antara nash-nash al-qur’an dan as-sunnah dengan permasalahan
kehidupan sosial yang dialami masyarakat muslim dengan munculnya pertanyaan dalam segi
ajaran isilam tertentu merangsang para ulama di kalanagan tabi‘in mengklasifikasi ajaran islam
pada setidaknya tiga sisi keilmuan; aqidah (ushuluddin) syariah (fiqih dan ushulnya) serta
akhlaq.

Berbagai ilmu keislaman merupakan obyek material ilmu dakwah karena dari situlah
berbagai macam kajian tentang seluk-beluk dakwah diformulasikan. Ilmu ushuludin, ilmu kalam,
fiqih, ushuhul fiqih, tafsir, hadits, ulumul qur’an, ilmu-ilmu bahasa arab, sejarah islam, akhlak,
tasawuf dan perkembangan kajian keislaman lainnya merupakan ilmu bantu dalam rangka
pengembangan ilmu dakwah.
Seperti yang dilakukan Jasim Ibn Muhammad al-Muhalhil al-Yasin dkk mereka mencoba
merumuskan skema ilmu-ilmu keislaman dalam lima 5 bagian, yakni ulumul qur’an, ulumul
hadits, tauhid, ushul fiqih, fiqih. Lalu dalam penerbitan lain ditambah dengan ulum lughah al-
arabiyah. Sayangnya ilmu dakwah belum mereka masukkan dalam skema ilmu-ilmu islam
tersebut, ini bisa berarti dua hal karena proses penyusunan belum selesai atau karena dakwah
masih dianggap dalam proses menjadi ilmu tersendiri. 
Maka untuk melihat kedudukan ilmu dakwah sebagai ilmu baru dalam kajian keilmuan Islam
dapat digambarkan bahwa dakwah merupakan upaya pengkajian terhadap proses terjadinya
penyampaian  ajaran islam dari juru dakwah kepada sasaran dakwah di satu sisi dan pengkajian
terhadap materi-materi ajaran islam yang berkenaan dengan metode penyampaian ajaran tersebut
yang terdapat dalam sumber utamanya (al-qur’an dan al-sunnah) serta dalam sumber-sumber
sekunder dihubungkan dengan kondisi sosio emosional khalayak sasaran di sisi lain untuk
mencapai efek dan dampak yang diharapkan.

2. Hubungan dengan ilmu komunikasi

Jika dilihat dari obyeknya dakwah memiliki hubungan dengan komunikasi dalam ilmu-ilmu
sosial. Yang dimaksud dengan hubungan komunikasi dan dakwah di sini adalah hubungan
komunikasi sebagai disiplin ilmu dengan dakwah sebagai kegiatan amar ma’ruf dan nahi
munkar, pesan berupa nasihat, serta sebagai proses penyampaian pesan risalah Islamiyah. Ilmu
komunikasi  dewasa ini telah berkembang demikian pesat, berbagai studi yang dilakukan yang
berkenaan dengan tingkah laku manusia sebagai pelaku komunikasi, media komunikasi yang
dipakai, serta kecenderungan dan ide-ide yang berkembang serta berbagai aspek lain yang erat
hubungannya dengan proses penyampaian pesan dan kekuatan pengaruh pesan tersebut dalam
diri peserta komunikasi. Selain itu dapat juga dilihat perkembangan yang pesat dalam bidang
sarana dan prasarana yang dapat digunakan dalam kelancaran komunikasi.  
Tujuan utama dakwah adalah menyampaikan (tabligh) risalah atau pesan Ilahiah, dan  sejak
pada masa awalnya tabligh menggunakan kata-kata baik yang tertulis maupun yang terucapkan,
dengan manusia sebagai objek sasarannya. Hingga dapat dikatakan komunikasi dan dakwah
adalah dua hal yang sama, keduanya menjadikan manusia sebagai sasaran, menggunakan media
yang sama, tujuan dan alat yang sama.
Namun jika dilihat dari segi kemunculannya kedua ilmu dakwah dan komunikasi nampak
berbeda, yang pertama kajian ilmu dkawah dimulai oleha para ulama terhadap tema amar ma’ruf
nahi mungkar, dimulai sejak berkembangnya tradisi ilmiah di kalangan ummat islam.
e. Metodologi Ilmu Dakwah
Suatu ilmu pengetahuan tentunya memiliki metode untuk mencapai kebenaran ilmu tersebut, 
demikian juga halnya dengan ilmu dakwah. Sebagai ilmu yang menjadikan obyek kajiannya
adalah agama islam yang memfokuskan perhatian pada kegiatan masyarakat muslim dalam
menyebarkan ajaran agamanya, dapat dilihat metodologi apa yang dilakukan para ahli dalam
mengkaji obyek tersebut.
Kalau diteliti metodologi yang dipakai dalam mengungkap berbagai seluk-beluk tentang
dakwah,  terlihat bahwa yang dilakukan adalah menghimpun dalil-dalil naqli baik dari al-Qur’an
maupun al-hadits yang bertemakan dakwah. Kemudian dalil-dalil tersebut diinterpretasikan
sehingga didapat hukum dakwah misalnya, kemudian lebih khusus lagi menuju pada
penghimpunan dalil yang berkenaan atau dinilai mengandung unsur metodologi penyapaian
pesan, dianalisis manfaat dan kegunaan serta efektifitas penggunaan metode tersebut. akhirnya
disimpulkan sebagai suatu teori atau kaidah dalam berdakwah. Maka dalam hal ini
metodologi tafsir maudlui (tafsir tematik) sangatlah dominan, adapun dalam analisisnya maka
bisa bersifat analisis teks dengan pendekatan balaghah dan ilmu kebahasaan, bisa juga 
menggunakan analisis sosio historis suatu teks (asbabu nuzul suatu ayat atau asbabu wurud suatu
hadits).
Dari sini terlihat bahwa metodologi ilmu dakwah menggunakan pendekatan deduktif , artinya
meneliti kaidah-kaidah umum yang berlaku kemudian diruntut hingga sampai pada kaidah-
kaidah khusus, misalnya dari dalil-dalil tentang amar ma’ruf nahi mungkar dapat menghasilkan
kaidah-kaidah tentang metode amar ma’ruf dan nahi mungkar. Ibnu Taimia membuat satu kaidah
bahwa menyuruh kepada kebaikan (amar ma’ruf) harus dengan cara yang baik (ma’ruf) dan
sebaliknya mencegah kemunkaran tidak dengan menggunakan kemunkaran.
Kaidah kedua dalam berdakwah adalah mendahulukan maslahat, ika ternyata yang diserukan
itu setelah ditimbang membawa madlarat lebih besar dari pada maslahatnya apakah itu berupa
amar ma’ruf atau nahyi mukar, maka ditunda sampai ada kesempatan dimana maslahat bisa lebih
besar ketimbang madlaratnya. Menjelaskan hal ini Ibnu Taimia menulis “Karena kegiatan amar
ma’ruf dan nahi mukar itu termasuk kewajiban yang paling besar, maka maslhat haruslah
didahulukan. Karena Allah tidak menyukai kerusakan dan kekacauan. Jika ternyata kerusakan
yang ditimbulkan karena amar ma’ruf dan nahyi munkar itu lebih besar dari maslhatanya, maka
kegiatan tersebut tidak termasuk suatu yang diperintah oleh Allah, walaupun pada kenyataannya
sudah berarti meninggalkan kewajiban dan melaksanakan suatu yang diharamkan, pada
kenyataan seperti itu seorang muslim hendaknya senantiasa lebih bertakwa dan beribadah kepada
Allah, hingga ia terjaga dari kehancuran.”
Metode kedua adalah pendekatan induktif, yang berarti meneliti persoalan-persoalan yang
lebih spesifik untuk kemudian ditarik generalisasinya. Jadi metode induktifI dan Idedektif
senantiasa bergantian dipakai dalam mengungkap berbagai pembahasan ilmu dakwah. Dalam
prakteknya menyertai kedua metode ilmiah tersebut di atas, pembahasan juga dilakukan dengan
metode historis, seperti meneliti kegiatan dakwah yang dilakukan sejak  masa kenabian hingga
dewasa ini, pendekatan historis juga kerap kali dipakai untuk megungkap makna suatu teks al-
Qur’an maupun al-hadits. Selain  metode historis sering digunakan juga metode komparatif 
yakni dengan melihat perbandingan antara mislanya dakwah masa Rasul saw dengan dakwah
masa sahabat ra. Atau misalkan melihat media dakwah konvensional dengan media dakwah
kontemporer.

Anda mungkin juga menyukai